Cermin Berdarah

0
0
Deskripsi

Maya dan Laila, dua sahabat dekat, memutuskan untuk menghabiskan liburan mereka di sebuah kota kecil yang penuh dengan misteri dan sejarah. Mereka menginap di sebuah hotel tua yang terkenal dengan keindahan arsitekturnya yang klasik. Di dalam kamar hotel mereka, terdapat sebuah cermin antik yang menyimpan rahasia kelam.

Sejak pertama kali mereka melihat cermin itu, suasana mencekam langsung terasa. Cermin tersebut memancarkan aura yang aneh, seolah-olah menyimpan kehadiran yang tidak terlihat. Meskipun...

BAB I. Perjalanan Menuju Misteri

Angin sepoi-sepoi membelai wajah Maya dan Laila ketika mereka melangkah keluar dari kereta yang tua namun kokoh. Langit senja yang hangat menyambut mereka, dengan warna oranye dan merah yang melukis langit kota kecil itu. "Ini sungguh indah," kata Maya sambil menarik napas dalam-dalam, matahari terbenam memberikan kilau magis pada gedung-gedung tua yang berjejer di sepanjang jalan.

Laila tertawa kecil, "Kita belum melihat apa-apa, Maya. Ini baru awal." Mereka melangkah menuju pusat kota yang tampaknya penuh dengan misteri. Jalan setapak berbatu dihiasi oleh lampu-lampu jalan yang klasik, dan aroma harum dari kafe-kafe di sekitar membuat suasana semakin memikat.

Sambil berjalan, mereka melihat sekeliling, mencatat setiap detail yang mungkin terlewatkan oleh mata orang lain. "Lihat itu, Laila," seru Maya sambil menunjuk ke sebuah toko buku kecil di sudut jalan. "Kita harus mampir ke sana nanti."

Laila tersenyum setuju, "Tentu, tetapi mari kita cari hotel terlebih dahulu." Mereka berjalan menuju hotel tua yang sudah mereka pesan sebelumnya. Sebuah bangunan bersejarah dengan pintu masuk yang besar dan tangga spiral di depannya.

Ketika mereka memasuki lobby, udara dalam ruangan dipenuhi dengan bau kayu dan lilin. Seorang penerima tamu, seorang wanita dengan senyuman hangat, menyambut mereka. "Selamat datang di Hotel Serenity. Nama Anda?"

"Maya dan Laila," jawab Maya dengan senyuman ramah.

Wanita itu mengangguk dan memberikan dua kunci kamar. "Kamar kalian ada di lantai atas, dekat dengan taman atap. Jangan ragu untuk bertanya jika kalian membutuhkan sesuatu."

Mereka berdua naik ke lantai atas dengan tangga kayu yang berderit. Kamar mereka memiliki sentuhan klasik, dengan wallpaper bunga dan seprai putih yang bersih. Mereka membuka jendela dan merasakan angin sejuk malam itu masuk ke dalam kamar. Dari sana, mereka dapat melihat cahaya kota yang redup di bawah, menciptakan pemandangan yang mempesona.

"Sungguh indah," kata Laila, melihat pemandangan kota kecil yang terbentang di bawah mereka. "Ayo, kita keluar sebentar."

Mereka berdua menuju taman atap, di mana meja-meja kecil dan lampu-lampu kecil memberikan sentuhan romantis pada suasana. Mereka duduk di salah satu meja dan memesan minuman dari pelayan yang ramah. Sambil menunggu pesanan mereka datang, mereka melibatkan diri dalam percakapan yang hangat.

"Kau tahu, Laila, aku senang sekali kita melakukan perjalanan bersama," ujar Maya, menyeruput minumannya.

Laila tersenyum, "Aku juga, Maya. Siapa sangka kita bisa menemukan kota seindah ini."

Percakapan mereka terputus sejenak ketika mereka melihat sekeliling. Taman atap itu penuh dengan tanaman hijau yang diberi lampu-lampu kecil, menciptakan suasana yang ajaib. Mereka merasa seolah-olah berada di dunia sendiri, di luar dari kenyataan sehari-hari.

Tiba-tiba, perhatian mereka tertuju pada sebuah cermin antik yang ditempatkan di pojok taman. Cermin itu terlihat seperti pusat perhatian, memancarkan kilau misterius di bawah cahaya lampu.

"Apa itu?" tanya Laila sambil menunjuk ke arah cermin.

Maya memandangnya dengan heran, "Aku tidak yakin. Tapi sepertinya cermin itu memiliki cerita sendiri."

Dengan peta yang mengarahkan mereka ke arah yang benar dan kamera yang selalu siap di tangan, Maya dan Laila melangkah dengan semangat penuh ke dalam jalan-jalan kecil kota kecil tersebut. Sinar matahari pagi menyinari bangunan-bangunan bersejarah, menciptakan bayangan indah di atas trotoar batu.

"Pemandangan ini seperti berasal dari buku cerita," kata Laila, tersenyum lebar.

Maya tertawa, "Benar sekali, Laila. Dan kita adalah bagian dari cerita ini sekarang."

Mereka melangkah melewati jalan-jalan kecil yang dihiasi dengan bunga-bunga warna-warni. Bangunan-bangunan tua dengan pintu-pintu kayu besar dan jendela-jendela kaca yang indah membuat mereka merasa seperti melangkah ke dalam lembaran sejarah hidup.

Sambil berjalan, mereka bertemu dengan beberapa penduduk setempat yang ramah. Seorang kakek tua duduk di depan toko antiknya, menyapa Maya dan Laila dengan senyum hangat. "Selamat datang, anak-anak muda. Apa yang membawa kalian ke kota kami?"

Maya menjawab, "Kami suka petualangan dan mencari jejak sejarah yang terlupakan."

Kakek itu tersenyum, "Ah, kalian berdua pasti akan menikmati banyak cerita yang tersembunyi di sini. Jangan lupa mampir ke toko antikku, mungkin kalian akan menemukan sesuatu yang menarik."

Mereka berdua berterima kasih dan melanjutkan perjalanan mereka. Saat mereka berbelok ke sebuah gang kecil, mereka menemukan sebuah papan tanda tua yang mengarahkan ke museum sejarah setempat. "Ayo ke sana," ajak Laila, meraih tangan Maya.

Museum itu penuh dengan artefak dan kisah-kisah bersejarah tentang kota kecil tersebut. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di sana, mendengarkan penjelasan pemandu yang antusias tentang setiap sudut museum. Melihat foto-foto lama dan benda-benda peninggalan dari masa lalu, Maya merasa seperti melakukan perjalanan waktu.

Ketika mereka keluar dari museum, mereka terkejut dengan pertemuan tak terduga. Seorang wanita tua yang mengenakan pakaian tradisional dengan senyum hangatnya menghampiri mereka. "Kalian pasti sedang menikmati jejak sejarah kota ini, bukan?"

Maya dan Laila mengangguk, "Ya, benar sekali. Kami suka mengetahui lebih banyak tentang cerita kota kecil ini."

Wanita itu tersenyum dan mengajak mereka ke sebuah kafe kecil di dekatnya. "Saya punya banyak cerita untuk dibagikan, terutama tentang cermin antik di hotel tua. Apa kalian pernah mendengarnya?"

Maya dan Laila saling pandang, kini cermin itu memang benar-benar menarik perhatian mereka. Wanita itu, yang bernama Ningsih, mulai menceritakan kisah-kisah menarik tentang cermin tersebut. Mereka tak bisa menahan kegembiraan mereka mendengarkan setiap detail yang terlupakan dan misterius.

Sambil mendengarkan, Maya tidak bisa menahan diri untuk menangkap momen-momen tersebut dengan kamera. Ekspresi wajah Ningsih yang penuh semangat, gerakan tangannya yang menghidupkan kembali setiap cerita, semuanya tertangkap dalam foto-foto yang akan menjadi kenangan tak terlupakan dari perjalanan ini.

Saat mereka meninggalkan kafe, Maya berkata, "Siapa sangka kita akan mendapatkan begitu banyak cerita menarik di kota kecil ini."

Maya dan Laila melangkah masuk ke hotel tua yang terhampar di depan mereka. Pintu besar dan berat terbuka perlahan, mengungkapkan dunia yang seolah terisolasi dari luar. Udara hangat dengan aroma kayu dan lilin menyambut mereka begitu kaki mereka melangkah masuk.

Di dalam, dinding-dinding dihiasi dengan seni ukir yang indah, menciptakan suasana yang penuh dengan nuansa sejarah. Mereka melangkah perlahan-lahan, menyerap keindahan setiap detail yang terlihat di sekeliling mereka. Pemilik hotel, seorang pria tua dengan rambut abu-abu dan mata yang menyimpan banyak cerita, menghampiri mereka dengan senyum hangat.

"Selamat datang di Hotel Serenity. Saya Pak Widodo, pemilik hotel ini," sambutnya dengan suara yang tenang.

Maya tersenyum ramah, "Terima kasih, Pak Widodo. Kami sangat senang bisa menginap di sini."

Laila menambahkan, "Tempat ini sungguh luar biasa. Begitu bersejarah."

Pak Widodo tertawa lembut, "Ya, hotel ini sudah berdiri sejak zaman nenek moyang saya. Banyak cerita yang tertanam di setiap sudutnya."

Mereka berdua diantar menuju meja penerima tamu yang terbuat dari kayu tua yang indah. "Kalian adalah tamu pertama dalam waktu yang lama. Kota kami memang jarang dikunjungi, apalagi hotel ini," ujar Pak Widodo sambil memberikan dua kunci kamar.

Maya berseloroh, "Kami senang bisa menjadi tamu pertama setelah sekian lama. Ini seperti sebuah kehormatan."

Pak Widodo tersenyum misterius, "Siapa tahu, mungkin hotel ini menyimpan kejutan-kejutan untuk kalian berdua."

Mereka berdua berjalan menuju tangga kayu yang mengarah ke lantai atas, tempat kamar mereka berada. Setiap langkah yang mereka ambil, kayu tangga itu berderit lembut, memberikan kesan bahwa waktu di hotel ini seolah-olah berhenti.

Ketika mereka sampai di lantai atas, Pak Widodo memberi isyarat ke arah koridor yang mengarah ke kamar mereka. "Kamar kalian ada di ujung koridor. Semoga kalian nyaman."

Maya dan Laila mengangguk, mengucapkan terima kasih, dan berjalan menuju kamar mereka. Begitu pintu kamar terbuka, mereka disambut oleh nuansa yang sama seperti di lobi hotel: seni ukir yang memukau dan aroma kayu yang khas.

Di dalam kamar, mereka menemukan dua tempat tidur yang dihiasi dengan selimut rajutan yang cantik. Jendela besar memungkinkan cahaya matahari pagi untuk masuk, menciptakan ruangan yang hangat dan nyaman. "Kamar ini luar biasa," ucap Laila, sambil duduk di salah satu kursi di sudut kamar.

Maya mengamati cermin antik di dinding. "Dan ini membuat semuanya semakin istimewa. Cermin ini benar-benar menarik perhatianku."

Saat mereka menikmati keindahan kamar mereka, mereka teringat akan misi mereka untuk mengeksplorasi lebih lanjut, terutama cermin antik yang tampaknya menyimpan cerita misterius.

Setelah bersiap-siap, mereka kembali ke lobi hotel. Di sana, mereka melihat Pak Widodo tengah berbicara dengan seorang tamu lain yang tampaknya baru saja tiba. Maya dan Laila menghampiri mereka, bersiap-siap untuk bertanya-tanya lebih lanjut tentang kisah-kisah yang tersembunyi di hotel ini.

BAB 2. Kamar dengan Pesona Kuno 

Setelah pertemuan dengan Pak Widodo di lobi, Maya dan Laila kembali ke kamar mereka dengan hati yang penuh dengan kegembiraan. Mereka melangkah masuk ke dalam kamar dengan penuh antisipasi, siap menjelajahi pesona kuno yang tersimpan di dalamnya.

Laila mengintip ke dalam lemari tua yang terletak di seberang tempat tidur. "Lihat ini, Maya. Ada sepasang topi dan mantel vintage di sini. Aku rasa, dulu tamu-tamu hotel ini sering mengenakan pakaian-pakaian seperti ini."

Maya mengangguk setuju, "Benar. Mungkin kita bisa mencoba mengenakannya nanti dan merasakan atmosfer masa lalu ini."

Laila tersenyum, "Bagus ide! Ayo kita coba."

Sambil berganti pakaian, mereka bercerita tentang perjalanan mereka sejauh ini. Tentang orang-orang yang mereka temui, tentang cerita-cerita yang telah mereka dengar, dan, tentu saja, tentang cermin antik yang menjadi fokus perhatian mereka.

Setelah berganti pakaian, Maya melihat dirinya di cermin. "Wow, rasanya seolah-olah kita telah kembali ke era yang berbeda. Ini menyenangkan!"

Laila tertawa, "Tidak bisa dipungkiri, Maya, kita benar-benar terlihat seolah-olah kita adalah bagian dari sejarah ini."

Sambil mengenakan pakaian vintage, mereka kembali ke lobi hotel. Di sana, mereka melihat beberapa tamu lain yang juga tertarik dengan pesona kuno hotel ini. Mereka menyapa tamu-tamu lain dan terlibat dalam percakapan ringan tentang pengalaman mereka di kota kecil yang memukau ini.

Saat matahari mulai tenggelam, mereka memutuskan untuk menjelajahi taman hotel. Taman itu dipenuhi dengan bunga-bunga yang berwarna-warni, menciptakan aroma yang menyenangkan di udara. Maya dan Laila berjalan-jalan di antara pohon-pohon tua, merasakan sentuhan angin lembut dan mendengarkan suara gemericik air dari sebuah air mancur kecil di tengah taman.

"Tempat ini sungguh seperti surga yang tersembunyi," kata Laila sambil menghela napas.

Maya menimpali, "Dan kita memiliki kesempatan untuk merasakannya. Ini adalah liburan yang luar biasa."

Tiba kembali di kamar mereka, mereka terpesona oleh lukisan-lukisan tua di dinding yang tampaknya menceritakan kisah-kisah dari masa lalu. Mereka mendekati satu lukisan yang menggambarkan pemandangan kota kecil ini puluhan tahun yang lalu.

"Sepertinya kita benar-benar melakukan perjalanan kembali dalam waktu," ujar Maya sambil menatap lukisan.

Laila setuju, "Ya, dan cermin ini," katanya sambil menunjuk ke cermin antik di tengah kamar, "pasti menyimpan banyak cerita yang menarik."

Saat mereka duduk di kursi-kursi tua di sudut kamar, mereka merenung sejenak. Suasana kamar yang dipenuhi dengan pesona kuno dan kenangan yang hidup membuat mereka merasa seperti sedang berada di sebuah dunia paralel.

Laila akhirnya berkata, "Apa ya kisah di balik cermin ini? Kita harus mencari tahu lebih banyak."

Maya setuju, "Besok pagi, mari kita kembali ke kafe yang tadi, dan kita tanyakan lagi kepada Ningsih. Mungkin dia tahu lebih banyak."

Malam itu, Maya dan Laila memutuskan untuk menutup hari dengan makan malam di restoran hotel yang terkenal dengan nuansa misteriusnya. Mereka melangkah masuk ke restoran yang dihiasi dengan lampu-lampu temaram dan meja-meja kayu berwarna gelap. Suara gemerisik angin yang mengalun pelan di luar, bersama dengan cahaya redup, menciptakan atmosfer yang sangat khas dari hotel bersejarah ini.

"Malam ini terasa begitu ajaib," kata Laila, mengamati lampu-lampu yang bersinar di langit-langit.

Maya tersenyum, "Ya, sepertinya restoran ini menyimpan cerita-cerita sendiri. Aku penasaran apa yang akan terjadi."

Mereka duduk di meja yang letaknya dekat jendela besar, memperhatikan pemandangan kota kecil yang tenggelam dalam kegelapan. Pelayan hotel, seorang wanita muda dengan senyuman ramah, mendekati meja mereka.

"Selamat malam, ladies. Apa yang bisa saya bantu untuk memulai malam ini?" tanya pelayan tersebut dengan ramah.

Laila melirik menu, "Kami ingin mencoba hidangan yang khas dari sini. Ada rekomendasi apa pun dari koki?"

Pelayan itu tersenyum, "Tentu, kami punya hidangan spesial malam ini, daging panggang dengan saus spesial dan sayuran organik segar dari taman kami. Bagaimana kalau mencobanya?"

Maya setuju, "Itu terdengar lezat. Kami akan mencoba hidangan spesial malam ini."

Sambil menunggu hidangan mereka, mereka terlibat dalam percakapan yang mengalir dengan alam sekitar dan suasana restoran yang begitu spesial. Mereka mendengar cerita-cerita dari pelayan tentang hotel ini, tentang tamu-tamu yang pernah menginap, dan mitos-mitos lokal yang menambah warna pada petualangan mereka.

Suasana di restoran semakin hangat ketika musisi lokal memulai pertunjukan musik live dengan alunan lagu-lagu klasik yang memenuhi udara. Melodi yang indah mengisi ruangan, menciptakan latar belakang yang romantis untuk malam mereka.

Saat hidangan spesial tiba, aroma menggoda segera menguar dari piring mereka. Daging panggang yang lembut disajikan dengan saus spesial yang membuat air mulut terus mengalir. Mereka menikmati setiap suapannya, sambil sesekali tertawa dan bercanda satu sama lain.

"Ternyata memang hidangan spesialnya luar biasa," kata Laila dengan mata berbinar-binar.

Maya setuju, "Ya, dan suasana malam ini membuat semuanya semakin istimewa. Aku benar-benar merasa seperti kita berada di dalam kisah misterius."

Saat malam semakin larut, mereka memutuskan untuk mengakhiri makan malam mereka dengan secangkir kopi hangat. Ditemani oleh aroma kopi yang menggoda, mereka terus berbincang-bincang dan menikmati suasana yang tenang di restoran yang penuh dengan karakter ini.

Tiba saatnya untuk membayar tagihan, mereka berdua bangkit dari meja mereka dengan senyum puas di wajah mereka. "Ini malam yang luar biasa," kata Maya kepada pelayan yang membantu mereka.

Pelayan itu tersenyum, "Terima kasih telah memilih restoran kami. Semoga malam ini menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi kalian berdua."

Mereka keluar dari restoran, merasakan udara malam yang sejuk dan menikmati langit yang penuh dengan bintang. "Aku benar-benar mencintai kota kecil ini," ujar Laila, sambil menatap langit.

Maya mengangguk, "Sama. Dan besok pagi, kita akan kembali mencari tahu tentang cermin antik itu."

Maya dan Laila kembali ke kamar setelah makan malam yang penuh kesan. Dalam kegelapan kamar, mereka duduk di kursi kayu tua di dekat jendela, melanjutkan percakapan mereka tentang kota kecil yang memikat ini.

"Besok kita harus benar-benar mencari tahu tentang cermin itu," kata Maya, menatap jendela yang menampilkan langit malam yang penuh bintang.

Laila setuju, "Ya, aku penasaran apa yang membuat cermin itu terasa begitu istimewa. Ningsih mungkin punya jawaban untuk kita."

Namun, saat mereka berbicara, perhatian mereka tertuju pada cermin antik di pojok kamar. Cahaya temaram dari lampu di sudut ruangan memantul di permukaan cermin, menciptakan kilauan yang membuatnya semakin menonjol di dalam kegelapan.

"Maya, apa kamu merasa itu juga?" tanya Laila, suaranya penuh dengan kecurigaan.

Maya menatap cermin, merasakan sesuatu yang aneh. "Aku tidak yakin, Laila. Apa yang kamu rasakan?"

Laila menggelengkan kepala, "Tidak tahu. Tapi aku merasa seolah-olah ada sesuatu yang aneh di sana. Seperti getaran kecil."

Maya mendekati cermin dengan hati-hati. "Mungkin hanya imajinasi kita saja."

Namun, ketika tangannya menyentuh permukaan cermin, sebuah getaran kecil terasa di ujung jarinya. Sesuatu yang aneh terjadi. Suara aneh yang merayap di telinga mereka, seperti bisikan lembut yang tak bisa diartikan.

"Mungkin ada yang salah dengan cermin ini," kata Laila dengan suara hati-hati.

Maya mencoba untuk mengusap permukaan cermin, mencari penjelasan atas getaran dan suara aneh tersebut. Tetapi, saat jarinya menyentuh cermin, sebuah kilatan cahaya berdarah memenuhi kamar. Getaran itu semakin kuat, menciptakan sensasi aneh yang mengalir melalui tubuh mereka.

Laila menarik tangannya, wajahnya penuh dengan keheranan, "Maya, apa yang sedang terjadi?"

Maya mencoba menarik tangannya, tetapi cermin itu seolah menahan mereka. "Aku tidak tahu, Laila. Ada sesuatu yang aneh dengan cermin ini."

Saat mereka mencoba melepaskan diri, ruangan seakan-akan berputar, dan mereka merasakan sensasi aneh seperti sedang terhisap ke dalam dimensi yang berbeda. Cahaya berdarah semakin intens, menciptakan aura misterius yang mengelilingi mereka.

Tiba-tiba, mereka merasa seperti tenggelam dalam kegelapan. Ruangan sekitar mereka berubah, dan mereka mendapati diri mereka berada di suatu tempat yang sama sekali berbeda. Langit hitam dengan bintang-bintang yang bersinar terang, dan tanah di bawah mereka terasa lunak seperti pasir.

"Kita berada di mana, Maya?" Laila bertanya dengan gemetar.

Maya melihat sekeliling dengan penuh keheranan, "Aku tidak yakin, Laila. Tapi sepertinya kita tidak berada di kamar hotel lagi."

Sesuatu yang aneh dan tak terduga telah terjadi setelah mereka menyentuh cermin antik itu. Mereka kini terjebak di dalam dimensi yang misterius, di suatu tempat yang tak dapat dijelaskan oleh akal sehat. Apakah ini akhir dari petualangan mereka atau awal dari sesuatu yang jauh lebih besar? Hanya waktu yang akan memberikan jawaban pada pertanyaan mereka.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Time Travel Kerajaan Majapahit (BAB 1-6) ... Bersambung
0
0
Fariz, seorang sejarawan muda, menemukan sebuah artefak kuno yang tak sengaja membawanya kembali ke masa kerajaan Majapahit. Tanpa disadari, dia terlempar ke tahun 1350, pada masa kejayaan kerajaan di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Fariz harus menyesuaikan diri dengan kehidupan abad ke-14 yang penuh intrik politik, kebudayaan yang berbeda, dan teknologi yang sangat terbatas.Di sana, Fariz bertemu dengan Ayu, seorang putri bangsawan yang cerdas dan pemberani. Bersama-sama, mereka menyelidiki ancaman yang dapat mengubah jalannya sejarah Majapahit. Fariz juga berusaha mencari cara untuk kembali ke masa depan, sambil mencoba mengungkap rahasia di balik artefak yang membawanya ke masa lalu.Namun, semakin lama Fariz berada di Majapahit, semakin terikat ia dengan kehidupan dan orang-orang di sana. Ayu dan Fariz menghadapi banyak tantangan, termasuk konspirasi di istana, ancaman dari musuh luar, dan dilema pribadi Fariz tentang apakah ia harus kembali ke zamannya atau tetap tinggal di Majapahit.Dalam perjalanan ini, Fariz belajar banyak tentang keberanian, cinta, dan pengorbanan, serta memahami pentingnya sejarah dan identitas budaya. Akankah Fariz dapat menemukan jalan pulang, atau akankah ia memutuskan untuk tinggal dan melindungi kerajaan Majapahit dari ancaman yang bisa merusak sejarah?Novel ini adalah kisah petualangan yang menggabungkan elemen sejarah, fantasi, dan romansa, membawa pembaca pada perjalanan yang menegangkan dan memikat di salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan