5. Kamu Pasanganku!

16
3
Deskripsi

"Karena pasanganku itu kamu, Aya. Aku cintanya sama kamu, bukan sama Jemima."

"Kalau kamu cinta sama aku, kenapa kamu ninggalin aku? Kenapa kamu lebih milih nikah sama dia?" tuntut Zendaya.

 

"Kayaknya kamu udah persiapan ya, Mas? Sampe bawa helm cadangan juga," sindir Zendaya. 

Christo hanya tersenyum kecil menanggapinya. Dia tidak mungkin mengatakan kalau selama dua tahun terakhir ini, dia selalu membawa helm cadangan kalau bepergian menggunakan motor. Momen seperti inilah, yang sangat dirindukannya. 

Zendaya sengaja membuka kaca helmnya, membiarkan hembusan angin menerpa wajahnya. Tidak ada yang berbicara sepanjang perjalanan, masing-masing sibuk dengan pikirannya.

Christo tak dapat menahan senyuman di wajahnya. Gadis yang dirindukannya, kini duduk di belakangnya dan memeluk pinggangnya. Mimpinya seakan menjadi kenyataan.

"Aku nggak akan ngelepasin kamu lagi, Aya! Cukup dua tahun ini, kamu pergi jauh dariku," pikir Christo.

Setelah berkendara selama dua puluh menit, motor yang dikendarai Christo memasuki kawasan apartemen eksklusif. Pria itu lantas mengarahkan motornya menuju ke basement. 

"Masih sering pulang ke apartemen?" tanya Christo basa-basi, setelah melepas helmnya.

"Kadang-kadang," jawab Zendaya singkat. Dia masih tak habis pikir, mengapa dengan mudahnya mengajak Christo ke apartemennya. 

"Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kenapa aku malah ngajak ke apartemen? Bakalan susah ngusirnya ntar," rutuk Zendaya dalam hati.

Zendaya memimpin langkah menuju ke lift yang ada di area basement. Dengan menggunakan access card miliknya, dia bisa menggunakan lift khusus itu.

"Apa rencanamu seminggu ke depan?" tanya Christo saat mereka berada di dalam lift. Dia masih berusaha membangun komunikasi dengan Zendaya.

Zendaya mengendikkan bahunya. "Entahlah. Belum ada rencana khusus. Mungkin aku akan menghabiskan waktu di restoran."

Pintu lift terbuka tepat di depan unit Zendaya. Keduanya lantas melangkah keluar dari lift. 

"Aku mandi dulu, Mas," ucap Zendaya, sesaat setelah masuk ke dalam unit apartemennya.

Christo mengikuti langkah Zendaya. Pria itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Semuanya masih sama, seperti terakhir kali dia datang ke sana, dua tahun yang lalu. 

"Di mana laptopmu? Aku mau cek email yang dikirim Pram."

Pertanyaan Christo membuat langkah Zendaya terhenti. Gadis itu memutar tubuhnya sedikit, menatap pria yang berdiri tak jauh darinya.

"Ada di ruang kerjaku," jawabnya singkat. 

Christo melangkah ke ruangan yang ada di sisi kamar Zendaya. Ruangan itu pun masih sama seperti dulu. Bahkan, foto kebersamaan mereka masih terpajang di atas meja. 

"Adakah kesempatan kedua untukku, Aya? Aku ingin memperbaiki semuanya, " gumam Christo. 

Usai membersihkan diri, Zendaya lantas melangkah menuju ke dapur. Dibukanya kulkas untuk mencari bahan yang bisa diolahnya menjadi makanan. Benar yang dikatakan Christo, perutnya kini terasa lapar.

"Aku dimasakin juga, kan?"

Zendaya berjengit kaget, saat Christo tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Saking asyiknya memasak, dia sampai melupakan keberadaan  Christo. 

"Mas! Bisa nggak sie, nggak usah bikin kaget? Aku lagi masak sekarang!" protes Zendaya.

Christo tertawa kecil mendengarnya. "Kamu masaknya sambil ngelamun? Masa nggak denger aku datang?"

Zendaya berdecak kesal mendengarnya. Berusaha mengacuhkan Christo yang terus menatapnya, Zendaya melanjutkan kembali acara memasaknya.

"Kamu ngapain ke sini, Mas? Katanya mau cek email?"

"Udah, kok," jawab Christo singkat. Dia masih asyik mengamati setiap gerak-gerik Zendaya. Tangan gadis itu begitu terampil membuat makanan yang menggugah selera. Tak heran, restorannya tak pernah sepi pengunjung. Zendaya benar-benar mewarisi bakat memasak Mikaela.

"Pergi bareng, yuk!" ajak Christo tiba-tiba. 

Gerakan tangan Zendaya terhenti mendengar ucapan random Christo. "Pergi ke mana?" tanyanya, bingung. 

"Kamu pasti udah tahu file yang dikirim Pram, kan? Tiket pulang pergi untuk liburan di Australia."

Zendaya melanjutkan aktivitasnya. "Oh, itu. Aku tahu. Aku yang siapin itu semua."

"Kita pergi bareng, yuk!" ajak Christo lagi.

Zendaya mendesah kesal. "Kamu sudah punya istri, Mas. Pergi sama istrimu aja sana," jawabnya ketus.

"Aku maunya pergi sama kamu."

"Aku mau pergi sama Ivanka."

"Ivanka pergi sama Pram."

Zendaya jengkel mendengar jawaban Christo. "Kalau gitu, aku nggak jadi pergi. Biar tiketku buat Aden aja."

Christo menganggukkan kepalanya. "Boleh juga, tuh. Kasih aja tiketmu buat Aden. Biar dia pergi sama pacarnya. Kamu pergi sama aku aja."

"Kenapa aku harus pergi sama kamu? Kalian tuh masing-masing dikasih dua tiket itu supaya bisa ngajak pasangannya. Kamu sudah punya istri, Mas. Ajak aja istrimu, ngapain ngajak aku?" sembur Zendaya.

"Karena pasanganku itu kamu, Aya. Aku cintanya sama kamu, bukan sama Jemima."

"Kalau kamu cinta sama aku, kenapa kamu ninggalin aku? Kenapa kamu lebih milih nikah sama dia?" tuntut Zendaya.

Christo melangkah mendekati Zendaya. Tangannya bergerak mematikan kompor di hadapan gadis itu. 

“Aku nggak pernah berniat ninggalin kamu, Aya. Aku terpaksa menikah dengan Jemima."

“Pembohong!” 

“Aku nggak bohong, Aya! Perasaanku ke kamu nggak pernah berubah. Aku cinta kamu, Aya!” ucap Christo tulus.

“Aku nggak cinta sama kamu, Mas! Aku benci kamu!" ucap Zendaya.

“Aku tahu kamu masih cinta sama aku. Foto kita masih ada di meja kerjamu. Bahkan, wallpaper laptopmu juga masih sama seperti dulu. Foto kita waktu liburan di Jepang.”

Zendaya merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia lupa kalau masih menggunakan foto mereka sebagai wallpaper di laptopnya. 

“Wallpapernya belum aku ganti. Laptop itu juga jarang aku pakai,” ucap Zendaya, masih tidak mau mengakui perasaannya. 

Christo berdecak kesal karena Zendaya masih terus mengingkari perasaannya. “Kalau begitu, buktikan kalau kamu sudah nggak cinta sama aku!” 

Detik berikutnya, Christo sudah menarik Zendaya ke dalam pelukannya. Tak cukup sampai di sana, pria itu lantas menyambar bibir Zendaya. Tak dihiraukannya penolakan yang diberikan oleh gadis itu. Dilumatnya bibir mungil Zendaya dengan penuh kelembutan. 

“Kamu bisa berbohong dengan mengatakan kalau kamu nggak cinta lagi sama aku. Tapi tubuhmu nggak bisa bohong, Aya. Perasaanmu masih sama seperti dulu. Aku yakin itu,” ucap Christo lirih.

"Kamu jahat, Mas!" gumam Zendaya. Gadis itu tak mampu lagi menahan gelombang kesedihan dan amarah yang memenuhi dadanya.

"Lepaskan aku! Jangan sentuh aku lagi!" 

Zendaya kembali memberontak, berusaha melepaskan diri dari pelukan  Christo.

"Aku nggak akan ngelepasin kamu, Aya! Sudah cukup dua tahun ini aku menderita jauh darimu," ucap Christo, semakin mengeratkan pelukannya.

"Kamu serakah, Mas! Kamu sudah punya istri, kenapa kamu masih aja deketin aku? Lepasin aku, Mas!" 

"Karena aku cintanya sama kamu, Aya! Aku cuma mau kamu!" ucap Christo penuh penekanan. "Dan aku tahu, kamu pun masih menyimpan perasaan yang sama untukku."

Zendaya tak mampu lagi menahan air matanya. Gadis itu menangis terisak dalam pelukan Christo. 

"Kamu jahat, Mas! Kamu egois! Aku benci kamu, Mas!" racau Zendaya di sela isak tangisnya. Kepalan tangannya beberapa kali mendarat di dada Christo. Dia tahu, dia sudah kalah. Dia tidak bisa lagi mengingkari perasaannya.

"Kamu boleh menghukumku, Aya. Kamu boleh memukulku atau melakukan apapun untuk membuat hatimu lega. Tapi, tolong jangan pergi lagi! Aku nggak sanggup kalau harus pisah lagi sama kamu, Aya."

Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Christo terus memeluk Zendaya, membiarkan gadis itu menangis dalam pelukannya, melampiaskan kesedihan dan kemarahan yang selama ini dipendamnya dalam hati.

Suara gemerucuk yang berasal dari perut Christolah yang pada akhirnya mencairkan kecanggungan di antara mereka.

"Aku lapar, Aya. Makanannya udah matang apa belum?"

Zendaya melepaskan diri dari pelukan Christo, mengusap wajahnya yang basah karena air matanya. 

"Tunggu sebentar. Sebentar lagi matang," jawabnya datar. Meskipun dia masih marah dan kecewa pada Christo, tapi dia tidak tega melihat pria itu kelaparan.

Zendaya lantas menyalakan kembali kompornya dan menyelesaikan kegiatan memasaknya.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Christo.

"Tolong ambilkan mangkuk, Mas," jawab Zendaya setelah terdiam selama beberapa saat. Suaranya masih serak, karena menangis tadi.

Sepiring capcay dan fuyunghai kini tersaji di atas meja makan. Christo yang menatanya di atas meja, sementara Zendaya memotong melon untuk dibuat jus.

"Mau jus melon? Atau kopi aja?" tanyanya.

"Aku mau jusnya."

Zendaya menganggukkan kepalanya. Dia membuat jus melon dalam jumlah banyak. Dia tahu, Christo sangat menyukainya.

Aku memang masih mencintaimu, Mas. Sangat mencintaimu, malah. Karena itulah aku memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Aku berharap, dengan melihatmu hidup bahagia bersama Jemima, bisa membuatku semakin membencimu. Tapi, kenapa sekarang semuanya jadi kacau?" sesal Zendaya dalam hatinya.

"Ayo makan, Mas!" ajak Zendaya, setelah selesai membuat jus.

Zendaya tertegun melihat betapa lahapnya Christo menghabiskan makanannya. 

"Kamu kayak orang kelaparan, Mas," sindir Zendaya.

Christo menelan makanannya, sebelum membalas sindiran Zendaya.

"Aku kangen masakanmu, Aya. Selain itu, aku memang laper banget. Hari ini, cuma sandwich dari kamu aja yang masuk ke perutku," jawabnya polos.

"Kamu nggak sarapan di rumah?" tanya Zendaya, heran.

Christo menggelengkan kepalanya.

"Istrimu nggak bisa masak atau gimana sie? Masa suaminya dibiarin berangkat kerja dengan perut kosong?" tanya Zendaya kesal.

Christo tersenyum mendengarnya. "Dia masak kok tiap hari. Tapi aku memang nggak mau makan masakannya," jawab Christo santai.

Zendaya mengerutkan keningnya, bingung mendengar jawaban Christo. "Memangnya kenapa?"

"Aku nggak cinta sama dia, Aya. Aku nggak mau kasih harapan palsu untuk dia," jawab Christo lembut.

"Tapi, dia istri kamu, Mas. Dia…"

"Dia memang istriku, tapi aku menikah dengannya bukan atas dasar cinta. Sejak awal aku sudah bilang sama dia kalau aku bersedia menikahinya, tapi jangan pernah mengharapkan cintaku. Karena seluruh cintaku sudah aku berikan untuk orang lain."

Zendaya terdiam mendengar ucapan Christo. "Sebenarnya, hubungan kalian itu seperti apa?" tanyanya lirih.

"Kami memang suami istri. Tapi itu hanya status di atas kertas. Pada kenyataannya, kami hanya dua orang asing yang tinggal dalam satu atap. Kami menjalani hidup kami masing-masing."

"Kamu nggak…"

"Aku nggak pernah menyentuhnya, kalau itu yang mau kamu tanyakan. Kami tidur di kamar terpisah."

Zendaya terdiam mendengar jawaban Christo. Pengakuan pria itu jelas membuatnya terkejut. Namun, saat dia hendak mengajukan pertanyaan lainnya, ponsel milik Christo justru berbunyi nyaring. 

Christo merogoh sakunya, mengambil ponsel yang disimpannya di saku celana. Pria itu mendesah kesal, melihat nama yang muncul di layar ponselnya. 

“Kenapa nggak diangkat?” tanya Zendaya saat melihat Christo justru menolak panggilan telepon itu.

“Jemima yang telepon. Nggak penting!” 

Namun, detik berikutnya Jemima kembali menelepon ke ponsel Christo.

“Angkat aja, Mas. Aku pergi dulu," jawab Zendaya datar. 

Dia tidak sanggup menahan perasaan cemburu yang memenuhi dadanya. Tanpa menunggu sahutan dari Christo, Zendaya bangkit dari kursinya dan melangkah pergi.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 6. Jalan Pintas
13
3
Zendaya menoleh cepat ke arah Christo. “Apa yang kamu rencanakan, Mas? Kamu nggak berniat membunuh Jemima, kan?” tanyanya was-was. Christo tersenyum pahit. “Kalau itu satu-satunya cara supaya aku bisa bersama denganmu, kenapa nggak, Aya?” Zendaya terbelalak kaget mendengar jawaban Christo. Tidak ada keragu-raguan sedikitpun dalam nada bicaranya. “Kamu mau jadi pembunuh, Mas?” “Memangnya kenapa? Ini bukan pertama kalinya aku membunuh orang. Sepanjang sepuluh tahun aku bergabung di Cavero, tak terhitung lagi nyawa yang hilang di tanganku. Menambahkan satu nyawa lagi, sepertinya nggak masalah.” Kode voucher: mpm6 (untuk pembelian eceran/per bab)Kode voucher: zendaya (untuk pembelian paket – bab 6 sampai tamat)
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan