Virgin? Why not?- Bab 3

2
0
Deskripsi

Selamat Membaca 

Bab 3

Janira berjalan menuju ruang atasannya saat bertemu dengan Pak Indra, salah satu atasannya yang berbeda departemen. Ingin rasanya Janira mengutuk ketidakberuntungannya kali ini.

"Gimana tawaran saya?" Bisik Pak Indra saat berdekatan dengan Janira. Sedangkan Janira yang mendengar pertanyaan itu merinding seluruh tubuhnya, sungguh pelecehan itu membuat tubuhnya membatu dan terkadang membuat keberaniannya menguap.

"Janira.... "

"Eh, maaf Pak saya gak bisa. Hidup cuma sekali kalau mau jadi teman bobok Bapak saya rasa gak adil buat suami saya kelak." Kalimat yang begitu lancar keluar dari bibir Janira sebelum berjalan cepat menuju ruang atasannya, ingin rasanya Janira menyembunyikan tubuhnya untuk sekadar menenangkan diri. Tapi dirinya yang sebagai bawahan harus tetap profesional, "Harus kuat." Apalagi di zaman sekarang mencari pekerjaan sangatlah susah.

Tangan Janira mengetuk pintu cokelat itu sebelum suara dari dalam menyambut dimana Janira masuk dan membawa beberapa laporan yang harus diberikan ke atasannya itu.

"Terima kasih ya Jani." Ucap Pak Budi yang membaca sekilas laporannya. Pak Budi berbeda dengan Pak Indra, dimana Pak Budi tipe laki-laki yang family man yang sangat takut kehilangan istrinya. Beberapa kabar hurung beredar jika kedua anak Pak Budi itu menjadi anugerah yang membuat Pak Budi sadar jika istrinya telah berjuang mati-matian melahirkan keturunannya. Ya, istrinya harus merasakan perawatan intensif di ICU selama dua hari sebelum dipindahkan ke ruang rawat.

"Sama-sama Pak."

"Oh iya, besok lusa sebenarnya saya ada acara di luar, tapi saya lupa jika ada agenda perusahaan. Kamu bisa gak menggantikan saya?"

Hah? "Maksudnya Pak?"

"Saya seharusnya pergi ke luar kota dengan manager pemasaran, Pak Marcel. Tapi saya lupa jika saya sudah memiliki janji dengan istri saya. Jadi kamu bisa gak menggantikan saya?"

Pekerjaan ya? Janira berpikir sejenak sebelum mengangguk menyetujui permintaan Pak Budi. "Baiklah, saya akan telepon  HRD untuk buatkan surat izin kepada kamu."

"Baik Pak."

"Terima kasih ya Jani." Dimana Janira mengangguk sebelum izin pamit. Dimana Janira merasa bahagia jika dirinya akan pergi dengan Marcel. "Hati murahan!" Maki Janira kepada hatinya yang tiba-tiba bahagia setelah beberapa waktu tadi dilecehkan.

"Happy bener lo?"

"Lusa gue mau pergi keluar."

"Urusan apa?"

"Kerja, gue sama Pak Marcel." Tita yang mendengar hal itu sontak menoleh ke arah Janira dengan kening berkerut. "Serius? Bukannya Pak Budi?"

"Pak Budi ada acara, jadi gue yang dimintain bantuan." Kepala Tita mengangguk sebelum melanjutkan pekerjaannya. Meskipun ada hati yang tidak rela jika Marcel langsung bisa dekat dengan Janira, tapi apa boleh buat jika takdir mereka mendekatkan.

***

"Jani!" Panggil Marcel saat jam waktu makan siang dimana Marcel memanggil Janira untuk makan siang bersama. "Iya Pak."

"Ayo makan siang bareng, aku bawakan makanan banyak."

"Eh.... "

"Mama yang masak, jadi santai." Membuat Janira mau tidak mau akhirnya mengikuti langkah Marcel yang ke kantin. Dimana keduanya menyantap makanan disana.

"Tapi kok dua?" Biasanya Ibu akan memberikan kotak makan sesuai kebutuhan anaknya tetapi sekarang Janira melihat ada dua kotak makanan di hadapannya. "Iya aku bilang aku mau makan sama Jani."

"Terus?"

"Jani sepupu Leo Ma, sekarang aku dan Jani satu perusahaan. Eh Mama buat dua." Membuat Janira terkejut namun disatu sisi juga lega.

"Ini buat kamu, ini buat aku." Imbuh Marcel yang memberikan kotak makan itu ke hadapan Janira sebelum jemari tangan Janira membukanya.

"Ini buat aku?" Marcel yang mendengar pertanyaan itu sontak mengangguk. "Enggak suka?"

"Suka, tapi ini cantik banget." Makanan yang disusun seperti makana anak TK, membuat Janira terpesona. "Itu akal-akalan Mama saja, katanya latihan kalau punya cucu."

"Hah?" Marcel langsung menatap ke arah Janir dan tersenyum sebelum menjelaskan ucapannya. "Iya, Mama memang suka hal yang lucu katanya ia belajar dari youtube biar besok kalau punya cucu gak kaget."

"Tapikan ini buat aku?"

"Ya, itu untuk kamu. Tapi latihannya dari sekarang." Imbuhnya dengan tersenyum membuat Janira merasa tidak enak. "Sudah dimakan saja."

Dimana mau tidak mau Janira merusak semua keindahan itu meskipun matanya tidak ikhlas. Keduanya menikmati makan siang bersama sesekali diisi dengan pembicaraan ringan membuat siapa saja yang melihat iri, karena bagaimanapun Marcel manager baru di perusahaan ini yang citranya sudah didengar beberapa orang akan ketampanannya.

"Besok kamu yang ganti Pak Budi, kan?" Janira mengangguk.

"Oke, besok pagi aku jemput kamu di apartemen ya."

"Enggak di kantor saja?"

"Enggak, biar kita langsung berangkat."

"Oh oke baik."

"Siip."

Setelah jam istirahat selesai keduanya kembali ke meja kerja masing-masing dimana kedatangan Janira membuat Tita bertanya-tanya.

"Ciee yang lagi ngedate."

"Do'akan ya."

"Serius lo?" Janira mengangguk diikuti dengan senyuman membuat Tita tersenyum.

"Btw Jani." Tita menatap ke arah Janira dengan sorot mata bertanya-tanya. "Apa?"

"Tadi gue lihat Pak Indra kayaknya ajak lo lagi ya?" Janira menghela napas panjang dan mengangguk. "Sebel tahu tapi mau bagaimana, posisi dia lebih tinggi. Tapi malas aja bertemu."

Tita mengangguk mengiyakan. "Salah lo sih, jadi cewek cantik." Membuat Janira mendengus sebal.

Tbc

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Cinta sang Mantan Preman-Bagian Kedua
2
0
Selamat MembacaCuplikanBagian KeduaJo tersenyum tipis saat rambut Nadira terbang karena tiupan angin sore dimana keduanya tengah menikmati sore hari di pinggiran pantai.Jangan lihat kaya gitu Pak.Kamu cantik. Puji Jo dengan nada suara yang tenang seakan apa yang ia ucapkan sudah biasa Jo katakan. Sebaliknya Nadira yang mendengar hanya bisa tersenyum tanpa bisa mengindahkan ucapan Jo.Bagaimana makanannya?Enak, cocok di lidah saya Pak.Syukurlah. Jo berharap Nadira bisa menikmati kedekatan ini.Nadira menatap Jo sejenak sebelum mengutarakan isi hatinya. Kenapa Bapak tertarik dengan saya? Saya tidak sebaik itu untuk dijadikan pasangan.Jo yang tengah menyesap rokok menyebulkan asapnya sebelum menatap langit yang berangsur malam. Gak ada namanya perempuan sempurna begitu juga dengan kehidupan aku.Tapi Bapak memiliki segalanya.Itu yang kamu lihat.Tapi jika Jo mengetahui hidupnya pasti Jo akan terkejut batin Nadira. Setelah ini mau kemana?Tidur Pak. Capek. Jo mengangguk, mematikan rokoknya Jo berdiri dan mengambil tangan Nadira untuk pertama kalinya yang mana membuat Nadira membeku. Tidak masalahkan, ini hanya gandengan tangan.Dimana Nadira mulai santai bahkan keduanya mampu melempar senyuman ke beberapa karyawan hotel.Gak masalah kita menginap satu kamar tidur Pak? Keluh Nadira saat dirinya harus berbagi ranjang dengan Jo, dimana jelas Nadira merasa canggung. Ini bukan masalah urusan dewasa tetapi jujur Nadira belum terbiasa dengan situasi ini. Aku ingin mengenalmu, begitu juga sebaliknya.Oke, tapi tidak boleh kesana ya Pak? Membuat Jo mengerutkan kening. Having s*x?Kepala Nadira mengangguk mengiyakan. Kita sudah dewasa untuk membahas itu, jika kamu tidak mau aku tidak akan memaksa. Just do it.Nadira terdiam sebelum melangkah masuk ke kamar mandi dengan pikiran yang teringat akan sosok Soni, ya, bagaimanapun pria itulah yang mengenalkannya arti sebuah hubungan orang dewasa.Jangan jatuh ke lubang yang sama Nadira. Cukup dulu dirinya bodoh, dan sekarang dirinya harus bisa membatasi hubungan ini. Apalagi tidak ada masa depan disini pikirnya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan