Hidup adalah kesialan, kalau gak pernah sial berarti gak pernah hidup ~Kencana
Kehidupan Ken bisa dibilang lumayanlah untuk menjadi tokoh utama novel, ia pernah berada dititik tertinggi pula di titik terendah pahitnya kehidupan. Tapi Ken cuma pengin hidup simpel dan sederhana layaknya figuran sebuah cerita.
Suatu ketika Ken pikir ia bisa hidup sebagai figuran setelah dikeluarkan dari sekolah. Namun PT Isekai datang mulai menguji kehidupannya.
PT Isekai adalah awal perjalanan Ken yang baru.
Blurb:
Hidup adalah kesialan, kalau gak pernah sial berarti gak pernah hidup ~Kencana
Kehidupan Ken bisa dibilang lumayanlah untuk menjadi tokoh utama novel, ia pernah berada dititik tertinggi pula di titik terendah pahitnya kehidupan. Tapi Ken cuma pengin hidup simpel dan sederhana layaknya figuran sebuah cerita.
Suatu ketika Ken pikir ia bisa hidup sebagai figuran setelah dikeluarkan dari sekolah. Namun PT Isekai datang mulai menguji kehidupannya.
PT Isekai adalah awal perjalanan Ken yang baru.
Bagian 1: Kencana
Kencana Arundra, 18 tahun.
Seorang pemuda yang menjejaki bangku akhir sekolah menengah atas. Siswa ber beasiswa, paling tidak suka dengan teman sekelas yang baik kalau cuma waktu mendekati ulangan.
Napas Ken tertahan ketika pak Leo---guru BK---menyerahkan surat drop out untuknya. Ya, tak tanggung-tanggung, bukan lagi surat pencabutan beasiswa atau semacamnya. Tapi langsung sebuah hukum mati---menurut Ken---yang langsung dia dapatkan.
"Pak Le, saya gak bersalah, saya gak pernah melakukan hal seperti itu, saya difitnah!" seru Ken putus asa.
Ken heran, bagaimana bisa ia dibenci sama orang kaya gabut. Di bully masih bisa Ken tahan, tapi difitnah? Ken geleng-geleng kepala, gini banget hidup jadi rakyat jelata.
Hidup Ken udah macam pemeran utama sinetron ikan terbang.
Disiksa terus.
Dia nggak ngapa-ngapain aja disiksa, kalau mau berbuat baik selalu dihalang-halangi seperti ketika menyontek itu hal yang tidak baik, dia selalu diajak dengan alasan solidaritas.
"Alasan! Buktinya udah jelas, kamu jelas-jelas bersalah di sini," ucap pak Leo dingin. Pria itu tidak menerima bantahan Ken.
Batin Ken mendecih. Dengan tuduhan tak mendasar dan tanpa bukti yang jelas dengan tiba-tiba dirinya sudah dapat surat drop out. Pedih banget hidupnya.
Ken tertawa dalam batin, bukan tawa karena kelucuan tapi tawa kepahitan. Kenyataan emang sepahit itu, hidup tuh emang se komedi itu. Keadilan tak pernah mutlak. Hanya orang yang punya harta dan tahta yang bisa dapat keadilan dalam satuan kelompok masyarakat.
"Pak, gimana bisa bapak lebih percaya dengan video-video itu daripada saya. Saya sekalipun tidak pernah melakukan hal seperti itu." Ken tahu, mau seperti apapun dia membela diri, pembelaannya tak akan pernah dianggap. Ken mengusap rambutnya ke belakang, kepalanya makin pening, ditatapnya pak Leo dalam dan dingin. "Pak, apa pernah saya terlihat kekurangan uang? Apa pernah saya terlihat akan mengunjungi tempat seperti itu? Pak Le harusnya tahu melihat dari semua prestasi saya," ucapnya.
Difitnah mencuri, entah siapa yang melakukannya tapi Ken bisa menduga. Orang-orang kaya gabut yang tidak menyukainya yang pasti, anak murid SMA itu yang punya banyak kuasa dan perlindungan berbentuk uang.
Selain itu pula ia difitnah mengunjungi tempat yang tak seharusnya dikunjungi oleh remaja, sebuah tempat terlarang. Klub.
"Ken, kamu tahu bukan kalau kamu bersekolah tidak di SMA biasa. SMA INISIAL ini bukan SMA biasa, dari dulu bersih dan kasus kamu ini membuatnya terlihat kotor, kasus mu ini sudah terlanjur viral. Maaf Nak, kamu harus keluar."
Ken tidak dapat menahan desahan napasnya yang terdengar frustasi. Benar apa kata Pak Le, namanya juga "SMA INI-SIAL" terutama untuk orang-orang tanpa tingkatan dan uang sepertinya dan ternyata orang-orang yang memfitnahnya itu bisa pintar juga, menggunakan netizen untuk mencapai keinginannya.
Katanya keadilan tak dapat dibeli, ia akan ada untuk semua orang. Tapi nampaknya dunia sudah rusak, Ken tidak mendapatkan keadilan atau bisa dibilang menurut mereka ini adalah hal yang adil untuknya. Tentang Ken yang harus disingkirkan seperti ini.
Hari ini Ken pulang lebih awal dan tak akan kembali lagi menginjakkan kakinya di tanah tempatnya mencari ilmu selama beberapa tahun belakangan ini.
Dan mungkin mulai sekarang ia akan mengejar sesuatu yang berbeda, yang bisa mengangkat derajatnya menjadi orang yang lebih baik untuk membalaskan dendamnya.
____[🌙]
Bagian 2: dikejar
"Anjing woy anjing!"
Langkah cepat dan wajah yang berekspresikan panik serta seruan yang menyertai membuat Ken menoleh penasaran pada asal suara.
"Lari woy ada anjing!"
Yang lain berseru pula. Mereka sekumpulan anak-anak SD yang dengan lajunya berlari bersama tiga ekor anjing yang menggonggong di belakang dan membuat Ken sontak ikut berlari karena ia tak mau jadi sasaran para anjing itu.
Sial banget hidup Ken, baru juga perjalanan pulang usai sekolah yang suasananya tak mengenakkan ia justru kembali diberi kesialan. Dikejar-kejar anjing bareng bocil-bocil.
Gonggongan anjing bersahutan bersamaan juga dengan para bocil yang berteriak sembari berlarian. Ken terus berlari, jalanan lurus yang menurun dengan samping kiri kanan adalah tembok besar membuatnya tak bisa melakukan sesuatu selain berlari hingga para anjing menyerah.
Ken menglelah. Dasar anjing emang.
Ngos-ngosan, napas yang tak beraturan di sana Ken mendesis tertahan. "Kok bisa dikejar anjing sih?" tanya Ken.
"Hehe, itu si Aziz gak sengaja ngehantam kandang mereka, jadinya ya gitu," ucap salah satu dari mereka menunjuk seorang bocah berkepala plontos.
"Dasar anjing!" ucapnya memaki. Tidak benar-benar memaki, hanya menyebut nama hewan yang membuat mereka sesial itu.
Ken mendesah lelah, harinya lumayan panas ia jadi kehausan. Tatapannya tertuju pada warung kecil di ujung jalan pula pada bocah-bocah yang berlari bersamanya tadi.
"Dek beli air yuk."
"Abang yang traktir ya!"
"Heh--"
______
"Ahhh ..."
Usai mnyeruput kopi yang masih cukup panas, Ken teringat pada kejadian kemarin, hari tersial bisa dibilang mulai dari drop out hingga dikejar anjing.
Ken mengarahkan tangan mengambil satu buku lama yang ia gunakan untuk coret-coretan.
Itu buku tulis waktu SMP nya yang kebetulan masih banyak sisanya di bagian belakangnya.
Kalau kalian, sisa buku kayak gitu suka kalian apain?
Kalau Kencana Arundra begitulah, sisa buku akan ia pakai untuk coret-coretan, mengisinya dengan ide-ide random. Begitulah si pemilik hobi menulis satu ini, menulis apa saja walau cuma garis-garis halus saking randomnya.
Sebenarnya itu hobinya kalau lagi gabut aja.
Kemudian Ken berniat mulai menulis namun satu kata pun tak tertulis. Yang ada malah rasa pusing dan kabut memenuhi kepala membuat Ken agak frustasi. Mengingat masalalu elit, merangkai kata sulit. Hadeh. Dasar pecinta sejarah.
Writer block kalau kata orang. Kondisi di mana tangan dan pikiran tidak dapat menentukan apa yang harus segera dilakukan. Utamanya menyusun dan merangkai kata.
Kopi kembali disruput. Padahal biasanya kalau sudah didorong dengan kandungan kafein, otak akan lebih mudah memilah ide.
Nyatanya begitulah, kalau meninjau dari prosesnya sebuah ide itu sangatlah mahal. Namun masih banyak di luar sana, menyepelekan ide, menganggapnya rendah dan murah. Sampai-sampai mencuri sebuah ide dianggap sepele, terutama di dunia digital seperti sekarang, ketika dunia bersifat instan. Dan puluhan ribu kepala yang punya pemikiran kadang tak jauh berbeda.
Ah, memikirkan itu hanya membuat pening kepala.
Kemudian Ken beralih dari pikirannya menuju suasana sekitaran. Dari balik jendela bisa Ken lihat jika langit sudah mulai terang tanda mentari akan segera terbit di atas kota Khatulistiwa.
Jika ia masih sekolah, di waktu seperti ini ia akan mengecek kembali jadwal hari ini dan melihat apakah ada tugas yang belum ia kerjakan.
Tapi, kenyataan pahit membuatnya hanya bisa duduk di sana menyiapkan mental untuk bertemu bunda di dapur pagi nanti.
Dan mengucapkan kalimat, "Ken berangkat sekolah dulu ya Bun."
.... [🌙]
Bagian 3: sampai
Kalau orang-orang di luar sana pengin jadi pemeran utama cerita, Ken enggak, Ken pengin jadi karakter figuran aja yang kalau muncul di komik tuh cuma siluet atau ya sekedar lewat tanpa memikirkan konflik yang mendera karakter utama.
Tapi sayangnya itu tidak bisa. Ini dunia, yang di mana setiap insannya adalah tokoh utama dalam ceritanya masing-masing.
Ken masih berdiri statis, tubuhnya kaku, bahasa tubuhnya yang menyatakan ia tengah berbohong. Sang bunda yang merasakan pergerakan Ken yang tidak seperti biasanya menyerngit.
"Ken?" panggilnya.
Ken tersadar. Pun ketika melihat tangan bundanya meraba-raba udara berusaha meraih Ken yang tak jauh di sana, Ken sedikit mundur dan meraih apapun yang diperlukan untuk sarapan. Ken mengambil garpu dan gelas plastik terdekat.
"Iya Bunda? Ken bantuin ya," ucap Ken.
Ada rasa sakit meremas hatinya karena harus berbohong pada sang ibunda tentang ia yang pagi ini masih menjalani rutinitas biasanya. Berangkat sekolah.
Padahal pakaiannya hanya kaos biru polos biasa, tanpa tas dan buku ia kantongi. Ken jadi teringat dengan kata-kata membakar hatinya tiap kali diganggu orang-orang yang mem-bully nya dulu.
"Udah nggak punya bokap, nyokap juga cacat, asli Ken lu tuh definisi Anak Sial yang sesungguhnya!"
Orang-orang itu ... Ken mendecak, ini bersamaan juga ketika ia menyadari malah memakai garpu pada nasi gorengnya.
Omong-omong hanya orang nol attitude yang berani mengatai seseorang dengan menyebut latar belakangnya, membawa-bawa nama orang tua.
"Ortu lu pasti terbebani banget punya anak kayak lu makanya lebih milih mati, nyokap lu juga pasti males banget liat muka lu makanya milih buta."
Bng*st emang. Ken refleks mengumpat dalam batinnya. Sedang di kenyataannya ia tengah membawa gelas menuju bibirnya namun ia belum mengisi air di gelasnya.
"Ken, kamu udah ngerjain tugas sekolahmu kan?" Wanita cantik yang sangat mirip dengan Ken itu bertanya.
"Udah Bunda, Bunda tenang aja kalau tentang itu," jawab Ken.
Berikutnya hening sejenak. Selanjutnya Ken berpamitan. Katanya sih berangkat sekolah, namun Ken tak tahu ia akan melanglang buana ke mana. Mungkin, tak tentu arah.
Entah sampai kapan Ken harus di uji begini kehidupannya.
Tapi kemungkinan akan terus begitu tanpa sebuah akhir.
_____
Ken gak tahu harus ngapain.
Pikirannya berkelana, raganya diam statis. Kucing kawin yang ada di lapangan bahkan terheran-heran karenanya.
"Gue harus ngapain? Punya ijazah SMP bisa jadi apa di negeri ini?"
Di jaman sekarang. Laki-laki lebih sulit mendapatkan pekerjaan, kecuali yang good looking. Sedangkan Ken, jauh dari itu walau Ken akui ia cukup tampan.
Sekarang jamannya penampilan dan orang dalam.
Ken bersandar pada bahu jalan, meski tidak senyaman ketika bersandar pada bahu bundanya Ken hanya bisa bersyukur. Pandangannya tertuju pada langit pagi menjelang siang ini, tidak ada yang spesial di sana hanya ada langit biru dengan awan yang melukiskan sesuatu yang abstrak.
Menjadi pegawai, jelas ia tidak bisa dan jujur saja ia kurang tertarik ke sana. Bekerja di bawah tekanan maksimal dengan jati yang minimum.
Menjadi penulis, itu sedang Ken geluti namun itu masih baru sekali ia tekuni, masih perlu banyak waktu hingga nama dan karyanya bisa dikenal dan menjadi uang. Penulis hanya bisa ia jadikan sebagai pekerjaan sampingan, ia perlu lebih banyak lagi.
Mungkin, ia hanya perlu pekerjaan di tempat kecil sekarang.
"Hallo Kid, perlu bantuan?"

_____[🌙]
Bagian 4: Isekai
Terlalu banyak hal memusingkan yang terjadi. Sampai-sampai Ken rasanya ingin diam, membeku dalam satu pandangan yang tertuju pada langit biru yang indah di atas sana.
Namun. Keadaannya yang kini tengah melayang di udara---benar-benar melayang, tinggal menunggu jatuhnya raga menuju permukaan membuat Ken berteriak panik.
Lumayan tinggi pasalnya pula di bawah sana tidak ada benda empuk yang akan menolongnya. Bunda! Ken takut patah tolong!
Bruk.
Klang.
Ia jatuh. Ken bisa merasakan betapa tidak nyamannya jatuhnya raganya itu. Serta ia mendarat di dekat persawahan, tepatnya di sekitar pipa-pipa yang mengalirkan air dan Ken jatuh di atasnya.
"Haha, mampus. Baru juga masuk udah bikin kerusakan aja," ucap Ken nyengir-nyengir sendiri, mentertawakan kesialannya.
Terdiam sejenak, Ken merasakan adanya suara derap langkah yang mendekat. Ken refleks bangun meski tubuhnya agak sakit.
"TERNYATA BENERAN ORANG!" Orang itu berteriak. Tingginya sepantaran dengan Ken hanya saja lebih tua. Pria itu nampak berbinar, menunjuk-nunjuk Ken dengan antusias.
"A-anu---"
"SAYA TIDAK MENYANGKA AKHIRNYA HARI INI DATANG!" lanjut orang itu masih seantusias tadi, menangguhkan Ken yang ingin bertanya tentang dirinya di mana sekarang.
Sungguh, Ken penasaran ia di mana meskipun sebelum masuk ketempat itu ia sudah mendengarkan semua penjelasan dari Admin yang membuatnya ke sini.
"Anu, saya---"
"Ayo ikut saya Nak! Kita harus bertemu petinggi desa sekarang juga!" Lagi, Ken tidak sempat bicara. Pula Ken sudah ditarik pria itu, entah ke mana. Ken menghembuskan napasnya lelah, dia baru masuk ke sana dan ia sudah harus merasa selelah itu.
Harusnya ia cukup menikmati vibes pedesaan yang kini Ken jajaki tanahnya.
Langitnya biru, cantik. Mungkin masih sama seperti yang ia lihat di Khatulistiwa hanya saja tanpa ada gedung dan atap yang menjadi frame-nya.
Selanjutnya, pohon-pohonnya normal, sama saja seperti pohon yang ada di dunia Ken sebelumnya. Tidak ada yang spesial sama saja daunnya hijau dan dahannya cokelat.
Walaupun begitu vibes desa yang jarang Ken lihat kini terpampang di hadapan, di sekelilingnya. Rasanya seperti healing, liburan akhir sekolah seperti waktu SD dulu.
Mungkin ini yang disebut kerja berasa liburan. Bukan kebalikannya seperti yang terjadi di dunianya, liburan berasa kerja.
Kalian mungkin bertanya, kok bisa Ken sudah terlempar atau jatuh ke tempat entah berantah seperti itu?
Oke, mari kita kilas balik terlebih dahulu.
Beberapa hari sebelumnya ....
Pandangan Ken tertuju pada langit pagi menjelang siang ini, tidak ada yang spesial di sana hanya ada langit biru dengan awan yang melukiskan sesuatu yang abstrak.
"Hallo Kid, perlu bantuan?"
Ken menoleh karena merasa jika ialah yang dipanggil. Sosok berjas hitam formal dan rapi mendatanginya, pria berumur kepala tiga---kira-kira---ia tersenyum menatap lembut Ken dengan percaya diri.
Ken mengernyit. "Anda bicara dengan saya?" tanya Ken.
Orang itu mengangguk. Ken pula bangun dari duduk bersandarnya bersikap sopan pada yang lebih tua dengan cara menghormati lawan bicara yang tengah berdiri. Soalnya Ken tidak mungkin meminta orang itu ikut duduk di bahu jalan.
"Perkenalkan, nama saya Noran Ramadhan, saya teman lama almarhum Rain, ayahmu," ucap pria itu.
"Teman ayah?" beo Ken bertanya.
Orang itu, Noran, mengangguk. "Betul Nak dan saya ingin mengajak anda ke Isekai."
What the ....
_____[🌙]
Bagian 5: Sebelumnya
Orang yang paling ngeselin adalah?
Orang yang suka nge-bully.
Ada lagi. Yaitu orang yang ditagih utang tapi malah hilang entah ke mana.
Tapi keduanya tidak ada di dalam diri seorang Noran Ramadhan, Ken hanya menebaknya sih tapi Ken ngerasa orang itu ngeselin entah kenapa.
"Jadi, anda ini siapa?" tanya Noran dengan tidak jelasnya setelah berucap dia bakal bawa Ken ke Isekai.
"Maaf?" Ken berucap ragu-ragu. Dalam batin Ken udah berpisuh ria, ni orang ngeselin banget. Ngajakin orang ke isekai maksudnya apaan coba? Abis tu malah nanya gue siapa lagi!
Ken mendengus dalam batin. Ia tidak se kurang ajar itu untuk menyuarakan bahasa tubuhnya yang seperti itu.
"Anda tahu saya anak dari ayah saya jadi kenapa anda malah bertanya begitu lagi?"
"Oh iya ya ..." Noran, dia menhipangkan kedua tangannya di depan dada, nampak berpikir sebentar dengan mengangguk angguk sendiri.
Padahal, setahu Ken dari cerita ibunya ayahnya adalah seorang yang berwibawa, orang yang sangat pandai dan cerdik. Juga tampan seperti Ken nya sendiri, tapi kok ini ... yakin teman bapaknya? Kok sifatnya aneh bin ngeselin?
"Itu, maksud saya, nama kamu siapa, Nak?" tanya Noran.
"Saya Kencana. Saya heran, anda benar-benar teman ayah saya atau bukan, pasalnya kita belum pernah bertemu anda sebelumnya," ucap Ken menatap curiga.
Noran tertawa. Ia mengangguk, menatap lembut Ken. "Saya sungguhan teman ayah anda Nak Kencana, dulu kita juga pernah bertemu hanya saja saat itu anda masih sangat kecil jadi pasti tidak mengingatnya."
Ken diam saja. Masih belum puas dengan jawaban itu walaupun dari tatapan om-om itu Ken bisa merasakan ketulusan dan kejujuran.
Noran kembali melanjutkan. "Nak Kencana sangat mirip ibundanya, istri dari Rain, ayah anda." Lah itu sih jelas, bini bapake nya Ken kan cuma satu soalnya.
"Saya bisa langsung mengenali kalau ini Nak Kencana, padahal saya lagi jalan-jalan ke sekitar sini," ucap Noran lagi, final.
"Oh," respon Ken seadanya.
Udah bicara panjang lebar, Ken cuma jawab pendek berupa "oh" saja. Ah, kasihan sekali om Noran.
Noran tersenyum lembut. "Bagaimana kabar ibu mu, Nak?" tanya Noran.
"Bunda, dia baik-baik saja."
"Lalu, sekolahmu bagaimana? Bukannya saat ini masih jam sekolah?" tanya Noran lagi. Asli, banyak tanya banget ya, udah macam reporter. Ken jadi curiga om-om satu ini dulunya pengin jadi reporter cuma gak kesampaian.
"Ah itu ..." Ken bingung menjawabnya bagaimana.
"Oh, sudah lulus ya? Tapi belum kuliah? Gap year huh?"
Ken hanya bisa tersenyum. Tertekan.
Ken pengin kuliah sambil kerja soalnya. Cuma mimpi yang takkan pernah tercapai.
"Kerja apa sekarang Nak Kencana?" tanya Noran lagi.
Dalam batin Ken berteriak. Udah Om! Gue gak sanggup jawabnya!
Sedang raganya kini mengarahkan tangan untuk menggaruk pelipisnya. "Belum ada kerjaan, Om," jawab Ken.
Noran mengangguk, ia juga senyum lembut.
"Mau saya bantu dapat kerjaan? Ikut saya yuk, PT Isekai lagi butuh orang tuh," ujar Noran.
Mantep Ken, kamu dapat orang dalam yang mau bantu cari kerjaan.
Tapi Ken terdiam saja. Pasalnya om-om ini mikirnya Ken punya ijazah SMA, tapi kan Ken tidak punya itu.
"Ada apa? Kalau tentang gaji, kamu tidak perlu khawatir, PT Isekai gajinya di atas UMR kok."
"Bukan itu Om."
“Terus?”
"Saya ... tidak punya ijazah SMA."
_____[🌙]
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰