Bab 5 | Teman?

1
0
Deskripsi

Kira-kira Sean mau ketemu sama siapa ya?


“Akhh” rintih Sean yang tiba-tiba merasakan perih pada leher kanannya. Ia hanya menggelengkan kepalanya saat Raka bertanya, bersyukur hanya Raka yang mendengar rintihannya tadi. Sean tidak mau membuat suasana yang sedang riuh dengan tawa menjadi canggung karenanya. Sean pikir mungkin lehernya tak sengaja tergores sesuatu tadi.

Sean merasa nyaman dengan adik-adik tingkatnya ini, meskipun ia lebih banyak menjadi pendengar dan hanya menjadi pihak yang tertawa dengan lelucon Gio. Namun tidak dengan Raka yang saat ini merapatkan tubuhnya ke arah Sean. Ya, karena Geby tentunya.

Percakapan mereka mengalir begitu saja tanpa mereka sadari. Melupakan status senior-junior diantara mereka. Beberapa kali mereka di tegur oleh petugas perpustakaan karena tidak sengaja tertawa lepas tak membuat mereka berhenti membuat lelucon. Bu Rina, petugas perpustakaan itu mungkin sudah lelah menegur mereka hingga akhirnya membiarkan. Mungkin karena keadaan perpustakaan yang sudah sepi dan hanya ada mereka berenam di sana.

“Setengah jam lagi tutup, pulang aja yuk guys?” ucap Raka. Lalu mereka pun mengembalikan beberapa buku yang mereka ambil tadi ke rak semula. Mereka pun pergi dari lingkungan kampus dan berpisah menuju tempat tujuan masing-masing. Begitu juga dengan Sean dan Raka.

Senja sudah menghiasi langit kota itu ketika Sean sampai di rumah. Melihat ayahnya yang sudah berada di rumah dan menikmatinya teh membuat Sean mengerutkan keningnya. Sangat jarang beliau pulang sebelum hari gelap. Namun Sean malas bertanya, daripada pembahasan hari kemarin kembali terulang. Sean belum siap.

"Kakak," panggil Mentari yang melihat Sean di sana. Hingga Ayah Sean pun menyadari kehadiran putra keduanya itu. Sean tersenyum melihat adiknya yang berlari ke arahnya dengan tangan yang penuh cat dan membawa kanvas berukuran kecil. Sean paham, Mentari pasti akan menunjukkan lukisannya karena besok hari Sabtu adalah jadwal mengikuti kelas melukisnya.

"Challenge kelas besok? Bagus," ucap Sean memberi apresiasi pada kerja keras adiknya itu. Ia mengusap kepala adiknya dengan penuh rasa bangga.

"Masa ditunjukkin ke Kak Sean doang? Ayah engga nih?" tanya Tuan Tara yang melihat kedua anaknya berbincang.

"Ngga mau. Ayah mana tau tentang lukisan Mentari. Ayah taunya bisnis, membosankan," ucap Mentari yang terlihat kesal dengan tangannya yang bersidekap di dada. Lalu ia menghentakkan kakinya dan kembali ke kamar. Sean menahan tawanya melihatnya, gemas sekali anak kecil itu.

Mengingat tentang dirinya, kakak, dan adiknya tak terlihat sedikitpun bakat dalam dunia bisnis meskipun bisnis Perusahaan Wantara yang bergerak di bidang properti dan sudah memiliki nama yang besar membuat Sean berpikir, wajar saja banyak diluar sana yang seperti Sean. Beberapa dari mereka tak mau melanjutkan bisnis keluarganya karena memang bukan bakat mereka dan memilih bekerja pada orang lain yang sesuai dengan keinginannya. Sean tahu ini egois.

Bagas kini menekuni pekerjaannya sebagai aktor. Mentari yang masih kecil sudah terlihat tak memiliki ketertarikan dengan pekerjaan ayahnya. Begitu juga dengan dirinya, ya memang ia belajar teknik sipil tapi tidak dengan bisnisnya bukan?

"Sean, sini nak," ucap Tara.

Sean menurut. Ia pasrah jika akan membahas hal itu lagi. Sean duduk dan menatap ayahnya. Tara menghela napasnya sebelum akhirnya ia berbicara.

"Ayah bukan mau bicara tentang itu, tenang saja. Tapi, mulai besok kalau mau kemana-mana dianter sopir saja ya?" ucap Tara membuat Sean bingung. Selama ini beliau tidak masalah jika Sean pergi tanpa sopir. Ayahnya juga mengenal Raka yang notabennya teman yang hampir setiap hari menjadi ojeknya itu.

"Bukan apa. Masa mobil nganggur malah nebeng temen," ucap Tara. Namun Sean tahu bukan itu maksud ayahnya.

"Sean nggapapa Yah," ucap Sean dengan tenang namun tidak dengan pikirannya. Melihat ayahnya yang hanya diam, Sean berusaha mengalihkan topik dengan membahas masa kuliahnya.

"Ayah, gimana kalau nanti semester depan pas KKN, apartemen yang dulu Sean pakai lagi?" ucap Sean membuat Tara terkejut.

"Don't you dare, Ocean," ucap Tara dengan tegas. Sean hanya menghembuskan napasnya melihat ayahnya pergi. Sean lupa pembahasan itu adalah sesuatu yang sensitif bagi ayahnya. Bukannya mengalihkan pembicaraan tapi percakapan malah berhenti secara tidak mengenakan.

===
Malam harinya, pukul 20.00 WIB Sean yang sedang merebahkan tubuhnya di kasur dikejutkan dengan dering ponsel yang menampilkan nama seseorang. Tanpa pikir panjang ia menekan tombol hijau pada ponselnya.

"Ada apa?" tanya Sean.
"Ketemu di cafe xxxx, 30 menit lagi," ucap orang itu lalu ia memutus sambungan teleponnya.

Sean sebenarnya sudah malas keluar, ia sudah merindukan tempat tidurnya. Tapi Sean pikir mungkin sesuatu yang penting hingga orang tadi menelponnya tanpa basa-basi sedikitpun. Sean bergegas menuju cafe yang dimaksud dengan membawa motor Scoopi-nya. Setelah beberapa hari nebeng Raka, akhirnya Sean kembali memakai motor kesayangannya itu.

Setelah sampai, Sean mencari tempat duduk yang kosong dan menunggu orang yang tadi menelponnya. Namun Sean dikejutkan oleh Raka yang tiba-tiba berada di sana.

"Kagetnya biasa aja dong! Tumben lo ke sini ngga ngajek gue?" tanya Raka.

"Lagi pengin sendiri. Bahasa gaulnya me time," ucap Sean. Raka mengangguk lalu ia duduk di meja yang sama dengan Sean.

"Halah me time mah tinggal tidur di kamar, sama-sama sendirian kan?" ucap Raka. Dalam hati Sean juga menyetujui ucapan Raka. Karena pada nyatanya Sean datang ke cafe itu juga karena janji temu.

Tak lama Sean melihat orang itu memasuki cafe, berjalan ke arahnya. Namun Sean melihat bukan hanya orang yang ingin Sean temui yang berjalan menuju ke arahnya. Sean hanya bisa menghembuskan napas, gagal sudah janji temunya. Mengapa semua orang berada di cafe ini sekarang?

"Sean Raka, ketemu lagi kita," ucap Naren.

"Halo kak," ucap Gevan dan Gio yang datang bersama dengan Naren.

"Ini kok jadi kaya janjian kita kumpul di sini ya haha," ucap Raka.

"Gue tadi sama temen gue ini, Pandu namanya. Di jalan ketemu mereka motornya mogok dan ternyata mereka juga mau ke sini. Eh ternyata kalian kenal mereka juga?" ucap Naren dan ia memperkenalkan temannya yang bernama Pandu itu. Sean dan Raka pun memperkenalkan diri.

"Iya, untung ada Kak Naren jadi dianterin ke bengkel dan dapet tebengan juga ke sini hehe," ucap Gio.

"Motor Gio mogokan kak, maaf ya jadi menuhin jok mobil lo," ucap Gevan pada Naren.

Hingga akhirnya mereka duduk dalam satu meja yang sama. Dengan Sean yang kesal menatap orang yang tadi menelponnya tetap bisa bercanda dengan yang lainnya. Seharusnya Sean tahu cafe ini tempat yang tak cocok. Sungguh, memang paling benar tidur saja. Percuma Sean pergi malam ini.

===
Setelah hampir satu jam mereka di sana, Sean pamit pulang lebih dulu dan diikuti oleh Raka.

"Lo kenapa sih Ce?" tanya Raka setelah mereka di luar cafe.

"Bantet njir, geli gue lo manggil gitu. Ya gue kenapa emang?" ucap Sean.

"Gue tau lo lagi kesel," ucap Raka. Sean hanya diam. Memang salah jika ia menyembunyikan satu hal kecil saja pada Raka, ia sudah bisa membaca pikirannya. Namun Sean belum bisa menceritakan orang itu pada Raka saat ini. Belum saatnya.

"Me time gue gagal," ucap Sean membuat Raka tertawa. Sean hanya memutar bola matanya malas dengan ledekan Raka. Sean pun meninggalkan Raka yang masih tertawa, ia pergi melajukan motornya lebih dulu dan pulang.

===
Sean melajukan motornya dengan kecepatan sedang, ia melihat sekitar sekiranya melihat jajanan untuk dibawa pulang. Namun bukannya melihat pedagang, Sean melihat seseorang membawa banyak kotak bahkan sampai Sean tak melihat wajahnya karena tertutup kotak itu. Sean tergerak hatinya untuk membantu, ia hanya mengingat bagaimana kalau seseorang itu adalah ibu hamil atau orang tua yang pulang bekerja dan di tunggu anaknya di rumah?

"Permisi bu, butuh bantuan?" tanya Sean. Lalu perempuan itu menoleh ke arah samping di mana Sean berada, keduanya terkejut melihat siapa yang ada di hadapan masing-masing.

"Tala?" ucap Sean.

"Bu bu, gue setua itu ya Kak?" ucap Tala.

"Eh maaf. Muka lo ketutupan soalnya," ucap Sean. Tala mengangguk.

"Btw kak, gue butuh bantuan hehe," ucap Tala.

Lalu Sean pun mengambil beberapa kotak yang ternyata berisi bunga. Memang tidak berat, tapi bukankah bahaya jika membawa 5 kotak besar sampai menutup pandangan? Apalagi Tala mengatakan bahwa bunga itu akan dibawa ke toko tempatnya bekerja dan Sean tahu itu masih terlalu jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Apalagi ini sudah malam. Terlalu rawan untuk perempuan.

"Ngga mau gue anter aja?" tanya Sean. Tala yang mendengar pertanyaan sedikit aneh di telinga pun mengerutkan keningnya, bingung.

"Y-ya kalo Kakak nawarin, gue ngga nolak sih Kak," ucap Tala. Akhirnya Sean memberikan tumpangan pada gadis itu sampai tujuan.

===
Saat ini, Sean berada di tempat pedagang bubur kacang ijo langganan Tala. Burjo Kang Slamet namanya, keduanya datang bersama karena Tala yang memaksa sebagai permintaan maaf tentang kejadian siang tadi dan juga ucapan terima kasih karena sudah mengantarnya.

"Eh Mbak Tala, udah punya gandengan ya ini," ucap Kang Slamet.

Mereka tahu beliau hanya bercanda, tapi mereka yang notabennya baru kenal satu hari menjadi canggung dibuatnya. Tak mengindahkan kalimat itu, Tala memesan dua burjo lalu mengajak Sean untuk duduk di bangku yang tersedia. Mereka duduk saling berhadapan. Menunggu burjo mereka disiapkan, keduanya hanya diam cukup lama. Sean yang tak suka suasana canggung seperti ini pun berusaha mencairkan.

"Rumah lo dekat sini?" tanya Sean. Tala pun mengangguk.

"Iya, deket. Jalan kaki 2 menit aja sampe Kak," ucap Tala.

"Sama orang tua? Atau lo ngekos?" tanya Sean lagi.

"Sama orang tua. Deket juga kan dari kampus hehe. Orang tua gue juga asli orang sini Kak," ucap Tala. Sean mengangguk menanggapi pernyataan itu. Hingga tak lama burjo mereka telah siap dan mereka pun makan burjo itu sambil mengobrol banyak hal.

Malam ini Sean dapat menyimpulkan bahwa  Tala gadis yang ramah dan punya banyak kenalan. Mereka baru duduk sekitar 20 menit di warung ini saja Sean sudah beberapa kali melihat Tala disapa oleh pembeli lainnya. Tak jarang juga Tala bercanda dengan Kang Slamet hingga membuatnya tertawa.

"Kak Sean," panggil Tala. Sean pun menoleh dan hanya menjawab dengan deheman karena baru saja memasukkan satu sendok burjo ke mulutnya.

"Kak Sean kenapa ganteng, gue jadi suka," ucap Tala. Entah dalam keadaan sadar atau tidak Tala mengucapkannya, namun kalimat itu berhasil membuat Sean tersedak burjo yang sedang ia lahap.
=====

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Bab 4 | Pewaris
1
0
Mimpi dan tanggung jawab 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan