Act 5. Angsa Putih yang Indah

0
0
Deskripsi

Untuk pertama kalinya, seorang gadis penyihir mengajak seorang pria manusia untuk menari.

Mikhel akhirnya menuruti ajakan Lyxia walaupun ia tidak bisa menari sebenarnya. Sesampainya mereka di tengah-tengah taman, gadis itu lalu melakukan fifth position sambil mulai mengayunkan kedua tangan, lalu mengulurkan tangan kanan kepada sang pria. 

“Ah,” desai Mikhel yang kemudian meraih tangan Lyxia.

Gadis penyihir tersebut mulai menari, beberapa gerakan sederhana dari tarian balet yang indah. Semua orang langsung terdiam. Mata-mata mereka menatap ke arah Lyxia yang sedang menari dengan begitu anggun. Bahkan, beberapa orang yang membawa alat musik, mulai memainkan musik untuknya. 

“Tubuhnya begitu lentur, gerakan-gerakannya begitu indah,” ujar seorang wanita yang mulai tersenyum sambil memperhatikan tarian Lyxia. 

“Kedua kakinya sangat lincah, dan kedua tangannya bergerak mengikuti alunan musik,” balas pria di sebelah wanita tadi. 

Mata Mikhel tidak bisa berhenti melihat tarian indah tersebut, dan beberapa kali, ia bahkan terlihat menari sedikit bersama Lyxia.

“Seolah tubuh ini tahu gerakan apa yang akan dibawakan gadis ini, selanjutnya,” gumam Mikhel di dalam pikiran.

Lyxia ternyata sedang membawakan sebuah cerita tari balet klasik, berkisah tentang seorang ratu angsa bernama Odette yang jatuh cinta kepada seorang pangeran. Gadis penyihir yang sedang menari di hadapan Mikhel itu, seolah-olah Odette yang sedang menunjukkan rasa cintanya kepada sang pangeran. 

“Aku ingin Mikhel melihat tarianku selanjutnya, di mana Odette menunjukkan perasaannya kepada sang pangeran!” ujar Lyxia di dalam pikiran. 

Mikhel terus menatap gadis itu, dengan jantung yang mulai berdebar cepat, seolah tahu jika tarian tersebut memang ditujukan untuknya.

“Aku … adalah Odette, Sayang. Aku penuh dengan cinta dan harapan, untukmu, Pangeran,” bisik Lyxia pelan, sambil masih menari dengan begitu lincah serta anggun dalam membawakan tarian ratu angsa putih. 

Sampai pada akhirnya, ia menyelesaikan seluruh tarian, dan kembali berdiri, menatap Mikhel dengan senyuman yang lembut. Wajah pria itu lantas memerah. Seluruh orang langsung bertepuk tangan, lalu melanjutkan festival kembang ap,  dengan berkumpul lagi juga bersenang-senang dalam pesta yang meriah. 

“Aku tidak menyangka seorang gadis akan menyatakan perasaannya melalui tarian yang indah dan anggun,” ujar Mikhel dengan jantung yang berdebar.

Lyxia lalu berdiri dekat di hadapannya dan bertanya, “Aku baru saja bertemu denganmu, walaupun pertemuan kita sangat singkat, aku berharap, kausudah mengetahui perasaanku lewat tarian yang baru saja aku bawakan.” 

“Aku tidak tahu harus berkata apa. Tarian tadi begitu indah, dan aku sudah tahu, bahwa dengan tarian tadi, kau menyatakan perasaanmu kepadaku. Aku sangat senang, Lyxia,” balas Mikhel dengan senyum lebar.

Jantung Lyxia mendadak berdetak kencang dan bola matanya berkaca-kaca. Mikhel langsung meraih dagu gadis itu, dan langsung mencium bibirnya. Di tengah keramaian dan lidah dari api unggun yang menyala-nyala tinggi ke atas, keduanya seolah dimabuk cinta, seakan-akan dunia adalah milik berdua, tidak peduli dengan orang-orang yang memperhatikan. 

Setelah beberapa saat, Mikhel lalu melepas ciuman tadi, kemudian mengajak Lyxia pergi dari festival, dengan menggandeng tangannya. Mereka berlari bersama, di tengah indahnya malam, ditemani sinar bulan purnama yang terang, dan saling tersenyum. 

“Perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan, walaupun aku  baru bertemu Mikhel satu atau dua kali, aku sudah merasakan cinta pada pandangan pertama!” gumam Lyxia di dalam pikiran, dengan wajah bahagia, hingga lupa bahwa ia adalah penyihir, dan penyihir tidak diperbolehkan mencintai manusia. 

Setelah berlari untuk sekian lama, mereka akhirnya tiba di depan sebuah rumah yang terlihat tidak begitu menarik dan kecil. 

“Ini adalah rumah yang baru saja kubeli di kota kecil ini. Bagaimana jika kita berbicara berdua saja di dalam, untuk mengenal diri masing-masing?” tanya Mikhel, dengan tatapan yang penuh cinta.

Lyxia mengangguk sekali. Begitu mereka sudah di dalam dan menutup rapat pintu, Mikhel lalu menyalakan api unggun untuk menghangatkan keduanya, juga, tidak lupa untuk menyuguhkan minuman kepada gadis itu, dan duduk bersama di atas lantai, sambil bercerita tentang apa pun. 

Lyxia merasa nyaman duduk di sebelah Mikhel, lalu menyandarkan kepala di atas bahu pria tersebut. Namun mendadak, wajah gadis itu berubah sedih.

“Mikhel, apakah kau akan berhenti menyukaiku ketika kautahu bahwa aku adalah seorang penyihir?” tanya Lyxia dengan wajah gusar.

Mikhel terkejut sesaat. Namun, ia menjawab, “Aku tidak peduli. Lagi pula, tidak pernah kutemukan ada penyihir di dunia ini. Kau hanya berandai-andai. Aku menyukaimu, dan jika benar kau adalah penyihir, maka memang, tarianmu tadi yang sudah menyihir hatiku.” 

Lyxia sangat senang mendengarnya, hingga memeluk erat Mikhel dari samping. Pria itu lalu mencium bibir gadis penyihir tersebut, lalu membaringkan tubuhnya di atas lantai, dan mulai melupakan dunia. Karena terbawa suasana, gadis itu tampaknya lupa sama sekali, bahwa ia tidak boleh mencintai manusia.

“Ini terlarang. Namun, aku tidak peduli! Ia adalah jodohku dan aku sangat yakin, walaupun dunia kami berbeda, dan Mikhel tidak tahu apa pun tentang diriku!” ujar Lyxia di dalam pikirannya, sambil merelakan seluruh tubuhnya malam itu hanya untuk pria itu. 

Mereka berbagi cinta untuk satu malam, hingga Lyxia sama sekali tidak kembali ke Dunia Penyihir. Ia ingin merasakan cinta pertamanya di Dunia Manusia. Setelah beberapa jam, gadis itu hanya bisa tersenyum sambil menatap wajah pria manusianya tersebut, yang tertidur di sampingnya begitu lelap.

Lyxia lalu berpikir, “Tidak semua manusia tidak sejahat itu! Lalu, mengapa bisa ada kutukan bahwa setiap penyihir yang mencintai manusia, maka akan mendapatkan sebuah musibah dalam hidupnya? Aku sama sekali tidak ingin kembali ke Dunia Penyihir!”

Pagi menjelang, dan mereka tampak tertidur sambil berpelukan. Sementara, di Dunia Penyihir, kedua orang tua Lyxia mulai mencari-cari putri semata wayang mereka, hingga harus menemui dan bertanya kepada semua teman-temannya, dengan wajah yang terlihat panik, Namun, tidak membuahkan hasil. 

“Apakah ia pergi ke Dunia Manusia yang mungkin membuatnya penasaran dan tidak segera kembali?” tanya sang ibu, dengan wajah gusar. 

“Kita akan ke sana,” balas ayah Lyxia, yang lalu membuka sebuah portal menuju ke Dunia Manusia.

Mereka langsung menginjakkan kaki di tengah hutan di mana sinar matahari bisa menembus seluruh pepohonan. Dengan cepat, keduanya lalu berlari ke arah kota kecil tepat di sebelah hutan tersebut. Pagi itu, Lyxia, dengan senyum yang polos, memandang punggung Mikhel yang sedang membersihkan piring-piring kotor, dengan penuh cinta, sambil meminum minuman hangat yang baru saja pria itu bawakan untuknya. 

Setelah selesai, mereka lalu memutuskan untuk keluar dari rumah dan berjalan-jalan mengelilingi kota. Ketika melewati taman di tengah kota, tiba-tiba saja, Lyxia menghentikan langkahnya, terkejut dengan apa yang dilihat dari kejauhan. 

“Ada apa, Sayang?” tanya Mikhel yang kebingungan.

“Itu Ayah dan Ibu!” ujar Lyxia di dalam pikiran, sambil melotot tajam, memperhatikan kedua orang tuanya yang terlihat panik sambil bertanya-tanya di setiap kios yang mereka lewati.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Act 6. Burung Hitam Pembawa Perkara
0
0
Karena larangan tidak boleh mencintai manusia, hati Lyxia mendadak gelap.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan