BAB 10: SUARA SIRING SUNGAI

0
0
Deskripsi

Hari mulai hujan ketika siang itu, dimana anak-anak muda yang bermain permainan uno atau permainan kartu angka yang sering dimainkan anak-anak remaja. Di balik hujan itu juga diselingi dengan berbagai macam makanan mie kuah untuk menghangatkan diri. 

Hari mulai hujan ketika siang itu, dimana anak-anak muda yang bermain permainan uno atau permainan kartu angka yang sering dimainkan anak-anak remaja. Di balik hujan itu juga diselingi dengan berbagai macam makanan mie kuah untuk menghangatkan diri. 

Mala dan Mujid mengunjungi Lea yang masih mendapatkan skors di hari itu. Mala hanya punya mie kuah instan di rumah karena tidak sempat membeli makanan dan hujan sempat turun dan mereka juga terjebak. Lea hanya sendirian di rumahnya, Mamanya bekerja di kantor dan biasanya pulang ketika larut malam. 

Mala memberikan catatan pelajaran selama dua hari pada Lea, lusa Lea sudah dapat bersekolah kembali dan menyelesaikan hukumannya. Mala juga menceritakan tentang kejadian kemarin pada Lea dan Mujid dan kejadiannya di pagi itu. 

Mala tak sengaja menceritakan juga kalau orang yang menyakiti Lea di malam dia membantunya ternyata adalah Chaka, anak dari Kak Namjid, kakak pertamanya yang secara tidak langsung mantan kekasih Lea itu adalah keponakan Mala.

"Aku sangat jijik mengingat dirinya dan tingkahnya yang tidak dewasa itu, bahkan dia berani-beraninya meninggalkanmu sendirian. Kau kan juga Bibinya, dasar si brengsek itu!" Emosi Lea yang masih memegang kartunya. 

Mujid hanya mendengarkan celotehan Lea dan fokus memakan mienya hingga beberapa bungkus sudah dia seduh, dia tidak pernah makan mie instan sebelumnya dan itu pertama kalinya dia makan mie yang sangat enak menurutnya. 

"Mujid giliranmu, ya ampun kau lapar atau bagaimana?"

"Aku tidak pernah makan ini, rasanya sangat enak, di rumahku Mamah melarang kami memakan mie instan," jawabnya sambil menyeruput mie yang ada di depannya. 

"Memang anak Sultan rada beda ya, makanlah sepuasmu, masih banyak di dapur jika kau mau," Lea yang tampak menggeleng karena melihat Mujid yang terlihat sangat menikmati mienya. 

"Benarkah, nanti aku akan tambah lagi," jawab Mujid sangat senang. 

"Dasar curut! Pantas saja kau sangat kurus. Lalu bagaimana Mal, di sekolah kau tidak diganggu Reta lagi kan? Bilang saja kalau dia tetap mengganggumu," ucap Lea.

Mala menggunakan bahasa isyaratnya yang mengartikan, "Aku baik-baik saja, dia tidak mengganggu beberapa hari ini. Kau jangan terlalu emosi jika bertemu dengannya lagi," ucap Mala yang selalu khawatir kalau Lea dan Reta sampai bertemu. 

"Aku sangat habis kesabaran terhadapnya. Dia dulu memang teman baikku tapi sekarang dia lebih seperti rubah yang mengambil makanan dari sarangku tanpa izin, apakah itu dapat disebut teman?" Lea yang tersenyum menyeringai mengingat masa lalunya. 

"Kau harus terus bersabar, dan maafkanlah sikap mereka di masa lalu. Sekarang kau harus menjadi lebih baik," jawab Mala lagi dengan bahasa isyaratya. 

"Aku selalu percaya kepada orang lain, sampai orang itu sendiri yang membuktikan kalau dirinya tak pantas diberi kepercayaan. Namun, aku sudah melupakan hal itu sekarang dan memaafkannya, setidaknya pengkhianat akan bersanding dengan pengkhianat," ucapan Lea yang membuat Mala dan Mujid bangga padanya, Mujid sampai bertepuk tangan dengan sikapnya yang benar-benar berani. 

"Kau memang idolaku Lea, keren sekali, benarkan Mala?" Mujid yang bertepuk tangan, dan dibalas Mala dengan acungan dua jempol dan senyumnya. 

"Sekarang aku hanya ingin menjadi wanita yang sukses. Tapi apa aku bisa menggapai mimpiku, sedangkan Mamaku saja tidak mendukung mimpiku," ucapnya lagi tampak terlihat murung. 

Mala bicara pada Lea dengan menggunakan isyaratnya kembali, yang berarti, "Sebuah kesuksesan itu tidak didasarkan pada pendapat dan pandangan  orang lain, tapi pada pola pikir dirimu sendiri. Bukan waktu pula yang mengiringi kesuksesan seseorang tapi seseorang itulah yang harus menciptakan kesuksesannya sendiri. Kami yakin kau pasti bisa menggapai mimpimu," lalu memeluk sahabatnya itu, yang juga dibalas Lea dengan pelukan. 

Mujid yang tidak paham dengan bahasa isyarat Mala hanya melihat mereka saling tersenyum dan berpelukan, karena saling memeluk satu sama lain, Mujid juga ikut terbawa perasaan memeluk kedua sahabatnya itu tanpa tahu apa yang mereka bicarakan. 

"Sepertinya mulai sekarang aku harus belajar bahasa isyarat agar aku paham apa yang kalian berdua bicarakan," Mujid yang secara tiba-tiba. 

Mala mengingat sesuatu yang lupa dia tanyakan sebelumnya pada Lea, dia bertanya pada Lea kembali dengan isyaratnya, "Kau tetap ingin ikut lomba menyanyi yang dikatakan Bang Zul itu bukan?" 

"Aku ingin ikut lomba itu, tapi aku merasa tak percaya diri" jawab Lea yang mengejutkan Mala dan Mujid. 

"Kenapa? Suaramu sangat bagus, percayalah pada kami," ucap Mujid meyakinkan Lea. 

"Benar, kami akan membantumu," isyarat Mala lagi pada Lea. 

Awalnya Lea tampak tak yakin pada dirinya sendiri, dia masih takut akan kah tetap ada yang menyukainya, tapi setelah berpikir lagi dia mau mencobanya terlebih dahulu, "Kalau begitu baiklah, aku akan mencobanya. Setidaknya aku berusaha terlebih dahulu, menang atau kalah itu belakangan."

"Kalau begitu mulai besok kau latihan bernyanyi di rumahku sepulang sekolah," ucap Mujid yang sangat bersemangat dan hanya dibalas Lea dengan anggukan tanda setuju. 

Mereka saling berpelukan kembali dengan menyayangi dan saling merangkul satu sama lain. Dan tidak lupa juga untuk menyuarakan  jargon mereka. 

"Geng Anak Sungai…Mengalir tanpa batas!" Seru mereka sambil tertawa.

***********************************************

Lea mengikuti saran yang diberikan Mala dan Mujid, dia mengikuti perlombaan bernyanyi yang diadakan di siring sungai. Di sana sudah terpasang panggung yang indah dengan ciri khas tradisional, terbuat dari bilah bambu dan juga purun serta alat-alat musik yang juga sudah disediakan panitia lomba. 

Banyak orang-orang yang menyaksikan perlombaan bernyanyi itu. Dari berbagai kalangan hingga wisatawan di luar kota hanya untuk melihat perlombaan dan berkunjung ke pasar kue tradisional yang juga menjadi daya tarik wisata di hari minggu itu.

Mujid yang sedang menjemput Mala dari rumah Kak Namjid pagi itu tampak mendapatkan  perlakuan sinis dari kakaknya Mala itu. Namun, Kak Puspa berusaha meluruskan dan memberi pengertian kalau Mala hanya melihat temannya yang tampil di siring sungai. Kak Namjid tidak peduli akan hal itu, karena dia memang tak pernah peduli terhadap Mala. Hanya Kak Puspa yang mengerti perasaan Mala dan memperbolehkan Mala untuk pergi ke siring sungai.

Hari itu langit tampak cerah, seakan merestui acara yang akan diadakan. Orang-orang yang ramai lalu lalang, dan suara sound yang sudah mulai terdengar. Air sungai juga ikut menjadi saksi, desiran angin yang berhembus dan arus sungai yang tampak bergelombang karena beberapa kelotok dan jukung yang melintas. Panggung pertunjukan itu sudah sangat bersahabat dengan alam rupanya. 

Mala dan Mujid datang tepat waktu mereka berdiri di area penonton walau tidak sempat kebagian kursi, sedangkan di kursi peserta juga sudah ada Lea yang duduk sangat cantik dengan dandanan yang sangat keren. Lea memilih gaya busana tahun 80-an dan menata rambutnya sangat indah bak gadis-gadis dengan gaya retro, bahkan Mujid sangat terpesona dengan gaya Lea yang melihatkan Lea yang sangat berbeda. 

"Itu Lea, wow dia tampak sangat keren dan cantik," tutur Mujid yang terpana dengan  penampilan Lea, bahkan mulutnya sampai terbuka karena terlalu terpesona, hingga Mala menutup mulut Mujid karena takut dimasuki lalat dan binatang lain. 

Lea melihat kesana dan kemari seolah mencari sesuatu, dia mencari sahabat-sahabatnya hingga dia melihat Mala dan Mujid yang melambaikan tangan padanya dan memberikan dua jempol serta tarian yang sudah mereka siapkan untuk mendukung Lea. Dengan tingkah mereka berdua, Lea yang awalnya sangat gugup menjadi lebih baik dan sedikit lebih santai. 

Lea sudah berlatih sangat keras selama seminggu ini, dia berlatih di rumah Mujid dan diperbolehkan untuk meminjam alat-alat di ruang seninya. Mala dan Mujid juga sering membantu Lea untuk membuat aransemen lagunya yang akan dia cover untuk lomba bernyanyi. Panitia lomba tidak membatasi peserta dalam mearansemen lagu yang dibawakan, mereka juga membebaskan peserta memilih sendiri lagu mereka serta mau menggunakan alat musik ataupun tidak. 

Mala dan Mujid tetap mendukung Lea dari area penonton. Sesekali Mujid berteriak memanggil namanya seperti ketika dulu dia menonton Lea di penampilannya, ketika masih menjadi personil band Trio Rockies waktu sekolah menengah pertama.

Satu persatu peserta di panggung menuju panggung, semua peserta memang sangat bagus dan membuat Lea menjadi gugup kembali. Di balik wajahnya yang sangat tegas dia tetap menyimpan ketidak percayaan yang luar biasa, tangannya sering basah dan dia sering menggigit bibirnya sendiri karena terlalu gugup. 

Hingga saat gilirannya dipanggil untuk menuju panggung, Lea tampak sangat terkejut, dia menuju panggung dengan berani walau tetap sangat gugup, dengan hembusan napasnya yang panjang dan doa yang dipanjatkan. 

Di depan panggung, Lea tak menyangka kalau penonton sangat banyak dan memenuhi siring ssungai Lea ahkan sempat sedikit terjatuh karena sangat gugup melihat orang yang sangat luar biasa antusiasnya, dia menjadi teringat bagaimana dulu melakukan pementasan dengan penonton yang sangat ramai, sudah hampir dua tahun lamanya, bahkan dulu dia tak pernah gugup seperti sekarang. Semua mata tertuju ke arahnya bahkan kamera-kamera wartawan lokal yang meliput perlombaan di kota itu.

Pemandu acara mulai bertanya padanya, bertanya nama dan umurnya, serta sedikit berbincang lagu apa yang akan dibawakan Lea dalam perlombaan. Setelah mendengarkan namanya disebutkan, ada penonton remaja yang menyadari dan berceletuk, apakah benar itu Lea? Lea si personil Band Trio Rockies yang berkhianat dulu?. Kata-kata yang membuat ricuh di kalangan penonton remaja itu, bahkan sampai terdengar di telinga Mujid dan dia mulai terpancing emosi. Karena terlalu ricuh, panitia sampai beberapa kali memperingatkan mereka. 

Ternyata masih ada yang mengingat Lea, namun juga masih mengingat isu yang tak benar adanya itu. Para remaja itu sepertinya penggemar mereka dahulu, dan orang-orang yang kecewa karena Lea meninggalkan bumi Banua dan pindah ke luar pulau dan terpaksa meninggalkan bandnya yang di salah artikan kalau dia lah penjahat yang membuat bandnya retak.

Lea mulai bernyanyi dan tak disangka kalau dia akan menggunakan alat musik tradisional dalam lombanya, yaitu menggunakan alat musik panting, alat musik petik khas Kalimantan Selatan. Banyak penonton yang tampak terkejut, karena tak ada yang menggunakan alat musik tradisional sebelumnya. Bahkan aura Lea menggunakan alat musik masih sangat terasa kepada orang-orang yang pernah melihat penampilannya, tak pernah berubah namun dengan warna baru. 

Suaranya yang sangat unik dan merdu seketika membius penonton dengan aransemen musiknya yang bagus pula. Suara-suara arus sungai yang mengiringi dan angin-angin juga sedikit berhembus menyibak rambutnya. Penampilan Lea sangat sempurna dan membuat semua orang terpana.

Dengan perlombaan itu Lea keluar sebagai juara favorit. Walau tak mendapatkan juara pertama, tapi dia tetap menjadi penampil yang sangat baik, dan membuktikan pada dirinya sendiri kalau dia mampu melampaui ketakutannya. Lea berhasil bertempur dengan dirinya sendiri, seperti arus sungai yang tak pernah takut menerjang badai dan rintangan, dan sekarang dia semakin kuat untuk menjadi seorang pemusik dan menggapai impian. 

Namun, bermimpi memang tak semudah yang Lea bayangkan. Ketika pulang di rumah, Lea tetap berpenampilan seperti biasa dan mengganti pakaiannya ketika lomba. Namun, Mamanya tak sebodoh itu, dia melihat anaknya di televisi dan mendapatkan isu kembali mengenai Lea. Hal itu membuat Mamanya sangat marah pada Lea, dia membuang semua barang Lea tentang musik yang ada di gudang dan juga membuang piala juara favoritnya ketika perlombaan. 

Kejadian itu membuat Lea sangat sedih, namun tak pernah melunturkan sedikitpun mimpinya menjadi pemusik terkenal. Dia bertekad dan berjanji pada dirinya kalau dia akan membuktikan pada Mamanya jalan yang dia ambil dan dia akan menggapai jalan itu, persis seperti kata Mala, seseorang harus menciptakan kesuksesannya sendiri.

***********************************************

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya CHAPTER 4: LORONG TERPENDAM BUMI RAYA
0
0
Keesokan harinya Bumi Raya Putri mengadakan sebuah upacara yang dihadiri oleh seluruh guru dan siswi-siswi. Wajah siswi-siswi tampak heran, karena kepala sekolah Bumi Raya Putri, Bu Abhitha mengumpulkan mereka semua untuk memberi sebuah pengumuman penting.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan