Between Sympathy : Ch 9

2
0
Deskripsi

Update setiap rabu dan sabtu

Pagi kedua di kawasan Batu Malang, udara sejuk mengelus wajah Akmal yang sedang duduk di balkon penginapan, menyeruput secangkir kopi. Dari dalam kamar, terdengar suara langkah berat disertai rengekan khas Andrean yang baru bangun.

"Ndreee…, sarapan udah dateng!" panggil Akmal tanpa menoleh.

Tapi yang muncul bukan jawaban, melainkan dua lengan berotot yang tiba-tiba merangkul lehernya dari belakang. "Bang... kita extend liburan dua hari lagi, yuk?" bisik Andrean dengan suara serak, dagunya menempel di bahu Akmal.

Akmal menghela napas. "Nggak bisa. Besok aku harus balik shift malam.”

Andrean memutar tubuh Akmal menghadapnya. Kaos oblongnya masih terangkat separuh, memperlihatkan perut six-pack yang dihiasi bekas gigitan kemarin. 

"Tapi kita belum ke Coban Rondo, belum foto-foto di The Jungle sama kambing lucu, belum naik kereta gantung di Selecta..." rengeknya, jari-jari menggantung di pinggang celana pendek Akmal.

"Aku kan udah bilang, kerjaan nggak bisa ditinggal," jawab Akmal berusaha tegas, meski tangannya tak sengaja meraih pinggang Andrean.

Andrean mendekatkan bibirnya ke telinga Akmal. "Abang pengen kan lanjutin malam kemarin? Di sini masih ada Batu Night Spectacular yang lampunya romantis, terus Museum Angkut buat roleplay jadi supir truk..." Tangannya menyelinap ke bawah kaos Akmal, menggambar pola di perut bawah.

Akmal menahan erangan. “Ahhh… dasar kamu mah... pake cara licik.”

"Bukan licik, tapi negosiasi," Andrean menyeringai, mendorong Akmal hingga punggungnya menempel ke dinding kayu. “Dua hari doang, Bang. Aku janji pulang nanti aku yang bayarin ongkos ojek online Abang sebulan.”

“Bukan soal duit, Ndre. Mandor udah ngancem potong gaji kalau telat.”

Andrean berhenti sejenak, matanya berbinar licik. “Abang sakit. Aku bisa jadi saksi. Besok aku anterin Abang ke klinik, minta surat dokter.”

Akmal memicingkan mata. "Kamu ini... nemu dari mana ide jahatnya?”

"Dari pengalaman ngeliat karyawan papa yang suka bolos," jawabnya sambil tertawa renyah. Kini kedua tangannya sudah melingkari leher Akmal. "Plisss, Bang... Aku belum mau balik ke dunia di mana aku cuma jadi 'Andrean si anak pengusaha'. Di sini..." Ia menunjuk pemandangan perkebunan apel di kejauhan, “Aku bisa jadi orang biasa. Jadi... pacar Abang.”

Kalimat terakhir itu diucapkan dengan getar halus. Akmal menatap Andrean—di balik senyum genitnya, ada kerinduan untuk tetap menjadi diri sendiri, jauh dari tekanan keluarga.

"Ngeyel banget sih kamu," desis Akmal, jari mencolek dahi Andrean. “Tapi janji, dua hari doang. Hari ketiga kita balik, langsung aku ke pabrik.”

Andrean bersorak, mengangkat Akmal dalam pelukan berototnya. "Yes! Abang emang the best!”

"Turunin! Aduh, tulangku remuk!" protes Akmal, tapi tertawanya pecah saat Andrean malah mengecup keningnya.

Di teras penginapan, Andrean menyaksikan Akmal menelepon mandornya dengan wajah tegang.

"Pak... saya minta izin cuti dua hari. Saya... sakit," suara Akmal gugup.

Andrean menyambar ponselnya. "Permisi, Pak. Saya Andrean, temannya Akmal. Dia demam tinggi semalam, sampai muntah-muntah. Sekarang di klinik mau diinfus. Mohon izinnya, ya Pak." Suaranya meyakinkan, seolah-olah ia sudah berpengalaman memalsukan surat dokter.

Sepuluh menit kemudian, Akmal menatap Andrean tak percaya. “Dia... bilang 'jaga kesehatan' dan kirim foto surat dokter besok.”

Andrean menyunggingkan senyum kemenangan. "Kan aku udah bilang. Sekarang..." Ia menarik tangan Akmal ke arah kasur, "Kita rayain dengan room service khusus…”

***

"Dua hari di Batu bukan cuma soal naik wahana. Tapi tentang seberapa dalam kita mau jatuh cinta, di antara pohon apel dan kebohongan manis ke mandor.” ~ Akmal 2024

***

Mobil SUV putih bernomor plat N 5464 AB melintas pelan di jalan berliku Malang. AC di setengah kedinginan, kursi kulit menghampar tipis bekas kopi tumpah, dan GPS yang terus berbunyi "Make a U-turn" menjadi saksi dua hari tambahan mereka.

"Abang mah nyetirnya pelaaaan, kayak nenek-nenek," Andrean menyeringai dari kursi penumpang, kaki menempel di dashboard. “Ini mobil sewaan, bukan taksi online!”

Akmal mencengkeram setir erat. "Kalo nabrak, deposit 5 juta hangus. Gaji sebulan aku!" Matanya mencuri pandang ke bon sewa mobil di dashboard, Rp 750.000/hari.

Hari pertama tambahan dihabiskan di Coban Rondo. Andrean memaksa Akmal foto pakai kamera DSLR sewaan. "Ini buat laporan riset pemasaran," bisiknya sambil menyetel timer. Tapi saat lampu kilat menyala, tangannya malah meraih pinggang Akmal. Foto itu tersimpan di memori kartu dengan nama file "DSC_0457 - Analisis Pasar (Confidential)".

Malamnya di penginapan murah dekat alun-alun, mereka berebut kunci mobil. "Aku yang nyetir besok," Andrean merajuk. “Abang mah pelan banget.”

Saat andrean tertidur Akmal merokok di teras penginapan sambil hitung pengeluaran: Bensin Rp 450.000, tol Rp 210.000, parkir Rp 75.000.

Hari kedua berantakan sejak pagi. GPS error membawa mereka ke gang sempit di Kedungkandang. 

Ban SUV nyaris tergelincir di lumpur jalan kampung. Andrean mengutuk dalam hati sambil mundur pelan, kaca spion nyaris menyenggol tumpukan genteng di warung. "Katanya mau ke Sego Njamoer, ini malah nyasar ke kampung!" gerutunya, jari menghapus notifikasi WA Laili yang bertanya soal foto Instagram.

Andrean membuka jendela, bertanya ke anak kecil yang main layangan, “Dek, warung Sego Njamoer lewat mana?”

"Lurus mentok, Om. Nanti sampai pertigaan yang ada kuburannya, trus belok ke kiri!”

***

Mobil SUV putih bergemuruh melintasi jalan berkelok Malang, kabut tipis masih menempel di kaca depan seperti tirai kelambu yang transparan. Andrean mencengkeram setir dengan erat, jari-jarinya sesekali mengetuk-ngetuk kemudi sisa gugup yang belum sepenuhnya hilang. Di kursi penumpang, Akmal asyik mengunyah kerupuk udang sisa dari warung, remah-remahnya berhamburan di celana cargo coklatnya yang sudah belepotan noda sambal dan kuah rawon. "Yang, tadi mukamu pas aku keceplosan bilang 'Sayang'... Ih, kayak anak sekolah ketahuan nyontek ulangan!" goda Akmal tiba-tiba, sambil menyodok bahu Andrean hingga mobil nyaris nyelonong ke bahu jalan.  

Andrean menghela napas panjang, matanya menyipit menatap jalanan berkelok. "Abaaanggg, diem! Tadi siapa yang gemeteran sampe numpahin sambal ke celanaku? Dikira mau bikin *hot pants* ala sambal terasi?" Ucapnya berusaha tegas, tapi sudut bibirnya sudah menyungging tak kuasa menahan tawa. Di spion tengah, pantulan wajah Akmal yang sedang menyeringai membuat dadanya hangat, meski sisa panik masih menggelitik tengkuk.  

"Lah, kan biar matching sama baju kamu, Yang. Warna merah... Romantis, tuh! Kayak lampion Imlek!" Akmal pura-pura serius, tangannya mencolek lengan kemeja flanel merah Andrean yang sudah tergulung kusut. Andrean tersedak tawa, tepukan ringannya mendarat di paha Akmal dan berubah menjadi cubitan mesra. "Kesel! Ini kemeja flanel, bukan baju pengantin! Tapi... tadi Rizky itu ngaco banget. Bilangnya teman SMP, tapi gaya flirting-nya sama Irwan kayak film-film FTV!"  

Akmal mengangguk sambil menyeruput kopi kaleng yang sudah dingin. "Iya, tuh! Pas Irwan injak kakinya, muka irwan sampe merah kayak cabe keriting. Dasar sok jaim padahal kelihatan baper." Matanya melirik ke jok belakang yang berisi tas carrier mereka, seolah memastikan tak ada yang mendengar. Andrean memperlambat laju mobil saat jalanan mulai menanjak, kabut pagi perlahan tersibak memperlihatkan pucuk-pucuk pinus di kejauhan.  

"Sumpah, tadi aku gugup banget, Bang. Sampe aku ngasal bilang kita ke sini buat apresiasi sales terbaik," bisik Andrean, jari-jarinya memainkan gelang silikon di pergelangan tangan Akmal. Akmal menyandarkan kepala ke jendela, senyum nakalnya tak hilang. "Eh, tapi tadi di toilet... Kamu mah jahat banget marahin aku. Padahal biasanya kan manis… manja…"  

Andrean segera menjewer telinga Akmal, muka merah padam. "Dasar! Tahu situasi gawat malah keceplosan manggil sayang! Berabe kalau mereka sampai tahu kita..." Suaranya tiba-tiba kecil, matanya fokus menatap jalanan sepi yang mulai ramai oleh truk-truk pengangkut sayur. Akmal meraih tangan Andrean yang menggenggam setir, usapannya lembut. "Santai, Yang. Tadi kita udah acting kayak bos dan bawahan beneran kok. Lagian, Irwan sama Rizky juga pasti punya rahasia. Lihat tuh, tadi Rizky sampe bilang 'dulu kami sekelas'... Lah, mukanya aja kayak beda 10 tahun!"  

Tertawa pendek Andrean memecah ketegangan. "Iya, nggak nyambung! Tapi... jangan-jangan mereka kayak kita? Main petak umpetan juga?!” Akmal menyeringai, jari telunjuknya menunjuk papan reklame bergambar gunung di pinggir jalan. "Kalau iya, kita harus bikin aliansi. Biar kalau ketahuan, bisa saling jaga... Kayak The Avengers versi real life, hahaha!"  

Tiba-tiba Andrean menepikan mobil di bahu jalan, tawanya meledak. "Eh, Abang liat nggak tadi? Pas Rizky bilang 'saya teman SMP-nya Pak Irwan'?”

“Dia sampe keselek air minum!" Akmal melanjutkan sambil ikut tergelak, tubuhnya terguncang menirukan ekspresi Irwan yang mukanya merah seperti kodok kesetrum. 

Mobil kembali melaju, kabut pagi yang tersisa menari-nari di antara pepohonan. Di kejauhan, papan penunjuk arah muncul perlahan, bagaikan hubungan mereka yang seolah mulai memiliki arah yang jelas. Andrean mengusap punggung tangan Akmal yang masih menggenggam erat tangannya. "Eh, bener ya, Bang. Kalau dipikir-pikir kita ini kayak sambal sama nasi. Emang pedes tapi bisa bikin orang melek, cocok."  

Akmal mencubit pipi Andrean yang memerah, senyumnya lebar. "Dih, apaan sih Yang, sok puitis! Nggak nyambung pula, udah sono mending fokus nyetir... Nanti kita nyasar lagi, dikira mau honeymoon ke tengah hutan!"  

Tawa mereka menggemakan kabin mobil, mengubur sisa momen canggung di warung tadi. Di balik semua lelucon, jari-jari mereka tetap terkait erat di atas jok tengah, sebuah kesepakatan tanpa kata untuk tetap melawan arus. Meski jalan berkelok di depan masih panjang, dan dunia di luar kaca mobil tak pernah berhenti menentang, setidaknya hari ini mereka punya secuil keberanian yang lahir dari tumpahan sambal, kebohongan konyol, dan tawa yang tak bisa dibungkam.

(Cerita selengkapnya kejadian di Warung Sego Njamoer, bisa dibaca di serial “SATPAM GENDENG”)

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Between Sympathy Ch. 10
1
0
Update setiap rabu dan sabtu
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan