
Alert! This story is better to read if you are over 18 years old. So, please help me to read this story wisely if your age isn't covered yet.
Ghava and Geyatama's long story version will be available here.
Previously this story was uploaded on Wattpad under the title Cardines Temporum.
This is a longer version, where you can find out the next story of Ghava and Geyatama.

p.s Was written from the POV of Ghava and Geyatama alternately.
Bali, Maret 2020
Ghava
Suara benda jatuh di dalam air yang berasal dari arah kolam renang menghentikan kegiatanku yang sedang memeriksa laporan yang dikirimkan oleh Lila dan timku di Jakarta sana sekitar satu jam yang lalu. Dengan tak yakin aku melepas sebelah airpods di telinga kiri dan mendapati kalau suara itu kembali terdengar berupa percikan-percikan air seperti ada yang sedang sibuk mondar-mandir di atas permukaan air kolam renang.
Memilih untuk meletakkan airpods ke atas meja dan beranjak dari kursi untuk keluar dari kamar — hanya untuk memastikan kalau ada makhluk hidup yang membuat keributan di wilayah basah itu — mataku disambut oleh gelapnya ruang televisi dan secercah cahaya muncul dari teras samping yang menghubung ke arah kolam renang. Pintu kaca gesernya juga terbuka lebar sampai membuat tirai putih yang melapisinya melambai-lambai terbawa angin malam.
Keningku mengernyit bingung melihat penampakan yang tersuguh itu, tanpa banyak berpikir kakiku melangkah cepat ke arah teras samping dan menemukan seseorang benar-benar sedang mengitari kolam renang dengan gaya punggung yang sangat santai dan ahli. Setelan renang yang dikenakannya itu berupa dua potong pakaian yang menutupi dua bagian yang berbeda, dimana tidak benar-benar tertutup dengan cara yang baik untuk dilihat.
“Ya!” Aku berseru ketika mendadak hatiku dibuat dongkol melihat wajah wanita itu yang mengarah ke langit-langit malam menampakkan senyuman senang sementara kakinya terus membuat percikan-percikan di atas permukaan air untuk menggerakkan tubuh mengambangnya.
Wanita yang sedang asyik berenang dengan posisi telentang tadi seketika berhenti di tengah kolam dan terkejut melihatku yang berdiri kesal di ambang pintu kaca.
“What the heck are you doing?! Ini jam 11 malam.”
“Swimming.” Bukannya merasa bersalah karena sudah menggangguku bekerja, wanita itu justru menunjukkan cengiran tak berdosa. “Mau ikut?” Tangan kanannya terulur seraya melangkahkan kakinya di dalam air untuk mendekat ke sisi kolam di mana aku berdiri.
“It’s nearly midnight, Gosh! And look! What are you doing … and wearing? The heck, Ya.”
Yaya terkikik dan melipat kedua tangannya untuk menopang dagu di lantai kayu sisi kolam renang, berjarak satu meter dari tempatku berdiri sekarang.
“Kalau mau berenang emang aku harus pakai apa, sih, Ghav? Ya ini pakaian renang yang baik dan benar, kamu pikir aku salah pakai bikini renang di kolam renang villa?”
“Bukannya tadi kamu pamit mau kerja di kamar? Kenapa tiba-tiba renang tengah malam gini?”
“Kepengin berenang aja. Baru kelar pilih gambar dan import bahan tadi. Kamu lagi ngapain emang kok tiba-tiba muncul?”
Wanita yang masih berada di bawah air kolam tanpa pakaian yang cukup untuk menghalau dingin itu justru masih terlihat santai dan mengajakku berbincang seolah tidak memusingkan kekesalanku karena melihat kelakuannya malam ini.
“Kerja,” cetusku bernada kesal. “Udah, deh, Ya, jangan cari gara-gara. Mending kamu naik sekarang terus mandi and go to bed. Kita masih ada tiga hari lagi di sini, dan aku nggak mau — “
“Aku sakit?” potongnya pada kalimatku yang belum selesai tadi. Senyumannya itu, loh, seolah benar-benar puas. “Iya, kan? How sweet.”
Kedua bola mataku memutar jengah. Ya memang itu yang ingin aku ucapkan tadi, sebelum Yaya memotong dan justru aku mendengar itu keluar dari mulut wanita itu dengan suara yang dibuat-buat tadi. Aku sedikit menyesal dengan niat baikku yang khawatir kalau dia bisa sakit kalau berenang malam-malam begini.
“Help me?” Tangannya terulur ke arahku lagi dan membuat kedua alisku mengerut protes. Apa maunya? “Katanya aku disuruh naik? Tolongin, dong, Ghav.”
“Itu ada tangga.” Jariku menunjuk tangga keramik yang ada di sepanjang sisi kanan kolam renang.
“Biar cepat. Udah kedinginan nih aku.” Dia merengek seolah semua kebodohannya itu adalah salahku, salah sendiri cari perkara dengan bertindak bodoh tanpa berpikir.
Tanganku dengan sangat terpaksa terulur ke arahnya dan langsung diraih erat dengan jari-jarinya yang sudah sangat dingin itu. Dengan sedikit mengeluarkan tenaga, aku membantu Yaya untuk naik dari kolam dengan kedalaman hampir 2 meter itu.
And I don’t think my decision to help her was a good idea.
Kini aku harus menyaksikan secara jelas bagaimana Yaya yang berdiri hanya dengan dua potong pakaian renang berwarna kuningnya itu — yang benar-benar hanya menutupi dua bagian tubuhnya, sembari mengibas rambut panjangnya yang basah.
Well, she’s pretty. Who the hell wouldn’t say that? Dari awal aku bertemu dengan Geyatama ini, aku berani bersumpah kalau sempat mengatakan dalam hati bahwa wanita ini cantik sekali. Tapi siapa yang sangka kalau tingkahnya justru sering membuatku kesal? Pasalnya dia lebih tua dariku — I think she’s almost 3 or 4 years older than me — tapi kelakuan dan tingkahnya justru sering kali membuatku jengkel. Dia senang sekali menggodaku, seolah aku ini hanya pria ingusan yang innocent. Beberapa kali melontarkan kalimat-kalimat flirting yang entahlah dia dapatkan dari mana dan tak lupa dia pernah menciumku tanpa izin — ya, meskipun masih pada tempat yang aman. Tapi setelah jalan lebih dari satu bulan pergi ke banyak tempat berdua bersama wanita ini, semakin menjadi saja tingkahnya dalam menggodaku seolah aku ini hanya hiburan seru untuknya.
“Am I that sexy?”
Huh? Aku bahkan tidak menyadari kalau rambut wanita itu sudah tergulung handuk dan dengan percaya diri dia mengatakan kalimat tadi sambil berkacak pinggang bak seorang Miss Universe yang sedang memeragakan swimsuit-nya.
“Not. At all,” cetusku ketus danlangsung berbalik masuk ke dalam villa melewati pintu kaca sementara derap langkah wanita itu mengikuti di belakangku.
“Are you sure?”
“Did you often do something like this in Aussie?”
“Huh? Berenang malam-malam maksudnya?”
Aku berbalik tanpa aba-aba sampai kening wanita itu menubruk tepat di depan hidungku.
“Berkeliaran di dalam rumah cuma pakai bikini!” jawabku masih sama ketusnya.
Yaya memperlihatkan cengirannya masih tepat di depan wajahku, kira-kira hanya berjarak satu jengkal tangan. Dan sialnya aku jadi bisa melihat kembali dua pupil coklat tua yang memercantik kedua matanya itu.
“Am I that pretty?”
Lagi-lagi, nada suaranya itu, loh.
And yes, she’s damn pretty and sexy at this time. Dang, it! I have to admit that to myself, but not in front of her.
“Nope.”
“Bohong, kan?” bisikkannya dibuat mendayu seolah bisa meluruhkan semua pertahananku.
Yes. I lied.
Kepalaku menggeleng dengan lamat-lamat dan segera menarik handuk yang melilit di atas kepalanya itu dengan gerakan cepat.
“Go to bath and have a tight sleep!” tegasku sembari menyelimuti handuk besar itu di sekeliling tubuhnya.
Cengiran wanita itu tak jua luput dari wajahnya. Benarkah dia sudah berumur hampir 35 tahun?
“Can I just sleep with you tonight? Dingin, nih.”
“Nggak.”
“Yes! Boleh.”
Kami secara bersamaan mengatakan satu kata yang memiliki artian berbeda itu. Sampai akhirnya aku harus mengalah dan membuat wanita ini menurut dengan segera.
“I’ll make you a cup of hot tea, but you should go to the bath and put on your pajama.” Ini adalah penawaran terakhir yang sudah hampir mencapai batas kesabaranku. “Nggak ada tidur-tidur di kamarku!” tegasku final, kalau sampai —
Belum sempat aku selesai membuat janji dengan diriku sendiri di dalam hati, wanita itu menyerobot dengan seruan semangatnya. “Aye-aye Capt! Tungguin sampai aku selesai mandi, ya? Don’t you dare just leave the teacups on the table, awas aja! I also want you to be there when I come back.”
“Go to bath now!” geramku
“Muhun, Kasep.”
Melihat wanita itu berjingkat-jingkat menuju kamar sembari kedua tangannya menahan handuk yang kini sudah melingkupi tubuhnya, aku menghela napasku dengan berat dan menuju ke dapur untuk menepati janjiku.
Sesungguhnya apa yang salah dengan Yaya? Bertingkah seperti itu untuk mendapati perhatianku? Justru aku dibuat jengah dan kesal seringnya melihat senyuman sarat akan kepuasan pada wajahnya setiap kali dia berhasil menggoda dan membuatku kesal setengah mati. Membicarakan soal Yaya dengan Gemi aku bahkan sempat dibuat bahan ejekan wanita itu bersama Gania. Apa aku harus bertanya dengan sang kembaran? Ck, membuatku kepusingan saja.
Sembari menunggu air hangat mendidih, aku bersedekap di depan kompor listrik setelah selesai menuang gula pasir ke dalam cangkir teh yang aku siapkan untuk Yaya di atas meja kabinet. Pikiranku dibawa berkelana soal Yaya. Memang tidak ada yang mengatakan kepadaku tapi apa wanita itu benar-benar tertarik denganku? Tapi aku lebih muda darinya, kan? Dia sepertinya bertingkah seperti itu hanya karena memang dia memandangku sebagai pria polos dan lugu yang bisa dia permainkan, padahal aku tidak se-innocent itu.
Mendengar bunyi air mendidih membuatku sadar dari sedikit lamunanku tadi dan dengan cepat mematikan kompor untuk menuang cairan mendidih itu ke dalam cangkir yang sudah terisi gula pasir dan kantung teh.
“Can I get my tea now?” Suara wanita itu kembali terdengar. Ketika aku melihatnya datang ke arah dapur, kali ini rambut basahnya sudah terjepit dengan jepitan besar berwarna hitam dan dia menggunakan pakaian yang — ck!
“Why look at me so sarcastically?” Yaya mendekat dengan pandangan bertanya sampai akhirnya dia sadar kalau aku memperhatikan pakaian yang dikenakan olehnya. “This is a night gown. Baju tidur, kok.”
“Whatever.” Ini hampir tengah malam dan aku sudah lelah mendebat Yaya sekarang.
“Besok kita kemana?” Yaya menarik kursi tinggi pada bar stool di mana kini aku berdiri bersandar.
Bola mataku berputar ke atas untuk berpikir sebentar. “I found a Mexican resto di Ubud. Main dish-nya Taco dan Burrito. Tapi sebelum ke sana kita coba cari rujak kuah pindang dulu, kata temanku di sekitaran Sanur ada yang enak.”
Yaya menganggukkan kepala tanpa membantah sembari menikmati teh pada cangkirnya. Salah satu yang aku suka dari Yaya selama pergi bersamanya adalah dia tidak pernah ‘misuh-misuh’ soal pilihan-pilihan tempat yang aku berikan berdasarkan rekomendasi dari banyak orang dan Yaya mempercayakan itu dengan mengikuti pilihanku saja tanpa mengocehkan hal-hal yang berbau gerutuan bahkan ketika tempat pilihanku tidak menyajikan makanan sesuai dengan ekspektasinya.
Tapi sejauh ini semua review makanan yang ditulis olehnya dan sudah dapat acceptable interpretive, adalah bentuk sebuah review yang sesungguhnya. Jika memang makanan itu mendapat poin buruk dari Yaya, maka dia memilih untuk tidak menuliskannya sebab pertimbangan darinya adalah dia hanya ingin berbagi sesuatu yang baik dan bisa dinikmati banyak orang. Tapi jika tulisan jujurnya membawa dampak buruk untuk orang lain dia memilih untuk tidak menyuarakan itu dan hanya disimpan untuk dirinya sendiri, kalaupun dia berbohong tidak ada untung untuk dirinya.
“Don’t you have any requests?” Seringnya wanita ini meminta satu hari kami mengunjungi restoran sesuai dengan urutan makan yang baik dan benar di mana mulai dari appetizer, main course, sampai dessert, meskipun itu semua dilakukan di restoran yang berbeda tapi tetap pada urutan yang benar.
Matanya melirik perlahan ke arahku dengan mata sayu mengantuknya. “Mau kamu,” jawabnya dengan susulan kekehan geli setelah aku berdecak.
“Lusa kita harus ke Jimbaran sebelum lanjut ke tempat lain, gimana? Makan seafood di pinggir pantai,” lanjutnya.
Aku tahu tempat terbaik untuk menikmati seafood di pinggir pantai, sebab beberapa waktu dulu aku sempat melakukannya bersama dengan mantan kekasihku — Moona. Tapi, tak apa kan kalau aku membawa Yaya ke tempat kenanganku bersama Moona? Itu juga tempat makan seafood kesukaan Moona yang mana menjadi saksi aku dengannya pertama kali melakukan sunset kissing kami setelah satu minggu berkenalan dan memutuskan menjalin kasih.
“I know the best place for that one.”
“Awesome!”
Well, tidak perlu ambil pusing hanya soal tempat bersejarah dengan mantan kekasihmu, Ghav!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
