Jujutsu World Establishment After Defeating the Boss Ch. 3

0
0
Deskripsi

Chapter 3 - Keluarga Kampus yang "Harmonis dan Akrab"

Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya
~*~
 

Chapter 3
Keluarga Kampus yang "Harmonis dan Akrab"

Saat Yuji mulai serius merenungkan dirinya sendiri, dua orang di depannya sudah mulai ngobrol.

"Orang-orang tua di sini galak-galak semua. Mereka loncat-loncat minta aku cepet-cepet ngebunuh kamu dan Itadori!" Satoru menggerakkan tangannya seolah-olah sedang menggorok lehernya, mendekati Sukuna dengan ekspresi main-main. "Tapi aku yang melawan mereka semua dan dengan gagah berani memutuskan buat nyelamatin kamu, Sukuna!"

Sukuna butuh semua jarinya buat mengembalikan kekuatannya.

Sementara itu, Satoru dan para penyihir lain ingin menunggu sampai Sukuna lengkap sebelum membunuhnya sekali dan untuk selamanya.

Setelah dipastikan bahwa Yuji bisa menahan Sukuna, tidak ada lagi permusuhan tajam antara Sukuna dan para penyihir—setidaknya, sampai mereka menemukan semua dua puluh jarinya. Justru sekarang mereka harus menjalin hubungan kerja sama yang erat.

Satoru, yang bahkan nggak sadar kalau Sukuna punya empat tangan, berhadapan dengan Raja Kutukan yang penuh misteri dan jauh dari gambaran kutukan pada umumnya. Saat mengingat catatan yang diwariskan di keluarga Gojo, dia merasa kalau orang di depannya ini... menarik. "Seru banget." "Asik banget." "Bakal jadi hiburan yang menyenangkan."

Seperti petugas sensus yang sedang mendata penduduk, pria berbanda hitam itu mencondongkan kepalanya dengan gaya imut dan mulai melontarkan pertanyaan bertubi-tubi.

"Nona Sukuna, umur kamu berapa sih? Aku kira kamu udah ada sejak seribu tahun yang lalu. Berapa lama kamu hidup? Kayaknya mati muda, ya?"

"Kamu punya orang tua nggak? Atau muncul begitu aja dari batu? Atau tiba-tiba jatuh dari langit pas ada ledakan gede?"

"Kamu udah bunuh berapa orang sekarang?"

Sukuna terkejut. Sebagai musuh masa depan, bukannya dia harusnya peduli sama kekuatannya?

Ini kayak ketemu pendekar pedang, bukannya ngobrol soal pedang andalan masing-masing, malah nanya udah makan apa belum.

Pertanyaan-pertanyaan ini... sama sekali nggak penting.

Umur, orang tua, jumlah orang yang dibunuh—bagi seorang kultivator, hal-hal itu nggak ada artinya.

Tapi karena jarang ada orang yang kekuatannya cukup kuat sampai bikin dia tertarik, Sukuna pun mencoba mengingat masa lalunya.

"Kalau nggak salah, aku 120 tahun," jawabnya santai.

Walaupun dia udah menyepi selama lebih dari 90 tahun, kalau dihitung dari waktu lahirnya, memang segitu umurnya.

Begitu mendengar jawabannya, Yuji dan Satoru langsung melongo.

Satoru, yang selalu bangga sebagai cowok tampan dengan wajah awet muda, refleks pegang mukanya sendiri dan seketika merasa... tua.

"Soal orang tua... Aku nggak pernah ketemu mereka." Sukuna dibesarkan oleh murid pertamanya sekaligus mantan Raja Iblis. Dia nggak pernah tahu siapa orang tuanya, dan nggak butuh tahu.

Dia duduk bersila santai di atas tatami, mata merah darahnya tetap tenang di balik rambut pink panjangnya. Nggak ada sedikit pun emosi saat dia menyebut kata "orang tua".

Bagi kebanyakan orang, dua kata itu punya makna besar. Tapi bagi Sukuna? Dia nggak pernah tahu, nggak pernah penasaran, dan nggak pernah peduli.

Seolah-olah dia memang ditakdirkan buat sendirian sejak lahir.

Yuji, yang juga tumbuh tanpa orang tua dan dibesarkan oleh kakeknya, mendengar jawaban itu dan mendadak muncul keinginan untuk tahu lebih dalam.

Apa yang sebenarnya dia alami sampai bisa jadi seperti ini?

Satoru sendiri juga nggak punya ikatan emosional dengan orang tuanya, yang lebih menganggapnya sebagai dewa keluarga Gojo. Melihat Yuji yang mulai tenggelam dalam pikirannya, dia pun langsung mengacak-acak rambut pink Sukuna. "Oke, sekarang bilang, udah bunuh berapa orang, Nona Sukuna?"

Fakta bahwa seluruh dunia kutukan pernah bersatu buat memburunya itu luar biasa. Satoru sendiri belum pernah mencapai prestasi kayak gitu. Jadi, apa yang sebenarnya dia lakukan?

"Aku bukan Sukuna. Aku adalah seorang kultivator iblis dari dunia lain." Sukuna mengoreksi dengan nada datar, tapi nggak mengulanginya lagi. Dia toh sudah mencoba menjelaskan sekali, dan terserah orang lain mau percaya atau nggak.

Satoru mengangguk-angguk, meski sebenarnya nggak sepenuhnya percaya.

Sosok di depannya jelas bukan manusia.

Kutukan memang secara alami punya kebencian terhadap manusia, dan semakin kuat kutukan itu, semakin licik mereka.

Dia mencoba mencerna kata "kultivator iblis". Dengan Six Eyes-nya, dia bisa melihat dengan jelas bahwa ini memang Raja Kutukan dari seribu tahun lalu, tapi kenapa dia mengubah identitasnya?

Meskipun nggak ngerti apa itu "kultivator iblis", kedengarannya sih bukan sesuatu yang baik.

"Soal berapa orang yang aku bunuh..." Sukuna mengingat masa ketika sekte iblisnya dikepung, saat para kultivator "jalan lurus" berlomba-lomba ingin membunuhnya. Dia udah membantai begitu banyak orang sampai nggak bisa ngitung lagi.

Dia bisa aja pura-pura baik buat mendapatkan kepercayaan para penyihir. Tapi sejak dulu, dia nggak pernah tertarik buat berpura-pura jadi orang lain.

"Ribuan orang." Sukuna menyebut angka itu dengan santai.

Bagaimanapun juga, setelah pertempuran besar itu, katanya jumlah orang dari sekte-sekte jalur lurus berkurang separuh, dan namanya jadi terkenal—dalam arti yang buruk.

Kalau dia diam saja, para kultivator jalur lurus itu bisa menguburnya hidup-hidup cuma dengan ludah mereka.

Meskipun wajahnya cantik dan tubuhnya terlihat lemah, aura arogansi bawaan Sukuna bikin nggak ada yang berani meragukan ucapannya.

Ekspresinya tetap datar, tanpa penyesalan sedikit pun. Dia nggak bilang kalau dia membunuh ribuan orang, melainkan ribuan semut.

Matanya dipenuhi warna darah. Dia adalah orang yang nggak peduli sama kehidupan manusia.

Yuji Itadori, seorang anak biasa yang tumbuh di zaman damai, nggak bisa memahami itu. "Kenapa mereka harus mati seperti itu?"

Sukuna sedikit terkejut. Belum pernah dia melihat domba kecil sepolos ini. Dia nggak bisa menahan diri untuk tertawa.

"Kenapa? Ya, karena aku ingin tetap hidup," jawabnya dengan santai.

Dia lahir dengan tulang iblis—sebuah keberadaan yang mengguncang dunia kultivator. Para kultivator iblis yang sebelumnya tertindas oleh kultivator Tao tiba-tiba mendapat harapan.

Sejak kecil, dia berlatih dalam sekte iblis. Begitu kabar lahirnya tulang iblis tersebar, sekte-sekte jalur lurus langsung datang mengepung, berusaha membunuhnya sebelum dia bisa berkembang.

Jadi, ya, dia membantai mereka semua.

Sukuna mengira domba kecil seperti Yuji bakal ketakutan. Bagaimanapun, di dunianya, orang-orang sudah terbiasa hidup di tengah pertumpahan darah. Tapi anehnya, ekspresi Yuji malah terlihat lebih tenang.

Yuji menghembuskan napas pelan.

Tanpa tahu apa yang sudah dialami orang di depannya, dia nggak bisa asal menilai.

Yang jelas, kalau bukan karena Nona Sukuna, dia, Megumi, dan para seniornya pasti sudah mati di tangan kutukan. Bahkan kalau Sukuna adalah Raja Kutukan, mereka bakal punya banyak waktu untuk mengenal satu sama lain.

Kalau suatu hari Nona Sukuna benar-benar jadi ancaman bagi manusia, dia bakal siap menyeretnya ke dalam kematian.

Tapi kalau tidak...

Yuji berbalik, matanya berbinar. Dia mengulurkan tangan, "Tadi aku belum sempat bilang. Nona Sukuna, tolong bimbing aku ke depannya."

Sukuna menatap tangan yang terulur itu dengan bingung. Alisnya sedikit berkerut. "Minta apa?"

"Ah, Yuji, Nona Sukuna nggak tahu budaya kita," sela Satoru, mendadak berubah jadi guru yang bersemangat.

Dia pura-pura menggenggam tangan Sukuna—yang jelas-jelas nggak berbentuk fisik—lalu mengayunkannya ke atas-bawah sambil tersenyum lebar.

"Artinya... Aku menantangmu!" katanya dengan gaya sok akrab.

Yah, wajar saja kalau dunia berbeda punya kebiasaan yang berbeda juga.

Sukuna melirik cara Satoru melakukannya, lalu mengerti.

Yuji, yang awalnya cuma ingin bersikap sopan, langsung merinding saat melihat mata Sukuna berubah seolah berkata, "Bocah ini benar-benar berani."

Detik berikutnya, Sukuna pun mengulurkan tangannya.

Satu tangan untuk wadahnya.

Satu tangan untuk pria kuat yang setara dengannya.

Tidak ada alasan untuk menolak berjabat tangan dengan mereka.

Dia tidak akan kalah.

Satoru hanya bisa tertawa ngakak melihat tangan Sukuna yang terentang ke dua arah, seperti penguin raksasa dengan sayap terbuka.

Dan di saat itu juga, dia merasa makin nggak sabar untuk kehidupan mengajar yang menantinya di masa depan...

Karena Yuji harus mengunjungi teman-temannya yang terluka dan mengurus pemakaman kakeknya, Sukuna baru pergi bersamanya ke Tokyo sehari kemudian.

Selama perjalanan, dia tetap diam di dalam tubuh Yuji, mengamati dunia yang aneh sekaligus menarik ini.

Menurut Satoru, cuma segelintir orang yang punya bakat jadi penyihir.

Sukuna mengubah istilah itu dalam pikirannya—pada dasarnya, kebanyakan orang di dunia ini nggak punya akar spiritual yang diperlukan untuk mulai berkultivasi.

Tapi meskipun begitu, mereka tetap berusaha memaksimalkan kemampuan mereka.

Ponsel kecil dari besi, mobil yang bisa melaju tanpa daya manusia, dan kereta cepat yang secepat kapal spiritual—Sukuna merasa perjalanan ini cukup menghibur.

Sampai akhirnya, ketika hampir sampai di tujuan, dia akhirnya menampakkan wujudnya.

Gadis berambut pink itu dengan santai menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga. Di bawah sinar pagi yang cerah, mata beningnya menatap puncak gunung di kejauhan.

"Itu sektemu?" tanyanya.

"Nona Sukuna, kamu sudah bangun?" Yuji kaget. Karena Sukuna diam seharian, dia pikir dia tertidur. "Sekte? Gojo-sensei bilang dia akan membawa kami ke Sekolah Kejuruan Teknik Kutukan Metropolitan Tokyo. Aku akan jadi murid di sana mulai sekarang."

Sukuna menatapnya sebentar, lalu mencibir.

"Kalau begitu, sekolahmu rendahan banget."

Ekspresi Sukuna sama sekali tidak menyembunyikan kekecewaannya. Matanya penuh dengan rasa tak percaya, dan sudut bibirnya yang sedikit turun memperlihatkan ekspresi jijik yang begitu jelas.

Dia memang hampir selalu berada di Sekte Iblis, tapi dia sangat yakin bahkan sekte kecil pun tidak akan seberantakan ini.

Kalau saja dia belum pernah bertarung dengan Satoru dan memastikan sendiri kekuatan orang itu benar-benar tidak diragukan, Sukuna mungkin sudah mengira dirinya kena tipu.

Suasana dalam mobil yang awalnya santai tiba-tiba jadi canggung.

Megumi langsung waspada, seperti menghadapi musuh besar.

Kutukan yang sejak tadi diam dan hanya menyembunyikan permusuhannya tiba-tiba mulai bicara dengan nada provokatif—pasti ada alasan lain di balik ini!

Tangannya sudah siap, jari-jarinya saling mencengkeram, bersiap menghadang kalau-kalau Sukuna berusaha mengambil alih tubuh Yuji kapan saja.

Yuji sendiri agak takut kalau Sukuna dan Satoru sampai bentrok lagi, lalu "insiden ledakan gas berantai" bakal terulang. Jadi, dengan senyum dipaksakan, dia mencoba mengalihkan perhatian, "Nona Sukuna, mau lihat aku menirukan komedian? Para senior dulu sempat bilang gayaku bagus, lho..."

Sementara itu, sang asisten direktur yang merangkap jadi sopir paruh waktu hanya bisa berusaha keras menjaga mobil tetap berada di jalanan gunung yang berliku.

Dalam hatinya dia sudah menangis— Lain kali kalau harus ikut perjalanan dinas sama Pak Gojo, aku bakal kasih jatah ini ke Nak Itadori saja. Aku nggak sanggup menghadapi situasi penuh tekanan seperti ini lagi!

Di sisi lain, Satoru yang memang nggak pernah memikirkan perasaan bawahan atau murid-muridnya, tiba-tiba membungkuk dan mengeluarkan buku catatan entah dari mana. Dengan santai membuka tutup pena menggunakan kekuatan sihirnya, dia berkata dengan nada penuh antusiasme seolah baru saja menemukan teman sejati, "Setelah sekian lama, akhirnya ada yang punya pemikiran yang sama denganku!!!"

Di halaman pertama buku itu, dia menulis dengan huruf besar: "Buku Saran & Masukan".

Setelah itu, masih dengan semangat membara, dia bertanya, "Nona Sukuna ada kritik atau saran khusus? Gojo-sensei yang luar biasa ini siap menyampaikannya!"

"Sekte kalian kecil banget," Sukuna berkomentar tanpa basa-basi. Bahkan sekte terkecil yang pernah dia lihat masih lebih layak daripada ini. Apalagi kalau dibandingkan dengan Sekte Iblis yang menguasai setengah benua—bahkan keluarga besar di dunia fana pun minimal punya beberapa gunung sendiri!

"Benar sekali!" Satoru langsung menyalahkan para tetua, sambil menulis di bukunya, "Tanahnya jauh dari Tokyo, tapi tetap nggak mau keluar duit buat beli properti yang lebih bagus!"

"Formasi pertahanannya juga buruk." Sukuna melanjutkan. Ini pertama kalinya dia melihatnya, tapi dia langsung bisa menilai bahwa formasi pertahanan di sekolah ini hanya berfungsi sebagai alarm. Efek pertahanannya hampir nggak ada, apalagi efek serangan balik. Dibandingkan dengan formasi perlindungan gunung yang pernah dia lihat, ini seperti penghinaan.

"Dicatat!" Satoru memutar-mutar penanya dan mengangguk setuju. "Itu juga yang kupikirkan! Sudah ribuan tahun dipakai, tapi nggak pernah ada upgrade! Minimal, bikin yang kalau alarmnya nyala, satelit langsung menerima sinyal dan menembakkan laser..."

"Wow, wow!" Yuji langsung antusias membayangkan adegan dalam film sci-fi.

Megumi, yang sudah terbiasa mendengar ide-ide gila dari gurunya, hanya bisa menghela napas, "Senjata biasa nggak mempan buat roh terkutuk. Roh terkutuk cuma bisa diusir dengan mantera."

"Ya, ya, kurang lebih begitu!" Satoru dengan santainya mencari alasan, lalu lanjut mengobrol seru dengan Sukuna.

Dan dalam waktu singkat, "Buku Saran & Masukan" itu sudah penuh dengan berbagai opini:

"Jalanan gunung ini susah banget dilalui." — Kata-kata asli dari Sukuna.

"Sebaiknya ditambah jalur zipline dari ketinggian! Kalau musim dingin, bisa dijadikan jalur ski!" — Saran tambahan dari Satoru Gojo.

"Muridnya terlalu sedikit." — Komentar Sukuna setelah tahu kalau siswa kelas satu cuma tiga orang.

"Sebaiknya Kepala Sekolah Yaga lebih sering datang ke rumah para penyihir dan berdebat sampai mereka mau mengirim anak-anaknya ke sini! Berjuang! (Satoru Gojo angkat jempol.jpg)" — Dorongan penuh semangat dari Satoru Gojo.

"Tambahkan toko kikufuku baru!" — Ini adalah harapan paling tulus dari Satoru Gojo.

Di antara pepohonan yang lebat, bangunan kayu bergaya kuno berdiri dengan elegan, tersebar di sana-sini.

"Yah, meskipun agak reot, ini tetap salah satu dari dua sekolah yang mengajarkan ilmu sihir!" Satoru yang sudah lama meringkuk di dalam mobil kecil akhirnya bisa meluruskan badannya. "Sekolah kita ini terkenal dengan tingkat kelulusan yang langsung dapat kerja 100%! Benar-benar keluarga yang harmonis dan penuh kehangatan!"

"Wow, wow, keren!" Yuji penuh semangat membayangkan sekolah dan teman-teman barunya nanti.

Sukuna memang nggak paham soal tingkat kelulusan, tapi dia mengerti maksud dari "harmonis dan penuh persahabatan." Dalam hati, dia berpikir—hmm, sekte ini kecil, tapi sepertinya cukup solid.

Sebagai pemandu tur dadakan, Satoru berkata dengan penuh antusias, "Selanjutnya, aku akan membawa Yuji dan Nona Sukuna bertemu kepala sekolah!"

"Kepala sekolah?" Sukuna menyipitkan mata, mulai merasa ada yang aneh. "Bukannya kamu yang terkuat? Kok bukan kamu yang jadi pemimpin sekolah ini?"

"Iya sih, iyaaa~ Tapi Pak Tua Yaga itu bawel banget~" Setelah melangkah beberapa langkah, Satoru tiba-tiba berbalik dan menyeringai. "Oh iya, Yuji... kalau kamu nggak lulus wawancara nanti, kamu bakal mati. Dan Nona Sukuna, kita mungkin nggak akan ketemu lagi untuk waktu yang sangat lama~"

Yuji, yang baru saja dapat kabar buruk ini, langsung pucat seputih kertas. Dia menjerit panik, sampai sekelompok burung terbang kocar-kacir dari pepohonan. "KAMU BOHONG!!!!"

Masalah besar, bisa ngatur orang terkuat, prosedur ketat...

Sukuna terdiam sejenak, lalu membayangkan sosok kepala sekolah mereka. Pasti seorang pria tua serius dengan janggut putih panjang, mirip tetua agung dari Sekte Sepuluh Ribu Pedang—seorang kakek tua yang umurnya ribuan tahun lebih lama dari seharusnya dan suka meremehkan orang lain.

Begitu mereka melewati formasi sekolah, tiba-tiba alarm berbunyi. Suaranya berkali-kali lebih nyaring daripada jeritan Yuji barusan.

Mendengar suara berisik yang familiar ini, Satoru menepuk dahinya dan berkata, "Lupa lagi. Nona Sukuna, meskipun kamu cuma berbentuk roh, kamu tetap punya sisa energi kutukan yang aneh, jadi sistem keamanan sekolah otomatis nyala."

Sukuna sudah menduga ini bakal terjadi, tapi... emang itu masalah dia?

Sementara itu, Megumi, yang awalnya berniat langsung ke asrama buat istirahat, merasa luka di kepalanya mulai berdenyut lagi.

Beberapa detik kemudian, seorang pria bertubuh kekar dengan kacamata hitam muncul di gerbang sekolah.

"SATOOORUUU!!! GOJOOOOO!!!"

"Yo!" Satoru sama sekali nggak merasa bersalah. Dia malah menunjuk ke arah Yuji dan Sukuna dengan santai, suaranya naik sedikit seolah ingin pamer. "Ini adalah jiwa dari wadah dan benda terkutuk tingkat khusus yang aku sebutkan padamu~"

Masamichi Yaga, yang sebelumnya cuma dengar tentang wadah tapi nggak pernah dengar soal jiwa, langsung merasakan tekanan darahnya naik drastis. Dan setelah mendengar kronologi lengkap soal bagaimana Sukuna bisa "dibangkitkan," amarahnya benar-benar memuncak.

"Oke, Satoru Gojo, kamu memang luar biasa ya. Aku suruh kamu ambil kembali jari Ryomen Sukuna, eh, kamu malah kembali dengan Sukuna-nya sekalian!"

"Betul sekali! Karena aku yang terkuat!" Satoru menggosok-gosok tangannya sambil tersenyum lebar. "Ada hadiah nggak nih karena aku menyelesaikan misi lebih dari yang diminta?"

Yaga sampai sesak napas saking kesalnya.

Tapi detik berikutnya, tiba-tiba ada buku catatan yang dijejalkan ke tangannya.

Dengan wajah menahan emosi, Yaga mengira itu laporan penting dan segera membukanya.

Begitu halaman pertama terbuka, dia langsung tahu ini tulisan tangan Satoru. Bahkan kalau tulisan itu dibakar jadi abu pun, dia masih bisa mengenalinya.

"Buku Saran & Masukan"?

Alarm di otaknya langsung berbunyi kencang, memberitahu agar jangan lanjut membaca. Tapi tangannya bergerak lebih cepat dari otaknya.

Dan di sana, terpampang jelas:

"Sekolah teknik ini kumuh banget"
"Sekolah teknik ini kecil banget"
"Sekolah teknik ini benar-benar jelek"
Ditambah beberapa "saran" yang sangat mencerminkan isi hati Satoru, Yaga akhirnya mencapai batasnya.

Tanpa peduli bahwa di depannya ada Sukuna dan wadahnya, Yaga menggunakan pengalaman bertahun-tahunnya untuk menangkap kepala babi Satoru dan mengubur semua mimpinya dalam-dalam.

"Toko kikufuku?! Ayo maju terus dan wujudkan mimpi-mimpi bodohmu!!"

***

Catatan [1]
· Nama Sukuna dalam kanji Jepang adalah "宿儺", sedangkan nama pahlawan wanita dalam bahasa Jepang adalah "宿諾" (mungkin).

· Keduanya memiliki pelafalan/roman yang sama dalam bahasa Mandarin,
Nama tokoh utama wanita, "宿诺 Sù nuò"
Nama Sukuna yang asli, "宿儺 Sù nuò"

· Namun, saya tetap menulis nama tokoh utama wanita sebagai "Sukuna" di sini, karena saya tidak yakin bagaimana cara pelafalan nama tokoh utama wanita dalam bahasa Jepang, pendapat apa pun dapat diterima di sini

· Ini adalah AU Canon Divergence, di mana Sukuna yang asli digantikan oleh karakter wanita asli. Jadi, tokoh utama wanita tidak ada hubungannya dengan Ryomen Sukuna.

· Penghuni JJK tidak tahu Ryomen Sukuna digantikan oleh orang lain, mereka tetap menganggap tokoh utama wanita sebagai Ryomen Sukuna (yang asli), jadi Ryomen Sukuna tidak ada dalam fanfic ini

  
~*~
  
・Semua penghargaan diberikan kepada penulis asli
・Jangan ragu untuk memberi tahu kami, Guazi, jika ada kesalahan tata bahasa
 
~*~
Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Mama si Villain Menjadi Terkenal karena Meramal dan Bergosip Ch. 2
0
0
Chapter 2 - Tim Penjahat Sudah Online
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan