
Chapter 2 - Cek dulu sebelumnya, siapa tahu ada yang nggak beres dengan kakak di bagian psikiatri.
Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya
~*~
Chapter 2 - Cek dulu sebelumnya, siapa tahu ada yang nggak beres dengan kakak di bagian psikiatri.
Suguru menaiki tangga sambil membawa kantong belanja, dengan ekspresi di wajahnya yang sulit dijelaskan.
Di dalam kantong belanja itu ada boneka anjing laut yang super imut, senyumannya manis dan menenangkan—sesuatu yang dipilih dengan hati-hati sebagai teman.
Ada juga mainan jahil berbentuk aneh yang sulit diidentifikasi. Sekilas terlihat seperti ikan karet biasa dengan tekstur yang sangat realistis, tapi begitu dipasang baterai, tiba-tiba akan mengeluarkan suara menyeramkan di waktu-waktu tak terduga, bikin orang kaget— mainan ini diam-diam diselipkan oleh Satoru.
Cowok itu tersenyum santai dan berkata, "Hidup butuh sedikit mainan jahil biar lebih seru. Mungkin kakakmu bakal suka. Anggap aja ini salam dariku, Suguru."
Lalu, sambil asyik memainkan hiu mainan yang bisa menggigit-gigit, dia dengan entengnya mengambil ikan karet itu dari rak dan menjatuhkannya ke keranjang belanja Suguru.
Suguru: "...#"
"Serius deh, Satoru. Jangan bilang tujuan utamamu ke toko mainan ini cuma nyari alasan buat main?"
"Oh? Bukannya aku malah bantuin kamu pilih hadiah? Percaya deh, ikan karet itu pasti seru."
Suguru melirik kantong belanja di tangannya. Pada akhirnya, dia tetap tidak membuang mainan jahil berbentuk ikan mas itu.
Yah, nanti aja kasih tahu kakaknya soal itu, pikirnya. Yang penting, niatnya sudah tersampaikan—siapa tahu, mungkin kakaknya beneran bakal suka mainan aneh itu.
Dalam perjalanan pulang, di tengah-tengah tangga, ponsel Suguru tiba-tiba bergetar tanda ada pesan baru. Dia melirik layar, ekspresinya langsung berubah serius.
Sebuah kutukan tingkat tinggi mungkin muncul di pusat kota Tokyo...?
Dia cepat-cepat membaca pesan dari Yaga yang dikirim ke grup obrolan mereka.
Katanya, sekitar satu jam lalu, juniornya, Haibara dan Nanami, menemukan beberapa jejak yang mencurigakan. Tim yang bertugas sudah mengecek rekaman CCTV di sekitar lokasi, tapi sama sekali tidak menemukan petunjuk—yang berarti, apapun itu, entitasnya berada di luar jangkauan sistem pemantauan biasa.
(Sistem: Ehem, sebenarnya, aku yang ngeblokir kamera pengawasnya.)
...dengan kata lain, kemungkinan besar ini adalah kutukan. Kutukan yang bisa menyembunyikan jejak kotorannya dan fluktuasi energinya tanpa meninggalkan jejak—ditambah dengan kecepatannya yang luar biasa—bisa jadi ini adalah entitas Tingkat 1 yang belum diketahui, atau bahkan Tingkat Khusus.
(Chihori: Aslinya sih, ini cuma preman jalanan yang ngebut nggak karuan.)
Setelah memahami situasinya secara garis besar, Suguru menghela napas dan memijat pelipisnya. Dia sudah sampai di depan rumah, memasukkan ponselnya kembali, menenangkan pikirannya sejenak, lalu mengeluarkan kunci untuk membuka pintu.
Saat dia mendorong pintu terbuka, kebetulan ada seseorang yang berdiri di depan meja ruang makan. Gadis berambut perak itu tersenyum terkejut, lalu berkata dengan suara jernih, "Kamu pulang, Suguru!"
Sudah lama mereka tidak bertemu, dan Suguru bisa melihat bahwa kakaknya tumbuh lebih tinggi. Tapi tubuhnya masih ramping dan rapuh, seperti bunga dengan batang yang tipis.
Di balik pakaian luarnya, pergelangan tangannya yang pucat tampak jelas, memperlihatkan urat kebiruan yang melingkar seperti ular kecil di bawah kulitnya.
Namun, matanya tetap bersinar cerah dan penuh semangat, seperti tunas bambu yang tumbuh menjulang setelah hujan.
"Kakak." Suguru terdiam sesaat, lalu tersenyum. Dia menutup pintu. "Kapan kamu pulang? Aku mau jemput di stasiun, tapi kamu nggak balas pesanku dan nggak bilang naik kereta yang mana."
"Ah, maaf, aku lupa cek HP." Chihori berkedip. "Nggak masalah, aku bisa pulang sendiri kok."
Sistem: Bener—dia emang pulang sendiri.
—Dengan kecepatan 270 km/jam, lebih cepat daripada naik mobil!
Chihori awalnya ingin bicara lagi, tapi belum sempat, tiba-tiba dia batuk parah. Suguru langsung maju selangkah, tapi ragu-ragu, tidak yakin harus berbuat apa. Akhirnya, dia hanya bisa menopang adiknya dengan diam-diam.
Setelah beberapa saat, Chihori berhenti batuk dan melambaikan tangan, "...uhuk, santai aja, nggak apa-apa." Dia mengambil obat yang ada di meja dan menelannya dengan air hangat. "Minum obat sebentar juga sembuh. Akhir-akhir ini emang gitu terus, mungkin karena cuacanya terlalu panas."
"...Kak." Suguru mengernyit, terlihat khawatir.
"Jangan khawatir soal aku, ini cuma buff kelemahan—nggak fatal kok," ujar Chihori santai. "Lagian, 'pendekar sakit-sakitan' itu punya daya tarik tersendiri."
(Sistem: [Eh, bentar—bukannya yang populer itu 'si cantik sakit-sakitan'?! (:з)∠) ])
Suguru terdiam sejenak, lalu tampak terhibur. "Apa itu 'pendekar sakit-sakitan'?"
"Maksudnya, meskipun aku sakit-sakitan, aku tetap kuat dan pemberani!" Chihori mengacungkan jempol.
"Iya deh, Kak, kamu selalu kuat." Suguru tidak berpikir panjang, hanya tersenyum lembut dan mengulurkan kantong belanjaannya. "Selamat pulang, Kak."
"Wow, makasih!" Chihori menerima kantong belanja itu dengan ekspresi terkejut. "Ini boneka anjing laut yang lucu... dan ikan yang mirip ikan mas!"
Suguru: "...eh, soal ikan mas itu, sebenarnya dikasih oleh temanku di sekolah. Itu mainan jahil, kalau dipasang baterai, nanti bakal ngeluarin suara. Hati-hati aja, jangan sampai kaget."
"Teman sekolah?" Chihori menatapnya dengan senyum kecil. "Kalau begitu, tolong sampaikan terima kasihku ya, Suguru. Aku harus mikirin hadiah balasan nih."
Suguru berdeham pelan. "Nggak perlu ngasih apa-apa, kok."
"Eh, nggak gitu juga, kan?" Chihori mengangkat mainan ikan yang mirip ikan mas itu.
"Etika harus dijaga—kalau dia teman sekelasmu, pasti dia juga teman baik." Lalu dia bertanya, "Ngomong-ngomong, gimana kamu di Jujutsu High? Udah terbiasa?"
Sebagai keluarga, baik dia maupun orang tua mereka sudah tahu soal sekolah Suguru dan segala seluk-beluknya.
Dulu, pihak Jujutsu High bahkan datang khusus ke rumah mereka. Karena Suguru berasal dari keluarga non-penyihir, meyakinkan orang tuanya untuk mengizinkan anak mereka masuk sekolah yang secara resmi disebut sebagai "sekolah keagamaan" tentu bukan hal mudah.
Awalnya, pihak sekolah sempat ragu apakah mereka harus menjelaskan secara terbuka soal dunia jujutsu dan kenyataan yang menyertainya kepada orang biasa. Tapi Suguru sendiri yang angkat bicara. Dia menjelaskan semuanya—tentang roh terkutuk, para penyihir jujutsu, dan segala yang berhubungan dengan itu. Lalu, dengan tegas dia menyatakan keinginannya untuk masuk Jujutsu High, menggunakan kemampuannya, dan melakukan yang terbaik untuk membantu orang lain.
Orang tuanya memang tidak sepenuhnya memahami hal-hal itu, tapi setelah mengobrol semalaman, mereka tetap mendukungnya.
Ibunya menepuk pundaknya sambil tersenyum lembut, "Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, Suguru sudah besar sekarang."
Sementara itu, Chihori, yang saat itu sedang menanam bunga matahari di pedesaan, langsung berencana pulang ke kota secepat mungkin begitu menjalani perawatan baru.
—Jangan kasih kesempatan sedikit pun buat ‘pisau' menusuk!
Mendengar pertanyaan Chihori, Suguru tersenyum dan menjawab santai, "Nggak ada masalah. Udah lebih dari setahun juga, aku udah cukup terbiasa."
"Baguslah," Chihori mengangguk. "Kalau ada masalah atau kebingungan, jangan ragu cerita ke keluarga, ya."
"Ya, aku tahu." Suguru merespons lembut, tapi dalam hati, dia memang tidak berniat bercerita.
Dia sudah terbiasa berpikir sendiri, menanggung tanggung jawab seorang yang kuat, dan tidak ingin membebani orang lain dengan perasaan negatifnya.
Apalagi keluarganya yang berada di luar dunia jujutsu—buat apa bilang? Mereka tidak akan bisa membantu, dan hanya akan menambah kekhawatirannya.
Chihori meliriknya. "Suguru, kamu harus cerita ke aku."
Dia menepuk pundak adiknya dengan senyum geli di wajahnya. "Kalau kamu cerita lebih awal, aku bisa rekomendasiin dokter buatmu dari jauh-jauh hari."
Suguru: "???"
Chihori: "Kakakmu sekarang sudah kenal baik dengan dokter-dokter di rumah sakit, termasuk bagian psikologi dan psikiatri!"
Dia meraih tangan Suguru dengan ekspresi serius. "Tenang aja, Suguru. Aku sudah survei duluan. Dokter di Rumah Sakit Jiwa Tokyo 9 tuh top banget—profesional, enak diajak ngobrol, resep obatnya juga pas. Pusat rehabilitasinya luas dan indah. Kapan-kapan boleh coba!"
Suguru: "..."
Suguru: "...uh... ya... makasih?"
Chihori: "Makasih buat apa? Aku ini kakakmu."
Sistem: [Gimana bisa ada kakak yang begitu semangat dan inisiatif buat ngedaftarin adiknya ke psikiater?!]
Chihori: [Deteksi dini, pengobatan dini. Masalah psikologis nggak boleh dihindari.]
Suguru berdeham, tersenyum kecil, lalu buru-buru mengganti topik. Dengan nada santai, dia bertanya, "Aku dengar kamu bawa pulang bunga, Kak? Aku pengen lihat bunga yang kamu tanam di kampung."
"Oh, benar juga!" Chihori tiba-tiba teringat, menepuk telapak tangan kanannya dengan tangan kiri. "Suguru, kamu baru aja ngingetin aku! Aku kepikiran hadiah balasan buat teman sekelasmu—bunga aja!"
Dengan penuh semangat, dia langsung menarik Suguru ke kamarnya. "Ayo lihat bunga matahariku, Suguru! Mereka tumbuh dengan bagus banget!"
Suguru menatap antusiasme kakaknya. Wajahnya yang semula pucat kini tampak lebih segar dengan rona kemerahan. Melihat itu, hatinya pun terasa lebih hangat.
Sepertinya Kakak memang benar-benar suka menanam bunga. Bunga-bunga di kamarnya pasti dirawat dengan sepenuh hati—rapuh tapi indah.
Sama seperti Kakak sendiri—walaupun secara alami lemah, dia selalu memiliki semangat hidup yang luar biasa kuat.
Begitu pikir Suguru.
Namun, pemikiran itu langsung macet begitu dia membuka pintu.
Apa yang menyambutnya di dalam kamar bukan sekadar bunga matahari biasa...
Yang menyambutnya di dalam kamar adalah sekumpulan... bunga matahari dengan hidung, mata, dan wajah besar yang bergoyang ritmis dengan cara yang hampir tidak wajar!
Senyum ceria Suguru langsung membeku.
Tunggu... APA INI!?
Refleks, dia mengangkat tangannya untuk melindungi kakaknya. Kalau saja dia merasakan sedikit saja fluktuasi energi terkutuk atau jejak terkutuk, dia pasti sudah memanggil roh terkutuknya buat menyerang!
Tapi setelah diamati lebih dekat, makhluk-makhluk aneh ini bukanlah roh terkutuk atau alat terkutuk... tapi kenapa bentuknya begini!?
Suguru akhirnya nggak bisa menahan diri. "Apa ini!?"
Chihori berkedip santai. "Bunga matahari."
Suguru: "Ini bisa ngapain?"
Chihori: "Menghasilkan sinar matahari."
Suguru: "...bukan itu maksudku. Maksudku, ini tuh apa sebenernya?!"
Chihori: "Ini bunga matahari yang bisa menghasilkan sinar matahari."
Suguru: "..."
Keheningan canggung pun mengisi udara selama beberapa detik.
Suguru membuka mulutnya dan bertanya, "...benda ini nggak bakal membahayakanmu, kan?"
"Nggak, ini bunga matahari penyembuh yang lucu dan nggak berbahaya." Chihori berhenti sejenak, lalu tiba-tiba mengernyit serius. "Tapi kalau roh terkutuk sampai memakannya—"
Suguru langsung siaga lagi. "Kalau roh terkutuk memakannya, apa yang bakal terjadi...?"
Jangan-jangan ini benda terkutuk khusus yang bisa meningkatkan energi terkutuk?!
Chihori: "Ya... dia bakal dimakan sama roh terkutuk itu."
"..."
"..."
Sistem: [Nah, ini dia—sastra omong kosong yang disusun dengan indah dan sastra yang bikin orang ternganga!]
Chihori: [Ini adalah penjelasan berharga tentang peran penting seorang healer yang rapuh tapi krusial!]
~*~
・Semua penghargaan diberikan kepada penulis asli
・Jangan ragu untuk memberi tahu kami, Tim Guazi, jika ada kesalahan tata bahasa
~*~
Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
