
Ayesha adalah Princessnya Atha. Dia begitu menyukainya tanpa syarat. Sedangkan Atha adalah tempat ternyaman Ayesha, dia ingin selalu bersamanya.
Tapi Ayesha menyembunyikan sesuatu dari Atha yang membuatnya tidak bisa menyatakan perasaannya.
Meski begitu, Atha tetap mengabulkan satu permintaan Ayesha.
“Bunuh naga jahatnya!”
BAB 6
Ayesha mencoba memasukkan bola basket ke dalam keranjang, namun lagi-lagi setelah beberapa kali mencoba masih tidak bisa memasukkannya. Membuatnya kesal sendiri.
“Pelan-pelan ajah, nanti juga bisa.” Saran Atha yang sejak tadi melihat aksi kegagalan Ayesha sambil tersenyum.
“Udah, ah. Capek.” Keluh Ayesha sambil mengambil minum dari tasnya dan meneguknya hingga hampir habis.
“Yakin udah capek? Bukan karena kesal karena gak bisa masukin bola?” Cewek itu mendengus sambil mengerucutkan bibirnya kesal.
“Dua-duanya.” Jawabnya ketus yang justru membuat Atha terkekeh.
Dia melihat keadaan sekitar dan menangkap sesuatu yang menarik.
“Ikut gue!” Atha menarik tangan Ayesha menuju lapangan basket yang agak jauh.
Lapangan satu ini lebih ramai dari sebelah-sebelahnya karena dipenuhi oleh anak-anak usia 5-10 tahun. Atha memberikan bola basket kepada Ayesha dan menunjuk ring basket yang berada di depan mereka.
“Masukin ke sana. Bisa, kan?” Tantang Atha.
Ayesha mengangguk dan tersenyum melihat ring basket tersebut. Dia sudah berdiri di posisi saat anak-anak beralih ke ring basket yang berada di ujung sebelahnya.
Cewek itu terlihat benar-benar bersemangat, dengan percaya diri dia melempar bola ke dalam ring yang akhirnya... BERHASIL.
“Athaaaaaa… Aku bisa masukin... yeaayyy…” Dia langsung menghampiri Atha dan memeluk saking senangnya.
Atha langsung mengangkat tubuh mungil Ayesha dan berlompat ikut senang yang justru membuat cewek itu ketakutan karena dia merasa sangat tinggi sekali.
“Atha... turunin... aku takut.” Cowok itu hanya tertawa tanpa melepaskannya.
Dia mengambil bola yang baru saja berhasil masuk ke dalam keranjang yang tingginya sebahu Ayesha karena memang itu dikhususkan untuk anak-anak, lalu kembali ke lapangan sebelumnya masih menggendong cewek itu yang masih saja ketakutan.
Meski pelukannya sudah terlepas, tapi Ayesha masih menempel di tubuh Atha sambil memegang kepalanya.
“Atha jahat... aku kan takut tinggi.” Dia akhirnya terduduk lemas di kursi pinggir lapangan, langsung memegang tangan Atha dengan erat yang tentu saja membuat cowok itu kebingungan.
“Lo takut beneran?” Ayesha mengangguk.
“Nih liat...” Dia mengangkat salah satu tangannya yang gemetar karena ketakutan yang tentu saja membuat Atha menjadi panik.
“Perlu gue bawa ke dokter? Rumah Sakit lo dimana? Sanjaya?” Ayesha menggeleng cepat.
“Gak. Udah gapapa kok. Nanti juga ilang. Cuma butuh waktu ajah.”
Atha langsung jongkok di depannya agar bisa menatap wajah Ayesha yang sejak tadi menunduk.
“Beneran?” Ayesha mengangguk, membuat Atha justru merasa bersalah.
“Hari ini cukup ya, kita jalan-jalan ajah.” Atha merapikan barang bawaan mereka dan menggendong semua tas di pundaknya, termasuk tas ringan Ayesha.
Meski sibuk dan terasa berat, tangan satunya masih kuat untuk menggenggam tangan cewek itu dan berjalan menuju area parkir mobil.
Supirnya dengan sigap mengambil semua barang yang digenggam Atha dan memasukkannya ke dalam bagasi belakang.
“Lo beneran gapapa, Ca? Gak sakit? Kita ke dokter ajah ya? Gue takut lo kenapa-kenapa.” ucap Atha panik.
“Nyokap lo juga udah nitipin lo ke gue tadi... masa gue balikin lo kerumah, sakit begini. Setidaknya gue bisa ngobatin lo dulu sebelum pulang. Mau, ya?” Ayesha kembali menggeleng.
“Aku gapapa, kok. Sebentar lagi juga sembuh.” Jawabnya sambil tersenyum menatap Atha yang masih tampak khawatir padanya.
Atha menggenggam tangan Ayesha yang masih sedikit gemetar. Dia bahkan mengusapnya agar cewek itu bisa merasa lebih tenang.
"Maaf, ya. Ternyata bercanda gue kelewatan." Sesal cowok itu memandang tangan Ayesha yang sedang diusapnya, merasa bersalah.
"Atha, udah. Aku gapapa kok. Jangan berlebihan begini, kesannya aku kayak orang sakit aja. Aku malah gak suka." Dengan kesal Ayesha menarik tangan yang sejak tadi diusap.
Atha tersenyum sambil mengacak rambut Ayesha yang kali ini dikuncir kuda, terlihat lebih imut dari sebelumnya.
"Rambut aku... Ih." Ayesha menepis tangan Atha yang membuat rambutnya berantakan.
Dia melepaskan ikatan rambutnya dan Atha tersenyum jahil melihat sikap manja cewek itu.
"Ya udah sini gue bantu rapihin." Dengan kasar Atha mengambil rambut yang sedang digenggam Ayesha.
"ATHA!" Cewek itu justru semakin kesal karena kepalanya jadi sakit saat rambutnya ditarik.
Sedangkan Atha hanya tertawa, kali ini mengusap lembut setiap helai rambut Ayesha untuk dirapikan. Saat rambut sudah terikat sempurna... Ala Atha yang sama sekali tidak tahu cara mengikat rambut yang benar dan cantik, dia mengusap dan mengagumi rambut yang panjang dan berkilau tersebut hingga tanpa sengaja beberapa helai tersangkut di selipan jari-jarinya.
"Ca, rambut lo rontok?" Mata Ayesha melebar, dia menoleh ke arah tangan Atha yang masih memegang beberapa helai rambut yang terlepas begitu saja dari kepalanya.
Dengan panik dia mengambil rambut tersebut dan memasukkannya kedalam tas.
"Atha sih tarik-tarik rambut aku... Nanti botak gimana?" Atha justru tertawa mendengarnya.
“Gampang... tinggal pake wig.” Ayesha mendengus sambil memalingkan wajahnya menghadap jendela mobil, tak lupa menyilangkan kedua tangannya didada.
Sumpah hari ini Ayesha benar-benar terlihat imut dan manja sekali didepan Atha. Hingga cowok itu pun heran ternyata di bumi ini tercipta makhluk seperti itu dan berada didekatnya. Kemana saja makhluk ini selama enam belas tahun kebelakang?
Atha mendekatkan telunjuknya ke pipi Ayesha yang sedang menggembung, masih berpaling padanya.
“Ca...” Panggilnya yang dilanjut dengan tawa renyah karena cewek itu menoleh dengan pipi yang tertusuk jari telunjuk Atha, membuatnya terlihat seperti tertancap paku besar.
Tidak tinggal diam, dengan kesal Ayesha mengambil jari tersebut dan menggigitnya keras hingga sang pemilik mengaduh kesakitan.
“ECAAAAAaaaa….” Teriaknya yang justru membuat Ayesha terlihat senang karena berhasil membalaskan dendamnya.
***
“15.” Ucap Ayesha. Atha langsung menggeleng.
“23.” Atha menggeleng kembali.
“25? 27!” Tebak Ayesha yang dibalas decakan kesal Atha.
“Jangan asal tebak. Hitung yang bener!” Ayesha mendengus ikut kesal.
“Aku gak tau jawabannya.” Dia mencoret hitungan yang baru saja dikerjakan demi untuk mengetahui tanggal lahir teman bimbelnya tersebut.
“Makanya ngitungnya pelan-pelan. Lagian buru-buru banget. Jadinya gak ketemu jawabannya, kan?!”
“Atha dong ajarin biar aku bisa ngerjain. Kan sebentar lagi juga aku ulangan. Nanti gak bisa dapet nilai 90 buat kado ulang tahun kamu.” Atha tersenyum, dia tidak menyangka kalau Ayesha masih berusaha untuk bisa mendapat nilai tersebut.
Jadi, mau tidak mau Atha harus bantu kan? Supaya Ayesha bisa kasih dia kado yang ke tujuh belas tahun.
“Gue ajarin sekali, ya. Abis itu lo cari sendiri jawabannya.” Ayesha tersenyum dan mengangguk beberapa kali dengan lebih semangat.
***
Ayesha tersenyum dengan gigi depannya yang terlihat semua. Pipi mulusnya pun terlihat pink berseri meski tidak menggunakan blush on.
“Selamat ulang tahun, Atha.” Ucapnya sambil bersenandung gembira.
Dia menggoyangkan kertas ulangannya dengan nilai 92 di depan Atha dengan kedua tangan hingga menutupi sebagian wajah cantiknya.
Atha pun ikut tersenyum, dia puas sekali dengan nilai yang didapat Ayesha.
“Thanks. Best present ever.”
“Apa?” Atha mendekatkan wajahnya ke telinga Ayesha dan berbisik.
“You are.” Bisiknya lalu tersenyum kembali menatap cewek itu.
Tapi bukannya senang, Ayesha justru cemberut sambil menatapnya.
“Jadi gak suka sama hadiah nilai ulangan matematika 92nya?” Atha tersenyum gemas, Ayesha benar-benar tidak peka. Tidak bisakah Tuhan menolongnya kali ini?
“Suka dong, My Princess.” Atha merangkul bahu dan mendekatkan diri sambil mengangkat ponselnya.
“Sini, foto dulu. Kasih liat nilainya ke layar.” Atha langsung memperlihatkan senyum manisnya agar Ayesha yang masih cemberut mengikutinya.
“Gue mau pamerin hadiah sweet seventeen gue ke seluruh dunia.” Ayesha yang mendengarnya terlihat senang, diapun tersenyum sambil memamerkan nilai matematika tertingginya.
Atha mencoba memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat banyak foto kenangan dengan Ayesha dengan berbagai pose yang memperlihatkan kedekatan mereka berdua.
--00--
BAB 7
“Traktirannya mana? Kan udah dikasih kado.” Tagih Ayesha sambil menadahkan kedua tangannya didepan wajah Atha.
“Emang lo udah tau tanggal ulang tahun gue?” Ayesha tersenyum sambil mengangguk.
“21, kan?” Atha memicingkan mata.
“Lo nebak ya?” Ayesha kembali memperlihatkan nilai ulangan matematikanya ke dekat wajah Atha.
“Haloooo… nilai ulangannya kan 92 gitu loh...” Balasnya sombong.
Atha tertawa, mengacak rambut Ayesha. Dia mengangguk.
“Jawaban lo benar kali ini.”
“Yes!” Ayesha melompat senang.
“Ayo... traktir.” Ajaknya.
“Ya nanti lah, kan tanggal 21nya minggu depan pas Final O2SN.”
“Abis pertandingan, gue traktir.” Ayesha tersenyum.
“Bener ya, jangan bohong loh. Nanti aku tagih pas udah selesai O2SN.”
“Iya, princess.”
“Nanti gue jemput ya pas mau ke lokasi final O2SN.” Ayesha menggeleng.
“Gak bisa, nanti berangkatnya bareng sama semuanya dari sekolah pakai mobil sekolah.” Atha terlihat kecewa.
Padahal dia ingin orang yang pertama bertemu dengannya di pagi hari saat ulang tahunnya adalah cewek mungil yang berada di hadapannya ini.
“Tapi nanti pulangnya bisa kok bareng Atha.” Lanjut Ayesha setelah melihat perubahan raut wajah cowok itu.
“Ya udah, pulangnya bareng gue nanti ya kalo gitu. Gue mau nunjukkin lo sesuatu.”
***
Tanggal 21, hari lahir Atha Radhitya sekaligus final pertandingan basket O2SN tingkat Jakarta. Di hari spesial ini dia juga ingin mempersembahkan kemenangan timnya untuk Ayesha, si Princess Disneynya.
Atha lumayan berdandan pagi ini. Dia ingin Ayesha melihat bagian terbaik dari dirinya sebelum bertanding. Meski rapi dan wangi sudah menjadi hal utama yang biasa disuguhkan cowok itu kepada dunia. Hanya senyum manisnya saja yang pelit dan mahal sekali karena tidak bisa terlihat sembarangan. Tapi hari ini Ia ingin tunjukkan demi Ayesha.
Sama seperti SMA Putri Asri, seluruh anggota tim basket SMA Putra Patriot juga datang bersamaan menggunakan mobil sekolah, kecuali Atha yang kali ini membawa mobilnya sendiri... tanpa supir.
“Alina.” Panggil Atha ketika sudah berada di lokasi.
Dia berlari penuh semangat ke arah Ketua tim basket SMA Asri tersebut.
“Eca mana?” Atha terlihat mencari sosok ceweknya diantara tim basket SMA Asri.
Alina diam, belum menjawab.
Flashback On
Ponsel Alina berdering malam hari sebelum pertandingan. Terlihat nama Ayesha Manajer Basket pada layar.
“Halo.” Sapa Alina setelah menggeser tombol hijau ponselnya.
“Halo, Alina... ini mamanya Eca.” Alina langsung segar dan berbicara sopan.
“Oh iya, tante. Ada apa ya?”
“Begini... ehm... besok Eca gak bisa ikut ke pertandingan basket. Gapapa, kan?”
“Gapapa kok tante, gak masalah.” Mama Ayesha terdiam sejenak.
“Sama... ehm... tante mau minta tolong. Kamu kenal sama Atha teman bimbelnya Eca? Katanya dia ikut final pertandingan basket juga besok. Sempet latihan gabungan juga di SMA Asri waktu itu.”
“Iya, tante saya kenal. Ada apa sama Atha?”
“Tante liat di kontak ponselnya Eca gak ada nama Atha. Mungkin mereka gak pernah berhubungan lewat ponsel, tante kurang tahu... tapi…” Mama Ayesha kembali terdiam.
“Eca mau Atha gak tau kalau dia gak bisa datang kesana besok. Katanya takut ganggu konsentrasi bertandingnya. Tante boleh minta tolong kalau misal besok kamu ketemu dia, bilang ajah nanti Eca datang terlambat. Tapi kalau misal dia nanya lagi pas udah selesai tanding, baru bilang kalau Eca gak bisa dateng.” Pintanya.
“Kalau dirasa merepotkan, kamu pura-pura gak tau ajah juga gapapa kok, Alina.”
“Gak kok, tan. Gak ngerepotin sama sekali.” Terdengar nafas lega mama Ayesha dari seberang.
“Tapi maaf, kalau boleh tahu... Ayesha kenapa ya, tan?”
“Sebenernya tante gak boleh kasih tau ke siapa-siapa tapi... khusus ke kamu dan tante harap kamu gak kasih tau ke siapapun...” Alina mengangguk meski tidak terlihat.
“Penyakit Eca kambuh, jadi… dia harus dirawat di rumah sakit. Tadi sore baru masuk ruang rawat.” Infonya dengan tarikan nafas sedikit tercekat karena sedih.
“Untungnya sebelumnya Eca cerita sama tante tentang besok. Tante takut teman-temannya pada nyariin, apalagi katanya dia udah janjian sama Atha mau rayain ulang tahun abis pertandingan. Takutnya Atha nungguin.”
“Tante juga sering denger cerita tentang kamu yang selalu baik dan perhatian sama Eca, makanya pas liat nama kamu di kontak ponselnya langsung tante telepon.” Alina merasa tidak enak mendengarnya karena dia merasa tidak sebaik itu pada Ayesha.
“Semoga Eca cepet sembuh ya, tan.” Ucapnya mengakhiri percakapan.
Flashback Off
“Alina!” Terlihat Atha tidak sabar menunggu jawaban teman ceweknya tersebut.
“Kemungkinan datang terlambat, lo bertanding ajah gak usah nungguin. Dia suka ngerasa gak enakan kalo bikin orang nungguin dia.” Jawab Alina.
Atha tersenyum dan mengangguk, dia tahu Ayesha memang seperti itu jadi langsung percaya ucapan Alina tanpa bertanya kembali.
“Nanti kalo dia dateng, suruh ke base tim gue ya. Kan gue tanding abis lo.” Alina mengangguk tanpa menjawab, Atha pun langsung pergi meninggalkannya.
Pertandingan final basket kali ini SMA Asri yang mewakili tim basket putri Jakarta Selatan mendapat juara dua sedangkan SMA Putra Patriot mendapat juara satu sebagai perwakilan tim basket putra Jakarta Selatan.
Selama waktu pertandingan hingga usai, Ayesha sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya dimanapun. Alina selalu mencoba menghindar setiap Atha mendekat, dia tidak bisa berbohong terus menerus.
“Alina!” Kali ini Atha langsung menghampiri dan menarik tangannya agar tidak kabur seperti sebelumnya.
“Kenapa lo menghindar terus dari tadi? Mana Eca? Mana cewek gue?” Tanyanya mulai kesal.
“Tha, emang lo gak punya kontak Eca?” Atha melepaskan tangan Alina dan sedikit mundur kebelakang sambil menggeleng.
Dia baru tersadar. Di jaman teknologi super canggih ini, bisa-bisanya dia lupa meminta kontak ponsel Ayesha. Satu-satunya princess yang memenuhi hatinya.
Alina menghela nafas. Pantas saja mamanya Ayesha tidak menemukan kontak Atha diponsel putrinya, karena mereka memang tidak pernah berhubungan lewat ponsel.
“Eca sakit. Makanya dia gak bisa dateng.” Atha menatapnya tajam.
“Sakit? Sakit apa? Lo… tau kalau Eca gak dateng hari ini?” Alina mengangguk.
“Iya, nyokapnya nelpon gue semalem. Nyokapnya takut lo nungguin Eca. Makanya gue disuruh bilang kalau Eca dateng telat kalau misal lo belum tanding. Dan gue boleh bilang kalo Eca gak dateng pas lo selesai tanding, biar lo gak mikirin Eca dan ganggu konsentrasi bertanding.” Atha memegang kedua bahu Alina dan mengguncangnya keras.
“Kasih gue kontak Eca!”
“Sekarang dia dimana?” Alina menggeleng, menepis kedua tangan Atha sambil mengambil ponsel dan mengirimkan kontak Ayesha ke ponsel Atha.
“Gue gak tau. Nyokapnya cuma bilang semalem dia dirawat. Gue udah kirim kontaknya ke ponsel lo.”
“Thanks.” Atha langsung berlari menuju mobilnya sambil menelpon ponsel Ayesha.
“Halo.” Terdengar suara wanita paruh baya dari seberang ponsel.
“Selamat sore, tante. Saya Atha.” Sapanya saat dia sudah berada di dalam mobil.
“A... tha?” Terdengar suara tidak percaya dari mama Ayesha.
“Iya, tante. Eca dimana sekarang, tante? Saya mau ketemu, boleh?” Pinta Atha dengan nada memaksa.
“Ehm... Eca... Eca gak ngijinin tante untuk ngasih tau kamu, Atha.”
“Tante!” Atha terdengar kesal dengan jawaban tersebut.
“Please... saya mau ketemu banget sama Eca.” Terdengar helaan nafas dari seberang.
“Sebentar juga gapapa kok, tan. Saya mau lihat Eca. Please, tan.”
“Sebentar ajah ya. Tante gak mau Eca tau kalau kamu dateng.” Atha mengangguk cepat bersemangat.
“Iya, tan. Saya janji.”
“Kamu ke Rumah Sakit Sanjaya lantai 8 VVIP, kamar nomor 6.” Atha tersenyum.
“Saya kesana sekarang. Terima kasih, tan.”
Atha mengakhiri panggilan dan melajukan mobil menuju lokasi yang dimaksud.
--00--
BAB 8
“Lemah Jantung?” Tanya Atha yang diangguki mama Ayesha.
Begitu Atha tiba di kamar rawat Ayesha, dia terkejut karena cewek mungilnya sempat tidak sadarkan diri karena ada komplikasi pada jantungnya. Meski saat ini hanya tertidur karena pengaruh obat.
“Iya. Tapi... Eca gak mau semua orang tau tentang penyakitnya. Termasuk kamu, Atha.”
Atha menatap Ayesha yang sedang terbaring di tempat tidur dengan kabel-kabel entah kabel apa, Atha tidak mengetahuinya, ditempel di dekat dadanya dengan monitor detak jantung disebelahnya.
“Dia takut tidak ada yang mau berteman kalau mereka tahu penyakitnya.” Atha menunduk, memejamkan mata.
Padahal setiap bertemu dengannya, Ayesha terlihat selalu ceria. Orang lain pasti tidak akan tahu kalau dia punya penyakit mematikan seperti ini.
Atha mengangkat kepalanya menatap mama Ayesha yang terlihat sendu. Tentu saja dia memiliki tatapan seperti itu jika anaknya sedang terbaring tak berdaya.
“Saya tidak tahu dengan yang lainnya. Tapi… saya akan tetap berteman dengan Eca, tan.” Mama Ayesha tersenyum.
Memang menurut anaknya, Atha termasuk teman terdekatnya saat ini. Makanya Ayesha takut sekali jika Atha mengetahui mengenai penyakitnya lalu pergi meninggalkannya. Makanya sebisa mungkin dia berusaha terlihat normal didepan cowok itu.
“Terima kasih, Atha. Tante dan Eca tidak akan memaksa walaupun kamu tidak mau berteman dengan Eca. Kami sudah cukup pasrah dengan keadaan yang ada.” Mereka berdua terdiam.
“Sebenarnya... dulu waktu SMP, Eca pernah mengalami hal seperti ini, berteman dengan siapapun baik disekolah maupun dirumah. Tapi begitu mereka tahu penyakitnya, langsung menjauh. Kadang justru orang tua dari teman-temannya yang menyuruh untuk menjauhinya karena takut tertular. Padahal… ini bukan penyakit menular.” Terdengar helaan nafas berat dari mama Ayesha.
“Makanya kami sekeluarga pindah ke Jakarta, memulai hidup baru dengan tidak ada orang yang mengetahui mengenai penyakit Eca. Pihak sekolah pun hanya diinfo secara garis besar. Intinya Eca gak boleh capek. Makanya dia gak pernah ikut ekskul apapun terutama basket.”
“Sebenarnya waktu dia dijadiin manajer di ekskul basket, sempat tante larang. Tapi katanya Alina udah ngusahain biar Eca bisa ikut ekskul basket meski cuma jadi manajer dan dijanjikan dengan pekerjaan yang ringan. Akhirnya terpaksa tante ijinkan.” Jelas mama Ayesha panjang lebar.
“Lo main basket juga?” Ayesha menggeleng.
“Aku manajer basket... baru diangkat beberapa hari lalu.” Jawab Ayesha terlihat senang dengan jabatannya saat ini.
“Gimana tadi pertandingannya?” Mama Ayesha yang melihat Atha masih mengenakan celana basket dan jaket tim basket SMA Patriot tiba-tiba teringat kalau teman anaknya tersebut baru saja bertanding.
Atha tersenyum, bahkan sedetik lalu sepertinya dia lupa kalau baru saja memenangkan pertandingan basket O2SN.
“Juara 1, tante.” Jawabnya senyum sumringah dengan gigi depan terlihat.
“Selamat ya, Atha. Eca juga sepertinya udah ngira kalau kamu menang.”
“Sayang Eca gak bisa nonton. Maaf ya.”
“Gapapa kok, tan. Pihak sekolah saya sudah merekam pertandingan tadi. Nanti saya kirimkan kalau sudah selesai diedit.” Mama Ayesha mengangguk.
“Apa besok saya boleh kesini lagi jenguk Eca, tan?” Nampak ragu tapi mengangguk menjawab permintaan Atha yang terlihat memohon.
“Boleh.” Atha tersenyum.
“Kalau begitu saya permisi dulu ya, tan. Saya boleh lihat Eca dulu sebelum pulang?”
Setelah mama Ayesha memperbolehkan, Atha menghampiri Eca yang masih tertidur dengan wajah yang sama cantiknya.
“Hai, princess.” Atha memegang tangan Ayesha sambil menatapnya.
“Gue akan bunuh naga jahatnya biar lo bangun.” Atha mengecup tangan Ayesha berpamitan lalu pergi meninggalkannya.
***
“Atha?” Terlihat wajah terkejut Ayesha saat Atha berdiri didepan pintu kamar rawat inapnya sambil tersenyum.
“Ma!” Ayesha menatap mamanya, kesal sekaligus takut.
Kesal karena Atha mengetahui dimana keberadaannya saat ini dan takut jika dia akan meninggalkannya seperti teman-teman lainnya.
Mamanya tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan mempersilahkan Atha masuk mendekati Ayesha yang tertunduk gugup.
“Mama sarapan dulu di kafetaria. Kamu tolong temenin dulu Eca ya, Atha.”
“Iya, tante.”
Ayesha dan Atha saling bertatap saat mamanya sudah meninggalkan kamar.
“Gimana kabar princessnya Atha?” Atha mendekat dan duduk di kursi sebelah tempat tidur Ayesha sambil menatapnya lembut dan tersenyum.
“Kok Atha tau aku ada disini?” Tanya Ayesha memalingkan wajahnya tidak ingin menatap cowok yang sudah terlihat sangat bersemangat untuk menjenguknya.
“Nyokap lo yang kasih tau kemarin pas gue nelpon maksa mau jenguk.” Raut wajah Ayesha berubah kesal.
Seharusnya mamanya tetap menjaga rahasia ini apapun yang terjadi. Ayesha sama sekali tidak ingin ada seorang pun yang mengetahui keadaan aslinya.
“Gue gak bakalan ninggalin lo.” Ucap Atha memecah keheningan sekaligus membuat cewek itu menatapnya.
“Gue akan selalu ada buat lo, Ca.” Atha menarik salah satu tangan Ayesha dan menggenggam dengan kedua tangannya.
Mata Ayesha terlihat berkaca-kaca. Seolah ada debu yang terbang bergerombol dan menabrak mata indahnya. Membuatnya menjadi lebih berair, menghalangi pandangan matanya.
Dia menunduk dan menangis. Satu tangannya yang tidak digenggam Atha menutupi kedua matanya agar air mata yang sudah mulai keluar tidak berjatuhan.
Atha berdiri mendekat dan memeluknya yang justru membuat Ayesha tambah menangis, menumpahkan semua kesedihan dan kekhawatiran akan ditinggalkan oleh cowok itu.
Mereka berdua memang tidak berpacaran. Mereka berteman meski sebenarnya Atha sangat menyayanginya. Sepertinya Ayesha yang sudah merasa nyaman dengannya pun tidak pernah membahas mengenai perasaan masing-masing. Dia hanya ingin semua berjalan begitu saja. Justru itu yang membuat keduanya takut untuk berpisah.
“Kemarin nyokap lo udah cerita semuanya ke gue.” Ucap Atha setelah Ayesha selesai menangis.
Cowok itu tampak merapikan penampilan Ayesha yang sedikit berantakan akibat menangis. Lalu duduk kembali ke kursi di sebelah tempat tidur, menatapnya lekat seolah takut hilang.
“Gue masih gak nyangka ajah kalo lo punya penyakit ini. Andai gue tau dari awal, pasti gue udah jagain lo bener-bener.” Jelasnya.
“Maaf ya, pasti banyak candaan gue yang buat lo gak nyaman dan kelewatan tanpa perhatiin kesehatan lo. Bahkan pas kita sering makan diluar juga gue asal pilih makanan ajah tanpa tau pantangan makan lo. Bawa lo pergi kemana-mana pake motor yang bisa ajah malah bikin lo sakit gara-gara kena angin jalanan.” Sesalnya sambil menghela nafas panjang.
Mungkin ada banyak hal lagi yang ingin dibahas Atha, tapi diurungkan. Cukup beberapa hal besar saja yang diungkap. Sisanya dia coba untuk tidak mengulanginya kembali.
“Gapapa kok, Atha. Sejauh ini kamu udah cukup jagain aku... bikin hari-hari biasa aku jadi luar biasa. Diajak ini itu, diajarin matematika sampe akhirnya bisa dapet nilai 92 di ulangan kemarin…” Ayesha tersenyum mengingat semua peristiwa tersebut.
Atha membalas senyuman pertama yang ditunjukkan Ayesha untuknya saat dia berusia 17 tahun.
“Atha!” Panggilnya dengan nada agak tinggi seperti mengingat sesuatu.
“Aku lupa, kemarin kan kamu tanding basket. Terus mau traktir aku karena kamu ulang tahun…” Matanya terbelalak, mulutnya terbuka namun langsung ditutupi kedua tangan.
“Atha... aku belum ngucapin selamat ulang tahun buat kamu...” Lanjutnya dengan nada menyesal.
Padahal kemarin adalah saat yang ditunggu-tunggu baginya. Bahkan dibantu mamanya, dia sudah memilih baju yang sesuai agar bisa nonton pertandingan sekaligus pergi merayakan ulang tahun cowok itu.
“Kan udah waktu pas lo kasih liat nilai ulangan matematika 92 waktu itu?!”
“Beda dong. Kemarin kan pas hari H.”
“Ya udah sekarang ajah kalo gitu.”
“Kan udah lewat. Udah gak seru.” Atha mengangkat kedua alisnya.
“Seru dong, ini tuh hari dimana gue lagi ngulet-ngulet imut gitu di dalam bedong bayi.” Ayesha tertawa membayangkan Atha versi bayi.
Akhirnya setelah moodnya kembali ceria, dia pun menyanyikan lagu ulang tahun untuk Atha. Membuat cowok itu terharu sekaligus senang.
“Thank you, princess.” Ucapnya sambil mengecup tangan Ayesha.
“Atha ih... cium-cium.” Ayesha menarik tangan yang baru saja dikecup Atha.
“Gak boleh?” Ayesha menggeleng.
Atha tersenyum dan mengangguk. Seharusnya memang dia bisa menjaga Ayesha, tapi rasa rindu yang begitu berat yang membuatnya berbuat seperti itu.
“Lo kapan keluar rumah sakit?” Ayesha mengangkat kedua bahu.
“Kalo gitu, gue boleh jenguk tiap hari sampe lo keluar?” Ayesha menggeleng.
“Sesekali ajah kalo lagi gak sibuk. Aku gak mau Atha kesini tiap hari, nanti bosen.”
“Kenapa bosen? Ketemu lo tiap hari malah bikin gue semangat.”
“Bukan Atha, tapi aku yang bosen nanti.” Jawabnya terkekeh.
“Enak ajah, lo gak boleh bosen sama gue princess.” Dengan gemas Atha mencubit pipi Ayesha yang membuat cewek itu semakin tertawa.
--00--
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
