
Artikel ini adalah sekelumit kisah Temple Grandin. Ia dianggap aneh, ditolak, disepelekan, dirundung. Ia memang beda dan menyandang autisme. Tapi dialah yang mengubah industri daging pangan dunia menjadi maju sekaligus humanis seperti sekarang.
“Orang normal” bisa belajar banyak bagaimana menjadi manusia yang lebih mulia, dari seorang Temple Grandin, profesor unik dan istimewa yang berpikir seperti seekor sapi. Kalau dia bisa belajar menjadi manusia yang mulia dari sapi-sapi, kenapa kita tidak?
Artikel...

Temple Grandin
Manusia normal pada umumnya saja sering sulit. Apalagi bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Misalnya kamu memiliki Autisme atau ADD (Attention Deficit Disorder) atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Jangankan memusatkan perhatian (dalam waktu relatif lama), mau diam aja sulit! Gangguan ini terjadi karena ada gangguan pada saraf otak. Mereka yang sudah memiliki gangguan seperti ini saja masih ditambah seringkali dirundung (bully) dan mendapat perlakuan tidak adil.
Mary Temple Grandin adalah seorang profesor perempuan di bidang saintis hewan di Universitas Colorado, Amerika Serikat. Temple merupakan anak tertua dari 4 bersaudara. Di usia 2 tahun ia didiagnosa menderita kerusakan otak (yang kemudian tidak terbukti). Usia 3,5 tahun dikatakan memiliki disleksia karena belum juga bisa berbicara. Ketika remaja ia didiagnosa sebagai penyandang autistic savant atau penyandang autisme dengan sindrom savant. Artinya penyandang autis tapi brilian bahkan jenius! Ini nyata loh, kawan!
Temple, yang 29 Agustus 2022 lalu genap berusia 75 tahun, sampai saat ini juga menjadi motivator perihal autisme dan saintis. Selain itu ia juga ahli peternakan khususnya sapi (ethical livestock handling). Saya sengaja tebelin kata "ethical". Kenapa mesti etis? Apa bedanya peternakan etis dengan tidak etis? Hubungannya apa antara industri pengolahan daging dengan etika?

>>>follow dan dukung karya Jalahati dengan membeli atau berdonasi di @Karyakarsa.com/jalahati<<<
Penyandang autisme yang mampu melihat lebih "sempurna"
Tesis S2 Grandin yang meneliti tentang lenguhan sapi, mendapat banyak cibiran walaupun sudah mendapat apresiasi tinggi dari majalah "Cattle" dengan menyebut teknologi ciptaannya sebagai mahakarya. Ini contoh kasus nyata seperti yang saya katakan di awal ya. Sudah dapat label mahakarya aja masih dicibir loh! Hanya karena dia unik, punya cara & pendekatan yang aneh, dan seorang perempuan di dunia kerja yang mayoritas laki-laki. Menilai fisik saja tanpa relevansi dengan konteks. Dunia beruntung karena Grandin tidak menggubris gunjingan dan cibiran yang dilemparkan kepadanya. Ia memilih keras kepala dan pantang menyerah. Mungkin karakter ini juga yang membantunya bisa terus fokus ya... Singkat cerita, akhirnya Grandin berhasil meyakinkan pemilik peternakan untuk membuat desain khusus prosedur pemotongan sapi berdasarkan riset dan rancangannya.
Teknologi ini diciptakan Grandin dari keprihatinannya ketika melihat cara memperlakukan sapi potong yang dinilainya tidak menghormati hidup si sapi. Tidak berperikebinatangan gitu. "Mereka bukan benda mati loh... Mereka makhluk hidup yang layak kita hormati. Terlebih lagi kita kan bergantung pada sapi-sapi ini" Begitu mungkin argumen Grandin saat itu. Namun fakta memang menyatakan bahwa sapi-sapi yang stres ketika akan dipotong, menurunkan kualitas daging. Belum lagi inefisiensi dalam proses pemotongan, mulai dari mengarahkan sapi dari kandang hingga ke tempat penjagalan yang mengakibatkan pada besarnya biaya.

>>>Baca juga artikel menarik lainnya: Polisi dan Ketika Ulang Tahun. Hanya di Jalahati<<<
Menurut Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) berdasarkan data tahun 2021, konsumsi daging sapi dunia rata-rata sebesar 6,4 kg per orang. Indonesia sendiri membutuhkan rata-rata 2,2 - 2,5 kg per orang dikali sekitar 270 juta jiwa. Nah, total berapa ratus ribu ton per tahun tuh? Bayangkan kalau ga ada daging sapi, mau kamu diganti makan daging tikus?! Saya mending ganti daging babi! Oops! Hehehe...

Grandin yang unik, memiliki perspektif yang unik juga, kawan. Pengamatannya juga tajam. Bagaimana tidak, ia bisa mendapati bahwa seekor sapi yang tau akan dipotong sekalipun bahkan bisa berlaku tenang, percaya, dan pasrah untuk dijagal, ketika manusia memperlakukan dan menjaga mereka dengan sepantasnya. Aneh tapi nyata tapi saintis! Kini teknologi ciptaan Grandin digunakan dalam peternakan sapi modern di seluruh dunia.
The Woman Who Thinks Like A Cow
Grandin memberikan lebih banyak hal penting kemudian bagi dunia saintis hewan dan terutama bagi para orangtua dengan anak berkebutuhan khusus (mostly autism). Ia memberikan insight dari perspektif seorang penyandang autisme. Buat saya itu ibarat berlian langka. Dunia termasuk kita bisa belajar banyak bagaimana menjadi manusia yang lebih mulia dari seorang Grandin, profesor unik dan istimewa yang berpikir seperti seekor sapi. Kalau dia bisa belajar menjadi manusia yang mulia dari seekor sapi, kenapa kita tidak?
Fokus Pada Kepantasan
Berfokus pada satu tujuan apalagi dalam waktu lama seringkali sulit dilakukan. Ada penyebab dari luar maupun dalam. Kita pasti berharap mendapat dukungan moril ataupun materiil dari kerabat, sahabat, bahkan pejabat. Dukungan doa, like, love, jempol, review dan komen positif pun membahagiakan kita. Kita jadi makin semangat, makin fokus dalam berupaya dan berkarya. Buruk ceritanya jika yang kita dapat justru cemooh atau kritik. Kritik yang katanya membangun sekalipun (membangun cangkemmu). Menjaga fokus & mental saat diusik bisa jadi tidak hanya sulit bahkan membuat kita terpuruk gagal lalu mental down.
Entah mengapa manusia cepat bereaksi pada sesuatu yang berbeda, aneh, asing... Hati & mulut manusia didesain dengan luar biasa dan kompleks. Hatinya bisa tulus memuji namun juga tergoda untuk mencemooh. Dan dari lidah yang sama menjulurkan madu serta bisa. Manusia menjadi makhluk paling agung diantara makhluk ciptaan Tuhan. Tapi bisa melakukan perbuatan paling terkutuk. Semua bergantung pada manusianya. Anugerah Tuhan memang cuma-cuma diberikan, tetapi kepantasan menerimanya harus dibuktikan.

Jika sempat mampirlah ke situs ini untuk mengenal Dr. Temple Grandin lebih dekat.
I think using animals for food is an ethical thing to do, but we've got to do it right. We've got to give those animals a decent life, and we've got to give them a painless death. We owe the animals respect.
—Temple Grandin

Sumber:
Wikipedia https://en.m.wikipedia.org/wiki/Temple_Grandin
Situs Temple Grandin https://templegrandin.com/
Temple Grandin (NHD 2017 documentary entry) - Nessie Hannasus https://youtu.be/pMBjxyuXhtc
Sumber-sumber lain

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
