
Cerita ini berdasarkan pengalaman pribadi sang penulis. Di mana kawula muda lebih memilih kopdar ataupun kongkow manja di kafe-kafe kekinian. Akan tetapi berbeda dengan karakter Jojo dan Yenyen. Mereka lebih tertarik singgah ke warkop atau warmindo.
Suatu ketika mereka menemukan kedai warkop atau warmindo yang tak biasa. Di sanalah cerita-cerita mistis tengah malam mulai terungkap. Lantas, apakah Jojo dan Yenyen dapat pergi dari kedai tersebut?
“Hari ini kita kongkow di mana, ya?” tanya Jojo, sembari tetap fokus mengendarai sepeda motornya.
“Terserah elo aja, Jo. Yang penting tempatnya nyaman dan enak buat nongki-nongki santuy,” sahut Yenyen.
Hari ini sabtu malam, biasa kawula muda menyebutnya malam minggu. Bukan hanya malam minggu saja Jojo mengajak kencan sang kegebetan. Terkadang kamis malam atau malam jumat pun jadi.
Berapa minggu terakhir ini, ia dekat dengan seorang gadis bernama Yen Cia. Gadis keturunan Tionghoa, yang akrab disapa Yen atau Yenyen. Karena baru PDKT, Jojo alias Jhonsa Agustian terus berusaha mendekati Yenyen.
Mereka punya kesukaan yang sama yakni, pecinta kopi dan indomie. Si Jojo pecinta kopi hitam kental, airnya setengah gelas. Sedang si Yenyen pecinta kopi khas italia alias cappucino ala-ala warkop, bukan coffee shop yang logonya seorang ratu.
“Ya udah, kita ke warkop aja deh. Sekalian ngopi, daripada muter-muter nggak jelas gini,” usul Jojo.
“Warkop? Boleh tuh, enak sembari ngopi mantul,” timpal Yenyen, yang langsung menyetujui usul dari Jojo.
Mereka ini memang sering singgah di warkop atau warmindo jika sedang keluar malam, hanya sekedar cari angin ataupun pelepas penat. Bukannya tak mampu nongkrong di kafe kekinian, tetapi rasa nikmat kopi dan indomie buatan si Aa penjaga warkop tak ada yang menandingi. Kata mereka berdua, tapi itu faktanya.
“Kemaren itu kita udah pernah ke sini, mau ke sini lagi atau cari yang lain?” tanya Jojo, ia sempat menghentikan sepeda motornya tepat di depan kedai bertuliskan WARKOP BAROKAH.
Yenyen sejenak berpikir. Agaknya ia tampak ragu, untuk singgah di kedai warkop tersebut. “Ehm, gimana kalau kita cari yang lain dulu. Biar suasananya nggak gitu-gitu aja. Cari suasana yang barulah, biar nggak boring juga. Gimana, mau nggak?” Yenyen menyarankan untuk mencari kedai warkop ataupun warmindo yang lain.
“Oke, boleh juga. Kita kan penjelajah warkop atau warmindo, ya. Modal goceng berjam-jam buat ngobrol doang,” kekeh Jojo.
“Eh, iya benar. Namanya ngopi mana bisa buru-buru, elo kata minum susu tinggal sekali teguk.” Yenyen pun tertawa renyah.
Jojo pun segera menyalakan sepeda motornya, dan meluncur pergi mencari kedai warkop lainnya. Suasana malam di kota Jakarta begitu ramai, bahkan terkadang masih padat merayap di jalan rayanya.
Mereka sangat menikmati udara malam di perkotaan. Meski perkotaan yang mereka tinggali bukanlah kawasan yang terbilang elite. Baik, Jojo ataupun Yenyen masih tinggal di rumah dalam gang. Mereka bukan tinggal di komplek ataupun perumahan real estate.
Setelah berkeliling sembari menikmati udara di malam hari yang begitu sejuk, tetapi hati-hati kalau kelamaan bisa masuk angin. Mereka pun sampai di kedai warkop berikutnya.
“Di sini mau, nggak? Kita coba dulu, aja. Siapa tahu tempatnya enak, nyaman. Gimana, Yen?” tanya Jojo, seraya menghentikan sepeda motornya.
“Ya udahlah di sini aja. Kayaknya di sini doang yang lumayan tempatnya. Daripada yang lainnya tadi, mending di sini,” timpal Yenyen.
Seusai memarkirkan sepeda motornya, Jojo mengajak Yenyen memasuki kedai warkop tersebut. Seperti biasa, pesanan pertama mereka kopi hitam dan cappucino.
“Elo lapar nggak? Kalau lapar, pesan indomie aja,” tawar Jojo.
“Ehm, boleh deh.”
“Bang saya pesan mie kari, telurnya setengah matang, kasih sawi, dan cabai rawit diiris-iris. Jangan lupa pakai lada, ya, Bang. Nggak usah pakai saus,” pesan Yenyen.
“Kalau ada bawang goreng, kasih aja, Bang,” tambah Yenyen.
Sementara pesanan Jojo hampir sama dengan pesanan Yenyen. Hanya saja ia memesan mie goreng dengan telur matang, dan diberi saus botolan khas abang tukang bakso. Yenyen paling anti dengan saus botolan tersebut.
Tak sampai 1 jam mereka bergegas meninggalkan kedai warkop tersebut. Hal yang langka memang. Biasanya hanya minum segelas kopi saja, mereka bisa nongkrong berjam-jam. Namun, kali ini seperti ada yang tidak beres.
Berapa menit kemudian, mereka sudah berada di jalan. Sepanjang jalan, mereka berdua saling mengeluh.
“Enak yang kemarin, ya, tempatnya. Tadi mah, abangnya jutek banget. Mana kita lagi nonton TV dimatiin lagi, sial dah,” gerutu Jojo.
“Iya benar, ngeselin banget tuh abangnya. Tadi juga, pesan telur setengah matang, eh malah dibuat matang banget. Payah dah, besok-besok nggak usah ke situ lagi dah,” balas Yenyen, ikut mengeluh kesal.
***
Lima hari kemudian, tepatnya kamis malam alias malam jumat. Jojo kembali mengajak Yenyen untuk JJM alias ‘Jalan-jalan Malam’ sembari menikmati kopi pastinya.
“Kalau mau nongki di warkop atau warmindo, cari yang benar. Jangan kayak kemarin lagi dah, Jo!” seru Yenyen.
“Ya entar cari yang abangnya asyik. Jangan kayak kemarin, jualan jutek gitu,” sahut Jojo.
Mereka pun akhirnya menemukan kedai warkop atau warmindo yang cocok. Abang penjualnya pun ramah. Ditambah ada televisi yang selalu menyala. Menambah kesan betah untuk para pelanggannya.
“Nah, ini mantul tempatnya, Yen. Kalau yang di dekat pintu kereta juga asyik ada radionya. Mana nyetelnya lagu jadul semua, mantap dah nostalgila banget, ‘kan?”
“Iya, sekali-sekali cari yang lain, Jo.”
Awalnya mereka hanya memesan kopi seperti biasa. Kedai warkop tersebut makin ramai apalagi malam ini ada pertandingan bola di televisi.
Bisa dibilang, hanya Yenyen pelanggan perempuan satu-satunya. Di warkop ini semua laki-laki, dari yang muda sampai sudah bapak-bapak setengah sepuh.
Karena asyik menonton pertandingan bola, membuat Jojo dan Yenyen sampai lupa waktu. Sekarang tepat tengah malam, ditambah malam jumat. Suasana mencekam mulai terasa.
Bagaimana tidak, salah satu pelanggan pria justru bercerita pengalaman mistisnya, seusai pertandingan bola di televisi selesai.
“A Doni, elo tahu nggak di gang ketiga itu, nggak ada lho kalau jam-jam segini yang berani lewat situ,” cerita salah satu pemuda.
“Kalau gang pertama dan kedua mah saya berani. Kalau gang ketiga banyak yang cerita kalau suka ada penampakan atau kejadian yang aneh-aneh, iihh,” timpal si Aa warkop bergidik ngeri.
“Iya, emang benar, Don. Bapak aja pernah malam jumat kliwon bulan lalu, nggak sengaja habis pulang main catur di rumah pak Riki, ehh lewat gang ketiga saking lupa kalau malam itu malam jumat kliwon dan udah jam 2 malam. Eh, di dekat rumah yang ada kayak bangunan candi, ada si Ipul, Dani, dan Rega lagi main kartu remi. Bapak tegur diam aja mereka,” sambung narasumber mistis.
“Terus Bapak lihatin, mata mereka kayak kosong gitu. Karena merinding, gue lari aja, eh paginya tuh anak bertiga kayak nggak sadar tiduran di gang. Mitosnya sih, di bangunan kayak candi itu, ada penunggunya. Jadi siapa pun yang duduk atau lewat sana dibuat nyasar ke alam lain,” lanjut narasumber itu.
Jojo dan Yenyen ikut menyimak. Sekilas Yenyen melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 02.00. “Gue jadi takut pulang nih, mana gang rumah gue sepi dan kadang gelap lagi. Mau pulang udah jam segini, ngeri juga,” bisik Yenyen.
“Ya benar, ini jam-jam rawan. Mending kita tunggu adzan subuh aja. Malam ini begadang nggak apa-apa, ‘kan? Kita masih nganggur ini,” saran Jojo.
Dikarenakan cerita mistis di tengah malam itu, mereka pun memutuskan untuk pulang selepas adzan subuh. Merasa tak enak berlama-lama di kedai warkop tersebut, mereka pun memilih untuk memesan indomie dan juga roti bakar. Untuk kopi, dari kopi panas dan es kopi sudah mereka pesan.
Cerita mistis di kedai warkop tersebut, tak akan pernah mereka lupakan. Justru malah mereka jadikan sebagai pengalaman seru dan berharga saat menjelajahi warkop atau warmindo di malam hari.
***
TAMAT
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
