
TENTANG BAB 06↴
Bagas jadi rajin kuliah! Wah, ada apa, nih? Oh, ternyata dia nggak ingin kalah dari Dewa. Bagas ingin mengambil hati Aina. Ihiy!
Yuk, baca kisah-cerita selengkapnya dari karya Desi Puspitasari ini di laman bawah yaa!
▶▶ Cerita 'Tahajud Untuk Aina' Bagian Sebelumnya Sila Klik Di Sini ◀◀
Angin menderu kencang. Menampar-nampar kaca pelindung helm. Bagas melesat meninggalkan Angga. Tidak ada taruhan malam ini. Kebut-kebutan biasa. Untuk melampiaskan jengkel.
Angga tidak tahu apa yang membuat Bagas kesal. Ia mengiyakan saja ketika diajak melibas jalan raya yang sepi saat tengah malam. Tapi, Angga yakin ada sesuatu yang berhubungan dengan Aina. Ah, Angga terkekeh, perkara cinta ini memang terlalu mudah untuk ditebak.
Decit rem. Bagas berhenti. Tubuh motor miring ke samping. Ban dan aspal mengeluarkan suara gesekan keras. Angga juga menghentikan motor. Mereka memarkir motor di pinggir jalan. Sambil duduk menikmati angin malam, asap mengepul dari mulut mereka berdua. Kali ini Bagas menyesap rokok dengan suara agak keras. ”Berengsek,“ ungkapnya kesal tanpa ada niat memaki Angga atau keadaan di depannya sedikit pun.
”Aina, Gas?“ tembak Angga langsung.
Ya Aina, ya bapak, ya keadaan dirinya yang belum selesai kuliah! Tapi, Bagas diam saja. Tidak menjelaskan.
Melihat Bagas hanya diam saja, tapi kepulan asap rokoknya semakin kencang, Angga terbahak.
***
”Tumben kuliah! Sudah tobat kamu?“ Iis menjajari langkah Bagas keluar dari dalam kelas. Ia teman seangkatan Bagas yang sudah lulus dan bekerja magang, seperti Aina, di bagian penelitian di kampus.
”Insaf, Neng. Aku diancam Bapak nggak boleh bekerja di perusahaannya kalau tidak segera lulus.“ Bagas berkata blak-blakan. Pada gadis satu ini ia bisa begitu terbuka. Mereka berteman sudah lama. Iis sering membantu Bagas saat mengerjakan kuis atau ujian akhir semester. Bagas sering mengantar jemput Iis yang waktu itu kos jauh dari kampus dan tidak memiliki kendaraan. ”Daripada madesu. Masa depan suram. Tidak ada perempuan cantik yang suka. Tidak bisa menikah.”
”Kenapa tidak bisa menikah?” Iis mengernyit.
”Memangnya Neng mau dengan laki-laki pengangguran?“
”Ya, tidak.“
”Nah. Lebih baik kan aku manut saja dengan apa kata bapak.“
Iis ber-o panjang. Lalu, ia berhenti. Memerhatikan penampilan Bagas yang rambutnya gondrong hingga sepatu yang kusam kena debu. ”Kamu sebenarnya tidak ada tampilan kuliah di sini. Pantasnya di fakultas kehutanan. Penampilan kamu nggak keren-kerennya sama sekali. Jelek!“
”Heh!“ Bagas pura-pura marah.
“Siapa perempuan yang ketiban sial itu?”
”Heh?”
”’Tidak ada perempuan cantik yang mau dengan laki-laki pengangguran.’ Kamu ingin lulus karena ingin segera bekerja dan mendapat uang dan melamar seorang perempuan cantik dan cerdas, ya?!“ Iis terbahak-bahak. Senang melihat wajah Bagas yang berubah.
”Nah, iya!” Bagas melunakkan suara. ”Untuk itu bantu aku, Neng. Sebentar lagi ujian.“
”Akan kubantu kamu, Gas! Dengan janji, kamu lulus semua mata kuliah semester ini! Bebas teori! Lalu, mengerjakan skripsi!“
”Aku ingin bilang seperti itu tadi. Temani aku belajar. Bantu jelaskan materi kuliah yang aku sama sekali tidak mengerti.“
”Tapi, tidak gratis. Tidak murah.”
”Gampaang! Warung tegal banyak di mana-mana.“
”Aku bilang tidak murah! Tidak murah!“ Iis berteriak tidak mau dan protes. Bagas memiting leher teman perempuannya itu. Menyeretnya pergi ke kantin.
***
Pukul setengah lima sore. Bagas menyusur jalan sepi. Ia baru pulang dari mal. menemani Iis berbelanja. Bagas sudah menguap-nguap bosan dan menggoda satu dua perempuan cantik yang sedang memilih pakaian di dekat mereka, Iis tetap saja berlama-lama. Gadis itu merasa di atas angin, Bagas membutuhkan bantuannya untuk lulus ujian, jadi bersikap semena-mena.
Setelah membelikan sekotak kue-kue enak, Bagas mengantar temannya pulang kos. Teman-teman kos Iis menyapa Bagas senang. Sudah menjadi kebiasaan, Bagas selalu membawa kudapan atau roti enak untuk dibagi ke seluruh penghuni kos. Mereka pernah berkomentar kenapa Bagas dan Iis tidak pacaran saja. Iis tidak mau. Bagas juga tidak mau. Mereka sudah dekat seperti saudara. “Lagipula kalau pacaran lalu putus, tidak ada lagi nanti yang membawakan kue-kue enak,” kata Iis. Anak sekos mengangguk setuju; lebih baik Iis dan Bagas tidak pacaran memang! Setoran makan enak sampai berhenti? Jangan sampai!
Bagas mendongak. Langit gelap. Menggembung besar keberatan membawa uap air. Bagas mengusap peluh di kening. Baru tahu ia mengapa sore ini terasa sedikit pengap dan panas. Sebentar lagi hujan pasti akan turun.
Bagas menambah kecepatan laju motor. Honda CBR itu meraung, melesat di jalan. Pengemudinya berkonsentrasi penuh mengebut. Lewat sebuah perempatan jalan, Bagas mengerem dan berputar membelok. Sebuah mobil abu-abu metalik berhenti di pinggir jalan. Pemiliknya berdiri menelepon dengan wajah cemas. [dps]
▶▶ Cerita 'Tahajud Untuk Aina' Bagian Selanjutnya Sila Klik Di Sini ◀◀
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
