Di sebuah desa miskin di pelosok provinsi, Raka lahir dari keluarga yang diliputi kemiskinan dan konflik. Ibunya, Sari, adalah sosok yang pemarah, sering melampiaskan frustrasi hidup pada suaminya, Darma, yang penakut dan selalu tunduk dalam diam. Raka tumbuh dalam ketegangan antara dua dunia: amarah yang tak terkendali dan ketakutan yang menghantui.

Di tengah kerasnya hidup, hanya ada satu hal yang selalu menjadi simbol harapan—sebuah pohon mangga kecil yang ditanam oleh Darma. Meski pohon itu rapuh dan kekurangan perawatan, ia tetap tumbuh perlahan, seiring dengan perjalanan hidup Raka. Pohon mangga menjadi cerminan dari perjuangan Raka: bagaimana ia harus menemukan jati diri di tengah kondisi yang serba sulit, bertumbuh meski menghadapi badai kemarahan dan ketakutan.

"Filosofi Pohon" menggambarkan kisah Raka dari kecil hingga dewasa, bagaimana lingkungan keluarga membentuk kepribadiannya, dan bagaimana ia akhirnya berusaha melepaskan diri dari bayang-bayang masa lalunya. Dengan latar kemiskinan yang kelam, novel ini mengeksplorasi dilema batin manusia antara amarah dan rasa takut, sambil menawarkan harapan bahwa setiap orang, seperti pohon mangga, bisa tumbuh dan berbuah meski dalam kondisi tersulit.

Filosofi Pohon: Tentang hidup yang tak pernah berhenti tumbuh