6. Mama Untuk Gina free

3
0
Deskripsi

BAB 6 

Happy reading kakak 💜

BAB 6

Beberapa hari ini Yogi meminta orang untuk mencari info lengkap gadis yang menjadi targetnya itu. Satu hal yang bisa jadi kemungkinan adalah ia saudara kembar Rasya. Ia mengatakan ini bukan tanpa alasan. 


 

Rasya adalah seorang yatim piatu. Bisa saja ia mempunyai saudara yang tak ia ketahui. Semua sama, bulan dan tahun lahir hanya hanya berbeda 2 Minggu. Kemungkinan tanggal lahirnya sengaja diubah, Sesuai hari adopsi. Bahkan golongan darah mereka sama o resus negatif. 


 

Bukan hanya itu yang membuat Yogi semakin yakin jika ia mungkin saja bersaudara dengan Rasya. Kenyataan bahwa mendiang istri dari Tuan Rajin Gabriel memiliki kelainan pada rahim, yang menyebabkan ia sulit memiliki keturunan. Yogi mendapatkan semua info itu setelah melakukan penyelidikan. 


 

Hari ini si tuan pucat akan menemui Nasya. Ia telah meminta Sadam menuju apartemen Park Jimmy. Tak butuh waktu lama untuk mereka menemukan gadis itu. Ia keluar, dengan pakaian yang sama seperti foto yang Yogi terima malam tadi. 


 

Sadam keluar mobil setengah berlari menghampiri Nasya. Gadis itu masuk ke dalam mobil menatap Yogi penuh selidik. Kemudian ia mengingat jika pria itu adalah orang yang ia temui di bar. 


 

Yogi terdiam sesaat seolah dibawa kembali pada waktu di mana Rasya masih berada bersamanya. Suara mereka bahkan sama, bukan hanya itu setelah semakin ia perhatikan. Perempuan di hadapannya benar-benar hampir seratus persen mirip secara fisik. Yogi menatap Sadam dari kaca dashboard. Terlihat Sadam juga syok, mungkin karena ia seolah melihat sosok Rasya yang kembali hidup.


 

Yogi meminta Sadam melaju ke tempat yang lebih nyaman untuk kami berbicara. 


 

"Jadi apa yang ingin anda katakan?" Tanya Nasya setelah tiba. 


 

Sudah beberapa menit dan Yogi masih belum terbiasa dengannya. Nasya secara sikap memang berbeda dengan Rasya. Rasya terkesan tegas dan dingin. Namun, Nasya berbeda, sekalipun ia berusaha keras bersikap tegas. Tak bisa menutupi jika ia sama sekali bukan orang yang bisa memiliki sikap yang keras. Tatapannya sayu, Yogi tau kini jika memang Nasya memiliki tatapan seperti itu. Seperti orang yang ingin menangis, Walau sebenarnya tidak.


 

"Saya mau bayar kamu untuk melakukan misi," kata Yogi terus terang.


 

"Misi?" Nasya menatap heran pada Yogi. 


 

"Iya, berpura-pura menjadi ibu dari anak saya," jelas Yogi kemudian memberikan foto Rasya dan Gina sewaktu putrinya masih bayi.


 

Ia menatap foto dengan terkejut. "Kok bisa?"


 

"Dua tahun lalu istri saya meninggal dalam kecelakaan. Dan sampai saat ini Gina belum tau tentang itu." 


 

Nasya menatap Yogi dengan tatapan heran dan kesal. "Anda menipu anak Anda sendiri?"


 

"Bukan urusan kamu," sahut Yogi cepat.


 

"Ya memang bukan, hanya saja ...." Nasya terdiam menghela napasnya sesekali. Dan meniupkan udah dari mulutnya ke atas membuat bagian poninya sedikit berterbangan. Bahkan kebiasaan mereka sama, ada perasaan sakit juga rindu saat ini. Yogi hanya harus menyadari jika ia buka Rasya. 


 

"Kamu tak seharusnya menipu dia Tuan."


 

"Bagaimana perasaan kamu saat ibumu meninggal?" tanya pria itu.


 

"Jangan samakan saya dengan anak kamu, saya sudah dewasa saat ibu meninggal."


 

"Sakit? Terluka? Kamu pasti nangis dan merasa sesuatu yang berharga hilang dari hidupmu? Sekarang bagaimana saya  bisa mengatakan itu pada seorang anak yang baru berumur 4 tahun?" 


 

Rasya terdiam mencoba menelaah perkataan Yogi barusan. Benar juga, tapi salah. 


 

"Kamu hanya mencari pembenaran untuk diri kamu sendiri," ucapnya menatap tuan di hadapannya dalam-dalam.


 

Sementara Yogi mengalihkan pandangan. Tak bisa menatap perempuan itu terlalu lama. Ada luka yang ia rasakan.


 

"Aku akan membayarmu, dan—kamu tau? Mungkin saja saat ini nasib perusahaan ayahmu berada di tangan kamu," ancam Yogi. Tentu saja ia akan melakukan apapun untuk Gina. 


 

"Anda mengancam?" tanya Nasya.


 

Yogi mendesis kesal tak menyukai ini. Ia merasa seolah mengancam istrinya sendiri. Sial!


 

"Kamu merasa seperti itu? Ah, saya juga dengar tuan Jimmy akan mencoba membangun relasi di— hmm— Spanyol?" Yogi berujar  seraya tersenyum simpul. Ia tak bisa bersikap lemah saat ini. Ingin menunjukkan seberapa kuat dan berkuasanya seorang Yogi.


 

Nasya menelan saliva-nya, menatap seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan. Penasaran siapa orang di hadapannya yang berani mengancamnya seperti ini. Saat itu ponselnya berdering.


 

"Halo, Ayah?"


 

Yogi menyandarkan tubuh ke sofa. Dan meneguk minuman yang disajikan. Berusaha tak terlalu memperdulikan Nasya. Ia menatap Yogi dengan tatapan marah. Hari ini Yogi membatalkan sebagian dari pemesanan kain yang ia pesan. Sedangkan Our fashion harus berproduksi. Pasti akan sedikit kacau? Dan itu memang tujuannya.


 

"Kamu juga yang lakuin ini?!" Nasya bertanya suaranya meninggi ia marah sangat marah.


 

Yogi tersenyum di sudut bibirnya, terdiam tak memperdulikan apa yang barusan Nasya  tanyakan. Sambil sibuk dengan minuman di tangannya. 


 

"Ayahku menilai kalau kamu adalah orang hebat." Nasya bangkit dari duduknya dan sesaat terdiam kemudian mendengus kesal. "Kenyataannya? Kamu cuma manusia busuk dan licik! Seandainya istrimu bisa melihat ini. Ia pasti sangat kecewa dan mungkin bersyukur karena telah pergi meninggalkan kamu!"


 

Yogi berdiri dengan kesal lalu berjalan mendekati Nasya yang kini melangkah mundur hingga tersudut di tembok.


 

"Jaga ucapan kamu, nona." 


 

"Aku akan mencari jalan lain." Nasya  mendorong Yogi dan berjalan menuju pintu keluar. Belum sampai  pintu Yogi kembali memperingatkannya.


 

"Saya belum memberitahu? Jika sebuah perusahaan telah di blacklist oleh Amore grup, perusahaan lain tak akan menerima dengan baik. Atau ... Bahkan tak menerima sama sekali. Hanya sekedar info," jelas Yogi sambil berjalan tenang ke sofa dan duduk dengan baik menunggu reaksi dari Nasya.


 

Ia berjalan kembali ke arah Yogi. "Apa mau kamu sebenarnya?!!" 


 

"Saya sudah mengatakannya," ujar Yogi melihat jam di tangannya. "Bukankah kalian harus memproduksi pakaian untuk pengiriman ke China dan Jepang? Saya hanya mengingatkan kamu, siapa tau saja kamu terlambat nanti." 


 

Mengancam, kali ini  tak sulit bagi Yogi, tentu tak sesulit itu. Kekuasaan memang bisa membantu dalam banyak hal. Walau tetap saja tak bisa mengembalikan Rasya. Itu yang ada di pikirannya.


 

Yogi menatap Nasya,  ia terlihat kacau, memegangi keningnya sambil sesekali meniupkan udara dari mulutnya. Yogi tak suka melihat tingkahnya yang mirip dengan Rasya. Nasya  menghela napas berat, menghembuskan kencang. Sementara, Yogi melihat ponsel Nasya Kembali berdering. Gadis itu segera mengangkat panggilan, 


 

"Iya ayah? Aku oke enggak apa-apa agak macet aja.."


 

Nasya kemudian menatap Yogi. "aku yang akan menemui pemilik Amore textile. Akan ku pastikan ia mengirim sesuai dengan yang seharusnya."


 

Yogi berusaha menikmati minuman seraya  berusaha menyembunyikan senyuman. 


 

Seharusnya tak perlu melawan terlalu banyak jika akhirnya kamu akhirnya menyerah. Batin Yogi 


 

"Oke, oke," ucapnya pasrah. "Sekarang, hentikan kekejaman kamu ke ayahku."


 

Yogi mengambil ponsel di saku kemeja menghubungi Sadam yang berada di luar, "Sadam kirim semua ke Our fashion dan bilang kita menyetujui kontrak seperti sebelumnya." Yogi berbicara tanpa mengalihkan pandangan dari Nasya yang menyerah kalah. 


 

***


 

Yogi dan Nasya duduk di dalam mobil pemilik rambut panjang itu hanya terdiam. Mereka akan menjemput Gina. Yogi tak ingin menyia-nyiakan waktu untuk membahagiakan Gina. 


 

"Katakan sama ayahmu kamu akan bekerja denganku. Dan saya akan meminta kamu bekerja di salah satu cabang perusahaanku di Eropa. Saya yang akan mengatur bagaimana kalian akan berkomunikasi nanti."


 

Yogi sama sekali tak mendapat atensinya, Nasya memilih diam sibuk dengan pikirannya sendiri 


 

"Istri saya itu dia suka—"


 

"Saya enggak suka jadi orang lain. Anda boleh mengatur bagaimana seolah saya akan tinggal dimana dan kerja di mana. Tapi, aku enggak mau jadi orang lain, ngerti?"


 

Yogi diam baginya untuk saat ini Nasya bisa bersikap sesuai keinginan. Yang terpenting adalah kehadirannya.


 

Mobil itu terhenti di depan sekolah Gina. Yogi dan Nasya berjalan keluar dan menunggunya. Cukup lama sampai akhirnya Gina keluar ia menatap Sadam. Lalu tersenyum melihat Yogi berada di sana. Nasya berjalan menghampiri dari belakang.


 

"Gina."


 

Gina menoleh mendengar suara Nasya. Ia terdiam cukup lama, seolah tak percaya yang ia lihat. 


 

"Kamu, enggak kangen sama mama?" 


 

Gina berlari, Nasya menyamakan Tubuhnya agar bisa memeluk Gina. Yogi berpaling,  tak tau apa yang dirasakan saat ini. Bahagia melihat kebahagiaan Gina. Anak itu menangis bahkan tertawa dalam waktu bersamaan. Begitupun Nasya, ia menghapus air mata Gina dan Gina menghapus air mata Nasya.


 

"Mama jangan nangis," ucapnya.


 

“Gina juga jangan nangis,”

Setelahnya keluarga kecil itu dalam perjalanan pulang. Gina duduk diantara Yogi dan Nasya. Ia memegang tangan mereka berdua. Anak itu terlihat senang sekali. Gina kemudian menyatukan tangan mereka bertiga. 



 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Oh My CEO season II BAB 20 21
1
0
BAB 20 21 Happy reading… 💕💕💕
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan