Live On Radiosiul - Bab 09: Nasihat Erika #UnlockNow

1
0
Deskripsi

TENTANG BAB 09
!! Catatan: dianjurkan untuk pembaca di atas rate 18+

Jessie dibawa Om Wisman pakansi dan 'digagahi' di Pulau J, dan kemudian kenal Eri. Karya-cerita Desi Puspitasari bagian ini bisa dibaca di laman bawah, yaa!


▶▶ ‘Live On Radiosiul' Bagian Sebelumnya Sila Baca Di Sini! ◀◀

Om Wisman menyukai Jessie sejak pertama kali melihat anak perempuan Om dan Tante Clarrisa datang memenuhi undangan makan malam. Sebuah private dinner di resto Jepang. Hanya kolega yang diundang beserta keluarganya yang bisa datang. 

Ia menyukai gadis muda tersebut. Jessie tinggi dan langsing. Kulitnya kuning langsat dan kencang. Sepertinya gadis itu agak pendiam. Tapi ia bisa membawa diri dengan baik. Tahu kapan waktu yang tepat untuk tertawa. Tahu kapan ia bisa asyik sendiri dengan ponselnya. 

Om Wisman sudah tahu kalau sebenarnya Jessie adalah anak perempuan Mommy. Clarrisaa membesarkan Jessie karena memang tak punya anak. Juga untuk membantu adik iparnya yang sedang kesulitan. 

Laki-laki paruh baya itu menunggu waktu yang tepat. Ia sangat ingin mengencani Jessie. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba. Keluarga Clarrisa morat-marit. Suaminya tertangkap atas kasus korupsi. Belum lagi juga terjerat hutang. Wisman sudah menghitung semuanya. Suami Clarrisa memang tamak. Hutang terbesarnya ada pada Wisman.

Wisman ingin menjerat tangkapannya. Begitu rumah Clarrisa hendak disita, ia hadir memberikan bantuan. Dengan syarat: Clarrisa hrus sudi menyerahkan anak perempuannya – atau keponakannya. 

Clarrisa tak punya pilihan lain. Ia ingin selamat. Biarkan saja bila keponakannya harus meladeni bangkotan tua culas bernama Wisman. Toh, selama ini ia sudah sangat berjasa membantu Mommy-nya Jessie. Mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk Mommy dan Jessie membalas hutang budi Clarrisa. 

Saat yang ditunggu-tunggu tiba. Pulau J yang privat. Vila terpencil dengan pemandangan indah. Alunan debur ombak. Terik matahari yang pas. Hari menjelang sore yang teduh. Angin sepoi-sepoi. 

Napas Om Wisman memburu.

Laki-laki paruh baya itu menindih tubuh molek Jessie. Ia mengupayakan segala daya upaya menguasai gadis muda di bawahnya. Jessie berusaha keras menolak. Tenaga Om Wisman lebih kuat. Laki-laki itu terus menikmati kemolekan pesona gadis muda yang berhasil dimilikinya secara bersyarat. 

Om Wisman menghela napas. Kebahagiaan besarnya telah meledak keluar. Kini hanya bahagia yang ada di kepalanya. Laki-laki itu berguling ke samping. Kasur yang empuk menahan beban tubuhnya. Raut wajahnya berseri. 

Jessie berusaha keras untuk tak menangis. Ia tak ingin terlihat lemah di depan laki-laki belangsak yang baru saja menggagahinya. 

“Mau ke manaa…?” tanya Om Wisman dengan suara parau. Napasnya masih terengah. Perasaannya diliputi kebahagiaan tanpa batas.

“Lapar, Om…,” jawab Jessie pendek. Ia diizinkan menuju ruang makan. Laki-laki itu melambai lemas. Tak lama kemudian ia jatuh tertidur pulas.

Jessie bergegas mandi. Sekujur tubuhnya – bahkan setiap incinya digosok hingga bersih. Ia tak menangis. Hanya terus tekun membersihkan jejak-jejak nafsu liar laki-laki paruh baya yang terlalu dikendalikan keinginan yang tak bisa ditolaknya. 

Jessie menggosok rambutnya. Hanya dengan mengenakan bath-rope ia mengeringkan rambutnya. Kini ia telah berganti pakaian. Meja makan dipenuhi makanan enak-enak, berlemak, menggiuarkan. Belum lagi setumpuk buah-buahan yang segar, ranum, dan menggoda. Gadis itu mengisi perutnya dengan baik. Ia tidak ingin menyiksa diri. Digauli om-om buas lalu ia gemetar kelaparan? Uh-oh bukan begitu cara bertanding yang baik.

Pakansi itu seharusnya berjalan menyenangkan. Tapi bagi Jessie liburan itu terasa menyiksa. Om Wisman terus menikmati tubuhnya sesuka hati. Setiap waktu. Tak kenal berhenti. 

“Kamu cantik sekali, Jessie…,” puji Om Wisman dengan napas memburu. Bibirnya mengecup-ngecup bahu gadis muda dalam pangkuannya. 

“Terima kasih, Om…,” jawab Jessie sekenanya. Ia terus mengingat-ingat nasihat Erika: jangan baper, pura-pura bahagia, beri semua apa yang Om Wisman minta. 

Saatnya party malam hari. Semua rekanan bisnis Om Wisman juga Om Wisman berkumpul barbekyuan. Daging kualitas nomor wahid dibakar. Aromanya wangi menggugah selera makan. Minuman anggur berusia lawas dituang. Dicecap nikmat. Obrolan santai berdengung menyenangkan.

“Hai…,” sapa Erika. Senyumnya masih menawan. Kulitnya semakin eksotis. Sepertinya ia banyak berjemur. “Kabar baik?”

Jessie duduk menyendiri. Mumpung ada kesempatan. Om Wisman sedang bicara serius dengan rekanan bisnis yang lain. Cewek-cewek yang mereka bawa sedang heboh memanggang daging dan menyesap anggur. 

Kursi santai ini terletak di tempat agak tersembunyi. Jessie bisa melihat ke arah orang-orang. Sehingga ia bisa bersiap bila Om Wisman mulai mencarinya. Tapi orang-orang tak bisa melihat ke arahnya. Posisinya aman untuk menyepi sementara. 

Erika bosan dengan celotehan teman-temannya. Ia berjalan menyusuri lokasi. Tak sengaja melihat sosok Jessie yang duduk menyendiri. Gadis itu mendekati teman barunya. 

Jessie membuka topi lebarnya. Ia senang bisa melihat sosok Erika kembali. Duduknya bergeser untuk memberi tempat pada teman barunya.

“Begitulah,” jawab Jessie muram.

“Sakit?” tanya Erika penuh maksud. Tanpa perlu dijelaskan Jessie tahu apa maksud pertanyaan ‘sakit’ dari Erika barusan. Saat Om Wisman merampas paksa pesona paling privat miliknya. 

Jessie mengangguk. 

“Setelah itu enak, kaan?” tanya Erika lagi melajutkan. Kali ini wajahnya nyengir nakal. Bahunya menyenggol bahu Jessie yang tak segera menjawab. 

Jessie menengok. Wajahnya sudah basah oleh air mata. Tak lama kemudian gadis itu menangis sesenggukan.

“Oh, baby, baby….,” bujuk Erika. Gadis itu segera memeluk erat Jessie. Menenangkan teman barunya. “Kamu telah melalui hari yang sangat berat. It’s okaay, it’s okay…. Menangis aja. Nggak apa-apa.”

Jessie merasa begitu sendirian. Begitu sendiri. Seolah ia tak lagi punya Tante Clarrisa. Seolah tak ada lag Mommy. Seolah tak ada lagi siapa-siapa yang bisa mengerti dirinya. Begitu sendiri. Begitu nelangsa.

Erika mengelus pundak Jessie hingga gadis itu merasa tenang. Jessie izin mencuci muka terlebih dulu setelah tangisnya reda. Ia kembali dalam keadaan lebih segar. Erika menyerahkan beberapa potong es batu. Jessie menempelkan es batu itu pada kelopak matanya. Mengurangi bengkak yang berlebihan.

“Jangan sampai terlihat lemah…,” bisik Erika.

Jessie mengangguk.

“Sayang, dunia ini begitu keras. Terima keadaanmu yang sekarang. Kamu tidak lagi virgin karena perbuatan bejat seorang laki-laki. Tapi, dirimu masih berharga. Sangat berharga.” 

Erika berkata begitu lembut dan menenangkan. Gadis itu sudah banyak makan asam garam di dunia menjadi simpanan ‘gadun’.

Jessie mendengarkan setiap perkataan Erika. Tangannya masih menempelkan es batu di kelopak matanya. Ditekan-tekannya dengan pelan. Ia juga mengusapkan benda dingin itu di pipinya. Sama sekali ia tak ingin Om Wisman melihatnya menangis. 

“Tidak virgin bukan berarti kamu kehilangan segalanya. Kamu tetap berharga. Sangat berharga, Say…. Tidak ada yang hilang dari tubuhmu. Tetap sempurna. Tetap utuh.” Erika tersenyum getir. “Kalau ada laki-laki yang mencampakanmu karena alasan itu, itu artinya ia receh. Tak patut dipertahankan.”

Seandainya nasihat ini datang dari Mommy atau paling tidak Tante Clarrisa. Ah, tidak, tidak. Terkadang orang yang tidak kita kenal baik bisa begitu tulus memberi perhatian lebih. Sementara orang terdekat malah memberi luka. Ya, memang tidak semuanya. Tapi, setidaknya itu yang dirasakan Jessie waktu itu. 

Jessie sangat berterima kasih dipertemukan dengan Erika di ‘hari pertama’-nya bertugas sebagai sugar-baby.

“Yaahh…,” Erika menghela napas panjang. “Aku menjalani hidup kayak gini supaya bisa membiayai kuliah. Cita-citaku segera lulus. Punya perusahaan sendiri. Menjadi pimpinan – sehingga tidak bisa disetir orang lain. Sekarang hidupku banyak disetir Om Hasno. Yaah, mau gimana lagi. Aku butuh duitnya.”

Kalau kasus Jessie, Tante Clarrisa yang butuh duitnya Om Wisman. Jessie belum menemukan cara bisa terbebas dari jerat laki-laki paruh baya itu. Gadis itu memutuskan untuk tak memburu-buru mencari cara. Bertindak gegabah dengan melakukan perbuatan jahat malah merugikan dirinya kelak.

“Jalan hidupmu masih panjang, Say…. Sayangi dirimu. Nikmati hidup semampumu.” Erika menggoyangkan kepala. “Jangan menyerah. Hidup dengan merasakan pahit, pasti. Tapi jangan lupa, hidup juga ada manis-manisnya.”

Jessie memeluk Erika erat. Ia mengucapkan terima kasih yang teramat sangat. Setelah mereka berpisah dari pakansi di Pulau J, mereka tak tahu kapan bisa ketemu lagi.

“Meeting sudah selesai…,” kata Erika menunjuk menggunakan gelas anggurnya. “Senyum, Jess. Berpura-puralah nggak terjadi apa-apa. Agak sedikit manja lebih baik. Kalau belum bisa, perlahan. Sesuaikan dengan kesiapan dirimu.”

Jessie mengangguk. Erika pamit berlalu. 

Sisa hari pakansi dihabiskan Om Wisman untuk menjelajahi setiap jengkal tubu Jessie. Gadis itu masih belum berpengalaman. Tapi ia tahu bagaimana harus mendesah, bagaimana harus bergerak seturut laki-laki yang mengendalikannya. Pembelajar yang cepat. 

Om Wisman bahagia. Ia merasa pilihannya tepat. Gadis muda incarannya memang punya bibit binal. Matanya yang jeli karena pengalaman tak pernah salah. Laki-laki itu hanya tidak tahu, semua dilakukan Jessie hanya untuk menyelamatkan masa depannya. Gadis itu tetap ingin lepas dari cengkeraman Om Wisman. 

Belum tahu bagaimana caranya. Pasti nanti akan ketemu.

Sekembali dari Pulau J, Jessie mendiamkan Tante Clarrisa. Bicara hanya seperlunya. Ia tidak ingin mengingat-ingat pengalaman ‘menyakitkan’-nya bersama om tua mesum. Pulaunya indah. Fasilitasnya mewah. Pantainya memesona. Pasir putihnya begitu bersih. Sore harinya yang temaram begitu syahdu. Tapi berkali-kali ditindih tubuh bangkotan menuju tambun dengan napas memburu dan mata dibebat nafsu seolah ingin melahap tubuhnya bulat-bulat, membuat Jessie ingin mengenyahkan setiap inci ingatan di Pulau J. 

Tante Clarrisa akhirnya tak ambil pusing. Selama ia masih bisa tinggal di rumah mewah itu, ia tak ingin merongrong Jessie. Selama ia masih bisa hidup berkecukupan – bahkan mewah, terserah Wisman mau bertindak apa saja pada Jessie. [dps]


▶▶ Cerita  ‘Live On Radiosiul’  Bagian Selanjutnya Sila Klik Di Sini ◀◀

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Live On Radiosiul - Bab 10: Bujukan Mommy #UnlockNow
0
0
TENTANG BAB 10↴Mommy ingin Jessie kembali ke rumah. Terima pekerjaaan sebagai pimpinan bisnis es krim dan jajanan. Jessie masih marah tentang Om Wisman. Ia ke Radiosiul lebih awal. Karya-cerita Desi Puspitasari bagian ini bisa dibaca di laman bawah, yaa! ▶▶ ‘Live On Radiosiul' Bagian Sebelumnya Sila Baca Di Sini! ◀◀
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan