
Misi Masa Lalu : PART 7 - FULL STORY - ANICRAFT SERIES - Chapter = Selamatkan Tuan Putri
NOTE PENTING : Cerita Pendek Anicraft ini adalah “Filler”, dimana tidak offcial masuk ke cerita “Anicraft Series”
Tapi karakter2 dan berbagai Cerita penting disini akan tetap terhubung di “Anicraft Series”
Timeline Cerita : Sesudah Anicraft Movie. Sebelum Anicraft Series
Baca Part 1 Disini
Baca Part 2 Disini
Baca Part 3 Disini
Baca Part 4 Disini
Baca Part 5 Disini
Baca Part 6 Disini
“Sudah puas jalan-jalannya, tuan putri?”
Sang putri terkejut dan mundur perlahan. Langkah demi langkah dibalap...
•
•
•
•
FULL STORY – ANICRAFT SERIES
PART 7 : Misi Masa Lalu
Character by Romansyah, Azuya Surya, Blanemist, Hudacho, dkk.
Story : Amalia Farissa Devy & RanggaOke40
•
•
•
•
Beberapa tahun yang lalu ….
Di sebuah desa, ada sebuah rumah misterius yang menjadi tempat privasi dari tiga orang yang berbisnis gelap di dalamnya. Nampak seorang pria berpenampilan mafia itu mengeluarkan sebuah foto, lalu diberikan kepada dua orang dihadapannya yaitu Brice dan Alta. Brice mengambil foto itu dan memperhatikannya secara seksama. “Ini orangnya?” tanya Brice disusul anggukan pria mafia itu. “Bunuh dia.” Perintahnya sambil menatapnya serius.
“Berapa bayarannya?” tanya Alta sambil menatapnya remeh. Mafia itu mengambil sesuatu di belakang, dan ketika ditunjukkan ternyata sekantung besar berisi berlian di dalamnya. Alta menyeringai senang mendengar hal itu, “Baiklah, kami akan menerima misi ini.”
“Dimana keberadaanya sekarang, dan apa kemampuannya?” Brice kembali bertanya kepadanya.
“Dia tinggal disebuah kastil yang tidak jauh dari sini, arah Selatan, sekitar 2000 blok dari desa ini. Dia bukan orang biasa, karena dia memiliki palu besar yang bisa menghantam semua musuh yang menghalangi jalannya.” Jelas mafia itu sambil mengetuk meja dengan jari-jemari kanannya. Brice kembali menatap foto itu, lalu bangkit dari tempat duduknya. Dia langsung bergegas untuk pergi ke pintu keluar.
“Aku sudah memperingati kalian, dia bukan orang biasa—“
“Ya, kami tahu itu.” Ujar Alta yang akhirnya menyusul Brice. Mereka berdua pun berada di luar bangunan itu. Brice yang jalan duluan, akhirnya bisa disusul oleh Alta. “Mau kemana, Brice?” tanya Alta kepadanya.
“Ke tempat orang itu, apa lagi?” Ujar Brice tanpa basa basi. “Aku pastikan, misi ini akan sukses di tangan kita.” Alta dan Brice pun berjalan seharian penuh untuk mencapai kastil itu. Hingga malam tiba, mereka menemukan kastil yang dicari, berada di kaki gunung.
“Kita sudah sampai,” ujar Alta melihat kastil yang tidak jauh dari mereka berdua. “Ayo, kita selesaikan misi ini.” Brice langsung menyalipnya ke depan.
“Tidak istirahat dulu?” Brice terdiam mendengar hal itu. “Kenapa? Kamu lelah?” tanya ia kepada rekan besarnya itu. Alta langsung membalasnya tiba-tiba, “E-enggak, aku kira kamu yang lelah.” Brice tersenyum jengkel kepadanya. “Kita tidak pernah lelah, kamu ingat?” Brice kembali berjalan ke arah tapak jalan menuju kastil tersebut.
“Iya, aku tahu itu…” Alta pun menyusul Brice.
Mereka pun sampai di depan pintu gerbang kastil itu. Namun, beberapa prajurit yang mengetahui mereka pun segera memergokinya. “Siapa kalian?! Apa tujuan kalian kesini?!” Ujar seorang prajurit sambil memegang pedang dan perisainya. Namun dengan cepat Brice menebasnya dengan pedang runcing miliknya. Pasukan yang lain pun bergegas datang setelah melihat perbuatan Brice. Begitu pula dengan beberapa prajurit yang berada di atas kastil itu. Ada yang membunyikan alarm bel, dan ada yang berteriak untuk menutup gerbangnya.
Alta dengan cepat menahan kedua pintu gerbang itu dengan kedua tangannya. Dia memberi ruangan untuk Brice masuk. “Brice, cepat masuk!” Seru Alta yang masih menahan kedua pintu itu. Brice langsung masuk, sehingga Alta bisa melepas pintu yang akhirnya tertutup rapat. Namun, kedua rekan itu disambut dengan gerombolan prajurit yang siap dengan senjata mereka.
•ᴥ•
“Hmm… siapa mereka? Kenapa mereka harus menyerang langsung depan?” gumam seseorang mengintip dari balik atap istana itu. Sosok yang bernama Rangga itu melihat Brice dan Alta bertarung melawan prajurit-prajurit itu. Namun ia dipergoki tiga prajurit yang tengah berjaga di ketiga menara kastil itu. Mereka menembaki Rangga dengan anak panah, sehingga ia mau tidak mau harus mengelak dan menangkis serangan-serangan tersebut. Namun, prajurit lain pun ikut menyerang Rangga, bahkan Rangga tidak sanggup menangkis semuanya.
“Tch! Ini terlalu banyak! Aku harus segera ke ruangan itu!” katanya sambil mengeluarkan pickaxe miliknya. Dia menuruni atap itu dengan meluncur menggunakan pickaxenya, sehingga atap tersebut hancur. Lalu, ia mendarat mulus dibelakang Brice dan Alta. “Aku mohon bantuannya, ya!” Rangga tersenyum kepada mereka, lalu pergi masuk ke dalam kastil itu. Brice menoleh ke orang itu dengan perasaan bingung.
“Hah? Siapa dia?” Brice menatap heran sosok yang tidak ia kenali tadi. Alta hanya menggeleng. “Entahlah, kita urusi ini saja dulu.” ujarnya sambil menyerang prajurit-prajurit yang lain.
Sementara itu, Rangga telah masuk ke dalam sebuah ruangan penting di kastil itu. Dia mencoba mencari sesuatu, dan akhirnya menemukan sebuah emas berbentuk seperti kristal yang muat pada genggaman tangannya. “Heh, barang yang aku cari sudah ketemu. Saatnya aku keluar dari sini,” gumamnya pelan. Namun ia terhenti ketika mendengar suara dentuman lantai yang begitu keras. Seorang pria dengan paras tinggi datang dengan membawa palu yang cukup besar di tangannya. Ia kembali menggetarkan lantai ruangan tersebut. Nampak penampilannya yang cukup familiar, ia adalah boss dari istana itu.
“Jangan menyentuh barangku, bocah!” lugas pria itu sambil menatapnya marah. Rangga mengambil pedang besinya sambil menatap waspada, sementara pria itu semakin dekat ke arahnya. “Maaf, tapi aku harus mengambil apa yang bukan milikmu.” Ia menggenggam kristal itu cukup kuat ditangan kirinya. Secara spontan, pria itu menyerang Rangga dan mulailah pertarungan antara mereka berdua.
•ᴥ•
Kembali kepada Alta dan Brice. Nampak mereka sudah menghabisi para prajurit yang menyerang tiada henti sebelumnya. Keduanya pun bergegas masuk ke kastil untuk mencari ruangan utama, yaitu ruang boss kastil itu. Tetapi ketika Brice baru saja melangkah masuk, ia melihat Rangga yang tengah terluka karena serangan dari pria besar di depannya.
“Apa yang kamu lakukan disini?” Brice terkejut melihatnya. Terlihat Rangga kelelahan setelah bertarung dengan boss kastil tersebut.
“Aku datang untuk mengambil barang ini, dan dia mencegahku untuk pergi.” Ujar Rangga sambil menunjukkan kristal yang ia pegang ditangan kirinya. Dengan cepat ia menyimpannya di kantung, lalu memegang tangan kirinya yang kesakitan. “Kalian mau mengambil kristal ini juga?” tanya Rangga. Namun Alta dan Brice hanya menggeleng kepadanya. Brice mengacungkan pedangnya kepada pria besar itu, sehingga ia bergidik marah. “Oh, kalian suruhan dia? Dasar pengecut, hanya bisa menyuruh orang saja!” pria itu nampak tahu suruhan dari dua rekan itu.
“Bersiaplah untuk menemui ajalmu!” Alta melompat ke arah pria itu sambil melayangkan pedang besar miliknya. Namun pria itu hanya bersiap dengan palu besarnya. “Hoho, kalian meremehkanku…”
Pria itu langsung menggenggam erat palunya dan menghantamkannya ke lantai. Sehingga seluruh dinding dan lantai di ruangan tersebut hancur. Brice mulai menghindar dan menebas beberapa reruntuhan yang hampir menimpanya, sedangkan Alta berlindung dengan menggunakan badan besarnya. Tanpa mereka ketahui, pria itu mulai menyerang Brice. Dia melayangkan palu besar itu, dengan cepat Brice menghindar dan melangkah mundur.
Brice mengeluarkan jurus “Dash”-nya dan secara cepat berlari ke pria itu. Karena Boss itu sadar dengan apa yang dilakukan oleh anak berpedang tajam itu, dia langsung menghantam area di depannya sehingga hentakannya itu berhasil melontarkan Brice ke udara. Terlihat ia menabrak tembok yang hampir runtuh di atasnya. Pria itu pun ingin membalas serangan Brice sebelumnya, namun dihalang oleh Alta yang menahan serangan Boss itu dengan pedang besarnya. Lalu Alta meninju pria itu sekuat tenaga, sehingga hembusan angin tercipta membuat sosok itu terdorong mundur. Alta kembali menyerang dengan sikunya dan pria itu kembali terdorong mundur.
“Kalau soal tubuh, aku tak akan kalah!” ujar Alta sambil bersiap menyerangnya kembali. Pria itu bangkit dan menyerang balik menggunakan sikunya, sehingga Alta terpental hingga ia menubruk dinding di belakangnya. Brice terkejut melihat teman rekannya hampir tertimpa reruntuhan karena serangan barusan. “Berani sekali kamu!” gidiknya marah.
“Serangan 100 Bayangan!” Brice bergerak sangat cepat dan menciptakan ratusan bayangan miliknya yang melesat ke arah pria itu. Namun Boss itu hanya terkekeh dan menghantam tanah, sehingga tekanan palunya yang begitu besar mengenai bayang-bayang milik Brice. Semua bayangan itu menghilang, dan terlihat Brice kembali terdorong jauh karena hentakan itu. “Ergh…” gumam Brice kesal. Pria besar itu memukul lantai hingga hancur, lalu mengambil sebuah blok dan dilemparkan kepada Brice. Anak itu terkejut, lalu dia mengangkat pedangnya.
“Pelindung 100 Bayangan!” tangkisan itu berkali-kali dilontarkan sehingga blok yang melesat kepadanya hancur tak bersisa. Tapi ternyata itu hanyalah pengecoh, dan terlihat pria besar itu menghilang dan telah berada di belakangnya. “Hah?!” Brice pun mengeluarkan pedangnya dan mencoba menusuknya. Serangan itu hanya berhasil mengenainya sedikit, namun karena tekanan palu besar dari pria itu membuat Brice terhempas jauh dan kembali menabrak dinding. Dia terjatuh dan pingsan di tempat.
“Brice!?” Alta yang mengetahui hal itu langsung naik darah. Dia menghempaskan pedangnya ke lantai dan membuat sebuah efek berbentuk sabit yang melesat ke arah pria besar itu. Tapi boss kastil itu langsung menghantam tanah untuk menciptakan tekanan yang sama, sehingga serangan Alta bisa dicegah dengan mudah.
“Tidak mungkin!”
“Kenapa? Seranganmu tidak mempan? Kenapa kamu tidak mau menyerah saja kepadaku?” ujar Boss itu sambil memegang palu pesarnya.
Alta terkejut melihat serangannya tidak menguntungkan apapun. Sementara Rangga yang masih menahan sakit, memperhatikan pertarungan itu tidak jauh dari sana. Rekan Brice yang semakin marah pun maju dan kembali menyerangnya. Tapi serangan itu masih dapat dihindari oleh pria besar itu. Sehingga pertarungan itu terhenti ketika Boss itu meninju perutnya dengan keras, sehingga Alta terdorong jauh dan tersungkur tak jauh dihadapannya.
“Lihatlah kalian, begitu lemah! Kalau kalian bekerja untukku, potensi kalian tidak akan sia-sia seperti sekarang.” ujar Boss itu dengan angkuh. Alta yang terlihat kesakitan karena serangan sebelumnya, mencoba untuk berbicara kepadanya.
“Kami tidak akan bekerja untukmu… mati sana!”
“Apa katamu?!” Boss itu terlihat kesal, lalu menginjak dan menendang Alta. Anak itu semakin terpental jauh ke belakang, dia melirih kesakitan memegang perutnya. “Kalau begitu, kamu yang akan mati sekarang!” Pria itu menyeret palunya dan melangkah perlahan menuju Alta. Semakin lama ia semakin dekat dengan anak itu. Tiba-tiba pria itu terhenti ketika seseorang melindungi Alta di depannya. Terlihat ia memberikan sebuah ramuan secara diam-diam dengan tangan dibelakangnya.
“Cepat minum ramuan itu. Kita akan bekerja sama untuk mengalahkannya,” bisik Rangga pelan. Alta langsung meminum ramuan itu, sementara Rangga mulai mengeluarkan senarnya lalu diikatkan pada kedua pedangnya. Kini tenaga Alta kembali pulih, dan tatapan matanya begitu tajam melihat pria besar yang telah menyerangnya.
“Aku tidak akan memaafkanmu!” kata Alta bersiap untuk menyerangnya.
“Tekanan Tenaga : Dorongan Udara!” Alta meninju ke depan, sehingga pria itu dibuat mundur oleh serangan jarak jauh milik Alta. Dengan cepat, Rangga langsung berada di belakang boss kastil itu dan mencoba menyerangnya. Tapi karena ia tahu, boss langsung menyerang Rangga. Dengan mudah anak itu melompat untuk mengelak serangan itu, lalu kembali melempar pedangnya. Pria itu kembali berhasil menghindar, tapi karena ada benang yang terikat pada kedua pedang itu, membuat tangan dan kakinya sedikit tergores.
“Awas kamu!” dia langsung menghantam tanah dengan palunya, sehingga sebuah tekanan mulai menjalar ke seluruh bagian ruangan itu. Namun Alta memukul lantai dengan keras, sehingga terciptalah sebuah tekanan yang sama sehingga saling beradu dan menghancurkan area disekitarnya.
“Heh! Hanya segitu saja kemampuanmu? Lihat ini!”
Alta memukul boss itu berkali-kali ketika ia lengah. Sampai akhirnya, ia terdorong jauh dari hadapan Alta. Pria itu mencoba berdiri dan menahan rasa sakit, setelah itu Rangga melompat di atas Alta dan melemparkan pedangnya ke arahnya. Pedang itu berputar dan benangnya berhasil mengikat kedua tangan dan kakinya. Kini pria itu tidak bisa bergerak.
“Kini lihat siapa yang lemah! Lebih baik kamu menyerah sekarang,” Alta mendekati pria itu dan menatapnya remeh.
“Sudah! Tunggu apa lagi, kalahkan dia sekarang!” Rangga terlihat kesulitan menahan benangnya. Tanpa basa-basi, Alta pun mengeluarkan jurusnya dan melayangkan tinjuan besar ke boss tersebut. “Pukulan Lunak Penghancur!” tinjuan itu berhasil mengenai pria itu, dan seketika ia nampak tidak sadarkan diri setelah mendapat serangan itu.
“Bagus, dia tidak sadarkan diri.” Gumam Rangga sambil melepas benang yang terikat pada pria itu. Namun tanggapan Rangga nampak tidak diiyakan oleh Alta, terlihat dari karena ia menganggap bahwa pria itu sebenarnya bukan cuma tidak sadarkan diri. Namun ada sesuatu yang ia rahasiakan bersama dengan Brice. Lamunannya buyar ketika dia melihat Brice masih pingsan, lalu ia menggendong temannya itu dengan perlahan. “Tugas kami sudah selesai disini. Apakah kamu mau membantuku untuk melawan pasukan yang menghadang jalan keluar kami?” Alta mencoba meminta bantuan.
Namun tanpa ragu, Rangga mengangguk kepadanya sambil tersenyum heroik. “Tentu saja. Kamu ikuti aku di belakang, ya!” ujarnya sambil menyiapkan kedua pedangnya. Rangga pun melindungi Alta dari serangan prajurit yang masih bertahan di kastil tersebut, hingga akhirnya mereka berhasil keluar dan bersembunyi di hutan untuk bermalam disana.
Alta termenung melihat api unggun di depannya, sedangkan Rangga nampak mengobrak-abrik tas miliknya sambil mengambill beberapa tanaman obat dari dalam tasnya. Namun, wajahnya nampak bingung, seperti ada yang kurang di dalam tasnya. Dia pun mencoba mengajak Alta untuk mencari sesuatu.
“Hei, kamu. Bisa bantu aku untuk mencari bahan-bahan ini?” Rangga memberikan sebuah list yang tertera dalam sebuah kertas. Alta membacanya dengan seksama.
“Untuk apa ini?” tanya Alta heran.
“Aku ingin membuat ramuan obat untuk temanmu, supaya dia bisa sadar dengan kekuatan penuh.” jelas Rangga sambil bangun dari posisi duduknya. Alta sedikit menoleh ke arah Brice, lalu mengangguk kepada Rangga.
“Baiklah!”
Mereka berdua pun pergi mencari bahan-bahan yang dibutuhkan. Beberapa saat kemudian, mereka kembali dengan membawa tanaman-tanaman obat yang dibutuhkan oleh Rangga. Setelah itu, Alta membantunya membuat ramuan tersebut, lalu disodorkan kepada Brice yang masih terbaring lemah dan belum sadarkan diri. “Untuk sekarang dia akan baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir kepadanya,” kata Rangga sambil duduk di depan perapian api unggun yang menerangi malam itu. Alta masih duduk terdiam menatap Brice yang masih pingsan.
“Ngomong-ngomong, aku ingin berterima kasih soal di kastil tadi. Kalau kamu tidak menolongku, aku tidak akan berada disini sekarang.” puji Alta sambil menatap ramah. Rangga hanya tersenyum kepadanya. “Hmm… sebaiknya kita istirahat. Hari sudah semakin larut,” tegurnya disusul anggukan Alta. Mereka berdua pun tertidur dibawah langit berbintang. Namun, sosok bayangan mengintip mereka dari pepohonan, lalu menghilang tanpa jejak.
•ᴥ•
“Ehm…” anak berparas merah gelap itu terbangun di pagi hari. Dia nampak kebingungan dengan keadaannya saat ini. “Ke… kenapa aku bisa ada disini?” gumam Brice pelan. Alta yang tengah berada disampingnya, langsung menyapanya.
“Brice! Kamu sadar akhirnya!” katanya antusias.
“Apa yang terjadi? Apa misi kita berhasil?” Brice nampak kebingungan dan melihat sekeliling, namun dia hanya melihat Rangga yang tengah mengecek tasnya. Alta mengangguk kuat. “Misi kita sudah berhasil. Kita sudah dibantu olehnya,” katanya sambil menatap penuh percaya kepada Rangga.
“Oh, terima kasih kalau begitu. Kamu hebat juga dalam hal ini… apakah kamu seorang mercenary (prajurit sewaan) seperti kami?” tanya Brice penasaran. Rangga terdiam sementara, namun setelah itu ia menjawab pertanyaan tersebut. “Yaaa… mungkin bisa dibilang begitu.”
“Hmm… bagaimana kalau kamu ikut dengan kami? Pasti kami akan sangat terbantu. Betul tidak, Alta?” Brice yang menawarkan kerja sama, membuat Alta setuju dengan itu. “Iya, kamu benar! Tanpanya, mungkin aku sudah kalah dihadapan boss itu.” Alta semakin meyakinkan Rangga, namun raut wajah anak itu masih ragu.
“Emm… akan ku pikirkan terlebih dahulu,” gantung Rangga singkat.
“Ayo kita berburu! Aku sudah lapar nih. Dari kemarin kita tidak makan, bisa-bisa kita mati kelaparan.” gerutu Alta sambil memegang perutnya. Brice memukul lengan Alta sambil menatapnya jengkel. “Heh, kamu ini gimana sih? Tahunya hanya makan saja.” Rangga hanya tertawa melihat tingkah mereka berdua. Mereka bertiga pun setuju untuk berburu di pagi yang cerah itu.
Terlihat sapi berukuran cukup besar tengah memakan rumput. Rangga mengendap-endap dari semak-semak, lalu berjalan dan mencoba mendekati sapi itu. Namun, sapi itu malah lari menjauh darinya. Ternyata hal itu sudah direncanakan ketika sapi itu berlari ke arah tempat Brice dan Alta.
“Bagus, dia ke arah sini!” gumam Alta.
“Oke, bersiaplah Alta!” Brice memberi aba-aba kepada teman rekannya itu. Ketika sapi itu sudah sangat dekat, mereka pun mengeluarkan kuda-kuda mereka dan menyerangnya. Dalam sekejap, sapi itu mati di hadapan mereka. Keduanya nampak senang dan mengambil daging sapi yang tergeletak di tanah, namun seketika terdiam ketika mendengar tepuk tangan dari balik pohon di depannya.
“Wah, sudah lama aku tidak melihat gerakan itu…” seseorang terlihat muncul sambil tersenyum sinis kepada mereka berdua. Brice dan Alta nampak sudah tidak asing kepada orang itu. Mereka menatapnya dengan penuh amarah dendam. Ternyata sosok itu adalah salah satu prajurit dari pasukan yang menyerang desa Brice dan Alta beberapa tahun yang lalu.
“Kamu?! Beraninya kamu datang kesini!” geram Alta sambil memegang pedangnya dengan kuat. Brice juga menodongkan pedang tajamnya. Rangga yang kebingungan dengan hal itu, akhirnya mencoba bersembunyi di semak-semak. Tatapan Brice begitu sinis kepada prajurit itu. “Tak akan aku biarkan kamu lolos kali ini!”
“Heh, lihat saja nanti.”
Prajurit itu maju dan mulai menyerang Brice. Namun anak itu menghilang dalam sekejap dan muncul Alta yang siap menggunakan pedang besarnya. “Serangan Sabit Pembelah!” serangan itu mengenai armor prajurit itu. Karena itu sebuah armor spesial, serangan itu tidak bisa melukai tubuhnya sepenuhnya. Tubuhnya terdorong jauh, dan tanpa sadar Brice sudah berada di belakangnya.
JLEB!
Pedang Brice menembus armornya, dan prajurit itu terperangah. Dia tersungkur dan jatuh ke tanah. Brice menatapnya dengan penuh amarah dalam hatinya. Dan akhirnya prajurit tersebut mati dihadapannya. “APA YANG KALIAN LAKUKAN?!” Nampak seseorang kecewa dengan apa yang dilihatnya barusan. Brice menoleh ke belakang, dan mendapati Rangga yang tengah terdiam tak jauh darinya.
“Kenapa kalian membunuh prajurit itu?!” terlihat raut wajah Rangga begitu kecewa melihat tindakan keduanya. “Mereka tidak bersalah… kenapa?”
“Diam! Kamu tidak tahu apa-apa tentang kami.” Brice menaruh pedangnya kembali. Rangga yang mendengarnya begitu marah dibuatnya. “Oh, begitu ya. Aku hanya orang asing.” Alta dan Brice terdiam didepannya.
“Jangan-jangan, boss yang ada di kastil itu, dia bukan tidak sadarkan diri… kamu membunuhnya, bukan?!” Tatapan benci dilontarkan Rangga kepada Alta. Anak itu sedikit menunduk, hanya bisa diam karena rahasianya telah terbongkar. Rangga perlahan mundur dari mereka berdua. “Tentu saja aku akan menolak ajakan kalian. Aku akan pergi dari sini…” Rangga buru-buru mengambil tas dekat perapian mereka sebelumnya. Dia mulai berjalan menjauh, namun terhenti sejenak untuk mengatakan sesuatu.
“... dan, terima kasih untuk sebelumnya.” ucapnya singkat, lalu pergi dari mereka.
“Hei! Tunggu!” Alta mencoba berteriak kepadanya. “Biarkan dia, Alta. Dia pasti membenci kita,” Brice mencobah menghalangi Alta yang terlihat merasa bersalah. Alta kembali menoleh Rangga yang semakin jauh ditelan hutan itu. “Tapi Brice…”
“Sudah, biarkan saja! Dia pasti tidak akan memaafkan tindakan kita!” Brice membentaknya, lalu pergi berlawanan arah. Dia memadamkan perapian itu dengan air, lalu melangkah pergi. “Mari kita lanjutkan perjalan kita.” Alta sedikit terdiam, lalu menyusul temannya itu dari belakang. Mereka kembali menyusuri hutan itu untuk kembali ke kota.
•ᴥ•
“Ah… kalian dua orang waktu itu?” pupil mata Rangga mengecil, mengingat memori lamanya. “Kalian yang waktu itu membunuh seorang prajurit yang tidak bersalah!”
“Baru sadar sekarang, hah?!” Alta berlari, lalu menyerang Rangga dengan sikutnya. Rangga terpental dan terkena batu yang cukup besar, lalu akhirnya terjatuh ke tanah. Batu di atas ingin terjatuh ke arahnya, dan kebetulan Brice terlihat bersiap membelah batu itu dengan pedang tajamnya. Dengan instingnya, Rangga melompat ke samping bersamaan dengan serangan Brice. Setelah itu ia berguling-guling menghindari bebatuan yang terbelah karena serangan Brice barusan.
Tanpa sadar, Alta melompat ke udara dan siap menyerangnya kembali. Rangga tidak bisa kemana-mana karena pecahan batu tadi menghalangi jalannya untuk menghindar. Dan akhirnya, Alta berhasil menendang Rangga tepat sasaran, sehingga tempat terjatuhnya pun retak seketika. Rangga terkujur lemas ditanah, nampak seperti tidak sadarkan diri.
“Heh, selesai!” puas Alta sambil membenarkan posisi kakinya yang sebelumnya berada di atas perut Rangga. Brice dengan wajah puasnya, menaruh kembali pedangnya ke dalam sarung pedangnya. “Ayo Alta, kita kejar tuan putri itu!” ujar Brice sambil berbalik untuk melanjutkan perjalanannya.
“Oke!” Baru saja berbalik badan, Alta tidak menyadari sesuatu. Terlihat Rangga membuka matanya dengan ekspresi marah yang membara. Sementara itu, Alta menyusul Brice yang tak jauh sudah mendahuluinya. Dia tidak sadar bahwa Rangga sedang berada di belakangnya. “Apa seranganku tadi sedikit berlebihan?” tanya Alta. Brice yang ingin mencoba menjawabnya pun mencoba berbalik.
“Tentu saja tidak--ALTA, AWAS!!”
Brice terkejut ketika dua pedang melesat cepat ke arah Alta. Karena peringatan itu, Alta langsung menoleh ke belakang. Namun ia terlambat ketika lilitan benang senar Rangga berhasil mengikat seluruh tubuhnya, sehingga ia tidak bisa bergerak sama sekali. Terlihat Rangga melompat tinggi, lalu menendang titik lemah Alta, yaitu lehernya. Seketika anak bertubuh besar itu terdorong keras dengan goresan luka disekujur tubuhnya karena tajamnya benang milik Rangga. Dan setelah itu, nampak ia tidak sadarkan diri.
“ALTA!” Brice terkejut ketika rekannya tergeletak di tanah.
WUUSSH! Dalam sekejap, Rangga sudah berada di belakang untuk menendangnya. Namun Brice menangkis tendangan itu dengan kedua tangannya, sehingga dia terdorong jauh ke belakang. Menyadari ada benang-benang senar yang siap menjeratnya, Brice memotongnya dengan sangat cepat sehingga jebakan Rangga gagal mendapatinya.
“Berani sekali kamu sakiti dia! Maju sini!” Brice mengacungkan pedangnya ke arah Rangga, sementara anak itu mengambil pedangnya kembali dan mengikatnya dengan benang senar yang baru. Setelah itu, mereka berdua kembali melanjutkan pertarungannya.
Sementara itu, sang tuan putri nampak kelelahan setelah berlari. Dia nampak sudah sangat jauh dari tempat Rangga. Napasnya terengah-engah, dan akhirnya berhenti sejenak dibawah pohon.
“Hah… hah… sepertinya ini sudah cukup jauh,” gumamnya pelan. Dia pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
“Siapa orang tadi? Apakah dia akan baik-baik saja?” sang putri bertanya-tanya dengan sosok Rangga yang melindunginya dari kejaran anak buah seseorang, yang tak asing dimatanya. Namun lamunannya terhenti ditengah suasana hening itu. Ada suara yang memanggilnya. “Mau kemana, tuan putri?” tiba-tiba muncul sosok memakai penutup mata kirinya, mendekati tuan putri dengan tatapan sinisnya. Sosok itu nampak tidak asing di dalam benak gadis itu.
“Hah? Cobalt?!” iris mata tuan putri mengecil ketika yang datang adalah Cobalt, sosok tuan dari Brice dan Alta. Dengan cepat, gadis itu berlari menjauhi pria itu, sedangkan Cobalt menyusulnya di belakang. Sang putri mencoba mencari pertolongan dengan berteriak, berharap ada yang mendengarnya.
“Tolong! Tolong aku!”
•ᴥ•
Brice terjatuh dan pedangnya tergeletak di tanah. Ia nampak tidak sadarkan diri setelah mendapat pukulan keras dari musuhnya, Rangga. Ya, anak itu nampak sudah babak belur setelah bertarung. Mulai dari perutnya yang sebelumnya terkena serangan Alta, bahkan hingga luka-luka disekujur tubuhnya akibat serangan pedang milik Brice. Darah mulai mengalir dari beberapa luka itu, sehingga Rangga harus menahan rasa sakit itu. Dengan cepat ia pergi menuju sang putri berada sambil berlari tergopoh-gopoh.
“Ugh… aku harus menyelamatkannya,…” katanya demikian.
Nampak ia sudah dekat dengan tempat sang putri, setelah mendengar beberapa teriakan dari gadis itu yang tidak jauh darinya. Samar-samar ia melihat tuan putri bersama dengan sosok pria berparas tinggi. Namun, ia terjatuh karena tidak kuat menahan rasa sakit setelah pertarungan sebelumnya. Nampak ia masih setengah sadar, dan mencoba merangkak menuju tempat tuan putri.
BWUUSHH! Ia terhenti ketika hembusan angin yang kencang menerpanya. Begitu pula dengan sosok pria itu, dia nampak terdorong jauh karena sebuah hembusan angin yang begitu kencang menerpa tubuhnya. Seseorang nampak melindungi sang tuan putri dengan melompat dari sebuah angin puyuh kecil, lalu mengarahkan pedangnya kepada pria tersebut. “JANGAN BERANI KAMU DEKATI DIA!” teriak orang itu. Sang putri terperangah ketika Cobalt beranjak bangun karena serangan sebelumnya.
“Hoho, lihatlah siapa yang datang!” Cobalt tertawa senang melihat hal itu. Dia menatap anak itu dengan angkuh.
“Azuya, sang pemilik pedang elemen!”
Cerita Bersambung Ke Animasi Anicraft Series…
¤ Someone is typing… ¤
Assalamualaikum! Penulis disini!
Maaf ya, kalo kalian lama menunggu part yang satu ini. Jujur, aku juga sedang… mengalami masalah yang sama dengan kalian sebagai siswa. Ya, BANYAK TUGAS BRO, MENANGIS AKU :”D
Tapi aku bersyukur walaupun aku banyak kendala sehingga part 7 ini jadi terlambat untuk di update, masih ada yang mau support aku dan ngedukung aku buat semangat ngetiknya dan dan memberi semangat untuk ngerjain tugas. Terima kasih banyak, yaa!
Aku juga ingin berterima kasih buat bang RanggaOke40 yang sudah membantuku untuk nulis naskah flashbacknya, dan aku cuma tinggal nambahin bumbu-bumbu intense doang di dalemnya >:D /// (jujur aku menikmati sekali alur di dalam part 7 ini, walaupun jariku yang kena korbannya. Tengkyu yha!)
Oh iya guys, Aku mau ngasih tahu kalau part ini adalah episode terakhir dari Anicraft Full Story. Jadi, ceritanya bakal berlanjut di Anicraft Series yang direncanakan oleh Romansyah sendiri! XD (yang pastinya masih coming soon ea >:v) /// dan actually, aku gak tahu apakah aku bisa bertahan menjadi penulis Anicraft kedepannya. Soalnya aku juga bakal sibuk banget karena aku sebagai siswa kelas 12 SMA, harus fokus banget sama yang namanya sekolah. Hmm… kita lihat aja nanti!
So, terima kasih yang sudah membaca catatan ini, dan juga mengikuti perjalan Anicraft di dalam cerita Anicraft Full Story ini! Makasih banyak supportnya dari part 1-7, aku berharap kalian bisa mendukung cerita ini, karena support kalian sangat membantuku kedepannya untuk menulis cerita ini. See you in Anicraft Series!
Wassalamualaikum!
¤ Salam dari penulis, Amalia Farissa Devy ¤
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
