[GRATIS] Married For Stimulate ; 7

84
4
Deskripsi

Part 7 > Debt For Marriage 

Spoiler : "Gampang. Cuman 50 puluh juta, kan? Saya janji lunasi setelah kita sah."

post-image-640fc5cce46bd.jpg

7 > Debt For Marriage

"Lo kapan bayar? Seminggu nih telatnya," dengus mbak Endah, sembari menunjuk buku tagihan Airys yang kosong untuk bulan ini.

Airys menyengir tipis. Yang selalu ia takutkan setiap tanggal muda akhirnya terjadi, dia mesti membayar utang sang kakek yang bernilai puluhan juta. Walau cicilan perbulan masih di angka ratusan, tetap saja baginya itu adalah beban.

"Lusa deh, aku belum gajian tau, mbak."

"Tumben amat, meskipun belum gajian biasanya lo tepat waktu."

Bagaimana tidak telat? Jika yang biasanya membantu membayar cicilan adalah Keenan. Mereka kongsi setengah-setengah. Airys sebenarnya tak ingin merepotkan apalagi dicap matre. Namun Keenan selalu bilang lelaki itu hanya ingin membantu.

Sekarang apa? Mereka sudah putus, otomatis semua nominal cicilan harus ia bayar sendiri. Tak ada lagi yang bisa dia harapkan. Masa Keenan terus? Nggak ada harga diri dong gue, batin Airys.

Dia bukan model senior. Bahkan baru 6 bulan bergabung. Sebelumnya dia kerja di salah satu start up tapi lingkungan yang tidak mendukung akhirnya dia resign.

"Yaudah minggu depan. Ingat! Sertifikat rumah lo masih gue pegang." Melihat wajah Airys putus asa, mbak Endah pun memberi keringanan.

"Thanks yaa, mbak."

"Gue tagih ke rumah deh."

"Yah, jangan dongg. Entar ibu aku kepikiran..." Wanita berdress one shoulder dress hijau itu memelas.

"Iyadah sama, gue tagih di sini."

Lantas kepanikan di wajah Airys berubah jadi senyum lebar, dan Mbak Endah pun melesat pergi bersama motornya.

Memutar tubuhnya kembali menghadap gedung studio, Airys melangkah gontai. Pikirannya sungguh kalut, memikirkan cara membayar cicilan itu tepat waktu dalam waktu seminggu.

"Mbak, ikut nggak?" tanya Lira saat Airys kembali meja riasnya. Mereka bersebelahan.

"Kemana?"

"Citrus Lee, mbak, katanya lagi ada promo spesial Valentine," sahutnya sambil merapikan tatanan rambut. "Boleh tuh mbak ajak sekalian mas Keenan."

"Enggak deh, gue... " Airys terdiam sejenak mengingat sesuatu lalu spontan beralasan. "Gue ada janji bawa ibu gue ke dokter."

"Yah, sayang banget padahal."

Ia menggidikan bahu seraya tersenyum tipis. "Yamau gimana lagi, kapan-kapan deh yaa." Dan Lira mengangguk lemah.

"By the way, mbak kemarin pulangnya naik ojek yaa, nggak dijemput sama mas Keenan?" tanyanya membuat Airys yang sedang menghapus make up membeku.

"Eumhh dia..."

Hish, kenapa sih hari ini Lira banyak bertanya soal Keenan?

"Ra, giliran lo tuh."

"Oke. Sambung nanti ya mbak."

Beruntung Silvi berhasil memutus obrolan. Airys menghembuskan napas lega.

"Gue nggak bilang apa-apa kok, Rys," ujar Silvi mendekat seolah mendengar percakapan mereka barusan.

"Lo bilang juga nggak apa, Sil," jawab Airys santai. "Udah ah, gue nggak pengen berurusan apa-apa lagi sama tuh laki."

Sekarang, dia hanya perlu pulang ke rumah, istirahat, dan menata kembali hari-harinya tanpa Keenan. Toh, ia bukan perempuan melankolis yang mesti sedih berbulan-bulan karena patah hati.

Menyambar tasnya, Airys pamit pada sekelompok orang di studio. Dia berjalan keluar, sembari jemarinya memesan ojek online. Setelahnya, membuka aplikasi chat.

Tiba-tiba masuk sebuah pesan dari nomor tidak dikenal.

0864xxxxxxx

Kita perlu ngedate sebelum menikah, untuk pendekatan. 
 


Airys tentu tau siapa pengirimnya usai menemukan kata 'menikah'. Lantas mengetik balasan.

Pulang deh lo, gue capek.

Saya udah di luar gedung loh, kok kamu lama sekali keluarnya? 

Dia mematung beberapa saat. Sontak langkahnya begitu cepat keluar gedung. Rahang Airys nyaris jatuh dengan mata menyipit kesal. Ia menemukan Arkana—pria itu mengenakan sweater turtleneck berwarna navy, tengah bersandar di mobil seraya bersedekap. 

Arkana tersenyum, melangkah lebar mendekatinya. "Ternyata kamu sudah sesiap ini untuk jalan-jalan sama saya."

Bugh. 

Justru tas Airys yang melayang menggeplak lengan Arkana. 

"Heh, salah saya apasih?!"
 


 

Saat pria itu meringis, seseorang berseru dari arah belakang. 
 


 

"Pacar baru, Rys? Woahh, pantas mas Keenan nggak kelihatan lagi."
 


 

***
 


Ini kedua kalinya Airys membatalkan orderan ojek onlinenya. Semua gara-gara Arkana yang selalu datang mendadak kemudian seenak hati memaksanya masuk ke dalam mobil.

Ia menyipit kesal sembari bersedekap. Arkana yang merasa ditatap cukup lama tersenyum sekilas.

"Liatin saya terus. Udah mulai suka?"

"Mit amit, muka lo kayak cobek emak gue." Cepat-cepat Airys mengalihkan pandangannya.

Arkana tertawa. Tawa yang terdengar ringan sekali seolah jawaban Airys hanyalah lelucon agar percaya dirinya berkurang. Tetap fokus menyetir, pria itu menyahut, "Airys Airys, kamu tenang saja, saya nggak seyakin itu kok kamu bakal secepat itu jatuh hati ke saya."

"Kita baru kenal ya, Om. Lo nggak usah ngarep apa-apa."

"Kamu lupa kata tante Anin kemarin?" tanya Arkana. "Beliau ingin kita cepat menikah."

Airys mendelik cuek. "Itu mah elo ya, Om."

"Baru tiga puluh satu. Saya nggak setua itu buat dipanggil 'Om'," tukas Arkana.

Airys memutar bola mata malas, tetapi dalam hati lumayan terkejut mengetahui usia Arkana baru 31. Ternyata nggak tua-tua amat nih laki, batinnya. Menarik satu sudut bibir, dia kembali bersuara. "Om?"

Dan Arkana melirik sinis. Bikin Airys makin gencar menggoda.

"Om Om Om Omh—hmpph." Mulutnya tiba-tiba dibekap satu tangan Arkana yang bebas. Airys lekas menepisnya dengan marah.

"Sialan! Lo berbuat KDPR ke gue!"

Arkana menaikkan kedua alis.

"Kekerasan dalam perjodohan!" perjelasnya, Arkana mendengkus jengah.

Ia abaikan semua ocehan Airys hingga mereka tiba di 'basement'—tujuan yang Arkana inginkan. Tentu saja bukan apartemennya atau pun kediaman Airys. Wanita itu memandang heran sekeliling karena sedari tadi dia mengoceh, sampai tak memperhatikan tempat apa yang mereka masuki.

"Apa nih? Mall?"

"Penjara nenek kamu," sahut Arkana ngawur. "Ya mall-lah Airys. Ayo!"

Ia sudah turun, tapi Airys belum bergerak sedikitpun.

"Halo Nona. Apa harus saya paksa dulu baru Anda bersedia turun?" Arkana memandangnya dari luar jendela mobil.

Terkekeh sesaat, dia melepas sealtbelt. "Iya-iya!" Kemudian turun. Arkana langsung memutari dasboard mobil dan berdiri di sampingnya.

"Gue nggak mau digandeng," tekannya saat pria itu hendak mengamit jemarinya, Airys lantas menjauhkan tangan.

"Supaya kamu nggak lari."

"Lo kira gue bocil apaan?!"

"Pokoknya gue nggak suka digandeng tau!" Kesal, Airys menyembunyikan kedua tangannya ke belakang tetapi Arkana berusaha meraihnya.

"Nggak mau wlee!"

"Ih Arka! Nggak usah pegang-pegang!"

Teriakan Airys bikin beberapa pengunjung yang baru keluar mobil menatap heran mereka.

"Maaf, calon istri saya lagi badmood," ujar Arkana tersenyum kikuk. Beralih menatap Airys tajam. "Diam dan ikut saya ke dalam."

Arkana benar-benar membuatnya kicep.

Mereka pun memasuki mall dengan Arkana yang tak putus mengamit jemari Airys. Airys pasrah, ia membiarkan Arkana mengayunkan genggaman tangan mereka layaknya sepasang kekasih.

"Ngapain sih kita ke mall?" tanya Airys mendapat delikan Arkana.

"Jalan-jalan."

"Doang?"

"Kamu kepengen apa? Tinggal pilih, saya bayar semua yang kamu pegang."

"Oh, lo berniat nyuap gue supaya setuju nikah sama lo, kan?"

"Kurang lebih begitu," jawab Arkana tersenyum smirk. Terkejut saat Airys mendadak bersimpuh kemudian menempelkan tangannya ke ubin. Lagi, mereka jadi pusat perhatian pengunjung mall karena sikap aneh Airys.

"Kamu ngapain hah?"

"Gue udah pegang lantai. Berarti lo harus beli dan bayar seisi mall."

"Jangan bersikap tidak waras supaya kita batal menikah. Itu nggak mempan buat saya." Berdecak, Arkana meraih tangan Airys lalu membersihkannya dengan tisu basah yang selalu ia bawa di saku celana.

"Emang lo siap nikahin orang gila kayak gue?"

"Gilanya kamu itu saya tau loh obatnya." Selesai, Arkana menarik wanita itu ke suatu tempat.

"Kemana sih, Om?"

Dan mereka berhenti di depan jejeran toko tas branded.

Airys mengerjapkan matanya lalu menatap Arkana. Seolah meminta penjelasan apa yang harus ia lakukan pada toko branded di hadapan mereka sekarang. Meski dia tahu, ia hanya perlu membeli beberapa lalu membayar. Selesai.

Masalahnya, bukan hanya sampai di situ. Arkana seolah membuka jalan untuknya membuktikan sesuatu dengan berkata,

"Pilih semua yang kamu ambil, saya bayar."

"Semua?"

"Iya Airys."

"Oke, awas ya lo malu-maluin gue," ancamnya tersenyum lebar. Terbersit ide cemerlang, yaitu memoroti Arkana sampai pria itu bangkrut dan batal menikahinya. Haha.

Ia pun bergerak secepat mungkin mengambil semua tas yang ia inginkan, bukan cuman tas, bahkan baju, sepatu, segalanya yang belum pernah ia beli ia tuntaskan hari ini.

Setibanya di kasir, Airys menunggu harap-harap cemas. Berdoa semoga tagihannya melebihi isi dompet Arkana.

"Berapa semuanya, mbak?" tanya pria itu. Airys menggigit bibir bawahnya.

"Dua puluh lima juta, tujuh ratus ribu ya, Mas."

"Apa?!" Airys membelalak."Yes, Arkana pasti bangkrut, gue yakin," batinnya optimis. Ia lirik Arkana mulai mengeluarkan dompet.

Namun mimik pria itu kelewat santai, dia bahkan tersenyum ketika kasir mengembalikan kartu kreditnya.

"Terima kasih, datang lagi yaa, mbak."

Rahang Airys nyaris saja dibuat jatuh. Arkana membayar semua?! Semua?!

Pria itu bahkan masih bisa tersenyum tenang saat menatapnya. "Saya lapar. Ayo kita makan, Airys."

***
 


"Cukup!" Airys menghentakkan gelas ke meja membuat suara cukup nyaring, sontak beberapa pengunjung restoran menatap sinis mereka.

"Lo pasti ada niat lain melakukan semua ini ke gue." Namun Airys tak peduli, ia hanya perlu penjelasan Arkana atas semua perlakuannya. Pria itu terlalu berlebihan dalam ranah status calon suami.

"Niat apa? Saya cuman membayar apa yang kamu beli Airys. Bukankah bagus memanjakan calon istri?" tanya Arkana sembari menyumpit udang lalu memakannya. "Itu berpahala."

"Kalo gitu gue ada utang 50 juta dan gue nggak bisa lunasin. Lo mau bayarin nggak?" Airys memancing. Karena ini adalah sebuah kesempatan emas, ia pikir tak buruk-buruk amat mencoba memanfaatkan Arkana.

"Gampang. Cuman 50 puluh juta, kan? Saya janji lunasi setelah kita sah."

Eh? Dia langsung setuju?

"Tapi gue perlunya sekarang."

"Saya bayar sekarang, apakah menjamin kamu akan menikah dengan saya?"

Terdiam sesaat, Airys mengangguk cepat. "Gue nggak bakal lari kok."

"Semua orang bisa bicara begitu Airys."

Wanita itu memutar bola matanya jengah, "Ya terus gimana supaya lo percaya?"

"Besok," kata Arkana menelan cepat makananannya. "Kamu ikut saya, kita fitting baju, foto prewed sekalian cetak undangan." Dan Airys menyipitkan mata. Agak sangsi dengan syarat itu.

"Setelah selesai, saya lunasi hari itu juga. Deal?"

Terdiam sejenak, Airys rasa syaratnya nggak berat-berat amat. Itu cukup mudah dilakukan. Toh, setelah memenuhi semuanya. Arkana berjanji melunasi dan keluarga mereka pun terbebas dari hutang. Soal pernikahannya dengan Arkana, nanti ia pikirkan ulang cara kaburnya.

"Oke, Deal."

Arkana tersenyum lebar, "Bagus. Habiskan makananmu, baru kita pulang sayang." Ia menepuk-nepuk puncak kepala Airys yang di tepis oleh sang empu.

"Nggak usah sok romantis yaa, Om."

***
 


"Airys, ya ampun, Nak. Banyak amat belanjaannya. Dapat duit darimana kamu?" Pekikan Anin menyambut kala Arkana sibuk mengeluarkan belanjaannya dari bagasi.

Sementara Airys langsung menoleh, telunjuknya mengarah pada Arkana. "Dia bayarin."

Sontak Anin terenyuh, "Makasih ya, Nak Arka. Airys pasti ngerepotin minta macam-macam."

Bibir Airys langsung terlipat ke bawah.

"Enggak masalah kok tante," jawab Arkana. Bertepatan itu ia selesai mengeluarkan semua belanjaan Airys dan kembali menutup bagasinya.

"Kalo gitu saya pulang ya tante," pamitnya sopan pada Anin. Arkana menyalimi tangan wanita berhijab tersebut.

"Nggak mau singgah dulu, Le?"

"Kayaknya kapan-kapan deh, tan." Kemudian tatapannya beralih pada Airys yang mendengkus.

"Sampai ketemu besok. As my future wife."

"Dih ogah kali," bisik Airys tanpa kedengaran sang ibu.

Respon Arkana tersenyum tipis. Merasa urusannya selesai, ia pun kembali menaiki mobil dan melesat pergi meninggalkan pekarangan rumah Airys.

Airys langsung menghembuskan napasnya kuat-kuat, menatap ke bawah, belanjaannya ternyata sangat banyak.

"Ini bisa dibalikan nggak sih? Gue sebenarnya nggak perlu-perlu bangett." Dengan bantuan Leon, akhirnya semua barang branded itu berhasil masuk ke dalam kamarnya.

"Siapa ya itu dokter kandungan? Banyak amat duitnya," gumam Airys sembari mencepol asal rambutnya. Karena penasaran, ia pun mendaratkan pantat ke kasur, menyandarkan punggungnya, lalu mencoba menstalk Arkana di internet. Maka muncullah headline sebuah artikel.

"Yuk, Intip Kebiasaan sukses Arkana Bagasatya, Anak Dari Pemilik Narasatya Group Yang Berhasil Menyelesaikan Pendidikan Kedokterannya Di Universitas Indonesia."

Punggung Airys lantas menegang.

***

To be continue...

Aku ragu, part ini ngefeel nggak yaa?😌

Airys salah sasaran yaa gengs, niat morotin, eh malah dikasih lebih sama Arkana🤣. Apa alasan Arka menuruti Airys masih rahasia, entar kita kuak sama-sama yaaa.

Thanks udah baca sampai sini.

Sayang kalian sekebon🥰🥰

Spoiler Next part :

"Pacar baru, Ka?"

"Jangan sentuh calon istri saya dengan tangan kotor kamu!"

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [GRATIS] Married For Stimulate ; 8
65
3
Part 8 > The SecretSpoiler : Jadi artinya, selama ini Arkana adalah anak seorang konglomerat kaya? Pantas saja nominal dua puluh lima juta bak sebuah kapas bagi pria itu.Jangan sentuh milik saya dengan tangan kotor kamu!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan