Cerita ini bagian dari novel online “The Little Adventure of Nuel."
Biar makin menikmati, baca saja dulu chapter- chapter sebelumnya.
17 Agustus 2002
Cuaca cerah
Halo, negaraku, Indonesia. Selamat ulang tahun yang ke-57. Kata Bu Silaen, kata ’dirgahayu' artinya tak jauh berbeda dengan selamat ulang tahun atau panjang umur. Dalam bahasa Inggris, itu memiliki arti yang sama dengan ‘anniversary’. Boleh dong aku berteriak, “Dirgahayu, Republik Indonesia!”
Kali ini aku tidak mengikuti upacara bendera. Tanggal 17 Agustus jatuh pada hari sabtu. Mami mengijinkan aku untuk tidak mengikuti upacara bendera. Padahal harusnya aku datang ke sekolah. Upacara bendera mulai diadakan pada pukul 7 pagi. Sudah lama sekali aku tidak berangkat pagi. Alhasil, yah, aku kesiangan.
Bohong, deh. Aslinya aku hanya malas untuk bangun di jam enam pagi hanya untuk mandi, sarapan pagi, lalu berangkat ke sekolah dengan ojek atau becak. Sepertinya aku sudah terbiasa dengan jadwal aku yang sekarang masuk di sekitar jam setengah satu siang.
Ada enaknya masuk siang itu. Aku tak perlu repot bangun pagi. Paginya aku bisa menyempatkan diri untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Beberapa jadwal les privat pun dimajukan ke pagi hari, dan percaya atau tidak, sepertinya ikut les privat di pagi hari jauh lebih menyenangkan daripada les privat di jam satu atau dua siang. Aku juga masih bisa bermain game di komputer aku sebelum berangkat sekolah (yang mana aku paling suka bermain THE SIMS).
Yang tidak menyenangkan dari sekolah siang, menurutku, itu hanya lebih ke arah cuacanya. Matahari sedang terik-teriknya, aku harus pergi ke sekolah. Memang sih sudah menggunakan topi, tapi tetap saja malas sekali pergi ke sekolah saat panas matahari sedang menyengat. Lebih menyebalkan saat pelajaran Olahraga. Mengikuti pelajaran Olahraga di atas jam dua belas siang itu sangat tidak menyenangkan.
Untungnya, jam Olahraga di kelas aku jatuh setelah azan Ashar. Sudah bisa dibilang sore hari. Mataharinya tak terlalu menyengat. Apalagi jam Olahraga merupakan jam pelajaran terakhir. Begitu selesai, yah, tinggal pulang. Tak perlu ganti baju. Tinggal keluar dari sekolah dengan masih mengenakan kaus olahraga yang berupa kaus berwarna biru tua dan putih dan celana panjang berwarna sama. Seperti yang terjadi di hari senin, tanggal 29 Juli yang lalu, saat Pak Maruap sedang mengajarkan kami materi tentang lempar cakram. Udaranya yang sudah tidak panas, itu membuat aktivitas melempar cakram atau peluru tak terlalu berat. Bagi yang suka sekali bermain basket, bermain basket di sore hari lebih menyenangkan daripada bermain basket di jam satu siang, yang mana matahari di jam satu siang itu panas banget. Nggak kuat, deh.
Bulan Agustus ini lumayan berat juga untuk aku. Ada beberapa ulangan. Ada ulangan PPKN, Bahasa Inggris, Ekonomi, Biologi, Bahasa Sunda, dan Matematika. Argh, aku benci banget Matematika. Semoga saja hasil aku belajar Matematika bersama Pak Ramlan tak sia-sia. Jujur saja, cara mengajar Pak Ramlan jauh lebih mudah dipahami daripada cara mengajar Pak Nelson. Aku cepat memahami materi-materi Matematika. Yang tak bisa kupahami dari Pak Nelson, dengan mudah kupahami saat diajarkan oleh Pak Ramlan. Yah, semoga saja ulangan Matematika nanti aku tidak mendapatkan nilai merah. Bulan lalu, saat Pak Nelson mengadakan ulangan mendadak, aku dapat nilai tiga. TIGA. Wah, parah sekali, kan, aku. Segitu tidak sukanya dan lemahnya aku dengan Matematika.
Sementara ulangan PPKN, aku tak mempermasalahkan. Mudah, mudah. Untuk ulangan Bahasa Sunda, menurut kabar dari Pak Poltak, ini ulangan Bahasa Sunda yang terakhir. Pelajaran Bahasa Sunda akan diganti menjadi Bahasa Mandarin. Sebagian teman aku yang berdarah Tionghoa cukup antusias dengan pergantian tersebut. Jelas saja mereka senang sekali. Jika benar diganti ke Pelajaran Mandarin, yang berdarah Tionghoa pasti tidak akan merasakan kesulitan. Saat mendapatkan pekerjaan rumah atau bersiap ulangan Mandarin, mereka bisa bertanya langsung ke orangtua atau kerabat mereka yang lain. Yang kudengar, belajar aksara Mandarin itu sulit sekali. Aksaranya seperti cacing-cacing.
Untuk ulangan Biologi, ulangannya boleh buka buku. Karena kami hanya disuruh menjawab kumpulan soal-soal yang berada di buku paket. Yang ulangan Ekonomi, apa yang kuhapal, puji Tuhan, keluar di dalam soal ulangan Ekonomi yang dibuat oleh Pak Endi.
Semoga saja ke semua ulangan itu, aku mendapatkan nilai di atas angka enam. Hanya ulangan Bahasa Inggris yang sudah keluar. Aku mendapatkan nilai tujuh. Lumayan, daripada dapat nilai enam atau lima. Akhir-akhir ini aku agak kesulitan dengan mata pelajaran bahasa Inggris. Terasa sulit sekali. Dengan Septeni saja, aku sudah kalah level. Padahal Septeni jarang sekali berada di tiga besar.
Desas-desus, ulangan Matematika sudah dibagikan. Kata Lausandi, ulangannya dibagikan di jam pulang sekolah. Aku dan beberapa murid sudah pulang. Ujar Lausandi, “Makanya jangan buru-buru pulang dulu, Nuel. Kata anak-anak, lu dapet nilai seratus. Paling tinggi dibandingkan anak-anak. Coba tanya Yoshi, mungkin dia masih nyimpen lembar ulangan anak-anak yang belum dia bagiin. Selamat, yah, Nuel. Gue kalah, deh, dari lu."
Tak butuh waktu lama, aku menghampiri Yoshi yang asyik membaca komik Slam Dunk. Dia cengengesan berkata, “Waduh, gue nggak tau, tuh, waktu itu gue tarok di mana, yah.”
Astaga, kenapa tak bertanggungjawab begitu? Dirimu yang diberikan tanggung jawab oleh Pak Nelson untuk membagikan hasil ulangan Matematika, kenapa harus bilang seperti itu? Jika benar aku mendapatkan nilai seratus, alangkah senang diriku. Bayangkan saja, seorang Nuel yang lemah di dalam mata pelajaran Matematika, dengan beruntung dan ajaib dia mendapatkan nilai seratus. Itu peristiwa yang sangat langka. Sayangnya, hingga aku lulus SMP kelak, bukti aku pernah mendapatkan nilai seratus di ulangan Matematika, bukti itu tak pernah berada di tangan aku. Aku marah, menangis, dan kecewa sekali. Aku kecewa dengan Yoshi dan lainnya. Kenapa tidak disimpan baik-baik. Atau, setidaknya serahkan kembali ke ruang guru.
Oh iya, katanya, setiap murid wajib lapor ke ketua kelas, atau ke Mareta sebagai wakil ketua kelas, untuk kegiatan upacara bendera sabtu kemarin. Jika tidak melaporkan, akan dianggap absen. Tadi aku sudah bilang aku datang saat upacara bendera (padahal bohong). Sepertinya Mareta tidak menggubris kata-kata aku. Aku kesal.
Omong-omong, aku juga kesal ke Mami yang di jam Istirahat, dia malah datang ke sekolah. Iya, aku tahu dia panik karena aku tak kunjung pulang sejak ikut pelajaran Komputer di pagi hari, dan tak pulang dulu. Tapi, tak harus disusul ke sekolah, apalagi sampai menitipkan uang untuk aku jajan di sekolah ke Andri. Aduh, malunya aku. Aku tahu aku salah tak memberikan kabar lebih dulu. Aku malu banget, Mi.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰