Awal Kehidupan Raka

0
0
Deskripsi

Raka lahir di sebuah keluarga miskin di desa terpencil, di mana rumah kayu reyot dengan atap seng berkarat menjadi saksi bisu kehidupannya. Ibunya, Sari, adalah sosok pemarah yang kerap meluapkan emosi pada ayahnya, Darma, seorang pria pendiam yang selalu tunduk dan takut pada istrinya. Lingkungan keluarga yang penuh dengan ketegangan membuat Raka tumbuh dengan dua sifat bertolak belakang—pemarah seperti ibunya, namun sekaligus penakut seperti ayahnya. Di tengah segala keterbatasan dan konflik,...

Awal Kehidupan Raka

Raka lahir di sebuah desa kecil yang terletak di daerah termiskin di provinsi itu. Rumahnya sederhana, dindingnya terbuat dari kayu yang mulai rapuh, dan atapnya dari seng yang bocor ketika hujan turun. Hidup keluarganya penuh keterbatasan; mereka jarang bisa menikmati makan tiga kali sehari, dan seringkali harus mengandalkan bantuan dari tetangga atau kerabat yang sedikit lebih mampu. Ayahnya, Darma, bekerja serabutan, mengangkat apa saja yang bisa memberi mereka sedikit uang. Sementara ibunya, Sari, tinggal di rumah, merawat Raka yang baru lahir, namun seringkali melepaskan kekesalannya pada Darma.

Sari adalah sosok wanita yang keras dan cepat marah. Setiap hari, ada saja hal yang membuatnya berteriak. Entah itu Darma yang pulang terlambat tanpa membawa uang, atau perabotan rumah yang rusak dan tidak ada biaya untuk memperbaikinya. Amarahnya membara karena tekanan hidup yang tidak pernah memberi jeda. Dia mencintai Raka, tapi kemiskinan dan frustrasi sering membuatnya kehilangan kendali, dan Raka kecil pun terbiasa mendengar ibunya berteriak.

Sebaliknya, Darma adalah sosok yang diam dan penurut. Dia tidak pernah membalas kata-kata kasar istrinya, karena takut memperburuk situasi. Setiap kali Sari mulai berteriak, Darma akan menundukkan kepala dan mengiyakan apa pun yang dikatakan istrinya. Raka tumbuh dengan menyaksikan dinamika ini: seorang ibu yang keras dan penuh amarah, serta seorang ayah yang selalu ketakutan dan tunduk.

Sejak kecil, meski belum mampu memahami sepenuhnya, Raka mulai meniru dua sifat yang sangat berbeda dari kedua orang tuanya. Di satu sisi, ia mudah marah, mewarisi amarah dari ibunya. Di sisi lain, ia juga penakut, sama seperti ayahnya yang selalu menghindari konflik. Rumah kecil itu, penuh tekanan ekonomi dan emosi, menjadi tempat di mana Raka belajar menghadapi dunia yang tampak keras dan tidak adil.

Ketika Raka menangis karena kelaparan atau kedinginan, sering kali tangisan itu disambut dengan teriakan ibunya yang kelelahan. "Diam, Raka! Ibu sudah capek!" Sari akan berkata begitu sambil menyusui atau menggendongnya dengan kasar. Sementara Darma hanya bisa berdiri di sudut ruangan, tidak tahu harus berbuat apa. Dalam diam, ia merasakan malu dan takut yang mendalam karena tidak mampu memberikan lebih baik untuk keluarganya.

Desa mereka, yang berada di pelosok, terkenal sebagai salah satu daerah termiskin di provinsi itu. Air bersih sulit didapat, dan listrik sering padam. Tetangga-tetangga mereka hidup dengan kondisi yang serupa, sehingga tak banyak yang bisa diharapkan dari lingkungan sekitar. Mereka semua terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang tampaknya mustahil untuk diubah.

Namun di tengah semua itu, ada satu hal yang membuat hidup sedikit lebih cerah: pohon mangga kecil yang tumbuh di depan rumah mereka. Pohon itu ditanam oleh Darma beberapa tahun sebelum Raka lahir, sebagai simbol harapan. Pohon itu tidak besar, bahkan cenderung kerdil karena kurangnya pupuk dan perawatan. Tapi Darma selalu menyiraminya, meski hanya dengan air seadanya.

Setiap kali Darma memandangi pohon itu, ia berharap suatu hari nanti, seperti pohon mangga tersebut, Raka akan tumbuh lebih kuat daripada dirinya. Mungkin tidak hari ini, mungkin tidak dalam waktu dekat, tapi suatu saat nanti. Baginya, pohon itu adalah lambang dari sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang akan datang meski hari-hari yang sulit ini terus berlanjut.

Dan begitu Raka mulai bisa berjalan, ia sering bermain di bawah pohon mangga itu, belum menyadari bahwa pohon itu akan menjadi bagian penting dalam hidupnya. Meski kecil dan rapuh, pohon itu adalah saksi bisu dari awal perjalanan hidup Raka yang penuh dengan tantangan. Pohon yang sama, yang perlahan tumbuh, seperti harapan yang tak pernah benar-benar mati.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Akar di Tanah Gersang
0
0
Raka memiliki kakek pekerja keras bernama Sastro. Yah, hidup dari Sastro tidak jauh beda dengan Darma. Ya, buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Jika kualitas buahnya buruk, coba kita lihat juga pohonnya. Penasaran dengan kisah hidup sastro, baca lebih lanjut..
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan