The Abandoned Princess ( 6-10 )

1
0
Deskripsi

Artemis telah selesai dengan tugasnya kini berbalik arah, masuk ke dalam hutan. Seekor rusa muncul, berjalan disamping Artemis membuat sang Dewi tersenyum. Ia menundukkan mengelus salah satu dari rusa kesayangannya yang selalu menemaninya berburu dialam liar.

Ia menemukan lima rusa di tepian sungai Anauros, di bawah perbukitan Parhasia. Ukuran rusa-rusa itu lebih besar daripada banteng serta memiliki tanduk emas di kepala mereka menarik hati Artemis. Ia lalu  menangkap empat di antaranya dan menjadikan mereka sebagai penarik kereta perangnya sedang rusa kelima kabur sampai ke hutan Kerinitia. Sejak saat itu Rusa tersebut kemudian dikenal sebagai Rusa Kerinitia dan menjadi hewan suci yang di keramatkan untuknya.

Krekk

Lagi dan lagi suara patahan ranting kayu terdengar membuat Artemis waspada. Dari wajahnya terlihat bahwa sang Dewi tidak senang dengan aura asing yang begitu kuat dirasakan olehnya. Tidak salah lagi. Ada orang lain disekitarnya saat ini.

"Aku tidak akan mengulang perkataanku. Jadi keluarlah sebelum aku benar-benar marah."

Hening. Selama beberapa saat Artemis menunggu namun seseorang yang Artemis maksud tengah bersembunyi dibalik pohon sama sekali tidak mau keluar dan menunjukkan diri dihadapan Artemis.

Artemis mendesis marah. Ia lalu memerintahkan salah satu dari rusa kesayangannya untuk menyeret seseorang yang telah dengan lancang melawan perintahnya.

Tak berapa lama, Rusa milik Artemis berhasil menyeret seorang pria keluar dari tempat persembunyian. Pria tampan bersurai perak lengkap dengan zirah perangnya itu terlihat mengusir rusa Artemis tanpa takut sedikitpun.


"Husshh... Pergilah! Pergi.."

Artemis mengernyit. Busur perak dan panah emas telah kembali ke dalam genggaman tangannya, bersiap untuk digunakan oleh sang dewi membuat pria yang tadinya bersembunyi itu tersadar akan kelancangan yang sudah ia perbuat hingga membuat sang dewi cantik dihadapannya murka.

"Maaf atas kelancanganku, Dewi. Aku sama sekali tidak bermaksud menyinggung perasaan Dewi." ungkap pria itu kepada Artemis.

Ya, dia memang salah karena telah bersembunyi dari sang Dewi tapi dia tak kuasa menahan rasa kagum akan kecantikan Artemis dan mengabaikan perkataan prajuritnya yang telah pergi untuk segera kembali ke camp perburuan mereka.

"Siapa kamu dan apa tujuanmu?"

"Aku pangeran Orion Lycius, putra Raja Arcadia."

---

Sebenarnya apa yang ku harapkan di dunia yang bukan milikku ini? Aku sendiri pun tidak tau apa aku cukup mampu berada disini? Tempat ini terlalu berbeda dengan tempat tinggalku dan aku tidak sanggup..

Masalah yang seharusnya ku selesaikan akibat pemilik lama justru mulai keluar pada jalur awal. Aku tidak mengharapkan perhatian dari mahkluk yang harus ku jauhi yaitu Poseidon. Si dewa laut yang menyebabkan Cathyrene bunuh diri dan membuatku datang untuk mengantikan gadis bodoh itu melanjutkan hidup penuh masalah ini.


"Gaunnya sangat pas dan cantik ditubuh anda, Nona Cathyrene. Awalnya aku tidak percaya diri menunjukkan karyaku ini karena jujur saja baru kali ini aku membuat gaun dengan model seperti ini." puji perancang busana Cathyrene tersenyum bangga melihat hasil karyanya sangat cocok dikenakan oleh Cathyrene,

"Tapi ternyata aku salah, gaun sederhana ini justru nampak memukau ketika dipadukan seperti ini. Nona memiliki selera masa depan yang baik. Aku luar biasa takjub." lanjutnya mengurai gaun bagian belakang Cathyrene, memberikan sentuhan terakhir pada gaun hasil rancangannya dengan Cathyrene.

"Aku juga mau berterima kasih. Gaun ini sangat Indah dan diluar dugaanku."

"Sama-sama, Nona. Kalau begitu aku pamit yaa, Nona karena tugasku sudah selesai."

Cathyrene menganggukkan kepala dengan senyum cantik melalui pantulan kaca.

Sepeninggalnya perancang busana wanita tersebut. Cathyrene kembali hanyut dalam pikiran. Helaan nafas panjang dengan mata terpejam, Cathyrene merasa hampa.

Blushhh

Berbeda di hari-hari sebelumnya dimana kamar Cathyrene didatangi cahaya emas. Kali ini cahaya bewarna biru laut menembus masuk melewati celah tirai yang dibiarkan terbuka oleh pemiliknya.

"Kau sudah datang?" gumam Cathyrene tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang datang bertamu dikamarnya berpikir itu adalah Apollo. Memang siapa lagi yang berani memasuki kamarnya dengan lancang kalau bukan pria itu.

Hening. Tidak ada yang menjawab membuat Cathyrene mau tidak mau membalikkan tubuh memandang tamu tak di undangnya itu.

"Mereka menunggumu." ucap pria itu membuka suara setelah cukup lama terdiam memandangi Cathyrene dari belakang.

"Kau!" Cathyrene terbelalak ketika mengetahui sang dewa laut lah yang menjadi tamunya malam ini. Pria yang ingin dia hindari di kehidupannya ini.

"Apa kau mengharapkan Apollo? Maaf membuatmu kecewa kalau begitu."

"Apa kau datang untuk mengambil jubahmu?" tanya Cathyrene. Ia kemudian berjalan menuju tempat ia mengantung jubah kebesaran sang penguasa laut.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Poseidon.

Cathyrene kembali dengan jubah milik pria itu ditangannya, menatap sang dewa, "Tidak ada. Jangan mencoba bersikap perhatian. Kau tau, itu tidak cocok untuk kita." balasnya dingin.

"Kau masih marah atas sikapku waktu lalu?"

"Tidak juga, kalau aku marah mungkin aku sudah mengusirmu dari tadi tapi lihat! Aku sama sekali tidak setega itu kan?" Cathyrene tersenyum paksa,

Ya meskipun aku ingin sekali menendangmu dari sini. Asal kau tau..

"Aku datang untuk memberitahukan bahwa aku sudah memberitahu usulan kemarin pada Zeus."

Cathyrene mengernyit. Mengapa dia harus tau?bukankah sudah dia bilang, urusan para dewa tidak akan membuatnya tertarik, "Lalu?" tanyanya.

"Mereka merasa ada harapan untuk masalah ini."

"Cathyrene, apa yang sedang kau lakukan didalam? Cepatlah keluar. Acaranya akan segera dimulai." panggil seseorang dari balik pintu kamar Cathyrene yang tertutup rapat.

"Kau dengar itu?"

Poseidon menyunggingkan senyum. Hanya tiga kata namun itu mengandung pengusiran secara langsung terhadap dirinya.

"Baiklah, aku akan pergi sekarang."

Anggukan kepala diberikan oleh Cathyrene untuk membalas ucapan Poseidon. Gadis itu kemudian berbalik, hendak keluar menuju tempat pesta jika suara Poseidon tidak menghentikannya kembali.

"Aku lupa memberitahukan satu hal."

Cathyrene menoleh, "Apa?"

"Kau cantik malam ini."

"Terima kasih atas pujiannya." balas Cathyrene tanpa senyum merona seperti kebanyakan gadis ketika mendapatkan pujian dari sang dewa.

Cathyrene justru melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, mengabaikan kehadiran sang dewa penguasa lautan.

Untuk pertama kalinya sang dewa lautan kehilangan pesonanya didepan seorang gadis yang pernah ia tolak pernyataan cintanya. Sekarang, dunia seakan berputar tidak lagi dibawah kaki sang dewa.

"Syeekk! Auwww.."

Suara Apollo terdengar dibalik punggung Poseidon ketika sang dewa hendak meninggalkan kamar Cathyrene sepeninggalnya gadis itu. Tidak hanya itu saja, pria itu tanpa berdosa juga secara lengkap memperagakan seorang yang baru saja terkena panah sukses membuat Aiden memandangnya kesal.

"Bagaimana rasanya ditolak?" lanjut Apollo tertawa puas. Ia sangat menikmati pemandangan yang sempat ia saksikan.

"Diam! Aku tidak butuh ocehanmu." marah Poseidon menghilang ditelan kabut.

----

Hades baru saja kembali dari Olympus setelah memenuhi panggilan Zeus yang memintanya untuk membagi waktu antara Persephone, dirinya dan ibu gadis itu, karena jika tidak, kesedihan Demeter akan membawa dampak buruk dibumi.

Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar dimana Persephone berada. Sejak kedatangannya. Tidak ada hari yang Persephone lalui diistananya tanpa bersedih. Dan seperti yang terlihat saat ini, lagi dan lagi Persephone berdiam diri dikamar, menatap kosong ke arah depan.

"Apa kau menyetujuinya, Hades?"

"Aku akan memikirkannya dulu."

"Kau tidak bisa seenaknya bersikap egois seperti ini. Setidaknya pikirkan perasaan Persephone."

Perkataan Zeus berputar kembali dikepalanya. Apa dia benar-benar harus melakukannya? Bagaimana jika Persephone tidak mau kembali lagi kepadanya? Kepada siapa dia harus meminta tanggung jawab untuk hal yang dia takutkan itu?

Tunggu dulu! Bukankah Persephone telah makan buah delima. Itu akan membuatnya harus tinggal bersamanya di dunia bawah, lalu apa lagi yang ia takutkan.

"Persephone." panggil Hades mengambil tempat duduk disamping Persephone.

Diam. Persephone sama sekali tidak menjawab panggilan Hades untuknya. Ia malah memalingkan wajah tidak mau menatap mata Hades.

"Apa kau merindukan ibumu?"

Persephone sama sekali tidak menjawab namun air mata yang jatuh membasahi pipinya telah menjadi jawaban yang menampar Hades.

"Aku tidak mengijinkanmu untuk menangis selama bersamaku, Persephone." lembutnya menghapus sisa air mata dipipi Persephone membuat gadis itu mau tidak mau memandanginya.

"Kau mau bertemu ibumu?" Hades bertanya dan langsung dibalas anggukan kepala Persephone.

Hades tersenyum lembut, "Kalau begitu ayo ikut! kita bertemu ibumu."

"Benarkah?"

"Iya sayang.."
 

----

Acara pengenalan calon Pendeta Agung telah usai. Keenam calon mulai berbaur dengan para tamu lain demi mencari dukungan karena nanti itu akan sangat diperlukan dan menjadi nilai tersendiri. Semakin banyak sang calon pendeta dekat dengan beberapa bangsawan, maka peluang untuk duduk di posisi yang mereka inginkan sangat besar.

Valerie dan calon lainnya telah bergerak mencari pendukung mereka sejak tadi. Sangat berbeda dengan Cathyrene yang memilih keluar dari keramaian pesta dan mencari udara segar diluar.

"Apa alasan kalian ingin menjadi pendeta Agung Athena?"

"Kalau aku karena Dewi Athena adalah favoritku. Aku sangat mengagguminya dan ingin menjadi seperti dia."

"Kalau aku, tentu saja popularitas. Dengan berada disini saja sudah membuatku terkenal."

Cathyrene kembali mengingat tujuan gadis lain datang ke tempat itu. Jika semua memiliki tujuan yang jelas lalu bagaimana dengan dirinya?

Bagaimana caranya agar aku bisa pulang. Aku sama sekali tidak tau banyak tentang dunia yang ku tinggali sekarang bahkan menggali informasi dari kepala Cathyrene pun percuma. Gadis ini lebih banyak menghabiskan waktu menyendiri sepanjang hidupnya diistana.

Jikalau pun diduniaku aku sudah tidak ada lagi. Maka bawalah aku ke tempat dimana seharusnya aku berada.

Ditengah kesunyian malam ditemani cahaya bulan yang menyinari gaun, Cathyrene berjalan menyusuri koridor kuil. Ia lalu memberhentikan langkahnya, bersandar pada pilar bangunan kokoh kuil Athena, menikmati hembusan angin malam menerpa kulit cantiknya.

"Kau disini rupanya." seru Valerie berjalan cepat menghampiri Cathyrene.

Cathyrene menoleh, "Vale, ada apa?"

"Tadi aku mencarimu didalam. Aku hanya bosan berada didalam sana dan ingin mengajakmu keluar, eh tenyata kau sudah diluar duluan." cerita Valerie panjang lebar yang hanya dibalas senyum tipis oleh Cathyrene.

"Hm, oh iya, terima kasih ya." ungkap Valerie lagi setelah terdiam cukup lama, membuat Cathyrene mengernyit binggung.

"Untuk apa berterima kasih padaku?"

"Karena kemarin kau tidak mengadukanku pada kepala pendeta kuil."

Ah, tentang pertemuannya dengan Poseidon.

"Itu bukan urusanku, Vale."

"Sekali lagi terima kasih, Cathyrene. Kau tau, aku sangat mengaguminya sejak dulu dan ketika dia mau menemuiku waktu itu, aku sangat bahagia." curhat Valerie berbinar, "sekarang aku tidak lagi memikirkan tentang persaingan ini, hanya dia yang menjadi tujuanku. Aku mencintainya."

Oh tidak, jangan lagi! Para wanita bodoh ini, kenapa mereka bisa dengan mudahnya terjerat pesona para dewa. Ya, mereka memang mempesona tapi percuma tampan kalau nempel sana sini.

"Sst.. Ssst.."

Cathyrene menoleh ke sana sini, mencari asal suara yang seperti memanggilnya membuat sosok pria pemain music lira yang tengah duduk di pembatas lantai dua terkikik geli.

"Rhea, disini." panggil suara itu lagi.

Kepala Cathyrene menengadah ke atas dan berhasil menemukan Apollo diatas sana. Pria itu terlihat melambaikan tangan dengan wajah bodohnya kepada Cathyrene yang mengerucut kesal.

Ayo ke sini..

Apollo membuat gerakan tangan memanggil Cathyrene agar menghampirinya dan meninggalkan Valerie dengan segala cerita cintanya yang cukup memuakkan untuk didengar oleh Cathyrene. Jika itu pria lain, mungkin saja Cathyrene akan dengan senang hati mendengarkan bahkan memberi nasihat sebagai sahabat tapi pria itu Poseidon, pria dengan sejuta pesona dan sejuta wanita yang rela menjatuhkan diri dibawah kakinya. Huh, Cathyrene malas mendengarnya.

"Vale, sepertinya aku harus masuk sekarang. Tidak apa kan?" pamit Cathyrene tanpa menunggu balasan Valerie, langsung bergegas pergi dari sana. 
 

----

Demeter membuka kedua tangannya menyambut kedatangan putrinya, sang dewi musim semi ke dalam pelukan membuat pepohonan, rumput dan bunga-bunga bersemi disekitar menandakan kebahagiaan yang dirasakan oleh mereka saat ini.

Hal tersebut tentu membuat Zeus bernafas lega. Akhirnya salah satu masalah bisa terselesaikan. Berterima kasih lah pada Hades yang tidak bersikap egois lagi pada masalah ini.

"Ibu, aku sangat merindukanmu.."

"Persephone, sayangku.."

Demeter melepas pelukannya. Ia memandang putrinya penuh kasih sayang dan rindu yang mendalam begitupun dengan Persephone, gadis itu mengeluarkan aroma Melati pada tubuhnya.

"Aroma Wangi lainnya." gumam Hades takjub. Ia tidak pernah sekalipun menghirup aroma seperti ini saat Persephone bersamanya didunia bawah.

Hades lalu mendekat menghampiri keduanya setelah terdiam cukup lama ditempatnya.

"Persephone." panggil Hades mengejutkan kedua wanita dihadapannya. Persephone menoleh, menatap Hades sedih seakan memohon untuk tidak dipisahkan lagi dengan ibunya.

Sebelah tangan Hades terulur menyentuh pipi Persephone yang tidak menolak menerimanya. Mungkin karena dia sudah terbiasa bersama pria itu jadi tidak ada penolakan sama sekali seperti yang pernah dia lakukan terhadap Apollo dan Hermes.

"Aku akan menunggumu kembali dibawah." ucap Hades penuh harap bahwa Persephone akan mengingat perjanjian mereka.

"Terima kasih, Hades." ucap Demeter tulus.

"Aku akan berterima kasih kembali jika Persephone dikembalikan padaku diwaktu yang sudah kita sepakati bersama." balas Hades penuh penekanan. 

 

----


 


Buat yang minta pohon sisilah mereka nih... Wkwk

Kronos-Rhea
Zeus - Raja para dewa, Dewa petir
Hera - Ratu Zeus, Dewi Pernikahan
Poseidon - Dewa laut, penguasa lautan
Hades - Dewa dunia kematian. 
Hestia - Dewi perapian dan Rumah tangga. 
Demeter - Dewi pertanian

Zeus - Methis 
= Athena (Dewi kebijaksanaan dan strategi perang) 
Sedikit cerita, Metis adalah istri pertama Zeus tapi karena ramalan mengatakan bahwa anak yang akan dilahirkan oleh Metis bakalan menggulingkannya jadi dia menelan Metis, dan setelah itu dari kepalanya keluar Athena dan sekarang Athena jadi anak kesayangan Zeus. Athena mewarisi ibunya sebagai dewi pemikiran dan kepandaian..

Zeus - Hera 
= Ares sang dewa perang..

Zeus - Leto 
= Apollo dan Artemis

Zeus - Demeter 
= Persephone

Zeus-Maia
= Hermes


 


 


Demeter ibu Persephone diperankan oleh Tiffany Snsd karena kepribadian Tiffany cocok banget sama dewi Demeter, lembut dan sangat sayang sama Persephone yang diperankan oleh Wendy. 




 


 

Leto, ibu si kembar Apollo dan Artemis diperankan oleh Yoona snsd selain karena deket ama V sampai punya shipper, Yoona juga sayang bnget sama Seulgi. 
 

Tbc...


Dengan langkah anggun yang baru pertama kali dilihat olehnya, Apollo mengulum senyum melihat Cathyrene berjalan menghampirinya sambil menarik gaun panjang yang dikenakan olehnya membuat gadis itu nampak menakjubkan malam ini.

Dalam hati pria itu berpikir, kemungkinan banyak pria diluar sana akan berbondong-bondong melamar Cathyrene jikalau saja pesona gadis itu dibiarkan terlihat seperti saat ini. Baginya, Cathyrene itu mempesona, hanya saja gadis itu tidak memperlihatkannya.

Ya, setidaknya itu dulu..

"Rhea, apa kau tidak ingin mengatakan sesuatu pada temanmu ini?" tanya Apollo mengintrogasi Cathyrene begitu gadis yang di selalu dipanggil Rhea berdiri tepat di depannya.

"Apa?" binggung Cathyrene. Ia menarik gaun yang dikenakan, bersandar pada pilar pembatas.

Apollo mengelus dagu, masih menatap Cathyrene dengan tatapan curiga, "tadi bertemu siapa saja?"

Melihat wajah Cathyrene yang nampak binggung semakin membuat kejahilan sang dewa matahari bertambah untuk menggoda Cathyrene.

"Oh sudah mulai rahasia-rahasia yaa?" cemberut Apollo pura-pura merajuk.

"Kau bicara apa?"

"Tadi Aiden ke kamarmu kan?"

"Oh."

"Kau lupa atau sengaja tidak mau mengatakannya padaku agar aku tidak menggodamu hm?"

"Tidak penting juga, lagian kenapa aku harus mengingat sesuatu yang tidak penting, buang waktu saja."

"Kau akan melukai hati Aiden kalau dia sampai mendengar hal ini, Rhea." kekeh Apollo membuat Cathyrene terdiam cukup lama.

----

Persephone telah kembali pada kehidupan lamanya yang tenang dan bahagia. Kesehariannya kini dihabiskan dengan senyuman. Bunga-bunga cantik kembali bermekaran, aroma Wangi bunga Melati menyeruak memenuhi taman, tempat sang dewi musim semi banyak menghabiskan waktu.

Senyuman manis serta aroma yang dikeluarkan oleh Persephone mampu membuat sekitarnya merasakan kesejukan.

"Persephone." panggil Demeter duduk diatas rumput hijau, tepat dibawah pohon berdaun lebat.

Persephone menoleh, memandang ibunya dengan senyum manis sebelum berjalan mendekati sang ibu sambil bersenandung kecil.

"Ibu, aku baru saja menumbuhkan tanaman baru disana." tunjuk Persephone ke arah tumbuhan baru dibelakangnya.

"Sangat Indah, sayang."

"Itu untuk ibu." balas Persephone berhamburan memeluk ibunya yang masih sangat ia rindukan, "aku tidak mau berpisah dengan ibu lagi." curhat Persephone menganti posisi dengan berbaring dipangkuan Demeter yang kini mengelus rambut Indah sang dewo musim demi lembut.

"Ibu juga, sayang." balas Demeter membuat Persephone tersenyum senang.

Sementara itu, diwaktu yang sama namun ditempat berbeda, tepatnya di dunia bawah. Hades nampak duduk berdiam diri di singgasananya. Tatapan mata tajam, tak tersentuh memandang lurus ke depan. Sudah cukup lama sejak kepergian sang dewi musim semi. Hades kembali dari dunia atas dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan duduk memerintah kerajaannya dari singgasana.

Dalam keadaan sang dewa penguasa dunia bawah yang seperti ini, tentu membuat siapapun tidak berani menganggu sang dewa, meski sebenarnya ada beberapa hal yang harus mereka sampaikan kepada Hades mengenai kabar yang terjadi di dunia bawah selama beberapa hari ini.


"Sampai kapan dia akan seperti ini?" bisik Minos kepada kedua saudaranya. Tidak biasanya mereka bertiga ragu untuk bertanya kepada Hades karena selama ini Hades selalu menerima laporan mereka dibalik wajah dinginnya dengan tenang akan tetapi saat ini keadaan tak sama seperti sebelumnya.

"Mungkin kita harus memanggil Thanatos untuk mengajak Hades bicara." balas Rhadamanthu.

"Itu ide bagus tapi bagaimana kalau Thanatos tidak berhasil membujuknya?" angguk Aiakos.

"Maka kita akan terus seperti ini."

----

Gulungan kertas berisi sebuah pesan khusus dibawakan oleh seorang prajurit Athens didepan kepala pendeta Agung yang usianya sudah rentan dan sudah semestinya mendapatkan penerus yang bisa mengantikan posisi sucinya tersebut.

Salah satu dari penjaga kuil wanita terlihat berjalan menghampiri prajurit pembawa pesan, mengambil gulungan yang ditujukan kepada mereka kemudian membawa benda tersebut dihadapan sang pendeta Agung.

"Utusan telah datang membawa surat dewi Athena dari Olympus." seru wanita itu menunjukkan surat yang dimaksud.

"Kalau begitu kumpulkan semua peserta. Ini adalah langkah awal mereka menghadapi tantangan."

Tak menunggu lebih lama lagi. Perintah pendeta Agung langsung dilaksanakan. Semakin cepat, maka semakin baik untuk melihat siapa yang akan menduduki posisi suci kuil Parthenon milik dewi Athena.

Beberapa saat kemudian. Keenam calon pendeta Agung telah berkumpul di ruang utama kuil. Masing-masing dari mereka berdiri dengan antusias dan rasa penasaran tinggi tentang tugas pertama yang akan mereka jalani.

Sangat jauh berbeda dengan Cathyrene. Sejak berdiri disana, ia tidak dapat memfokuskan diri. Entah apa yang dipikirkan olehnya saat ini.

"Bakti sosial calon pendeta Agung." ungkap pendeta Agung dihadapan ke enam calon penganti dirinya, "kalian harus mendedikasikan diri untuk membantu rakyat sebisa mungkin."

Kelima pasang mata dikedua sisi Cathyrene membulat sempurna. Terkejut, ya tentu saja. Mereka para peserta terdiri dari keluarga bangsawan dan kerja sosial seperti ini sungguh bukan gaya mereka, apalagi harus berbaur dengan rakyat diluar sana.

Benar-benar misi yang akan menurunkan derajat mereka sebagai Putri bangsawan.

"Kalian mempunyai waktu kurang dari satu bulan untuk mempersiapkan diri dan mengambil nomor undian." titah Elish, wanita paruh baya yang bertanggung jawab pada misi pertama para calon pendeta Agung.

----

Artemis berlari menyusuri kedalaman hutan, mengejar seekor singa yang menjadi target buruannya kali ini namun di sisi lain, terdengar suara kuda berlari pada satu arah serupa, mengejar buruan yang sama dengannya.

Kletakk... Kletakk

Bayangan seorang pria menunggang kuda putih terlintas didepan mata Artemis. Dari sorot mata tajamnya terlihat bahwa sang dewi tidak senang dengan apa yang ia lihat.

Srakkk

Dalam sekali bidik. Buruan yang tadi diincar oleh Artemis tumbang ditangan pria itu. Hal tersebut tentu saja membuat Artemis cemburu dan merasa kalah, untuk itu ia memilih pergi mencari tempat buruan lain.

"Tunggu!" teriak Orion menyadari Artemis akan pergi dari sana. Pria itu melompat turun dari kudanya lalu berlari mendekati Artemis yang tidak mau berhenti melangkah meninggalkan tempat itu.

"Bisakah kau berhenti mengikutiku!" desis Artemis memberhentikan langkah, berbalik memandang Orion kesal.

Orion ikut memberhentikan langkahnya, menatap Artemis serius, "Maaf, dewi, aku tidak bermaksud mengambil buruanmu." jelas Orion.

"Tapi kau baru saja melakukannya tadi."

"Aku menangkap buruan itu untukmu."

Artemis menggeleng, "aku tidak butuh bantuan apapun darimu. Aku bisa melakukannya sendiri."

"Sekali lagi maafkan aku."

"Aku tidak menerima maaf dari orang lancang sepertimu." balas Artemis dingin. Ia kemudian menghilang dari pandangan Orion yang menyesal.

Keputusan Orion yang ingin membantu nyatanya disalahartikan oleh Artemis. Siapa sangka bahwa Artemis tidak suka diganggu ketika sedang berburu dan Orion merasa ia telah melakukan kesalahan.

----

Pemilihan wilayah kabarnya akan dilakukan secara undi dan masing-masing peserta bergiliran tiap hari mengambil undian selama tiga hari, itu berarti satu hari akan dikeluarkan dua undian.

Para peserta yang telah mendapat giliran diberikan waktu mempersiapkan diri tanpa memberitahu situasi dan kondisi tempat yang akan dilaksanakan kerja sosial.

"Jadi tempatnya tergantung pada keberuntungan masing-masing?" angguk Apollo, "sudah ku duga, Athena memang tidak pernah mengecewakan."

Cathyrene memangku tangan didepan dada, berpikir keras tentang misi pertama. Ya memang sebenarnya dia tidak terlalu berambisi untuk menang tapi tidak ada salahnya kan jika dia berusaha, lagipula pertandingan ini tidak buruk dan pada kehidupan sebelumnya dia paling suka dengan tantangan.

"Masalahnya aku tidak tau apapun tentang wilayah kota ini, bagaimana struktur pemerintahannya, rakyat dan lain-lain, aku tidak kenal tempat ini."

Apollo mengernyit. Yang ia tau sebelumnya Rhea telah mempelajari kota Athena sebagai bentuk kesiapannya tapi mengapa sekarang gadis itu berkata seolah dia tidak pernah melakukan usaha apapun.

"Bukankah sebelum mencoba melakukan tindakan bunuh diri kau sudah mempersiapkan diri, Rhea? Apa satupun tidak masuk dalam kepalamu?"

"Hah?" Cathyrene cengo. Ia terdiam cukup lama sembari mengali ingatan Cathyrene lebih dalam lagi sebelum menyadari kebodohan yang sudah ia lakukan.

Sial!!

Mengapa dia tidak membongkar arsip dikepala Cathyrene dulu sebelum melakukan protes. Huh, jika begini dia hanya akan menambah daftar orang yang berpikir kalau dirinya itu gadis aneh.

"Aku belum menguasainya." bohong Cathyrene mengalihkan pandangan.

Apollo menyunggingkan senyum tipis, "Kau bisa melakukannya, Rhea. Kau hanya perlu berusaha."

"Yeah, aku bisa," angguk Cathyrene mengepalkan tangan ke udara, "fighting." lanjutnya menyemangati diri sendiri tapi hal tersebut justru membingungkan sang dewa matahari.

"Fighting? Apa itu." tanya Apollo.

"Oh, ini semacam kata kunci di kerajaanku untuk memberi semangat pada diri sendiri, apalagi dalam peperangan, berguna sekali. Yoo, fighting." Untuk kedua kalinya Cathyrene berbohong. Ia hanya tidak bisa menghilangkan kebiasaannya di kehidupan yang dulu.

"Kenapa aku tidak pernah mendengarnya padahal kita sudah lama berteman?"

"Mungkin kau tidak menyadarinya." Cathyrene tertawa menghilangkan kegugupan karena sudah berbohong kedua kalinya.

Ah sial, kenapa selalu keceplosan..

"Oh ya, apa kau tau dimana aku bisa menemukan informasi lebih detail tentang wilayah dekat perbatasan?" tanya Cathyrene mengalihkan pembicaraan.

"Kenapa kau meminta informasi tentang wilayah perbatasan?" tanya Apollo.

"Aku hanya mempunyai firasat."

"Firasat buruk,?"

Raut wajah Cathyrene berubah drastis. Haruskah diperjelas seperti ini, "hanya berjaga-jaga saja. Apa kelihatan ya?"

"Hanya menebak saja. Sekedar informasi, wilayah yang kau maksud itu adalah mimpi buruk."

Cathyrene melotot, ia cukup terkejut mendengar hal itu, "Oke, kau membuatku takut sekarang, Al." desah Cathyrene.

----

Demeter mengusap lembut rambut Persephone yang tergerai Indah dibelakangnya. Musim semi telah kembali memberi keindahan pada bumi yang mungkin tidak berlangsung lama.

"Persephone, sudah saatnya kau kembali kepada suamimu, Nak." dengan lembut Demeter bicara dengan putrinya memberitahu bahwa sudah saatnya anak gadisnya itu kembali pada Hades.

Persephone menggeleng, "tidak, ibu. Dia bukan suamiku. Dia menjauhkanku dari ibu selama ini."

"Tapi kalian telah tinggal bersama, sayang."

"Apa tinggal bersama di satu istana berarti telah menjadi suami-istri?" tanya Persephone polos.

"Tentu saja, sayangku." jawab Demeter, tiba-tiba menyadari sesuatu, "apa selama ini Hades tidak pernah menyentuhmu?"

Persephone menggeleng, "dia menyentuhku setiap kesempatan. Hal yang paling sering dia lakukan yaitu menggendongku untuk pergi makan jika aku sedang merajuk."

Demeter menahan senyum. Tentu saja, Persephone kembali dari dunia bawah tapi dia tidak membawa khas penghuni dunia kegelapan padahal dia telah menjadi bagian kerajaan Hades, ternyata selama ini Hades masih mempertahankan kesucian yang dimiliki oleh anak gadisnya.

"Ibu, kenapa diam saja?" Persephone bertanya, memperhatikan ibunya yang terus terdiam sejak tadi.

"Dengarkan ibu, sayang. Saat ini kau bukan milik ibu sepenuhnya. Seperti halnya dengan dunia atas yang membutuhkan musim semi, dunia bawah sekarang juga membutuhkanmu sebagai Ratu mereka."

"Tapi aku tidak bisa, ibu."

"Kau bisa, sayangku. Kau juga milik suamimu, ibu telah bersedia membagi waktu merelakanmu didunia bawah. Maka bersumpahlah demi ibu kau akan mencoba hidup bahagia saat bersama Hades."

"Ibu." lirih Persephone berkaca-kaca.

Melihat air mata dipelupuk mata Persephone membuat Demeter terluka. Ia mengangkat tangan menyentuh kedua pipi putrinya, "Sudah seharusnya kau memberikan apa yang menjadi kebutuhan suamimu agar kau benar-benar bisa disebut sebagai ratunya, sayang."

"Memangnya apa yang harus ku berikan padanya, ibu?"

"Dirimu seutuhnya, anakku."

----

Sebelum menjalani bakti sosial yang nantinya akan menyita banyak waktunya. Seperti biasa, Cathyrene melakukan kebiasaannya yaitu bermain ditaman belakang. Kali ini ia membuat sebuah mahkota yang terbuat dari rerumputan dan bunga yang tumbuh disekeliling tempat ia duduk.


Cathyrene yang terlalu asik dengan apa yang tengah ia kerjakan tidak memperdulikan kehadiran Poseidon yang jelas ia rasakan sejak tadi bersandar dipohon dekat tempatnya duduk. Cathyrene hanya tidak mau dianggap terlalu percaya diri jika dia menuduh pria itu sengaja datang untuknya, kan malu jika si dewa laut itu ternyata datang untuk pacar barunya bernama Valerie yang juga adalah teman seperjuangannya di kuil.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Suara itu mengagetkan Cathyrene. Ia menoleh sekilas lalu kembali menyibukkan diri seakan tidak mempedulikan pria itu.

"Yang jelas tidak menganggu ketentraman orang lain." balas Cathyrene ala kadarnya.

Poseidon mendengus sebal. Gadis ini selalu menguji kesabarannya dengan sifat keras kepala yang dia miliki. Poseidon berjongkok, menyamai posisinya dengan Cathyrene.

"Kau suka sekali ya menyindirku?"

Pernyataan sang dewa berhasil menarik perhatian Cathyrene. Dengan wajah pura-pura tak mengerti Cathyrene menggeleng polos, "Oh maaf dewa, aku bukan siapa-siapa hingga bisa bersikap seberani itu." balasnya.

Poseidon membalas senyum Cathyrene, "kau bukan pembohong yang baik. Berhentilah berusaha."

Kali ini gantian Cathyrene yang mendengus sebal mendengar balasan sang dewa tapi dia berusaha mengendalikan dirinya sendiri didepan Poseidon, "Aku cukup terharu karena dewa ternyata mengenal diriku dengan cukup baik."

"Tentu saja, aku mengenal dengan baik-baik para pemujaku." bangga Poseidon.

Cathyrene mendelik, bahkan tanpa sadar telah merusak mahkota daun buatannya sebagai bentuk kekesalannya kepada Poseidon, "Tunggu! Mungkin maksudnya mantan pemuja kali yaa karena dulu aku pernah bodoh tapi sekarang tidak lagi."

"Hm, permisi! Apa aku datang disaat tidak tepat?" seru Valerie entah sejak kapan muncul diantara Cathyrene dan Poseidon yang tengah berdebat. 

 

Tbc...


Kemunculan Valerie merupakan sesuatu yang disyukuri oleh Cathyrene. Ia dengan senyuman manis menyambut kedatangan salah satu dari begitu banyak gadis bodoh diluar sana yang mau mencintai Poseidon.

"Tentu saja tidak, Vale." ujar Cathyrene beralih memandang Poseidon seakan menyuruh pria itu segera enyah dari sana melalui gerakan matanya yang menunjuk Valerie.

"Lihat! Pemuja sungguhan telah datang. Pergilah bersamanya, jangan buat dia kecewa, aku percaya kau tidak suka mengecewakan para gadis kecuali diriku, ya kan? Oh iya dong." cerocos Cathyrene ikut berbisik ketika Poseidon hanya berdiam diri saja ditempatnya.

Poseidon melirik Valerie sekilas, mendesis tidak terima mendekatkan bibirnya ditelinga Cathyrene, membisikkan sesuatu yang hanya bisa didengar oleh Cathyrene seorang, "awas kau! Aku tidak akan melepaskanmu nanti."

Glekk

Cathyrene menoleh memandang Poseidon. Dalam hati ia gelisah akan apa yang akan dilakukan oleh dewa itu terhadapnya nanti. Jika didengar dari nada bicara Poseidon, pria itu sepertinya tidak main-main dengan ucapannya.

Tamat sudah riwayatnya kali ini..

Poseidon menegakkan tubuhnya. Ia melemparkan senyum manis kepada Valerie sekilas sebelum memutuskan untuk pergi dari sana. Kali ini pria itu tidak menggoda Valerie seperti biasanya, entah apa yang terjadi. Poseidon justru membalikkan badan, memilih pergi menghilang ditelan kabut buatannya, dan meninggalkan Valerie yang memandang sedih ke arah tempat sang dewa menghilang.

Kecemburuan mulai merasuki hati Valerie. Ia tidak senang melihat Cathyrene yang sekarang didekati oleh sang dewa pujaan hati. Sungguh, Valerie tak akan siap dan tak akan pernah menerima orang lain mengambil hati poseidon.

"Cathyrene, apa yang kalian bicarakan tadi?" tanya Valerie mendekat, memposisikan dirinya duduk disamping Cathyrene.

"Tidak ada, Vale." jawab Cathyrene kembali pada aktivitas menghias mahkota bunganya yang hampir hancur karena kedatangan Poseidon yang selalu merusak mood nya.

"Kau tau, bahwa dia lebih dulu mendekatiku."

Gerakan tangan Cathyrene terhenti setelah mendengar nada bicara Valerie untuknya yang terkesan sinis, "apa maksudmu, Vale?"

"Aku tidak bermaksud apa-apa, hanya menyadarkan dirimu saja sebagai seorang teman."

Hah!

Tidak taukah Valerie sebelumnya bahwa Cathyrene sudah berkali-kali dilukai hatinya oleh Poseidon?

Cathyrene menyeringai, merasa sebal karena harus terjebak dalam Cinta segitiga seperti ini. Hey! Come on! Memang siapa yang mau dilukai hatinya lagi?

"Sebagai teman aku pun ingin menyadarkanmu bahwa memuja secara berlebihan itu tidak baik. Dan kalau mau cemburu, jangan kepadaku karena kau salah orang, Vale." kesal Cathyrene melempar mahkota buatannya lalu beranjak pergi.


Waktu kesepakatan hampir berakhir namun Persephone belum juga kembali. Hal tersebut membuat Hades diliputi kegelisahan hingga berimbas bagi para penghuni lain dunia bawah, mereka turut merasakan kemarahan sang dewa setiap hari karena merindukan Ratunya.

Setelah kepergian Persephone ke dunia atas. Dunia bawah sering terjadi kekacauan, dan Hades sendiri selalu mangkir dari tanggung jawabnya tersebut. Ia lebih banyak menyendiri.

"Hades, aku ingin meminta ijin untuk melempar pria berdosa yang baru saja dibawa itu ke Tartarus."

Hades mendongak setelah mendengar laporan dari Minor, "Apa harus kau menanyakan masalah ini padaku? Lalu apa fungsimu sebagai hakim jika hal seperti ini saja harus menanyaiku?" marah Hades mengibaskan jubah hitamnya yang mengeluarkan api ke belakang.

"Maafkan kami, Hades."

Hades beranjak dari singgasananya. Dengan sorot mata tajam nan dingin yang memancarkan aura kematian ia melangkahkan kaki keluar dari istana. Membunuh waktu dengan cara mengelilingi daerah kekuasannya, berharap bisa menemukan sesuatu untuk melampiaskan amarahnya.

"Kita harus melakukan sesuatu. Jika tidak Hades akan terus seperti itu pada kita."

"Thanatos, lakukan sesuatu!"

"Cuma ada satu cara. Dewi Persephone harus kembali ke sini." Thanatos menjawab pertanyaan dari ketiga hakim yang berdiri disampingnya.


Cathyrene kembali ke kamar dengan sebuah kertas ditangan kanannya, menghampiri Apollo yang sejak tadi penasaran menunggu Cathyrene mengambil hasilnya di ruang utama kuil.

"Apa kau sudah tau lokasi yang akan kau urus?" tanya Apollo penasaran.

Cathyrene mengangguk sambil menunjukkan kertas ditangannya kepada Apollo, "Aku mendapatkan bagian barat." jawabnya kemudian.

Apollo membelalakan mata. Raut wajahnya berubah menjadi tidak senang saat mendengar Cathyrene mendapatkan wilayah tersebut.

"Tunggu! Ada apa, kau seperti tidak senang?" tanya Cathyrene hati-hati.

"Jangan wilayah barat, Rhea. Tempat itu tidak strategis. Sebaiknya kau meminta wilayah lain."

"Apa bisa?"

Apollo mendengus sebelum menjawab, "Tidak."

Cathyrene memutar kedua bola matanya, "memang ada apa dengan bagian barat, Al. Kenapa tempat itu seakan buruk dimatamu.?" Cathyrene bertanya

Al memang panggilan yang hanya dipergunakan oleh Artemis dan ibunya akan tetapi Rhea juga ikut terbiasa karena merasa panggilan tersebut sangat cocok untuk Apollo dan sang dewa pun tidak keberatan dengan hal itu, hanya saja jangan sampai Artemis mendengarnya saja, saudari kembar Apollo itu sangatlah pencemburu jika sudah menyangkut dua orang tersayangnya tersebut.

"Tentu sangat buruk, disana banyak orang jahat tinggal, dan poin penting kau tidak akan bisa sampai disana."

"Kenapa?"

"Karena mereka tertutup dan tidak mau pihak luar mengusik kehidupan mereka."

Sial!!


Artemis melangkah dengan anggun memasuki ruang Olympus. Diantara kedua belas kursi yang ada ditempat itu, Artemis melihat sosok ibunya tengah menduduki salah satu kursi milik dari kedua anaknya.

Sesungguhnya, kursi para dewa di ruang utama Olympus adalah sesuatu yang suci, tidak bisa di duduki sembarangan bahkan oleh dewa atau pun dewi lainnya terkecuali sang pemilik tempat memberikan tempat mereka untuk diduduki oleh dewa dewi lain seperti halnya dengan Helios yang memberikan posisinya untuk Apollo setelah anaknya mati dan Selene yang menyerahkan tempatnya untuk Artemis. Akan tetapi bagi Apollo dan Artemis hal tersebut bukanlah perkara besar. Cinta mereka kepada sang ibu jauh lebih besar daripada kedudukan mereka di gunung Olympus.

"Ibu, dimana Al berada? Sejak kemarin aku tidak melihatnya." tanya Artemis pada ibunya.

"Ibu pikir kalian berburu bersama kemarin, sayang."

Artemis menggeleng cepat, "Tidak, ibu. Dia meninggalkanku berburu sendiri."

"Mungkin saudaramu sedang bersama gadis itu."

"Art, syukurlah kau kembali. Aku ingin bicara sesuatu denganmu." panggil Athena menghampiri Artemis dan dewi Leto membuat perhatian kedua dewi itu teralihkan.

"Ada apa, Athena?"

"Ini tentang anak itu. Aku juga ingin menunjukkan sesuatu padamu."

Artemis memandang ibunya sebentar seakan meminta ijin untuk pergi bersama Athena yang langsung dibalas anggukan kecil oleh Dewi Leto.

Setelah berpamitan kepada Dewi Leto, Athena berubah menjadi cahaya putih begitu pun dengan Artemis. Kedua cahaya tersebut kemudian pergi, menghilang dari pandangan Leto.

Sepeninggalnya kedua dewi cantik tersebut. Leto kembali menerima kedatangan dewa lain. Kali ini Hermes, putra Zeus dan Maia itu terlihat muram ketika melangkahkan kaki, masuk ke Olympus.

"Dimana Persephone?" tanya Hermes langsung.

Zeus muncul entah dari mana. Sang penguasa Olympus itu teihat menduduki singgasananya dengan gagah sebelum menanggapi pertanyaan putranya yang baru saja datang dengan tegas,

"Ada keperluan apa kau mencari Persephone?"

"Saat ini dunia bawah sedang kacau."

"Apa?" Zeus berdiri dari singgasana. Ia cukup kaget mendengar kabar dari Hermes padahal setahunya selama ini dunia bawah selalu aman saja, "Lalu kemana Hades? Kenapa dia tidak berusaha menghentikan kekacauan yang terjadi disana?"

"Itu dia masalahnya ayah, dia menggila di Tartarus melebihi anjing kepala tiga peliharaannya."

"Lalu apa hubungannya dengan Persephone?" kali ini Hera bertanya, ia juga belum lama memunculkan diri disamping Zeus.

Leto tersenyum menanggapi, "Persephone sedang bersama ibunya. Ini memang sudah waktunya bagi Dewi musim semi kembali pada suaminya namun aku tidak menyangka keadaannya akan seperti ini. Hades bukanlah orang yang sulit mengontrol emosi kecuali jika dia memang merasa terganggu."

"Kau benar, Persephone adalah jawaban dari masalah ini." angguk Zeus lalu memandang Hermes, "pergilah temui Demeter, minta dia untuk membujuk Persephone agar kembali pada Hades."

"Tidak perlu." sahut Demeter muncul dari balik punggung Hermes bersama Persephone.

"Demeter."

"Aku sudah mendengarnya, sekarang Persephone akan pulang ke rumah suaminya, untuk itu bisakah aku meminta bantuan Hermes untuk mengantar putriku ke sana?"

Hermes memandang Persephone yang terdiam seakan menjelaskan melalui tatapan matanya yang kosong bahwa ini bukan pilihannya.


Seperti yang sudah direncanakan sebelum pergi ke wilayah bagian barat, Cathyrene akan lebih dulu mencari tau tempat yang akan menjadi tanggung jawabnya selama beberapa bulan ke depan.

Menurut cerita Apollo, bagian barat adalah wilayah pembuangan bagi rakyat miskin. Cara orang-orang disana bertahan hidup pun cukup ekstrem, adalah dengan mencuri di kota tetangga. Kekecewaan muncul karena merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah kerap membuat rakyat bagian barat tidak ingin menerima siapapun datang ke sana.

Oke, ini sama saja cari mati. Apakah orang-orang kuil mencoba membunuhku dengan mengirimku ke sana?

Cathyrene menghela nafas panjang, membuangnya kasar. Disinilah dia berada, di perpustakan pusat kota yang tidak terlalu besar tapi dia berharap dapat menemukan informasi yang dibutuhkan didalam sana mengenai wilayah barat.

Kedatangan Cathyrene disambut baik oleh penjaga perpustakaan. Mereka sudah menerima kabar tentang kedatangan Cathyrene dan menyiapkan semua kebutuhan yang diminta, dan dari keenam calon, hanya Cathyrene saja yang bersedia turun langsung sedang sisanya meminta untuk dikirimkan ke kuil.

"Silahkan ke sebelah sini, Nona." ucap seorang pria paruh baya menuntun jalan Cathyrene menuju bagian paling belakang perpustakaan sebelum pada akhirnya berhenti pada rak buku paling kotor dan tak terurus.

"Astaga." Cathyrene melongo.

"Tempat ini memang jarang didatangi, Nona." lanjut pria paruh baya penjaga perpustakaan menjelaskan.

Ia lalu memandang sebuah meja dan kursi yang telah usang diletakkan didekat rak yang dimaksud. Sekali lagi, Cathyrene hampir saja jatuh pingsan melihat keadaan sekitar.

"Nona, apa anda baik-baik saja?"

"Ya, aku hanya terlalu terkejut saja, Paman." balas Cathyrene tersenyum, "oh ya, bisakah aku minta tolong untuk mengumpulkan saja buku yang aku inginkan dan aku akan mengambil tempat lain saja, tidak apa kan?"

"Tentu saja, Nona. Tunggulah sebentar." serunya dibalas anggukan Cathyrene.

Cathyrene melangkah pergi dari sana sebelum ia kehabisan nafas karena tumpukan debu.

Tempat yang dipilih oleh Cathyrene terletak tidak jauh dari tempat tadi namun jauh lebih baik dari yang ia lihat sebelumnya. Cathyrene mendudukkan diri disana, setidaknya tempat itu akan membuatnya nyaman karena selain bersih, tempat tersebut juga strategis, memberikan ketenangan yang ia inginkan.

Pria paruh baya tadi kembali dengan buku-buku yang dibutuhkan Cathyrene, "Nona, ini buku yang anda minta." ucapnya sembari menunjukkan buku yang ada dikedua tangannya.

"Oh ya silahkan diletakkan disini," perintah Cathyrene yang langsung dituruti oleh pria itu. Ia meletakkan tumpukan buku dengan berbagai bentuk dan warna cover berbeda di atas meja Cathyrene, "terima kasih." sambung Cathyrene.

"Sama-sama, Nona apa ada yang dibutuhkan lagi?"

Cathyrene menggeleng menjawabnya, "Hm kurasa tidak. Paman bisa kembali bekerja," ramahnya.

"Baiklah kalau begitu, Nona. Jika membutuhkan sesuatu saya ada didepan sana."

"Iya."

Sepeninggalnya pria paruh baya itu. Cathyrene mulai menyibukkan diri membaca, menyerap segala informasi yang dia butuhkan sebelum pergi ke bagian barat untuk melakukan bakti sosial.

Satu, dua, tiga jam Cathyrene habiskan tanpa sadar. Sesekali ia merenggangkan otot tubuhnya yang sudah mulai lelah. Belum ada setengah dari tumpukan buku yang dia baca tapi tubuhnya sudah selelah ini.

"Capek sekali rasanya, aku sangat membutuhkan komputerku." keluh Cathyrene menutup buku kasar lalu menjatuhkan kepalanya diatas buku yang ada diatas meja.

"Disini panas sekali. Kira-kira tahun berapa AC diciptakan?" lirihnya kembali mengeluh, "Es krim coklat, stroberi, vanila yang lembut dan manis, aku haus akan rasa kalian sayangku..."

Rasa letih yang dirasakan menyebabkan Cathyrene tidak bisa menahan rasa kantuk yang tiba-tiba menyerang hingga para akhirnya ia jatuh tidur setelah meletakkan kedua tangannya diatas meja, menjadikan tumpuan untuk kepalanya. 
 

----

Sebuah cahaya memasuki kamar melalui balkon lalu berubah menjadi sosok pria tampan dengan seorang gadis yang terlelap dalam gendongannya.

Sejenak ia memandang gadis yang berada dalam dekapannya memastikan gadis itu tidak terganggu sebelum melangkah perlahan menuju ranjang milik gadis itu.

Perlahan tapi pasti tubuh Cathyrene diletakkan diatas ranjang dengan gerakan hati-hati agar tidak membangunkan gadis yang terlampau nyenyak dalam tidurnya hingga tak dapat merasakan bahwa ia baru saja dipindahkan dengan cara tak biasa.

"Gadis bodoh." 
 

----
 

Tbc

 

Nimfa itu Dalam mitologi Yunani, nimfa atau nimfe (bahasa Yunani: Νύμφες) adalah salah satu jenis makhluk legendaris yang berwujud wanita dan diasosiasikan dengan lokasi atau tempat tertentu. Mereka diidentikkan dengan peri, atau bidadari yang tinggal di alam bebas.

Ada yang penasaran dengan visualisasi Hermes kan, Hermes diperankan oleh Chanyeol Exo.. Ini loh gengs yang meranin dewa perusuh, yang pernah nyuri domba Apollo terus ditukat ama lira.. Wkwkwk

Udah tau lira kan? Lira itu semacam alat musik gitar tapi lebih kecil, siapa disini pernah nonton film anak-anak jack waktu naik kacang panjang sampai nembus langit dan nemu kerajaan langit dimana dihuni oleh sepasang raksasa, nah dia harus ambil alat music yang bisa bikin ayam bertelur emas kan? Itu dia bentukan lira.

Masih gak ngerti? Saia juga gak nemu gambarnya pemirsa, ottokhe... 😂😂
 

Oh yaa...

Tbc


Poseidon Pov

Penipuan yang dilakukan oleh Raja Troya adalah sesuatu kesalahan besar yang tak termaafkan oleh kedua dewa besar seperti Poseidon dan Apollo. Akibat dari kemarahan tersebut, Poseidon mengirim monster laut untuk memporak-porandakan Troya dibawa kekuasaan Laomedon sementara Apollo mengirim sampar ke Troya sebagai bentuk amarah sang dewa matahari.

Akan tetapi, pertahanan dilakukan oleh Raja Troya dengan mengorbankan Putri Hesione sebagai umpan untuk dimakan monster laut yang dikirimkan oleh Poseidon. Akibatnya, Herakles turun tangan menolong sang Putri Hesione dari maut hingga Beberapa bulan sejak kejadian itu, Hesione meninggal setelah melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Rhea Ammora.

Kelahiran yang dirahasiakan karena kebungkaman Hesione untuk memberitahukan siapa ayah dari Putri yang dilahirkan membuat Raja Laomedon menjadikan Rhea sebagai Putri bungsunya, mengantikan Hesione, ibunya. Putri yang kini dikenal dengan nama Cathyrene of troy.

"Aku telah bersumpah akan menghancurkanmu melalui keturunanmu, Laomedon."

Setiap perbuatan dan perkataan Poseidon tak pernah luput dari penglihatan dan pendengaran Cathyrene sejak masih dalam perut Hesione tapi meskipun begitu, ia tak kuasa menahan rasa Cinta yang datang tanpa bisa dicegah olehnya, walau harus menanggung rasa sakit karena dendam sang dewa.

Poseidon, dewa itu terlalu angkuh dan bersikap seenaknya terhadap orang yang ia benci, ia pun tidak segan menjadi membuat musuhnya hidup dalam penderitaan.

Sejak kecil, Cathyrene telah mendedikasikan hidup dan matinya untuk Poseidon. Dimana pun, kapan pun ia selalu menyembah sang dewa. Memanggil nama Poseidon siang dan malam, berharap sang dewa akan memperhatikannya namun yang selalu ia terima adalah penolakan dan penghinaan.

"Waktuku terbuang percuma. Tidak bisakah kau berhenti mengusikku?"

"Gadis bodoh!"

Meskipun berulang kali mendapatkan penolakan dari sang dewa tapi hal tersebut sama sekali tak membuat Cathyrene menyerah hingga hari itu tiba..

Cathyrene yang lemah memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri dengan melompat dari tebing ketika Poseidon tak lagi mempedulikan dirinya.

Poseidon tak mempedulikannya? Itu yang terlihat namun pada kenyatannya lain..


"Bodoh!"

Kata tersebut terucap secara reflek ketika sang dewa penguasa laut berhasil membawa tubuh seorang gadis yang nyaris tenggelam ke daratan.

Poseidon mendengus, Setelah sebelumnya memutuskan untuk mengabaikan teriakan Cathyrene. Ia tak menyangka gadis itu akan melakukan hal yang membahayakan nyawanya.

Dengan menggunakan kekuatannya sebagai dewa. Poseidon melakukan penyelamatan diatas tubuh lemah Cathyrene dan ketika merasa cukup, ia langsung berbalik pergi dari sana setelah mendengar pekikan seorang wanita dari kejauhan.

"Ya ampun Putri!!"

Hari demi hari berlalu. Poseidon merasa sepi karena tak mendengar suara Cathyrene memenuhi pikirannya membuatnya penasaran hingga memutuskan menemui Apollo untuk mencari tau.

"Apollo." panggil Poseidon ketika melihat Apollo hendak menuruni gunung Olympus. Sepertinya dewa tampan tersebut akan mengunjungi bumi lagi hari ini.

"Ada apa?" tanya Apollo menghentikan langkah, berbalik memandang Poseidon.

"Kau mau turun ke sana lagi?"

Apollo mengernyit, pertanyaan Poseidon terlalu aneh untuk didengar olehnya, "Iya, kenapa? Apa kau sedang mencoba mengurusi kehidupanku atau memang ada hal lain yang ingin kau ketahui?" tanya sang dewa matahari memangku tangan.

"Ck! Tidak ada, aku hanya berpikir sebagai dewa penganti Helios kau terlalu santai."

"Tunggu dulu! Aku tetap melakukan tugasku tepat waktu, Dewa. Apa yang kau khawatirkan tentang matahari yang terlambat terbit atau tenggelam?" bela Apollo tak terima akan tuduhan Poseidon terhadap dirinya.

"Tidak ada."

"Kau dewa yang aneh. Sudahlah, aku harus pergi menemui teman bodohku di kuil Parthenon hari ini."

"Parthenon?"

"Aduh keceplosan. Sudahlah, lagipula kau tidak akan tertarik."

Apollo mengibaskan tangan. Memilih untuk segera turun dan mengabaikan Poseidon. Mungkin akan lebih baik jika dia turun ketimbang harus berdebat dengan dewa arogan seperti Poseidon.

Lagi dam lagi, rasa penasaran membuatnya tidak bisa berdiam diri di Olympus. Ia kemudian turun, ikut menyusul Apollo beberapa saat setelahnya dan langsung menuju kuil yang dikatakan oleh Apollo tadi.

Ketika menginjakkan kaki di taman dekat kuil. Dengan cepat Poseidon mengubah wujud menjadi seorang pria lain agar tidak diketahui oleh siapapun tentang kedatangannya tapi sayang, seorang gadis sudah terlebih dulu menyadari kehadiran sang dewa laut yang gagah.

"Dewa.." gagap gadis bernama Valerie tergagap karena terpesona dengan ketampanan Poseidon.

Cukup lama Poseidon berdiri disana sebelum pada akhirnya berjalan pergi meninggalkan Valerie yang hanya bisa memandang sang dewa dari kejauhan penuh kekaguman.

Brukkk

Seorang gadis terlihat tergesa-gesa menuruni anak tangga berhasil menarik perhatian Poseidon. Ia memperhatikan setiap langkah gadis itu dengan seksama sampai ketika gadis itu hampir terjungkal, sang dewa dengan gerakan gesitnya menahan cepat tubuh gadis yang menjadi alasannya datang mengunjungi kuil Parthenon setelah insiden Medusa, gadis yang ia jadikan pelampiasan sekaligus harus menerima amukan Athena beberapa waktu lalu.

"Bodoh!" desisnya memarahi Cathyrene karena kecerobohan yang dilakukan gadis itu.

Cathyrene melepaskan diri dari Poseidon. Sembari mengatur nafas ia menunduk berterima kasih kepada orang yang sudah menolongnya.

"Terimakasih banyak. Aku tidak tau apa yang akan terjadi jika tuan tidak menolongku tadi."

Poseidon diam ditempatnya, tak membalas ucapan Cathyrene sama sekali membuat Cathyrene mau tidak mau mendongak, menatap Poseidon.

"Maaf, tuan. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Cathyrene mengernyit.

Lagi, Poseidon mengabaikan Cathyrene. Ia malah melangkahkan kaki meninggalkan Cathyrene yang terlihat kaget karena ditinggal begitu saja.

"Ya ampun, sombong sekali orang tadi." komentar Cathyrene kesal. Ucapannya tersebut terdengar cukup jelas ditelinga Poseidon yang memiliki panca Indra yang tajam.

Poseidon memberhentikan langkah ketika sudah sedikit jauh dari Cathyrene. Cahaya bermunculan seiring dengan wujudnya yang kembali pada bentuk semula. Sang dewa menatap Cathyrene dari jauh..

"Ada yang bilang rasa penasaran bisa membunuh." celetuk Apollo berpangku tangan sembari terkekeh, ia ikut memperhatikan Cathyrene dari kejauhan.

"Maksudmu?" tanya Poseidon tak suka.

"Aku tau kau membencinya tapi jangan terlalu larut dalam kebencianmu."

"Kau selalu sok tau ya?"

Apollo tertawa kecil, menundukkan kepala sebentar lalu memandang ke arah yang sama, "aku hanya terlalu mengerti gadis yang kau benci itu hingga hal terkecil pun yang berhubungan dengannya aku tau." jelas Apollo dengan nada tak seperti biasanya. Pria itu terdengar begitu marah, bahkan Poseidon bisa merasakan kemarahan sang dewa matahari di samping nya itu.

"Kau bahkan tidak mengenalnya dengan baik. Ya, ya kau dewa Agung. Semua wanita jatuh dalam pesonamu dan mendapatkan kasih sayangmu sementara dia tidak mendapatkan kelayakan itu darimu." sambung Apollo kemudian.

Poseidon menyunggingkan senyum tipis, "kalau begitu kenapa tidak kau saja yang memberikan kasih sayang terhadapnya?" balas Poseidon santai.

Ditengah pembicaraan keduanya. Poseidon tiba-tiba merasakan sesuatu dibelakangnya sebelum sebuah suara panah terdengar seperti menuju kearahnya membuat Poseidon menggunakan kekuatan yang ia miliki untuk menangkap panah Cinta yang ditujukan kepadanya dengan tangan kirinya yang bebas.

Dalam sekejab panah emas ditangan Poseidon ia hancurkan lebur. Wajahnya memerah menahan amarah saat menyebutkan satu nama, satu-satunya yang berani melakukan hal ini terhadap dirinya.

"Eros."

"Tangkapan yang Bagus, Aiden."

Bukannya merasa bersalah. Pelaku yang dipanggil Eros oleh Poseidon itu justru tertawa kecil seperti tidak melakukan apapun.

Pria tampan yang selalu bersama panah cintanya kemanapun ia pergi melangkah mendekati Apollo dan Poseidon.

"Ck! Jadi ini rencanamu?" tuduh Poseidon terhadap Apollo.

"Bukan aku." bela Apollo.

Eros menepuk bahu Poseidon guna menenangkan pria emosional itu dari amarah tapi sang dewa laut yang diliputi kemarahan membalikkan tubuh, menepis tangan Eros kemudian menghilang meninggalkan Apollo dan Eros tanpa pamit.

~~~~

Ketika sang Mentari hampir tenggelam. Poseidon sedang dalam tugas tak sengaja melihat Cathyrene ditepian sedang berdiri memandang lurus cahaya Apollo. Hal tersebut membuatnya seperti disihir dipikirannya untuk menemui gadis itu.

"Jangan bilang kalau kau sedang berpikir untuk menenggelamkan diri di laut lagi?" seru seorang pria dari balik punggung Cathyrene. 

"Jangan bilang kalau kau sedang berpikir untuk menenggelamkan diri di laut lagi?" seru Poseidon muncul dibelakang Cathyrene. 

"Ya, aku memang berniat menenggelamkan ingatan tentang rasa yang adalah sebuah kesalahan ini."

Cathyrene melangkah mundur. Ia terlihat seperti ingin menghindari Poseidon. 

"Tunggu!" panggil Poseidon membuat langkah Cathyrene terhenti. Ia lantas membalikkan tubuh, "Bisa kita bicara sebentar." pinta Poseidon. 

"Ku pikir kau tidak pernah mau bicara denganku karena kau membenciku." balas Cathyrene dingin. Hal tersebut cukup mengejutkan Poseidon. 

Sikap gadis itu jauh berbeda dari sebelumnya. Apa mungkin insiden bunuh diri itu membuat gadis itu menyerah atas dirinya? Suara Cathyrene yang selalu memenuhi pendengarannya hampir setiap malam tak terdengar lagi. 

"Aku tidak bermaksud seperti itu," jelas Poseidon menatap Cathyrene. Tatapan lemah yang selalu diperlihatkan oleh gadis itu sirna. Sama seperti kemarin, Cathyrene justru memandangnya kesal, 

"Dan aku menghargaimu, bukan membencimu,"

Entah apa yang terjadi. Poseidon tidak dapat berbohong kali ini. Ia bersungguh-sungguh pada perkataannya, "hanya saja ada beberapa hal yang tidak dapat diubah." sambung Poseidon menatap Cathyrene yang terdiam, sibuk dengan pikirannya membuat Poseidon menatapnya penasaran. 

"Apa yang sedang kau pikirkan?" Poseidon bertanya. 

"Tidak ada yang ku pikirkan." jawabnya tidak sesuai dengan apa yang dilihat oleh Poseidon. 

Angin berhembus kencang mengirimkan hawa dingin yang makin parah kian hari membuat Cathyrene yang hanya memakai gaun tipis menggigil kedinginan. 

"Ya ampun, kenapa setiap malam semakin dingin." runtuk Cathyrene mengepalkan kedua tangannya. 

Poseidon melihat itu, ia melepas jubah yang ia kenakan, "Pakai ini! Aku tidak mau menjadi alasan kau jatuh sakit." ujar Poseidon menyodorkan jubahnya.


Cathyrene menatap jubah Poseidon, "Apa aku harus tersanjung lalu berterima kasih?" tanyanya sengit sekali lagi mengejutkan Poseidon. 

"Tenang saja, aku tidak terlalu memikirkannya."

"Oh." angguk Cathyrene. 

"Ini adalah bencana alam yang akan terus berlanjut entah sampai kapan, atau mungkin tidak akan berakhir." cerita Poseidon mencairkan suasana dingin diantara mereka. 

Poseidon menoleh memandang Cathyrene. Gadis itu terlihat seperti tengah berpikir. Sesekali bahkan Cathyrene terlihat tersenyum kecil, entah apa yang dipikirkan olehnya, Poseidon tak tau. 

"Musim semi untuk dunia bawah." bisik Cathyrene tersenyum. 

"Dari mana kau tau?"

Cathyrene menoleh, "Hey, come on! Kau bukan satu-satunya Dewa yang mengeluhkan hal ini kepadaku."

Ah Apollo.. 

Untuk kesekian kalinya Poseidon nampak tak senang dengan apa yang ia dengar. 

"Kalian sedekat itu ya?"

"Hm.." angguk Cathyrene nampak senang tapi tidak dengan Poseidon. 

Poseidon merasa mungkin dirinya sudah cukup gila. Rasa penasaran telah merusak akal sehatnya. Ia menjadi seorang dewa pecandu, candu ingin selalu melihat gadis itu.. 

Jujur saja sejak insiden Cathyrene memberikan ide untuk kasus yang tengah terjadi di Olympus membuat Poseidon kagum akan cara berpikir Cathyrene yang luar bisasa dan mampu menemukan jalan keluar yang bahkan tak terpikirkan oleh penghuni Olympus lain.

Sejak saat itu, Poseidon sangat suka menemui Cathyrene. Dimanapun gadis itu berada, Poseidon ingin mengetahuinya....

Tapi bagaimana dengan dendamnya?

Ya, memang Poseidon mengakui bahwa dia sempat membenci gadis itu karena ayahnya. Poseidon bukan type dewa seperti Apollo, dendam yang ia rasakan itu berlaku untuk semua yang berkaitan dengan orang yang ia benci tanpa terkecuali.

Kini, Poseidon menemukan dirinya mulai melanggar keegoisan hatinya dengan mendatangi Cathyrene di perpustakaan pusat kota. Ia tak dapat menahan diri untuk tak melihat gadis itu, tapi sayang kedatangan Poseidon justru disambut oleh wajah damai gadis yang tengah terlelap dengan posisi yang cukup membuat Poseidon tertawa. 

"Gadis aneh." komentar Poseidon sesaat sebelum mengangkat tubuh Cathyrene untuk dibawa pulang ke kuil. 

Akan tetapi sebelum itu, Poseidon perlu untuk mengurus satu hal. Cathyrene masuk ke sana dengan ijin, maka dia pun harus berpamitan sebelum pulang agar tak menimbulkan kecurigaan. 

Dengan tubuh Cathyrene yang ada dalam rengkuhannya, Poseidon berjalan keluar dari ruang baca menuju tempat seorang pria paruh baya tengah berdiri membelakanginya dan terlihat sibuk menata buku di rak yang ada dibelakangnya. 
 

Brukk

 

Buku yang ada ditangan pria itu jatuh, "Nona dari kuil Parthenon telah selesai membaca dan dia akan segera pulang," gumam penjaga perpustakaan yang telah dipengaruhi oleh kekuatan yang dimiliki Poseidon. 

Poseidon tersenyum melanjutkan langkah kakinya dengan Cathyrene berada dalam gendongan lalu dalam sekejab menghilang tanpa jejak setelah melewati pintu masuk seolah ditelan bumi. 

Hari keberangkatan menuju wilayah barat telah tiba. Cathyrene baru saja selesai membereskan barang yang akan dia bawa ketika sosok Apollo terlihat masuk melewati balkon kamarnya. 

"Sudah mau pergi ya?" suara Apollo mengagetkan Cathyrene.

Ia berbalik, menatap Apollo setengah kesal karena kehadiran pria itu yang tiba-tiba, "Mengagetkanku saja. Kapan kau datang?"

"Baru saja." Apollo mendekat, memeriksa barang yang akan dibawa oleh Cathyrene dari jarak dekat.

"Oh."

"Kau sudah selesai mengemasi barang-barangmu?" tanya Apollo.

"Iya," angguk Cathyrene berbalik menghadap Apollo dengan wajah memelas sukses membuat Apollo terkejut, "tapi rasanya aku masih belum siap. Ada banyak hal yang ingin ku siapkan dulu sebelum ke sana." keluhnya.

"Kalau kau tidak yakin, maka kau bisa mundur."

"Kenapa begitu?"

"Karena kau berkata belum siap padahal kau bisa siap kapanpun kau mau."

Diam. Cathyrene tak mampu membalas perkataan Apollo yang adalah kebenarannya. Selama ini ia hanya merasa kurang percaya diri saja.

"Apa kau percaya padaku?"

"Lebih dari yang kau bayangkan."

"Aku tau aku bisa mengandalkanmu, Al." balas Cathyrene memeluk Apollo yang nampak terkejut karena perlakuannya yang tiba-tiba, "terima kasih."

Cathyrene melepas pelukannya. Sudah waktunya ia pergi karena mungkin peserta lain telah menunggu dibawah sana. Ia hanya tidak mau keluar paling akhir dan menjadi peserta yang ditatap jengkel hanya karena keterlambatannya.

"Well, aku harus pergi." seru Cathyrene lagi.

"Aku akan datang mengunjungimu."

"Ya, kau memang harus melakukannya."




 

Tbc

 


Tidak ada hal lain lagi yang lebih melegakan saat melihat kembalinya Persephone ke dunia bawah. Gadis cantik, satu-satunya dewi yang bisa membuat Hades jatuh sejatuh-jatuhnya pada pesona yang dimiliki oleh sang dewi.

Hermes, dewa yang menuntun kepulangan sang Ratu dunia bawah itu melangkahkan kaki menuntun Persephone masuk melewati sungai Akheron yang di dayung oleh Kharon, karena membawa sang Ratu pulang, Kharon tidak menuntut bayaran sekeping Obolos seperti manusia lain yang ingin melewati sungai Akheron.

"Ratu telah kembali." seru Minor lega.

Seruan Minor terdengar sampai ditelinga Hades. Pria itu dengan cepat berdiri, menuruni singgasana, melangkah dengan tergesa-gesa keluar dari istana akan tetapi pintu utama istana yang terbuka disusul kemunculan Thanatos dan Hermes membuatnya mengurungkan niatnya untuk keluar.

Hades menggeram tertahan. Ia merasakan kehadiran diantara Thanatos dan Hermes. Kecemburuan jelas terlihat ketika dia menatap kedua dewa tersebut marah hingga membuat Hermes menyingkir seakan memberi jalan untuk sang dewi musim semi dan Hades.

Raut wajah dingin Hades berganti senyum. Sebuah senyum langka yang sangat jarang dilihat oleh Thanatos dan lainnya di alam bawah. Hades lalu mendekat, mengulurkan tangan menyambut kepulangan istrinya.

"Aku tau kau tidak akan mengingkari janji."

Persephone menatap tangan Hades yang mengantung di udara sejenak kemudian beralih memandang Hermes yang terlihat mengangguk. Persephone tersenyum, menyambut uluran tangan Hades dengan bahagia.

Thanatos bernafas lega begitupun dengan ketiga hakim Hades yang berjaga didepan pintu masuk. Mereka turut senang. Akhirnya penderitaan mereka berakhir pada detik itu juga.

----
 

Hal pertama yang menyambut kedatangan Cathy di wilayah barat kota Athena adalah kondisi daerah kota yang jauh dari kata baik-baik saja. Apollo berkata benar, kota tersebut sangat kotor dan banyak anak-anak kecil berlarian kesana kemari dengan pakaian kusut, kotor dan sobek.

Selama dalam perjalanan menuju tempat yang akan ia tinggali selama berada disana. Cathy disuguhkan pemandangan lainnya lagi. Hampir tak ada harapan untuk tempat ini. Jika begini, kemungkinan dia akan gagal pada kompetensi kali ini. 

Larut dalam pemikiran mengenai tempat yang ia dapatkan membuat Cathy tak menyadari bahwa kereta kuda yang membawanya telah memasuki sebuah pekarangan rumah. Satu-satunya tempat yang terlihat jauh lebih baik dari tempat yang ia lewati tadi.

"Ini tempat tinggal siapa?" tanya Cathy sekilas sempat melihat tanaman dan kondisi rumah yang terurus dengan baik, memungkinkan bahwa tempat tersebut ditinggali oleh orang penting dikota itu. 

"Ini kediaman Baron Deracles, Nona." jawab pria muda yang ditugaskan mengantar Cathy, "mari masuk, Nona." sambungnya menuntun Cathy sembari membawa beberapa barang Cathy masuk ke dalam kediaman Baron Deracles. 

Cathy mengangguk mengikuti pria itu masuk ke dalam sebuah rumah minimalis yang dikelilingi taman bunga, nampak Indah. Sangat berbeda dengan kondisi diluar pintu masuk wilayah tersebut yang terlihat kacau dan tak terurus. 

Sesampainya didalam rumah. Cathy disambut baik oleh Baron Deracles dan istrinya. Tak lupa juga Putri kecil mereka yang sangat cantik namun terlihat malu-malu bersembunyi dibelakang ibunya sesekali mengintip penasaran ke arah Cathy. 

"Selamat datang, Nona. Saya harap anda bisa betah selama tinggal disini. Ini adalah istri saya, Deandra dan Putri saya Belladiva" sambut Baron Deracles ramah seraya memperkenalkan istri dan anaknya. 

"Terima kasih atas keramahan anda, Tuan Baron dan Nyonya. Saya merasa terhormat bisa tinggal disini selama melaksanakan tugas." balas Cathy sopan, melirik gadis kecil yang masih bersembunyi dibelakang tubuh ibunya, "lalu dimana Bella, kenapa tidak kelihatan ya?" sambungnya pura-pura mencari keberadaan pemilik nama yang ia sebutkan. 

"Disini." decit gadis kecil bernama Bella me jawab namun enggan keluar dari tempat persembunyian.

"Bella, keluar dan perkenalkan diri pada Nona Cathyrene, sayang. Tidak sopan begitu, sayang." tegur Deandra pada putrinya, Bella. 

Cathy tersenyum. Ia yang pada dasarnya sangat menyukai anak kecil meminta ijin kepada Baron dan istrinya untuk mendekati Bella dan ketika mendapat persetujuan. Cathy langsung saja menghampiri Bella, berjongkok didepan gadis kecil yang kini semakin menenggelamkan diri dibalik gaun belakang yang dikenakan oleh ibunya. 

"Bella tidak mau berkenalan ya? Hm, bibi Cathy sedih nih." ucap Cathy dengan nada yang dibuat sesedih mungkin. 

Bella mengintip lagi. Gadis kecil itu menggeleng lemah dengan kedua mata berbinar lucu, membuat Cathy gemas. Cathy lalu mengulurkan tangan ke arah Bella. 

Cukup lama Bella terdiam sebelum pada akhirnya menyambut uluran tangan tersebut setelah menatap sang ibu dan ayahnya yang terlihat mengangguk seolah mengijinkan Bella menyambut uluran tangan Cathy. 

"Bibi Cathy tidak boleh sedih." bisik Bella. 

"Iya, bibi tidak jadi sedih, kan Bella sudah mau kenalan dengan bibi." balas Cathy. Bella tersenyum begitupun dengan Cathy. 

Selesai perkenalan. Cathy bersama keluarga Baron makan siang bersama. Barang-barang milik Cathy pun telah dimasukan ke dalam kamar yang akan dia tempati selama beberapa bulan ke depan. 

Usai makan siang. Cathy menuju kamar untuk mengistirahatkan tubuh lelahnya karena pada besok hari ia sudah mulai bekerja. Baron Deracles pun telah menjelaskan sedikit mengenai kondisi wilayah ditempatnya, dan menawarkan bantuan untuk Cathy yang tentu saja disetujui tapi sebelum itu Cathy perlu untuk turun lapangan besok pagi. 

Cathy baru saja membuka pintu, memasuki kamar ketika matanya menangkap sosok pria berjubah putih keemasan telah berada dalam kamarnya yang tengah memusatkan perhatian tepat kearahnya seperti seorang yang ingin menangkap buruannya. 

"Astaga.." pekik Cathy tertahan memegang dada, dimana jantungnya serasa mau jatuh, "Kenapa ke sini, nanti kalau ada yang lihat bagaimana, Al?"

Apollo, sosok yang terlihat oleh Cathy menjawab, "Tidak akan, tenang saja."

Cathy menghela nafas panjang, membuangnya kasar, "yang kamu katakan benar. Seharusnya aku meminta wilayah lain saja. Tempat ini tidak strategis dan akan membutuhkan waktu lama, bahkan tidak ada harapan, huh aku ragu."

"Kau belum mencoba tapi sudah menyerah?"

"Benar." angguk Cathy. 

"Sekarang apa yang mau kau lakukan."

Cathy memejamkan kedua matanya sejenak, lalu membukanya kembali, "Tidur, aku butuh istirahat banyak untuk menyambut hari esok."

Apollo tersenyum tanpa sadar melangkahkan kaki menghampiri Cathy, "padahal aku kesini untuk mengajakmu berkeliling. Aku mengenal beberapa tempat disini karena sering berpetualang bersama Dionysus." ungkap Apollo memainkan anak rambut Cathy.

"Benarkah, kenapa aku baru tau?" tanya Cathy mengernyit, Apollo balas menatapnya.

"Karena kau tidak pernah bertanya. Kepalamu hanya berisi tentang Poseidon."

"Huh, berhenti mengungkit dewa menyebalkan itu dihadapanku, aku tidak suka." keluh Cathy. Gerakan tangan Apollo pada rambut Cathy terhenti, ia lantas menatap Cathy dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Istirahatlah, aku akan kembali lagi nanti." balas Apollo menarik tangannya dari rambut Cathy.

"Hm." angguk Cathy.

Tanpa berkata apapun lagi Apollo berbalik lalu menghilang dari hadapan Cathy.

                                                   ~~~~


 

Seorang gadis cantik, anak Minos, Raja Kreta, putra dari Zeus dan Ratu Pasifae. Ariadne adalah cucu Zeus. Ia mendapatkan tugas menjaga labirin bersama Minotaur. 

Karena kecantikan dan ketangguhan yang dimiliki oleh Ariadne membuat Dionysus jatuh hati. Pria itu bahkan tidak berpikir dua kali untuk masuk dalam Labirin untuk menemui Ariadne. 

"Siapa kamu?" seru Ariadne menarik busur anak panahnya ke arah Dionysus yang memasuki Labirin dengan mudah.

"Ariadne." Dionysus menyerukan nama Ariadne membuat gadis yang dipanggil namanya itu terlihat terkejut karena pria didepannya mengetahui namanya.

"Ku tanya sekali lagi, siapa kamu!?" ucap Ariadne lagi penuh penekanan.

Pria dihadapannya menggulum senyum, "Dionysus." jawab Dionysus akhirnya.


Ariadne menurunkan busur panahnya lalu terdiam. Ia mengingat kembali nama yang rasanya pernah ia dengar sebelumnya namun sayangnya ia lupa. 

"Ada apa?" tanya Dionysus kepada Ariadne. Ia sangat yakin kalau gadis itu sedang mengingat tentang dirinya, hanya saja Ariadne terlalu keras kepala untuk mengakuinya. 

"Tidak ada." jawab Ariadne cuek tepat seperti dugaan Dionysus, "Minotaur!" teriak Ariadne lantang memanggil makhluk lain penghuni Labirin tersebut. 

Tak lama kemudian, seekor makhluk berbentuk manusia berkepala banteng muncul dihadapan Dionysus tak membuat sang dewa anggur takut. 

"Urus dia!" perintah Ariadne tersenyum puas lalu  berbalik pergi. 

"Dewa." tunduk Minotaur tiba-tiba. 

Ariadne memberhentikan langkah kakinya. Ia lalu berbalik menatap Minotaur yang tertunduk dibawa kaki pria yang tidak dia kenal. Dan apa kata tadi? Seorang Dewa? 
 


 

                                                   ~~~~
 

Cathy mengumpulkan semua informasi yang ia dengar secara terperinci. Di kehidupan sebelumnya ia tidak pernah berhadapan dengan hal-hal seperti ini tapi ingatannya sebagai Kim Yerim menyimpan informasi penting yang sekiranya ia butuhkan. Oh astaga, ia bersyukur karena pada kehidupan sebelumnya ia suka membaca berbagai jenis buku.


"Bibi Cathy." panggil Bella membuka pintu kamar Cathy yang tengah sibuk menulis diatas buku.

Cathy menoleh, tersenyum lembut menyambut kedatangan Bella didalam kamarnya. Akan tetapi ketika ia mengulurkan tangan meminta Bella agar mendekat. Tatapan gadis cilik itu justru tertuju pada hal lain. Tepatnya dibelakang punggung Cathy.

"Paman itu siapa?"

"Hah?" binggung Cathy berbalik menatap arah tunjuk tangan kecil Bella dan menemukan Apollo berdiri bersandar dekat jendela dan tengah menatap ke arahnya dengan senyum.

"Al, sejak kapan kau disana?" tanya Cathy berdiri dengan cepat menghampiri Bella, menggendong gadis kecil itu lalu menutup pintu kamarnya.

Cathy mendudukkan Bella diatas tempat tidurnya ketika Apollo berjalan mendekati keduanya. Pria itu berjongkok, menyamai Bella yang tengah duduk dan terlihat memeluk lengan Cathy takut membuat Cathy mau tak mau ikut duduk disamping Bella.

"Dia memang seperti ini terhadap orang asing." ungkap Cathy menjelaskan.

"Hey gadis manis, siapa namamu?" tanya Apollo.

Bella tidak menjawab. Ia semakin meringkuk dalam pelukan Cathy, menghindari tatapan Apollo.

"Bella sayang, paman ini teman bibi, jangan takut! Paman orang yang baik, iya kan?" ucap Cathy. Apollo mengangguk membalasnya.

Setelah mendengar ucapan Cathy. Bella menoleh menatap Apollo yang tersenyum kepadanya membuat Bella mau tidak mau ikut tersenyum karenanya.

"Nah begitu kan lebih manis."

"Terima kasih, paman." balas Bella menarik Cathy, meminta sang bibi agar menunduk.

"Teman bibi tampan." bisik Bella malu-malu. Cathy tertawa kecil, memandang Apollo yang terlihat ikut menahan tawa.

Ah, Bella sangat manis menurut mereka..

"Oh ya, kamu belum menjawab pertanyaanku. Sejak kapan kau berdiri disana?" Cathy mengulang pertanyaannya.

"Sejak kau duduk disana," tunjuk Apollo pada meja kecil tempat Cathy menulis, "tapi kulihat kau sangat serius jadi ku putuskan untuk menunggu sampai Bella masuk." lanjutnya kemudian.

Cathy mengernyit, merasa heran dengan tingkah Apollo, "tidak biasanya kau menungguku, biasanya kan kau selalu menjadi penganggu." omel Cathy. Apollo menyunggingkan senyum tipis.

"Aku tidak mau menganggu, hanya itu saja. Dan aku juga tidak mau menjadi alasan kau hilang fokus karna harus meladeniku."

"Ck! Percaya diri sekali." sengit Cathy merasa tidak asing dengan kata-kata yang barusan diucapkan oleh Apollo.

"Paman dan bibi seperti ayah dan ibu kalau sedang bertengkar." polos Bella cemberut mendengar nada bicara keduanya yang seperti tengah berdebat.

Cathy dan Apollo mengalihkan pandangan mereka serempak ke arah Bella. Tatapan polos Bella justru semakin membuat keduanya gemas meskipun mereka ingin sekali membantah pernyataan gadis kecil itu dengan tegas.

"Paman dan bibi tidak bertengkar, Bella."

"Cuma berdebat saja," sambung Apollo.

 

                                                ~~~~
 

Tubuh Lycan terhempas jauh membentur sebuah pohon setelah Artemis menyelamatkannya yang hampir diterkam binatang buas karena upaya pria itu untuk menolong Artemis yang tengah bergulat dengan hewan buruannya.

Artemis mengeluarkan anak panah lalu membidik serigala yang berlari ke arah Lycan.

Dalam sekejab mata, serigala tersebut tumbang karena panah beracun milik Artemis.

"Kau bodoh ya!" teriak Artemis marah menghampiri Lycan yang tengah meringis kesakitan.

"Iya sama-sama." balas Lycan seolah Artemis baru saja berterima kasih terhadapnya.

"Apa?"

"Dewi, bisakah kau marah nanti saja, tubuhku mati rasa, aku tidak bisa bergerak."

Seakan tersadar. Artemis melempar busurnya untuk menolong Lycan, "apa yang bisa ku lakukan? Bagian mana yang sakit?" tanya Artemis khawatir. Sial! Ia tidak suka berhutang kepada manusia apalagi sampai berhutang nyawa seperti ini.

Tidakkah Lycan terlalu bodoh. Dia membahayakan nyawanya sendiri demi menolong Artemis yang adalah seorang dewi yang tak akan mati dengan mudahnya.

"Disini." keluh Lycan menunjuk bagian dadanya, "aku merasakan rasa sakitnya setiap hari ketika dewi menolakku."

"Dasar bodoh!" kesal Artemis. Ingin rasanya ia memukul kepala pria yang selalu menganggunya ketika sedang berburu di alam liar.

Lycan tertawa, "aku serius," balasnya terbata-bata sebelum pada akhirnya kehilangan kesadaran karena terus menerus menahan rasa sakit.

"Hey, apa kau tidur!" panggil Artemis menggoncang tubuh Lycan namun tak mendapatkan respon.

"Lycan!! Bangunlah, jangan bercanda." seru Artemis lagi.

Kesal karena mengira Lycan sedang mengerjai dirinya membuat Artemis ingin meninggalkan pria itu disana akan tetapi ketika dirinya hendak pergi. Artemis melihat kubangan darah dibelakang tubuh Lycan yang membuatnya dilanda kepanikan.

"Lycan!!"




 

Tbc
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya The Abandoned Princess (11-15 )
3
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan