PEMBUNUHAN! - Episode 1: Astini

1
0
Deskripsi

Kumpulan cerita pendek kasus pembunuhan di Indonesia. Dirangkum dari berbagai sumber dan telah didramatisir.

Tahun 1996, tak akan ada yang menduga kalau Astini, wanita yang dikenal ramah di lingkungannya ternyata mamlu melakukan perbuatan yang di luar akal sehat.

Surabaya, 1996.

Sore itu Astini sedang duduk di teras rumahnya. Langit cukup mendung. Sepertinya akan turun hujan. Perutnya berbunyi, tanda sudah mulai lapar. Wajar saja sedari siang dia hanya makan sedikit. Itu pun harus dibagi dengan anak-anaknya. Harap-harap cemas suaminya pulang kerja membawa sedikit makanan untuk mereka makan nanti malam.

Rumah sederhana itu berisi lima orang. Sarifin suaminya hanya bekerja serabutan. Sedangkan kebutuhan keluarga mereka semakin hari semakin bertambah. Biaya sekolah anak-anak tidak sedikit. Sempat terpikir olehnya untuk memberhentikan sekolah anaknya guna menghemat sedikit pengeluaran.

Tiba-tiba terdengar suara sepeda motor dari kejauhan. Astini mengenali siapa yang ada di atasnya. Adalah Puji Astuti, tetangganya yang terkenal bawel dan suka bergosip. Sudah biasa jam segini ada saja yang datang ke rumahnya untuk sekedar mengobrol. Sampai depan rumah, Puji turun dari motor. Sekilas Astini melihat wajah perempuan itu agak cemberut.

Pasti mau menagih hutang! Pikir Astini.

Dan benar saja, tanpa salam Puji langsung memberondong Astini dengan pertanyaan

“Asti kapan kamu mau bayar hutang. Sudah berapa hari, nih. Saya lagi butuh uang!".

Astini yang sedang tidak mood, ditambah perutnya yang lapar, hanya menjawab singkat.

“Nggak ada!”.

Mendengar jawaban itu jelas membuat Puji naik pitam. Sumpah serapah yang ada di kepalanya langsung dikeluarkan semuanya. Astini yang awalnya sudah siap bakal kena ocehan, lama-lama runtuh juga kesabarannya. Takut terdengar tetangga lain dia mengajak Puji masuk ke dalam untuk dibicarakan baik-baik.

Utang Astini sejumlah dua puluh ribu rupiah, yang jika dikonversi dengan keadaan sekarang sekitar dua ratus tibu. Uang segitu dia tak punya. Jangankan uang untuk bayar utang, untuk makan saja dia tak ada.

Astini menyuruh Puji untuk duduk di ruang tamu. Lalu dia izin ke dapur untuk menyiapkan minuman. Di dapur rupanya puncak amarah Astini tak lagi terbendung. Diam-diam dia merencanakan sesuatu yang dulu pernah dia lakukan juga kepada orang datang menagih hutang kepadanya.

****

Agus masih saja gelisah. Sudah dua hari sejak dia melapor kalau kakaknya, Puji, hilang. Tak seperti biasanya dia pergi tanpa kabar seperti ini. Agus memasang telinga dan membuka mata lebar-lebar dalam upaya mencari kakaknya. Hingga tiba-tiba dia mendengar berita kalau ada seorang warga yang menemukan potongan kepala di sungai Wonorejo. Jantung Agus berdebar kencang dan memutuskan pergi ke RSUD Dr. Sutomo untuk memeriksanya. Apalah daya, malang tak dapat ditolak ternyata benar adanya itu adalah kepala Puji, kakaknya.

Agus langsung melapor kepada yang berwajib. Polisi langsung bertindak cepat melakukan investigasi atas kejadian ini. Seluruh warga dan tetangga yang pernah melihat Puji langsung diperiksa. Setelah beberapa hari, akhirnya mereka menemukan jalan terang. Menurut pengakuan salah satu warga dia melihat Puji sedang berada di rumah Astini sore itu pada tanggal dimana Puji tak pulang.

****

Pulang kerja, Sarifin kaget melihat rumahnya ramai oleh warga dan polisi. Beberapa pertanyaan dari warga yang penasaran menghujani Sarifin. Tapi dia diam saja karena tak tahu apa yang terjadi.

Di dalam rumah dia melihat istrinya sedang duduk di ruang tamu. Ada sekitar tiga polisi yang sedang menginterogasinya. Melihat Sarifin, salah satu polisi menyuruhnya duduk di dekat Astini. Jelas ini bukanlah kejadian yang biasa dihadapinya.

“Apakah Bapak Sarifin mengenal seorang yang bernama Puji Astuti?” Tanya salah satu petugas kepadanya.

“Iya, pak saya kenal. Dia adalah tetangga saya”.

"Apakah Bapak tahu kalau Ibu Astini pernah meminjam uang dua puluh ribu kepada Puji?. 

Sarifin terdiam lalu melirik istrinya yang sedari tadi hanya menunduk saja.

“Saya tak tahu, Pak”. Jawab Sarifin singkat.

“Apakah Bapak bertemu dengan Puji Astuti pada tanggal 4 kemarin di rumah ini?”. 

“Tidak Pak. Saya bekerja. Baru pulang malam dan tidak ada tamu saat itu”.

“Saya mendapat laporan dari warga yang melihat kalau Saudari Puji sedang berada di sini sore itu. Apakah benar kalau kalian tidak bertemu dengannya?”. Tanya polisi kali ini lebih kepada mereka berdua.

Astini geleng-geleng masih menunduk. Sarifin yang dari tadi bingung akhirnya berani bicara.

“Sebenarnya ada apa dengan Puji, Pak?”.

“Saudari Puji dilaporkan hilang oleh keluarganya. Selang beberapa hari, seorang warga menemukan potongan kepala seseorang di bantaran sungai. Keluarga Puji sudah mengkonfirmasi kalau itu adalah Puji”.

Sarifin terkejut. Dia lalu membetulkan duduknya.

“Lalu apa hubungannya dengan keluarga kami?”. Tanya Sarifin semakin bingung.

“Kami mencurigai kalau istri anda terlibat atas pembunuhan Puji”.

“Tak mungkin, Pak. Istri saya orangnya kalem. Bunuh tikus saja tidak berani, apalagi orang”.

Petugas itu diam saja. Akhirnya mereka membawa Astini dan Sarifin ke kantor polisi untuk interogasi lebih lanjut. Setelah beberapa jam, dan banyaknya tekanan kepadanya, akhirnya Astini mengakui perbuatannya.

Apa yang dikatakan berikutnya membuat Sarifin dan petugas di sana terkejut bukan main. Astini mengakui kalau dia telah membunuh Puji karena tersinggung akibat ucapan kasar kepadanya saat menagih hutang.

Selain itu, dia juga mengaku kalau sebelumnya sudah pernah melakukan pembunuhan serupa kepada dua orang perempuan bernama Rahayu dan Sri Astuti pada tahun 1992 dan 1993 dengan motif yang sama. Kepada Rahayu, Asti berhutang 1,2 juta rupiah dan Sri Astuti 550 ribu rupiah. Kedua wanita ini dia habisi dengan cara yang sama yaitu dimutilasi dan potongan mayatnya disebar ke beberapa tempat. Hanya saja kedua kasus sebelumnya berhasil membuatnya terlepas dari utang dan catatan kriminal. Mungkin karena itulah ia berpikir bisa melakukan hal yang sama kepada Puji.

****

Sore itu saat Astini ke dapur, dia mengambil sebatang besi panjang yang ada di situ. Puji di ruang tamu berpikir kalau Astini sedang membuat minuman untuknya tak mengira kalau dia akan mendapatkan serangan membabi buta.

Astini melampiaskan amarahnya dengan memukulkan besi itu ke kepala Puji hingga hancur. Setelah dirasa mati, Astini menyeretnya ke dapur dan menggulungnya dengan tikar. Setelah itu dia membersihkan bekas darah yang ada di ruang tamu hingga bersih.

Saat anak-anak dan suaminya pulang, tak ada yang curiga ataupun merasa aneh. Hanya saja Sarifin mencium sesuatu yang amis dan anyir.

“Bu, sepertinya ada bangkai tikus, yah?”. Tanya Sarifin setelah mereka makan malam. Astini menemani suaminya duduk-duduk di teras.

“Iya kayaknya, Pak. Besok aku coba cari”.

Lewat tengah malam saat semuanya sedang tidur, diam-diam Astini terbangun lalu ke dapur. Dia ingin membereskan apa yang telah dia lakukan sore tadi.

Astini membuka gulungan tikar yang membungkus mayat Puji. Saat dibuka, baunya sudah mulai membusuk. Tak ada waktu untuk jijik, pikirnya. Ia lalu mengambil pisau yang paling tajam yang dia punya.

Asti memotong mayat Puji menjadi 10 bagian. Entah dapat kekuatan dan kemampuan darimana sehingga dia bisa melakukan aksi sadis ini hanya dalam waktu beberapa jam. 10 potongan itu dia masukan masing-masing ke dalam kantong plastik. Lalu dia buang sebagian ke tempat sampah, sebagian lagi ke sungai.

****

Astini sudah rapi menggunakan baju putih. Dia terduduk di dalam selnya sambil terus berdoa. Sudah lebih dari sembilan tahun sejak kasus pembunuhannya terjadi. Selama itu pula beberapa kali dia meminta keringanan hukumannya tapi selalu ditolak.

Hatinya sempat hancur saat mendengar kalau suaminya Sarifin telah menikah lagi. Keputusan itu membuat keluarga kecilnya yang selama ini dia selalu jaga menjadi ikut hancur. 

Hanya saja dia sudah ikhlas. Tak ada yang bisa dia lakukan lagi. Minggu lalu dia sudah bertemu semua anaknya dan mantan suaminya. Pertemuan terakhir itu menjadi begitu mengharukan buatnya. Dia meminta maaf karena telah menelantarkan mereka dan minta juga didoakan apabila dia sudah tak ada.

Malam pun tiba. Astini masih mengenakan baju terusan putih yang dia pakai dari sore saat petugas menjemputnya dari dalam sel. Sebelum naik ke mobil tahanan, dia meminta untuk mengambil wudhu dan berdoa.

Beberapa menit kemudian dia sudah berada di sebuah lapangan. Dia diminta petugas untuk duduk di kursi yang disediakan. Matanya ditutup kain. Astini sudah pasrah dan siap untuk pergi. Salah satu petugas memberikan perintah kepada regu tembak. Astini memejamkan mata di balik kain penutupnya. Suara nyaring dari senapan adalah suara terakhir yang dia dengar sebelum akhirnya semua menjadi gelap.


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Pembunuhan
Selanjutnya PEMBUNUHAN! - Episode 2: Ade Sara
1
0
Kumpulan cerita pendek kasus pembunuhan di Indonesia. Dirangkum dari berbagai sumber dan beberapa bagian telah didramatisir untuk kepentingan cerita.Tak akan ada yang menyangka kalau sepasang kekasih muda ini telah melakukan sesuatu hal yang mengerikan kepada Ade Sarah.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan