
Part 10 > Suprised
Spoiler :
"Keenan..." Terkikik pelan. Merangkum lembut wajahnya dengan binar. "Kamu mulai berani cium aku?" Lanjut memagutnya tetapi kali ini Arkana enggan membalas. Keenan? Jadi Airys memandangannya sebagai Keenan?!
Ada sesak yang tiba-tiba merambati dada Arkana. Membuatnya kini membalas ciuman Airys sama liarnya.
“Astaga kalian!”

10 > Suprised
Mobil Arkana berhenti tepat di depan rumah yang pernah ia amati secara diam-diam tempo hari.
Dia menatap Airys, perubahan drastis raut wajah wanita itu cukup menggambarkan kegelisahan yang menerpa. Sekarang dia mengerti mengapa Airys mengajaknya kemari, Arkana menggidikan dagunya pada undangan dalam genggaman wanita itu.
"Kamu yakin ingin memberikan undangannya untuk Keenan?"
Airys mengangguk tanpa menjawab.
"Baiklah. Saya akan menemani kamu," ujarnya hendak membuka pintu mobil tapi pergelangannya ditahan oleh Airys.
"Nggak perlu, ini cuman urusan pribadi gue sama Keenan."
"Tapi status kamu sekarang adalah calon istri saya," sanggah Arkana. "Dan dia harus tau dengan siapa mantannya menikah."
Airys memandang datar Arkana. Kadang, pria itu pemaksa membuat Airys merasa sangsi menerima pernikahan mereka.
Ditatap lama tanpa ekspresi, daripada Airys marah akhirnya Arkana mengalah. "Yasudah jangan lama, saya tunggu di mobil."
"15 menit. Males nunggu tinggalin aja, gue bisa naik taksi."
"Mana mungkin." Arkana tersenyum lembut. "Saya nggak akan pernah meninggalkan kamu seperti mantanmu itu."
Merotasi jengah bola matanya, Airys pun turun lalu menutup pintu mobil cukup kencang hingga sang pemilik kaget. Arkana berdecak dan menggelengkan kepalanya. Terakhir, dia menemukan Airys menendang pintu rumah Keenan kemudian berjalan di bawah gerimis. Lalu berteduh di pos saat hujan semakin deras.
Kini kenapa Airys memilih kembali? Padahal bisa saja dia menitipkan undangannya pada teman Keenan tanpa harus bertemu lelaki itu lagi.
Calon istrinya itu memang aneh.
Mengamati Airys yang telah tiba di depan pintu rumah Keenan, Arkana menajamkan penglihatan. Airys mulai mengetuk pintunya usai menarik napas panjang.
Tok Tok
"Assalamualaikum, permisi..., "
Pintu pun tak lama terbuka.
"Non Airys, mau ketemu Den Keenan ya?" Ternyata mbok Sarti—asisten rumah tangga.
"Mas Keenannya udah pulang kerja, mbok?"
"Belum Non, kayaknya bentar lagi, masuk dulu yuk!"
Terdiam sejenak, Airys menggeleng dan tersenyum ramah. "Aku nunggu sini aja, mbok. Enggak apa-apa."
"Oh yaudah," sahut Mbok Sarti. Bertepatan itu mobil putih memasuki halaman kediaman ini mengalihkan atensi mereka. "Nah itu Den Keenannya baru datang."
Harap-harap cemas Airys menunggu sang pemilik keluar. Begitu Keenan turun mereka sempat bersitatap, tetapi Keenan lebih dulu memutus pandangan.
Bahkan pria berkemeja abu itu hendak melewatinya jika saja Airys tidak menahan pergelangannya. "Keenan tunggu bentar."
Keenan menoleh malas, "Lo perlu apalagi, Rys?"
"Aku cuma pengen ngasih ini."
Ia menerima undangan tersebut, membacanya sekilas lalu tersenyum miris. "Cepet ya lo move onnya. Dugaan gue ternyata nggak salah, lo hanya main-main selama dua tahun hubungan kita," akunya kecewa. "Gue nyesel pernah sama lo, Rys."
"Seandainya kamu dalam posisi aku, kamu pasti mengerti, Nan," sahut Airys membela dirinya sendiri. Namun, kata 'seandainya' memang tak berguna jika hubungan mereka telah sekandas ini.
"Udah? Lo bisa pergi. Gue pengen istirahat," usir Keenan halus. Hendak melangkah masuk tapi urung dan berbalik lagi menghadap Airys. "Oh ya, gue nggak jamin datang sendiri. Mungkin berdua sama pasangan gue juga."
Kedua tangan Airys terkepal kuat. Keenan mengatakan itu seraya diakhiri tarikan di satu sudut bibirnya. Seolah mengisyaratkan bahwa lelaki itu memang telah move on darinya.
Menunduk, Airys merasakan dadanya sesak serta matanya mulai memanas.
"Lama banget sayang." Tanpa ia duga Arkana menghampiri, merengkuh pinggangnya. Airys urung menangis, bibirnya menipis dan menatap heran Arkana.
Keenan menatap Arkana lurus-lurus. "Dia calon suami lo? Gue ingat kok. Dia yang nolongin lo waktu keracunan di restoran." Kemudian membaca ulang undangan tersebut. "Dokter? Pantas lo berani kenalin ke tante Anin. Beda status dari gue yang cuma kerja kantoran, kan, Rys?"
"Bukan—"
"Mulut kamu persis seperti perempuan!" desis Arkana menatap kesal Keenan.
"Jangan sok pahlawan deh, lo nggak kenal Airys sebaik gue!" sahut Keenan balas menatapnya sengit.
Menggertakan rahang, namun enggan memperpanjang perdebatan Arkana pun menarik pergelangan Airys menjauhi tempat itu.
"Arka... lepass. Gue masih mau ngomong sama Keenan."
Arkana acuh. Mereka berhenti di samping mobil, pria itu membuka pintu depan dan mendesaknya. "Masuk Airys, atau kamu ingin lihat saya hancurkan wajah Keenan sekarang juga? Saya bisa lakukan apa pun agar dia lenyap dari muka bumi!"
Airys tercekat, darahnya terasa mendidih, "Dasar pemaksa! Kenapa sih lo selalu ikut campur masalah gue, Ka?!"
"Airys... " Arkana mulai tak tega menyadari Airys ternyata berkaca-kaca.
Marah, Airys memutuskan duduk di kursi belakang. Ditutupnya pintu mobil kencang meluapkan kemarahan.
Arkana ikut memasuki mobilnya, duduk di kursi kemudi tapi tubuhnya berbalik ke belakang menghadap Airys. "Maaf, saya nggak berniat membentak apalagi memaksa. Ini semua demi kebaikan kamu. Dan harus kamu ketahui, seperti Keenan, nggak semua orang bersedia memahami posisi kamu."
"Bodo!" Merajuk, enggan menatap Arkana sedikit pun. Justru Airys cepat-cepat memasang headset ke telinga.
Menghela sabar, Arkana tak menyahut lagi. Dia memberi luang untuk Airys meredakan amarahnya. Dalam perjalanan, Airys mendadak bersuara.
"Gue haus, mampir dulu beli minum."
"Oke." Tepat sekali di depan sana terdapat ritel. Setibanya Arkana pun memarkirkan mobilnya di depan Indoapril. "Biar saya yang turun untuk membeli. Yakin cuma ingin minuman?"
"Gue aja. Lo nggak tau minuman favorit gue, jadi nggak usah maksa!"
"Baiklah," Arkana mengalah, ia tersenyum lembut. "Saya tunggu di mobil yaa."
Enggan menyahut, dengan ekspresi datarnya Airys melirik Arkana lalu berjalan memasuki ritel.
Tak lama wanita itu keluar seraya memegang sebotol isotonik. Arkana tersenyum, telah bersiap menyalakan mesin saat Airys mendekati mobilnya, namun...
"Kemana kamu Airys?" Dia justru dapati Airys berlari kecil menjauh. Panik. Arkana bergegas turun, ia membelalak kala mendapati Airys menaiki ojek motor yang mungkin wanita itu pesan saat di dalam ritel. Dengan jarak cukup jauh dari mobilnya.
"Byeee." Airys mendadah singkat pada Arkana lalu menepuk pundak sang driver. "Lebih cepat bawa motornya, Pak."
"Airys!" Terlambat. Belum sempat dia menjangkau tubuh wanita itu motor sudah melesat pergi tanpa izin.
Arghh. Sial!
Dasar wanita itu.
Arkana mengacak rambutnya. Kalau begini, dia semakin was-was dan bersumpah tak akan memberi celah untuk Airys kabur saat pernikahan mereka.
Ya, tidak akan.
Sebelum mereka benar-benar sah.
***
"Bersula!" seru ketiga wanita sambil melambungkan gelas masing-masing yang berisi wine ke udara. Gelas itu milik Airys, Ghea, dan Jessi. Mereka duduk di kursi bar.
Ya, setelah berhasil kabur dari pandangan Arkana, Airys putuskan datang ke kelab meski waktu menjelang malam. Selain menerima pujian kagum kedua teman SMA-nya, Jessi dan Ghea karena telah berani memasuki kelab, dia berhasil menyusun rencana kilat untuk mengelabui Arkana.
“Persetan sama undangan yang kesebar. Gue akan bilang ke ibu kalau Arkana berencana ngejual gue di kelab ini, Organ-organ gue pengen dia jual, tubuh gue dibuang sembarangan, terus kita batal menikah deh,” ucap Airys diakhiri tawa. Ia benar-benar sudah muak dengan Arkana.
"Yakin ibu lo bakal percaya, Rys?" tanya Ghea sangsi.
"Harus optimis dong. Ya, kan?" Airys berkata penuh percaya diri.
"Mana sih fotonya?" tanya Jessi kepo. "Gue penasaran secakep apa cowoknya sampai ibu lo nolak Keenan."
"Ada di undangan," Airys merogoh isi tas tapi tak menemukan undangannya. "Ah, lupa dah habis. Bentar gue ambil hape." Ketemu, dia langsung mensearch foto Arkana di internet. "Nih."
Berebut Jessi dan Ghea hendak melihat. Sesaat, Airys dapati mereka termangu lalu saling berpandangan. Nama bisa saja sama, tetapi tebakan keduanya rupanya benar.
"Kenapa? Jelek, kan? Orangnya suka maksa."
"Rys, lo tau betul nggak siapa dia?" tanya Jessi menunjuk foto Arkana. Airys mengangguk, mengulurkan gelasnya meminta wine lagi pada waitress bar. Rasanya ternyata enak alhasil ia ketagihan.
"Tau banget gue, nama lengkapnya Arkana Bagasatya. 31 tahun. Dokter kandungan di rumah sakit 'Pradipta' sekaligus anak pemilik Narasatya Group."
"Terus?"
"Udahlah, emang tuh laki punya kelebihan apalagi?"
"Si oneng!" Jessi menoyor kepala Airys gregetan. "Arka itu adeknya pemilik kelab ini, Rys!"
Pruftt.
Minuman Airys dalam mulut kesembur. "Jorok mbak!" Bahkan nyaris mengenai seorang pria yang lewat.
"So-sorry, Mas." Airys cepet meminta maaf, beruntung pria itu tak ambil pusing.
Ia menatap gelisah kedua temannya. "Arven?"
"Iya, nama calon kakak ipar lo Arven, Rys. Dia sering ke sini buat kunjungan sekalian control service."
Airys membeku tak berkutik.
Kenapa dunianya sekarang serasa dikelilingi oleh Arkana?
Sialan! Gagal lagi rencananya membatalkan pernikahan mereka.
***
Jika bukan karena Airys Arkana mana sudi datang ke tempat ini.
Sebelumnya, dia sempat bertanya pada Anin apakah Airys telah tiba di rumah, namun ternyata belum. Arkana pun lekas melacak posisi wanita itu. Mudah baginya mencari informasi terakhir Airys menggunakan plat motor driver yang sempat ia foto.
Mengenakan topi dan masker demi menutupi identitasnya, Arkana melangkah memasuki kelab. Pakaiannya sudah berganti kaos hitam santai dan bawahan jeans panjang. Juga kamera kecil terselip di sisi kaos yang terhubung langsung dengan ponsel. Menambah kemudahan Arkana menelusuri keberadaan Airys dari benda pipih tersebut.
Area dance floor tampak sangat ramai oleh manusia yang menari-nari menikmati musik, namun kerlap-kerlip lampu membuat kepalanya sedikit pusing.
Menerobos ramainya manusia, ia menemukan Airys duduk di stool bar bersama kedua temannya. Bahkan, dia sengaja duduk di sofa tak jauh demi merekam percakapan mereka.
"Persetan sama undangan yang kesebar. Gue akan bilang ke ibu kalau Arkana berencana ngejual gue di kelab ini, Organ-organ gue pengen dia jual, tubuh gue dibuang sembarangan, terus kita batal menikah deh."
Arkana mengernyit dalam, bibirnya terkulum di balik masker. Rupanya itu rencana Airys?
Apakah wanita itu lupa pada nominal 50 juta yang mereka sepakati?
Diliriknya Airys, wanita itu terus menambah wine entah untuk gelas yang keberapa. Dan demi menjaga kewarasan calon istrinya, Arkana menghampiri usai melepas topi dan maskernya.
"Ayo pulang Airys," pinta Arkana menggenggam pergelangan wanita itu. Dia akan mencoba dengan cara lembut dulu.
Iris Airys melebar, ditatapnya kaget Arkana. "Arka... " Lalu menarik pergelangannya. "Lepas! Gue nggak mau!"
"Tempat ini nggak cocok untuk kamu."
"Enggak usah sok atur-atur gue deh!"
"Kamu calon istri saya. Jadi saya berhak mengatur semua kelakuan kamu."
"Kalau gitu gue nggak suka diatur, batalin pernikahan kita!" pungkas Airys bersedekap masih berada di stoolnya. Dia menunjuk wajah Arkana. "Gue enggak cinta lo! Gue cintanya sama Keenan."
"Tidak akan. It's only in your dreams Airys."
Jessi dan Ghea enggan ikut campur perdebatan temannya, mereka pun turun dari stool, lalu melipir pergi dari sana usai mendapat delikan sinis Arkana.
Arkana tidak mungkin membiarkan Airys berlama-lama di sini, dia langsung menggendong wanita itu ala koala mengeluari kelab dan menuju mobilnya.
"Turunin gue bangsat!" Dan lagi Airys meronta, berulang kali memukul dada Arkana sekuat tenaga bahkan menjambak rambut pria itu. Setibanya, Arkana langsung mendudukan tubuh Airys sekalian dia masuk lalu menutup pintu, menguncinya agar tak ada celah untuk Airys kabur.
Meski merasa kepalanya mulai pening, Airys tetap ingin menyalurkan emosi. "Lo udah menghancurkan hidup gue, Ka. Lo ngancurin semuanya! Mimpi-mimpi gue, pernikahan bahagia yang gue impikan sama Keenan. Lo rampas semua harapan gue itu!" desisnya menarik-narik kaos Arkana. Gatal sekali ia hendak menggunting kaos itu agar Arkana terlihat seperti gembel.
"Sekarang saya tanya, kamu tau apa alasan utama Keenan memutuskan kamu? Apa itu gara-gara saya?" tanya Arkana serius menatap Airys lekat.
"Ya. Semua gara-gara lo!"
Arkana mengusap wajahnya. "Bohong Airys. Semua karena kamu yang tidak jujur pada tante Anin tentang hubungan kalian."
"Tetap, lo salah! Lo sumber semua kekacauan dalam hidup gue. Sejak kita ketemu, hidup gue jadi berantakan!" sahutnya cukup keras. Dada Airys bergemuruh. Letih dengan semua keadaan ini.
Bau alkohol menyeruak membuat Arkana paham mengapa Airys meledak-ledak. "Terserah. Itu cuman persepsi kamu. Saya nggak butuh penjelasan apa pun lagi," acuhnya memutar kemudi meninggalkan kelab. Perlahan mobilnya bergabung di jalan bersama pengendara lain. "Kita pulang ke rumah. Kamu sudah sangat kacau."
"Enggak mau! Gue takut ketemu ibu Arka! Enggak mau pulang!" rengeknya lagi berteriak.
"Oke Airys oke, kita enggak pulang ke rumah kamu," ujarnya. Terpaksa Arkana mengubah tujuan mereka. Yaitu apartemennya. Satu-satunya tempat menampung Airys sementara daripada wanita itu mengamuk.
Setelahnya hening cukup lama, Arkana lirik rupanya Airys memejamkan mata. Mungkin tidur? Baguslah, telinganya perlu istirahat menerima teriakan.
Sesampainya, hati-hati dia gendong tubuh Airys menuju apartemennya di lantai 5. Arkana memandang sejenak wajah Airys yang cantik sebelum menurunkan tubuh lunglai itu ke kasur.
"Meski kamu masih mencintai Keenan, saya akan tetap menikahi kamu," bisiknya.
"Tapi lo cinta gue nggak?" Dan Arkana membelalak. Rupanya Airys hanya pura-pura tertidur? Dia pun mengangguk samar.
Mendecih, Airys menarik pergelangan Arkana menahannya beranjak. "Omong kosong. Apa buktinya lo cinta? Gue butuh bukti!" Arkana diam tak menjawab, Airys menarik kedua sudut bibirnya. "Enggak ada, kan? Haha. Gue emang udah yakin lo cuman manfaatin ketidakberdayaan gue, Ka." Dalam sekejap senyum sarkasnya berubah cemberut, Airys melirih sedih. "Lo bajingan..."
Kini Arkana paham alkohol lah yang membuat Airys semakin melantur. Terlebih, wanita itu tiba-tiba mengalungkan tangan ke lehernya dan berbisik lembut. "Kiss me..."
Arkana menggeleng cepat. "Tidak!"
Airys cemberut, ia menarik-narik sprei sampai teracak. Pasrah, Arkana pun mengecup bibir Airys sekilas. "Sudah, kan?" Ia tahu betapa bahayanya wanita di bawah pengaruh alkohol. Apalagi jika permintaannya tidak dipenuhi.
Sialnya, kenapa ia masih berani membawa Airys kemari? Arkana pun heran dengan keputusannya sekarang.
Airys menggeleng, "Lagi!" Ditekannya tengkuk Arkana hingga bibir mereka kembali bertemu. Awalnya hanya menyatu, tidak ada yang memulai bergerak. Maka Arkana pun terpaksa menuntaskan kehendak Airys, memagut bibir wanita itu, memiringkan kepalanya ke kiri dan kanan, mencecap setiap inci benda ranum itu sampai sesuatu di bawah sana menariknya dalam kesadaran.
"Oke stop Airys, kita belum halal, nggak seharusnya kita seperti ini."
Bukannya marah atau memukulnya, justru ia dapati Airys bersemu merah.
"Keenan..." Terkikik pelan. Merangkum lembut wajahnya dengan binar. "Kamu mulai berani cium aku?" Lanjut memagutnya tetapi kali ini Arkana enggan membalas. Keenan? Jadi Airys memandangannya sebagai Keenan?!
Ada sesak yang tiba-tiba merambati dada Arkana. Membuatnya kini membalas ciuman Airys sama liarnya.
"Astaga kalian!"
Spontan Arkana mengurai tautan bibir mereka. Airys langsung manyun, tak peduli kehadiran Flora—ibunya itu memalingkan wajah lalu berdesis kesal.
"Tinggal seminggu lagi, susah banget apa nahannya?!"
"Ma, ini nggak seperti yang dilihat—"
"Huek!" Sesuatu mendesak keluar dalam perut Airys. Dia pun memuntahkannya di sprei Arkana.
***
To be continuee..
Kira-kira Airys bakal kabur apa enggak 🤣
(Soalnya terus dipantau Arkana✌)

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
