Bab 3 - Mau Jadi Pacarku?

0
0
Deskripsi

"Enggak masalah ... gimana maksud Kakak?" tanyaku tidak paham.

"Ya ... bukankah enggak masalah, kalau kita menjadi sepasang kekasih?"

Kata-kata Jeff membuatku membelalak seketika.

"Apa kamu mau menjadi pacarku?"

Aku mematung mendengar pertanyaan terakhir yang diucapkan Jeff. Benarkah dia sedang memintaku menjadi pacarnya? Atau aku hanya sedang bermimpi?

Perempuan itu bernama Rara. Jeff mengatakan bahwa hubungan mereka hanya sekadar teman. Tapi jika dipikir-pikir, untuk apa Jeff mengatakannya? Apakah dia tahu kalau aku menyukainya?

Sejak kedatangan Rara, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar Clarke Quay Centre. Menikmati senja yang semakin menua di ujung langit Singapura. Langkah kaki terhenti saat aku menapaki Ord Bridge. Sebuah jembatan yang paling dekat dengan kafe yang kudatangi bersama Jeff. 

Di sekitar jembatan, banyak terlihat Singapore river boat berlalu-lalang, dan di salah satu boat itu aku melihat Rara bersama seorang laki-laki. Aku membuang napas kasar. Mungkin benar yang dikatakan Jeff kalau dirinya sama sekali tidak ada hubungan spesial dengan Rara.

“Lihat apa? Serius banget?” Pertanyaan Jeff mengejutkanku. Tiba-tiba saja dia menghampiriku dengan membawa dua botol air mineral di tangannya.

Aku menggeleng perlahan. “Cuma ... lihat-lihat boat aja sambil menikmati suasana sore di sini." Bibirku menyunggingkan senyum kikuk, mungkin wajahku terlihat aneh sekarang.

 "Kamu mau kita naik boat?" 

Pertanyaan Jeff lebih mirip sebuah ajakan, tapi aku sama sekali tidak ada keinginan untuk menaikinya karena takut tenggelam. Sesaat kemudian, Jeff melemparkan pandang ke arah sungai.

"Sha," panggil Jeff karena aku tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Ya?" sahutku sembari menoleh ke arah Jeff.

"What do you think about?" tanya Jeff yang kini menghadapku.

Aku justru mengalihkan pandang ke arah boat yang berlalu-lalang. "Dulu aku pernah tenggelam waktu belajar renang. Rasanya kayak ... mau mati. Aku kehabisan napas dan—"

Aku tidak melanjutkan kata-kata ketika merasakan sentuhan lembut di bahuku. Saat menoleh, aku melihat senyum itu lagi. Senyum yang selalu membuatku terpesona.

"Apa kamu udah coba untuk menghilangkan rasa trauma itu?" 

"Aku enggak punya cukup keberanian untuk itu," ringisku dengan tatapan kembali kepada Jeff.

"Mungkin karena kamu enggak pernah coba," tebak Jeff.

Tepat sekali. Aku merasa takut dan tidak pernah mencoba untuk kembali terjun ke kolam renang. Rasanya terlalu khawatir seandainya kejadian itu akan terulang.

"Hai, Jeff. Sama siapa? Pacar baru?" sapa seorang laki-laki yang tiba-tiba datang menghampiri Jeff dan menepuk bahunya.

Jeff terdiam sejenak sembari menatapku. Karena merasa canggung, aku mengalihkan pandang.

"Emmm ... baru pedekate," jawab Jeff yang tiba-tiba menarik bahuku ke dalam rangkulan.

Aku terkesiap. Napasku seperti berhenti mendadak saat menghidu aroma parfum maskulin Jeff yang beberapa hari ini membuatku terbayang-bayang.

"Kamu yakin? Apa dia enggak terlalu muda buat kamu?"

Aku merasa tidak nyaman mendengar ucapan teman Jeff yang terdengar mengejek. Apa dia pikir aku anak kecil, sehingga tidak pantas untuk Jeff? Setelah itu, aku berusaha menebak-nebak berapa usia jeff karena memang aku belum mengetahuinya sama sekali. Ya Tuhan, bagaimana aku bisa jatuh cinta kepada laki-laki yang sama sekali belum kuketahui siapa dia sebenarnya?

"Tentu aja enggak. Kami sama sekali enggak mempermasalahkan umur. Iya, kan, Sha?"

Jeff mempererat rangkulannya, membuatku mengangguk dengan terpaksa. "Iya," balasku singkat. 

Teman Jeff tersenyum miring. "Oke. Lanjutkan kalau memang itu bisa buat kamu senang, Man! Karena hidup cuma sekali," ujarnya sembari menepuk pelan bahu Jeff. "See ya," pamitnya seraya berjalan menjauh dan melambaikan tangan pada Jeff.

Perlahan Jeff menjauhkan tangan dari bahuku. "Maaf, aku enggak bermaksud apa-apa. Aku cuma mau kamu aman dari gangguan temenku itu. Maklum, dia playboy."

Hanya karena itu? Kupikir Jeff melakukan itu karena memang dia memiliki rasa yang sama denganku.

"It's okay, Kak. Aku yang harus berterima kasih kalau begitu," balasku dengan senyum simpul.

Setelahnya, kami menghabiskan waktu lama dan benar kata Jeff. Suasana malam di Clarke Quay memang benar-benar menyenangkan. Warna-warni cahaya lampu kota terlihat berpendar indah dari pantulan Singapore river. Begitu memukau dipandang mata.

Jeff membawa sebuah cup berisi minuman hangat yang dibelinya dari dalam kafe dan mengangsurkannya kepadaku. Sedang tangan satunya membawa sebungkus besar pop corn yang siap untuk dinikmati bersama.

Aku ingin kenal lebih dekat dengan Jeff, tapi jujur saja aku tidak tahu bagaimana caranya mendekati seorang laki-laki terlebih dahulu. Di samping itu, selama ini aku tidak pernah memiliki keberanian untuk mendekati lawan jenis.

"Kamu anak ke berapa?" tanya Jeff memecah keheningan.

"Anak kedua dari dua bersaudara.”

Jeff manggut-manggut. "Jadi, perempuan yang tinggal sama kamu di apartemen itu kakakmu?"

"Bukan," jawabku disertai dengan gelengan. "Kak Yas itu anak temen Mama. Dia udah lama belajar dan tinggal di Singapura. Jadi mamaku nitipin aku buat tinggal bareng Kak Yas. Kalau Kak Jeff sendiri ... anak ke berapa?" Aku balik bertanya.

"Aku anak tunggal. Orang tuaku bercerai sejak aku berusia tujuh tahun. Sejak saat itu, aku mulai belajar tentang gimana caranya mempertahankan hidup." Tatapan Jeff terlihat kosong.

"Maaf, aku enggak bermaksud mengingatkan Kakak dengan cerita menyedihkan itu," sesalku.

Jeff tersenyum. "Enggak masalah, aku udah terbiasa.”

"Kakak udah lama tinggal di Negeri Singa?" tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.

"Lumayan, aku mulai tinggal di Singapura sejak memasuki Junior College. Kamu tahu, kan? Kalau di Indonesia, itu setara dengan sekolah menengah atas."

Aku mengangguk.

"Aku nekat terbang ke Singapura karna berusaha mengejar Mama yang dibawa sama suami barunya. Tadinya Mama minta aku hidup sama Papa, tapi istri baru Papa enggak mau menerimaku di tengah-tengah mereka. Akhirnya aku memutuskan untuk nyusul Mama ke Singapura dengan bekal dari Papa," jelas Jeff panjang lebar.

Aku mengerti. Pasti akan terasa sulit sekali jika berada dalam posisi Jeff. Anak mana yang tidak sedih dengan keadaan keluarganya yang berantakan? Tatapan Jeff terlihat nanar ke arah sungai.

Tanpa sadar, aku tergerak untuk mengusap lengan Jeff dan itu membuatnya seketika menoleh ke arahku.

"Kak Jeff hebat bisa lalui itu semua. Aku yakin, suatu saat nanti Kakak akan temukan kebahagiaan yang Kakak cari selama ini," ucapku berlagak bijak.

Jeff tersenyum. "Kamu memang terlihat masih muda, tapi cara berpikir kamu udah mirip orang dewasa. Berapa usiamu, Sha?"

Apakah itu sebuah pujian? Aku suka bagaimana cara Jeff menatap mataku. 

"Shazia," seru Jeff menyadarkanku dari lamunan.

"Eh, maaf Kak. Tadi Kak Jeff tanya apa?"   Aku merasa tidak enak karena sudah tenggelam dalam angan-anganku sendiri.

"Berapa usiamu? Dari cara bicaramu, kamu terlihat lebih dewasa," tuturnya.

Bibirku melebar membentuk sebuah senyuman. "Aku 18 tahun, Kak," jawabku apa adanya.

"Benarkah?" tanya Jeff dengan tatapan tidak percaya.

Aku mengangguk. "Jadi enggak salah kalau teman Kak Jeff tadi menganggapku terlalu muda buat dijadikan pacar," balasku.

"Tapi ... bukannya itu enggak masalah?" Jeff menatapku begitu dalam.

"Enggak masalah ... gimana maksud Kakak?" tanyaku tidak paham.

"Ya ... bukankah enggak masalah, kalau kita menjadi sepasang kekasih?"

Kata-kata Jeff membuatku membelalak seketika.

"Apa kamu mau menjadi pacarku?"

Aku mematung mendengar pertanyaan terakhir yang diucapkan Jeff. Benarkah dia sedang memintaku menjadi pacarnya? Atau aku hanya sedang bermimpi?

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Bab 2 - Patah Hati Seketika
0
0
“Kamu harus lihat pemandangan malam di sini. Indah banget, Sha,” ucap Jeff sembari melihat ke sekeliling.“Kakak pasti sering ke tempat ini?” Aku menebak.Jeff mengangguk cepat. “Betul. Kalau free, aku sesekali ke sini bareng temen-temen.”“Hi, Honey. Long time no see. I miss you so much.”Tiba-tiba saja seorang perempuan mendekat dan melingkarkan tangannya pada bahu Jeff, membuat senyumku seketika memudar. Apakah perempuan itu pacarnya Jeff? Aku baru saja merasakan indahnya jatuh cinta. Apa iya, harus patah saat ini juga?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan