It's Hard To Say Goodbye - 3. Calon Suami

7
0
Deskripsi

“Bisa-bisanya Nenek jodohin aku sama perempuan binal begini!”

3. Calon Suami

Stella sedang merangkai sebuket bunga ketika Gawa masuk ke dalam tokonya. Pria itu memandang keseliling ruangan sembari memutar kunci mobil. 

"Mau ngapain, Ga?" tegur Stella sembari mengalihkan pandangan ke bunga yang berada di tangannya. 

Gawa tak langsung menjawab, dengan santai dia mengambil sebuket bunga mawar putih yang terpajang lalu mengulurkannya ke depan Stella.

"Mau jemput calon istri. Jalan, yuk!" jawab Gawa sambil tersenyum.

Stella menatap buket mawar di tangan Gawa, mengambilnya lalu mengembalikan ke rak. "Ini pesenan orang, jangan dibuat mainan,” kata Stella dengan nada agak kesal, tapi Gawa jauh lebih kesal. 

Sambil memandangi Stella, lelaki itu mengomel. "Pelit banget, Stel, cuma pinjem doang. Berapa sih harganya? Aku beli sekalian toko kamu ini juga bisa."

Stella tak mengubris Gawa yang kini menjadi tontonan Fania - partner Stella dan Dina - karyawan mereka. Gawa yang diabaikan kini meletakkan kepalanya di depan meja Stella, menyangganya dengan kedua tangan lalu mulai mengganggu. 

"Stella Mahardika, calon istrinya Bratalegawa, ayo makan siang,” ucap Gawa sambil memandangi wajah cantik Stella yang menunduk. 

"Stel, tinggal aja biar aku yang lanjutkan," kata Fania karena Stella masih bergeming. 

Gawa menatap Fania lalu tersenyum seolah mengucapkan terima kasih, tapi baik Fania maupun Dina tak ada yang membalas senyumnya. Terlebih Stella, wanita itu malah menganggap Gawa tak ada di dekatnya. 

"Stel, perlu aku bakar dulu toko ini baru kamu noleh ke aku?" tanya Gawa kesal karena diabaikan oleh calon istrinya. 

Stella mendongak lalu menatap Gawa dengan tak kalah kesal. 

"Ini jam kerja, Gawa,” jawab Stella dengan mimik tak tertarik pada tawaran Gawa. 

Gawa mendesah kesal lalu menarik kursi dan duduk menanti Stella yang masih merangkai buket. Kunci mobilnya dia ketuk-ketukan ke meja hingga Fania berdiri dan merebut rangkaian bunga di tangan Stella. 

"Stel, bawa keluar calon suami kamu ini sebelum aku yang ngusir kalian berdua!" seru Fania jengkel karena terusik oleh keisengan Gawa. 

Bukannya tersinggung, Gawa malah  tersenyum manis lalu menarik tangan Stella sembari menjentikan jarinya ke arah Fania. 

"Makasih pengertiannya tapi jangan teriak-teriak sama calon Nyonya Bratalegawa ya. Saya bisa buatkan dia toko bunga yang jauh lebih besar dari ini tanpa partner yang jutek!" seru Gawa. 

Stella menarik napas dan Fania semakin marah. Dengan nada meremehkan, Fania pun memberi pertanyaan yang membuat Gawa makin marah. 

"Stel, yakin kamu mau nikah sama orang ini?" tanya Fania dengan nada serius. 

"Orang ini?!" Gawa meradang. 

"Situ nggak kenal saya ya? Saya ralat, saya bukan cuma bisa buatkan toko bunga, saya bisa buatkan Stella kebun raya sekalian!" teriak Gawa dengan gaya norak. 

Dina terbahak, Stella menahan senyum sementara Fania makin kesal. Demi menghindari keributan, Stella terpaksa menggamit lengan Gawa dan membawanya keluar dari toko. 

Seakan sudah mendapat pawang, Gawa yang galak berubah menjadi pria manis. Bersama Stella yang mengalah, Gawa bersiul merangkul pinggang Stella dan menggiringnya masuk ke dalam mobil untuk makan siang bersama. 

Ini adalah pertemuan ke dua Gawa dengan Stella setelah perempuan itu dengan seenaknya mencium bibirnya. Gara-gara ciuman itu, Gawa sempat panas dingin karena terus membayangkan wajah Stella. Sialnya di pertemuan selanjutnya, Gawa tidak memiliki kesempatan mendekati Stella karena mereka berada di tengah keluarga yang sedang membahas tanggal pernikahan mereka. 

"Stel, kamu sakit?" tanya Gawa karena melihat Stella tampak murung. 

"Nggak, keliatan sakit ya?" tanya Stella heran. 

"Nggak secara fisik tapi kayak ke sakit jiwa gitu,” jawab Gawa dengan wajah penuh keprihatinan. 

"Maksudmu aku gila?" tanya Stella kesal.

Gawa tertawa lalu menyodorkan potongan daging di garpunya ke depan mulut Stella.

"Nggak usah sok romantis, Gawa,” ucap Stella tanpa memasukkan potongan daging yang disodorkan Gawa. 

"Apa salahnya baik sama calon istri? Nanti setelah nikah juga kita bakal melakukan yang lebih romantis dari sekadar suap-suapan,” balas Gawa cuek.

Stella menatap Gawa yang masih menunggunya menerima suapannya, tanpa komentar Stella melahap potongan daging di garpu dan mengunyah tanpa menatap Gawa. 

"Stel, ada hal lain yang mau kamu tahu tentang aku nggak?" tanya Gawa sembari kembali menyodorkan makanan ke mulut Stella. 

Kali ini Stella tak langsung melahapnya melainkan melirik ke kanan dan ke kiri dengan curiga. Ketika matanya menatap dua orang gadis di sudut ruangan, Stella melipat tangan di dada lalu melahap kembali makanan di garpu Gawa. Sambil mengunyah, Stella cepat-cepat memotong makanan dan gantian menyodorkan ke mulut Gawa yang terbengong. 

"Yang mana mantan pacarmu? Yang rambutnya blonde atau yang hitam pekat?" tanya Stella dengan nada datar. 

Gawa terperangah, setelah menerima suapan Stella dia tertawa kecil. 

"Bahaya deh mata kamu, Stel. Insting kamu juga kuat. Kalau udah nikah nanti bisa-bisa aku gagal selingkuh!” celetuk Gawa, tapi juga dengan suara pelan. 

Stella tertawa pelan lalu dengan santai menikmati makanannya sendiri. Gawa memperhatikan wajah Stella lalu mulai bercerita. 

"Yang rambutnya hitam pekat namanya Arumi. Aku baru aja pacaran sama dia waktu nenek ngasih pengumuman kalau aku harus nikahin kamu,” jelas Gawa memulai kisah percintaannya yang kandas karena perjodohan keluarga. 

"Jadi itu alasannya kamu nolak dijodohkan sama aku?" tanya Stella. 

"Awalnya iya sebelum aku kenal dekat kamu. Nggak enak aja kan baru jadian dua minggu sudah aku putusin,” jawab Gawa jujur. 

"Hm, sori, Ga ...." ucap Stella dengan suara prihatin. 

"Bukan salah kamu. Aku yang pilih kamu,” kata Gawa mengusir rasa bersalah Stella. 

"Why?" tanya Stella heran. 

Gawa tampak berpikir kemudian menjawab dengan santai. "Setelah melalui banyak pertimbangan, kamu lebih unggul dari Arumi."

"Dari segi apa?” tanya Stella penasaran. 

"Face, kamu lebih cantik. Otak, kamu lebih cemerlang karena bisa bedain orang miskin sama orang kaya. Hati, kamu lebih jujur,” jawab Gawa sambil meletakkan garpunya. 

Stella terperangah mendengar penuturan Gawa yang masih berlanjut. 

"Ciuman, kamu menang dua poin di atas Arumi. Tinggal di atas ranjang aja yang aku belum tahu, bisa dites dulu nggak, Stel?" tanya Gawa dengan wajah lugu. 

Stella mengumpat dalam hati, kalau bukan karena kaya, dia tidak akan sudi menerima dinikahkan dengan pria mesum nan sombong di depannya ini. 

"Kapan? Sekarang?" tantang Stella tanpa berkedip. 

Gawa langsung keringat dingin karena otaknya dipenuhi banyak khayalan tentang keanehan Stella. 

"Bisa-bisanya nenek jodohin aku sama perempuan binal begini!" seru Gawa langsung. 

"Binal" ulang Stella. 

Spontan Gawa menutup mulut sesaat, tapi kemudian tersenyum manis. 

"Bener, kan? Kamu sudah tidur sama berapa cowok, Stel?" tanya Gawa santai seolah-olah pertanyaan adalah hal biasa. 

Stella mengerutkan dahi kemudian melanjutkan makan tanpa menatap Gawa yang tersenyum-senyum menunggu jawaban Stella.

"Yang jelas kamu bukan jadi yang pertama,” jawab Stella tak kalah santai. 

Senyum Gawa meredup, sedikit kecewa karena Stella tak sesuci yang dia bayangkan. 

"Mau batalin pernikahan kita sekarang? Aku telpon nenek kamu,” tantang Stella yang seolah bisa membaca pikiran mesum Gawa. 

Gawa terdiam kemudian tertawa lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Nggak usah. Aku nggak masalah, kok. Hari gini perempuan suci kayaknya langka banget,” kata Gawa dengan tenang. 

"Langka karena cowok brengsek kayak kamu merajalela,” sahut Stella. 

"Aku brengsek?!" tanya Gawa tak terima. 

"Cowok yang ngajakin cewek tidur padahal belum nikah bisa dibilang soleh?" balas Stella. 

"Hm, oke, anggap aja kamu bener, tapi jangan bilang begitu lagi karena aku calon suami kamu,” pinta Gawa.

"Hm, baru calonm” gumam Stella. 

Gawa akan membalas tapi tiba-tiba teleponnya berdering, bergegas dia menjauhi Stella untuk mengangkat panggilan telepon dari Anjas. 

Stella yang ditinggalkan sendirian kembali hanyut merenungi hidupnya yang menjadi bergelombang setelah Ajeng kembali ke kehidupannya. Dia masih merenung ketika tersadar seorang wanita berdiri di dekatnya. Stella mendongak dan mendapati Arumi berdiri tanpa senyuman di depannya. 

"Jadi kamu tunangan Gawa?" tanya Arumi meremehkan sembari menatap tas Stella yang  harganya jauh dari harga tas yang sedang dia pegang. 

"Kamu mau apa? Kenalan?" tanya Stella datar. 

Seketika Arumi  tertawa lalu melipat tangannya di dada. 

"Nggak level, Mbak. Saya nggak perlu tahu siapa nama kamu karena paling juga habis nikah kamu dicampakkan Gawa!" jawab Arumi lantang.

"Hm, seenggaknya masih bagus daripada dicampakkan sebelum dinikahi,” balas Stella. 

Wajah Arumi mengeras, semakin tak suka pada Stella yang tampak santai menanggapinya.

"Dengar ya Mbak, saya ini pacar Gawa!" seru Arumi, tapi Stella tidak terpengaruh. 

"Terus apa hebatnya?" tanya Stella heran. 

"Kamu jangan berbangga hati ngerebut pacar saya. Gawa nggak mungkin menikahi kamu kalau bukan karena paksaan keluarganya!" jawab Arumi percaya diri. 

"Hm, terus kamu yang harusnya bangga karena ditinggalkan seorang Gawa yang lebih milih ngikutin kemauan keluarganya? Seberapa sayang dia sama kamu sampai nggak mau memperjuangkan kamu?" tanya Stella dengan tenang. 

Arumi kesal bukan kepalang, dia hampir menampar Stella tapi, Stella menahan tangannya.

"Gawa cuma mantan pacar kamu, tapi dia calon suami saya. Nggak usah ngelabrak-labrak nggak penting, kamu nggak bakal menang ngelawan calon istri yang dipilih keluarga Gawa!" seru Stella tanpa takut. 

Arumi menarik tangannya dengan keras lalu segera meninggalkan Stella karena Gawa berdiri di belakang Stella, memandangnya dengan dingin. 

Stella yang tidak menyadari kehadiran Gawa, tanpa sadar membanting sendoknya ke meja. Mengingat tatapan remeh Arumi pada tasnya, Stella makin kesal dan hampir membanting garpunya, tapi gerakannya terhenti karena dari arah belakang seseorang menahan tangannya. 

Stella menoleh dan mendapati Gawa sedang tersenyum sembari menyentuh pergelangan tangannya dan perlahan melepaskan garpu dari genggaman Stella. 

"Kalau udah nggak enak, nggak usah dimakan, Stel, kita pergi aja,” ucap Gawa dengan suara pelan setengah berbisik. 

“Ke mana?" tanya Stella sambil melirik Arumi yang menjauh. 

"Calon suami kamu mau traktir belanja. Ayo!" Gawa segera menarik Stella mengajaknya pergi meninggalkan restoran diiringi tatapan sinis Arumi. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya It's Hard to Say Goodbye - 4 Calon Keluarga
6
0
Perlahan Stella tersenyum karena menyadari Saria bermata tajam.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan