
TENTANG BAB 08↴
Bagas pulang larut malam. Ia bimbang hendak bercerita tentang Aina atau enggak ke Ibu. Rasa hati pengin cerita, tapi malu, tapi pengin cerita. Gimana, ya?
Yuk, baca kisah-cerita selengkapnya dari karya Desi Puspitasari ini di laman bawah yaa!
▶▶ Cerita 'Tahajud Untuk Aina' Bagian Sebelumnya Sila Klik Di Sini ◀◀
Bagas melaju sendiri di tengah malam. Menembus udara dingin yang menggigit. April, malam ini puncak temperatur rendah tertinggi sepertinya. Ia dan Angga berpisah di persimpangan jalan. Bagas melihat jam di pergelangan tangan. Pukul dua dini hari. Besok ada kuliah pukul tujuh pagi. Membolos saja, putus Bagas enteng.
Bagas mematikan mesin sepeda motor. Tumben pak Jiman tidak tergopoh-gopoh membukakan pagar. Terlalu letih hingga tidur terlalu lelap mungkin.
Bagas merogohkan tangan dan membuka gembok pintu. Bagas memasukkan motor dan mengunci kembali pintu pagar.
Bagas berjingkat di dalam rumah. Keadaan gelap di dalam. Pintu kamar ibu terkuak sedikit. Cahaya lampu sebagian menghambur keluar. Bagas melongok. Ibunya mendongak. Matanya basah. Bagas sudah hapal. Air mata kesedihan; kehilangan anak pertama, ‘kehilangan’ sisi hangat suami, dan kekurangajaran Bagas—tidak serius dalam hidup dan lebih mementingkan hidup dalam seenaknya sendiri.
”Baru pulang, Gas? Sini, cium ibu dulu.“ Ibu mengembang lengan. Bagas meletakkan helm di lantai. Ia membungkuk dan mencium pipi ibunya. ”Dari mana?”
”Menongkrong. Biasaa … anak muda.” Bagas kemudian duduk bersila di dekat ibunya. ”Ibu tidak usah khawatir menunggu. Tidur saja kalau sudah malam.“
”Ibu hanya sedikit khawatir. Makanya ibu salat.”
“Lalu? Hubungannya dengan merasa khawatir dan tahajud? Ibu jadi bisa mengobrol sama Tuhan, begitu? Tuhan bisa apa memangnya?”
Ibu menepuk pipi anaknya lembut. ”Menjaga kamu.“
”Bagas kan tidak berbuat macam-macam.“
”Justru kamu tidak berbuat macam-macam itu karena dijaga Tuhan.“
Perasaan bersalah menyusup di hatinya. Nyeri sedikit. ”Kenapa ibu tidak minta duit saja?”
Ibu kembali menepuk pipi Bagas.
”Lapar!” Bagas bangkit. Ia menyahut helm dan bergegas ke dapur.
”Mandi dulu. Biar badannya segar. Nanti ibu siapkan sarapan.”
”Sarapan kok pukul tiga pagi! Tidak usah!”
Dalam perjalanan menuju kamar, sekilas Bagas melihat Ibu mengusap mata.
Bagas tidur terlentang. Ada perasaan bersalah mendesak-desak dalam hati. Tidak segera menyelesaikan kuliah. Mau di bawa ke mana hidupnya nanti? Ia laki-laki. Hendak Bagas melanjutkan pemikiran serius mengenai hidupnya namun sedetik kemudian ia tertidur pulas.
Bagas memicing. Susah payah ia membuka mata yang lengket. Ia mengangkat tangan. Mata sepatnya melihat hampir pukul empat. Ia baru tidur sejam. Rasa haus yang mendera dan suara batuk kering dari dapur memaksa membuka mata. Sesekali terdengar denting sendok dengan piring pelan. Tersaruk-saruk ia keluar kamar.
”Ibu sahur?“ serak suara Bagas bertanya. Ibu, dalam kesendiriannya sedang makan sereal hangat dicampur buah. Bagas duduk di sebelah dan menenggak habis air putih di gelas ibu.
”Insya Allah. Supaya segala urusan Bagas lancar.”
Hati Bagas nyeri kembali. Sumbat botol seperti sedang menyumpal tenggorokannya. Ia memandang ibu. Bagas mengerjap mengusir air mata. Ia menyedot hidung dengan suara keras. ”Kok begitu? Tidak usah begitulah, Bu. Bagas bisa puasa sendiri nanti.“
Ibu tertawa. ”Kapan?”
”Yaa … nanti.”
”Nanti itu bisa berarti … kapan-kapan kalau Bagas ingat dan mau, ya?“ Ibu masih tertawa.
“Apa-apa kok Bagas.“
”Ya, suka-suka ibu dong.”
“Kalau suka-suka Ibu, seharusnya Ibu berpuasa untuk urusan Ibu sendiri.”
”Itu kan pinginnya kamu. Nanti jadinya suka-suka Bagas.”
“Biar saja. Karena Bagas anak ibu.“
”Tapi, ibu kan ibu Bagas.”
Bagas tertawa. ”Ya, terserah. Tapi, terima kasih.”
”Terima kasih apa?”
”Hobi kok merepotkan diri sendiri. Itu kenapa Bagas berterima kasih karena ibu sudah berpuasa demi kelancaran segala urusan Bagas.”
”Tidak merepotkan diri sendiri. Itu sudah kewajiban seorang ibu.”
“Kata siapa?“
”Kata ibu barusan.“
Bagas tertawa.
Ibu mendongak. Memerhatikan anaknya yang jangkung dan berambut berantakan. ”Terima kasih ya, Gas.“
”Apa?“
”Terima kasih karena sudah bilang terima kasih untuk ibu.“
”Sentimentil, ah. Perempuan.”
Ibu tertawa. Tangannya merapikan rambut Bagas. Anak laki-laki itu berkelit menghindar.
”Kalau tidak kuat, nanti ibu batalkan puasa, ya?”
”Puasa malah membuat Ibu tambah sehat,“ potong Ibu cepat dengan nada halus.
”Yaa, yaaa. Baiklah.”
“Bagas makan? Lapar? Ibu siapkan.”
Bagas cepat menggeleng. Ia menahan tangan ibu. Ibu kembali duduk. Mereka lalu duduk dalam diam. Hangat. Nyaman. Dekat. Hening itu pecah saat ibu tertawa karena menenggak gelas kosong. Lupa bahwa Bagas telah menghabiskan isinya tadi.
”Bagas kemarin ...,“ Bagas berhenti sebentar untuk menimbang; apakah akan melanjutkan cerita atau tidak. Ingatan tentang Aina melintas tiba-tiba. Dan, ia tidak dapat menahan senyum. Daripada terlihat aneh dan keduluan ditanya ibu, akhirnya ia memutuskan untuk bercerita saja. ”Kemarin sore ... Bagas bertemu bidadari. Cantik sekali! Memang ibu lebih cantik—ibu akan selalu ibu yang paling cantik. Tapi, bidadari itu lebih muda. Sedang Ibu sudah tua.“
Ibu tergelak pelan. Ia sudah biasa digoda. ”Barusan kenal?“
”Teman lama.“
”Oh. Teman yang suka menonton kebut-kebutan?“
”Enggak. Teman sekolah dulu. Sudah lama berpisah, lama enggak ketemuan, lalu tiba-tiba bertemu lagi enggak sengaja.“
”Itu namanya jodoh.“
Kepala Bagas membesar oleh perasaan senang.
”Namanya siapa?“
”Namanya juga jodoh.”
“Eh! Ibu bertanya serius.”
Bagas tersenyum sambil terus menatap mata ibunya. ”Ra-ha-sia.”
Ibu bertanya lagi. Tapi, Bagas tidak mau menjawab. Ia merasa senang tapi masih ingin berahasia dengan ibunya.
”Baik kalau begitu.” Ibu pura-pura merajuk sambil memundurkan kursi.
”Bagas saja yang mencuci piring,” katanya menawarkan diri sambil menguap lebar. Suaranya jadi membelok-belok tidak jelas.
Ibu tertawa dan mengibaskan tangan; tidak usah. Tidak ada lima menit, selesai mencuci piring ibu menoleh. Anak laki-lakinya sudah tidur menelungkup di atas meja makan. [dps]
▶▶ Cerita 'Tahajud Untuk Aina' Bagian Selanjutnya Sila Klik Di Sini ◀◀
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
