
Ketemu lagi,, belum bosen kan? Jangan lupa tinggalkan komentar dan lovenya.
Happy Reading,
Jindajoon💜
—Aqilla POV'
Setelah keperluan ku di ruang desain grafis selesai, aku segera pergi ke kantin, kebetulan jam makan siang sudah berlalu 5 menit yang lalu. Sesampainya di kantin aku tidak mengambil kotak makan, tetapi hanya mengambil beberapa buah-buahan yang sudah pihak kantin sediakan, sebelum memilih tempat duduk, aku sudah lebih dahulu membeli minuman di mesin minum karena lagi-lagi aku selalu meninggalkan tumbler minuman ku di ruangan, setiap kali pergi ke kantin.
Baru saja aku menyuapkan satu tusuk buah melon ke dalam mulut, tiba-tiba saja Ansel duduk didepanku, membuatku mengerutkan kening.
"Aqilla,, bisa kita bicara sebentar?" Katanya, setelah duduk.
"Mau bicarain apa?" Sahutku datar.
Aku masih mencoba bersikap biasa saja, seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara kami. Karena aku hanya menganggap dia sebagai Brand Ambassador saja disini, jadi aku harus sedikit menghormatinya.
"Gimana kabar kamu?"
Aku menatap aneh dengan sebelah alis tertarik keatas mendengarnya bertanya hal itu padaku.
Aku mengangkat bahu secara acuh. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik aja." Kataku singkat.
Dia tersenyum tipis. "Syukur deh. Kalau kamu baik-baik aja."
"Kenapa? Kamu gak suka kalau aku baik-baik aja? Dan kamu berharap aku tidak baik-baik aja, gitu?" Tuduhku, mulai sedikit terpacing emosi.
"Bukan gitu. Justru aku seneng, liat kamu baik-baik aja. Jujur setelah kita putus, aku terus mikirin kamu."
Aku tertawa jenaka mendengar perkataannya. Sungguh pembohong yang hebat!
"Mikir,, karena kamu merasa bersalah sudah mutusin aku tanpa sebab, gitu?" Sindirku tepat sasaran.
Kalau boleh jujur, aku merasa senang sudah bisa mengatakan hal yang sangat ingin aku katakan padanya sedari dulu, ketika dia meminta putus waktu itu.
Dia tertunduk dalam, terlihat sangat frustasi, melihatnya seperti itu tidak membuat aku luluh dengan cepat akan sikapnya itu.
"Aku tahu aku salah,, maka dari itu, aku minta maaf sama kamu." Ucapnya penuh penyesalan.
Lagi, aku tertawa konyol. "Telat banget! Kemana aja, setelah sembilan tahun, baru minta maaf sekarang?"
"Waktu itu aku gak punya keberanian." dan sekian lama, dia baru mengakuinya sekarang?
"Dan sekarang kamu punya keberanian?" Tanyaku sinis, "Tapi sayang,, aku sudah gak membutuhkan permintaan maaf mu itu."
Ya, karena aku sudah benar-benar ikhlas akan kepergiannya sekarang. Meski butuh waktu beberapa tahun untuk pulih, tapi aku bisa bangkit dengan sendirinya tanpa kata maafnya.
Bisa dibilang, ini adalah kali pertama bagi kami duduk berdua dan mengobrol setelah sembilan tahun kami putus. Dia memutuskan aku pun tanpa ada pertemuan, dia hanya memutuskan aku lewat sms aja pada masa itu.
"Walaupun kamu udah gak membutuhkan maafku lagi, tapi aku masih mau meminta maaf ke kamu. Aku mau hubungan kita kembali baik, dan aku tidak mau, kamu menganggap aku hanya sebatas rekan kerja saja."
Aku tercengang! Apa katanya? Sungguh sangat tidak tahu malu sama sekali. Bisa-bisanya dengan mudah dia berkata seperti itu? Setelah apa yang sudah ia lakukan padaku dulu?
cih, gak sudi aku.
"Kamu beneran jahat ya. Gak punya hati!" Kataku lirih. "Harusnya kamu sadar diri, setelah apa yang kamu lakukan ke aku waktu itu!" Kataku tercekat, menahan amarah, yang sudah terkumpul di tenggorokan.
"Aku tahu aku salah, maka dari itu aku ingin kita memulai hubungan yang baru."
"Dasar gila!" Umpatku sudah mulai lepas kendali.
Aku mengalihkan pandangan ke luar kantin, dan tanpa sengaja kedua netra ku melihat Daniel sedang berdiri diambang pintu kantin, sembari melihat ke arahku.
Dalam jarak yang lumayan cukup jauh, pandangan kami saling bertemu. Tidak butuh waktu lama, dia berjalan mendekat kesini.
Ada rasa lega sekaligus bimbang bersamaan, ketika Daniel akan menghampiriku. Aku sangat tidak ingin terlihat tidak baik-baik saja didepan dia, karena aku takut dia akan mengejek ku.
"Saya boleh ikut duduk disini?" Sapanya, menatapku dan Ansel bergantian.
Aku menyempatkan sebentar melirik ke arah Ansel, dia terlihat sedikit terkejut atas kehadiran Daniel disini. Namun tidak lama, laki-laki itu tersenyum tipis, menyamarkan keterkejutannya.
"Silahkan!" Sahutnya mempersilahkan Daniel untuk duduk.
Daniel pun tersenyum hangat, dia memilih duduk disamping kursiku yang kosong. Tatapannya masih terus memandang lekat wajahku, membuat aku sedikit kikuk dibuatnya.
"Aku cariin kamu kemana-mana, taunya ada disini." Katanya padaku.
Aku terkejut dengan caranya berbicara. Tunggu dulu, sejak kapan dia merubah cara panggilan dirinya?
Apa katanya? Aku? Dia menyebut dirinya 'aku' bukan 'saya' seperti biasanya?
Seandainya tidak ada Ansel disini, mungkin aku akan tertawa sekaligus mengejeknya habis-habisan secara bersamaan.
"Kenapa? Kamu butuh sesuatu?" Tanyaku, masih mencba menutupi perasaan canggung.
"Aku mau ngajak kamu makan siang di luar tadinya, tapi kamu udah ada disini."
Aku masih belum terbiasa dengan penyebutan dirinya, kupingku masih merasa sensitif.
"Kamu kok makan buah aja? Gak makan?" Tanyanya melihat sekotak buah-buahan yang belum aku habiskan. Karena memang aku sudah tidak nafsu makan setelah kehadiran Ansel.
Aku hanya mengangkat bahu sekilas. "Lagi gak nafsu makan." Sahutku jujur.
Demi apapun, jika saja tidak ada Ansel, dijamin aku tidak akan menjawab pertanyaan receh Daniel.
Ansel berdehem pelan, membuat aku dan Daniel menghentikan obrolan.
"Aku gak tau kalo kalian sedeket ini." Ucapnya, setelah cukup lama diam. Pandangannya menatap ku dengan pandangan yang sulit aku tebak.
Mendengar itu, ingin ku berteriak dengan kencang dan menolak tebakannya yang salah kaprah itu.
"Berkat pernikahan kamu, saya bisa dekat dengan Aqilla." Daniel tersenyum, menjawab ucapan Ansel, Pria itu, menatapku dengan tatapan menggoda, sial, tatapan genitnya selalu berhasil memantik rasa saltingku.
Sebelum semakin jauh dan hanyut, tanpa pikir panjang, aku langsung menginjak kakinya dibawah meja, yang berada tepat di sampingku. Kulihat dia sedikit menahan ringisan, terlihat dari wajahnya.
Sungguh, aku senang melihatnya seperti ini. Siapa suruh berkata yang aneh-aneh.
"Terimakasih yaa.." Katanya lagi pada Ansel, setelah berhasil menutupi ringisannya.
"Buat?" Kedua alis Ansel saling terpaut tidak mengerti maksud dari 'terimakasih' yang sudah Daniel katakan.
"Sudah melepaskan Aqilla.." Jawabnya membuat aku sedikit terkejut.
Daniel, makhluk hidup paling gila yang pernah aku temui.
Sekarang, Ansel lah yang meringis, dan aku menangkap raut kesedihan di wajahnya. Beberapa kali dia membasahi bibirnya, sialnya, aku masih hapal beberapa kebiasaan kecilnya, seperti kali ini, Dia akan membasahi bibirnya, jika dirinya sedang merasa gelisah atau sedih.
"Kalo gitu, aku pergi ya." Katanya, tidak merespon perkataan Daniel.
Sebelum pergi, dia tersenyum samar ke arahku, tanpa repot melihat keberadaan Daniel yang duduk disebelahku. Ada kelegaan setelah kepergiannya, yang tanpa sadar aku mendesah panjang setelah melihatnya pergi.
Segera aku mengalihkan pandanganku pada makhluk gila yang duduk di sebelahku. Aku menatap tajam kearahnya, membereskan kekacauan yang dia buat.
"Kamu gila yak, kenapa ngomong gitu sih?" Cecarku tanpa menunggu lama.
"Kok gak terimakasih sih, kan aku udah ngebebasin kamu dari dia."
Ah, perkataan nya sangat benar, membuat aku sedikit meringis malu. Jika saja Daniel tidak datang mungkin Ansel tidak akan cepat-cepat pergi.
"Iya,, makasih." Gumamku pelan, walaupun sedikit tidak ikhlas.
"Sama-sama.. eh tapi beneran aku nyariin kamu tau!"
"Kenapa? Memangnya saya punya utang ke kamu?" Kataku, sambil kembali menusuk buah melon yang lama tidak aku sentuh karena kehadiran Ansel.
Dia hanya tertawa mendengar lelucon ku itu. "Ansel ngapain tadi?" Tanyanya setelah tawanya reda.
"Gak tau,, tiba-tiba minta maaf, aneh banget." Aku menggigit bibir, terkejut atas tindakan ku sendiri. Kok bisa aku memberitahu Daniel yang sebenarnya?
"Memang nya permasalahan diantara kalian belum selesai?"
"Kepo!" Seruku, karena sifat ngeselin ku telah kembali.
Dia mendesah panjang. "Pliss Aqilla,, bukan waktunya becanda, aku serius!" Serunya sangat frustasi.
"Sejak kapan kamu merubah cara panggilan kamu menjadi 'aku'? Kamu masih waras kan?" Selidik ku, mengabaikan keluhan nya.
"Kalo gak waras, aku gak mungkin disini."
"Arrghh,, saya masih geli denger kamu bilang 'aku'.." Jeritku pelan.
"Kenapa? Ada yang aneh?"
"Aneh!"
Dia menggaruk tengkuknya. "Sebenarnya tadi tuh cuma akting, biar dia nyangka kita itu deket, tapi setelah dicoba, kok aku nyaman ya pas menyebutkan diri aku dengan kata 'aku' bukan saya."
Ya,, whatever!
Aku hanya ber-oh ria sambil mengangguk-angguk paham atas pengakuannya itu. Pantas saja dia aneh, taunya cuma akting. Bagus deh!
"Gak apa-apa kan, aku menyebut diri aku dengan panggilan aku?"
"Terserah.."
"Kamu juga dong, jangan pake kata saya lagi." Sarannya yang langsung membuat aku mendelik tak terima.
"Dih,, ngapain?"
"Yaudah deh terserah.." Pasrahnya seperti biasa. Tanpa sadar aku mengulum senyum melihat dia seperti itu.
"Oh iya, hampir aja aku lupa." Katanya sambil menyodorkan paper bag. Alisku saling terpaut, berpikir, sejak kapan ada paper bag? Perasaan Daniel datang dia tidak membawa apa-apa tadi. Atau aku nya saja yang kurang jeli?
"Nih buat kamu, oleh-oleh dari korea!"
"Apa nih? Bukan bom kan?" Mataku sedikit memicing curiga.
"Astaga! Kalo iya ini bom, gak mungkin lolos dari pemeriksaan di bandara." Sahutnya dengan sabar.
Aku hanya memberikan cengiran. "Boleh di buka?" Tanyaku, sambil melihat paper bag yang sudah berada tepat di hadapan ku, berdampingan dengan styrofoam buah-buahan.
Dia hanya mengangguk, tanpa menunggu aba-aba, aku langsung membuka paper bag nya. Mataku hampir keluar dari tempatnya setelah melihat isi di dalam paper bag tersebut.
"Tumbler BT21?" Kataku tidak percaya.
Aku mengeluarkan Tumbler BT21 dari paper bag, Tumbler itu sebenarnya unik, ada gambar salah satu karakter dari BT21, selain itu ada juga bayangan gunung dan tulisan Seoul beserta huruf Hangeulnya, didekat tutupnya pun ada gantungan Namsan towernya. Tapi aneh saja, jauh-jauh dari korea, cuma membawa Tumbler BT21 yang sebenarnya di Indonesia pun ada, kalau tidak salah.
"Kamu yakin ini dari Korea?" Mataku memicing, menggoda nya.
"Iya, aku beli langsung di store koreanya. Di Indonesia kan gak ada."
"Yakin gitu, di Indonesia gak ada?" Sahutku, mencoba menggoyahkan keyakinan nya.
Dia meringis bingung, lalu tersenyum lebar menampilkan sederet gigi putihnya dengan polosnya. "Gak tau juga sih. Kalau misalkan ada, berarti aku di bohongin sama staff disana."
"Kamu nanya sama staff nya langsung?"
Dia mengangguk, masih dengan ekspresi polosnya. "Bukan aku yang nanya langsung sih, aku minta tolong ke translator ku, buat tanyain ke stafnya."
Bibirku membulat, karena hanya ber-oh ria saja. Karena respon ku hanya begitu saja, membuat dia meringis bersalah.
"Gak suka ya, sama hadiahnya? Padahal pas pertama kali aku liat Tumbler itu, aku langsung keinget kamu." Beritahu nya dengan mimik wajah sendunya.
Aku menelan ludah susah payah, menggeleng cepat, karena dia salah mengartikan maksud ku. "Bukan gak suka, saya suka kok." Ucapku buru-buru mengoreksi.
"Tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu inget saya, cuma gara-gara liat Tumbler aja?" Tanyaku bingung.
Aku memang sering membawa Tumbler minuman, tapi masa Dia tahu sih kebiasaan ku? Sedangkan kita tidak sesering itu bertemu.
"Gak tau, cuma mau beli itu aja buat kamu. Tapi aku pernah sih liat kamu masukin tumbler ke dalam tas, pas aku jemput kamu dirumah waktu itu. Jadi dengan so tau nya, aku nebak aja, kalau kamu itu suka bawa tumbler ke kantor." Katanya sambil memberikan cengiran khasnya.
Aku dibuat melongo mendengar penuturan nya, sama sekali tidak menyangka kalau dia akan sejeli itu?
Seketika aku jadi penasaran dengan gaya berpacarannya, dan aku duga, pasti dia akan sangat posesif dengan pacarnya, secara hal kecil pun dia bisa mengingat dengan jelas.
"Kamu memang se detail itu ya, orangnya?" Tanyaku penasaran.
Dia terlihat sedang berpikir. "Hmmh,, enggak juga." Jawabnya seraya menggendikan bahunya. "Kenapa sih?" Tanyanya.
Aku menggeleng cepat. "Enggak kenapa-kenapa, saya penasaran aja, gimana nasib wanita yang jadi pacar kamu!" Kataku sedikit ngeri, hanya dengan membayangkan nya saja.
Aku memang suka dengan laki-laki yang hangat dan perhatian, tapi aku tidak suka juga dengan laki-laki yang memberikan perhatian secara berlebihan.
Aku berkata seperti itu bukan berarti aku kepedean kalau Daniel menyukaiku, tidak sama sekali. Justru aku berharap Daniel tidak pernah menykaiku dan menjadi pacar ku.
Dia menatapku dengan tatapan yang sulit aku jelaskan, tapi yang jelas, aku merasakan aura yang aneh, membuat bulu kuduk ku berdiri seketika, apalagi ketika dia sudah tersenyum devil seperti itu.
"Apa?! Kamu kenapa?!" Tanyaku takut-takut. Aku sudah mengambil ancang-ancang untuk menginjak kakinya jika dia berkata aneh-aneh.
"Kalau kamu beneran penasaran, gimana kalau kita pacaran?" Ucapnya santai, aku hanya menatapnya dengan mulutku setengah terbuka, sedikit terkejut atas perkataan nya barusan.
Aku menggeleng cepat. "Tidak, terima kasih, saya tidak tertarik dengan penawaran anda, lebih baik saya sendiri saja." Kataku sambil meringis.
"Baiklah, penawaran itu berlaku untuk selamanya. Jika kamu berubah pikiran, tinggal hubungi aku." Canda nya, sambil terkekeh pelan.
Melihat dia tertawa seperti itu, membuat aku ikut tertawa juga, seketika aku lupa dengan sifat keanehannya.
"Ngomong-ngomong,, makasih ya, Tumbler nya." Aku mengangkat Tumbler yang ia berikan, sambil memberikan senyum tulusku.
Bagaimana pun aku harus berterimakasih jika diberi hadiah, meski pemberian itu berasal dari orang aneh seperti Daniel.
Dia pun mengangguk, lalu tersenyum hangat padaku, seperti biasa. Untuk pertama kalinya aku menikmati senyum kehangatannya, setelah lama aku mencoba menyangkalnya terus-menerus.
🌼🌼🌼
Entah sudah keberapa kalinya aku menepis pikiran ku ketika otakku terus menuntun ku pada kejadian sewaktu aku dan Daniel di kantin. Dengan anehnya, aku terus mengingat perkataan Daniel yang mengajak berpacaran, meski itu hanya candaan semata, tapi kenapa otakku terus memikirkan nya?
Oh Tuhan! Ada yang tidak beres dengan cara kerja otakku malam ini!
Dari pada aku terus memikirkan hal aneh-aneh dari orang aneh, lebih baik aku mendinginkan otakku dengan mencari minuman dingin di dalam kulkas.
Aku menemukan ibu sedang duduk santai di ruang keluarga, sambil menonton tayangan tv yang disiarkan oleh stasiun televisi RCTI, sekilas aku melihat Amanda Manopo dan Arya Saloka dilayar tv, kalau gak salah judul sinetron nya 'Ikatan Cinta'.
Jangan salah, aku tahu judulnya itu tentunya dari Ibu aku sendiri, meskipun aku tidak ada waktu untuk menonton TV, tapi Ibu selalu memberi informasi tentang sinetron yang ditontonnya, termasuk 'Ikatan Cinta' itu yang sangat sering aku dengar cerita nya setiap kali kami berada di meja makan.
"Belom tidur Bu?" Tanyaku sambil melewati ibu.
"Bentar, si Andinnya belom udahan." Sahut nya tanpa repot mengalihkan pandangan dari layar televisi.
Aku hanya ber-oh ria, tidak mau mengganggu konsentrasi Ibu yang sangat serius di depan televisi. Bukan apa-apa, aku takut kena semprot ibu jika mengganggu aktivitas menontonnya, apalagi itu sinetron favoritnya. Karena sebelumnya aku pernah mengalami omelan panjang, hanya gara-gara aku menanyakan keberadaan gunting kuku yang tidak bisa aku temukan.
Aku melanjutkan aktivitas yang menjadi tujuan awal, membuka pintu kulkas untuk mengambil air putih dingin. Namun, belum sempat aku membuka pintu kulkas, aku menemukan benda aneh yang menempel di pintu kulkas.
Magnet yang menempel itu berbentuk Namsan Tower, seketika aku langsung teringat akan Tumbler pembeian Daniel sewaktu siang tadi.
"Bu,, kok ada magnet di pintu kulkas, ibu dapet dari mana?" Teriakku pada Ibu.
Seperti biasa, teriakan ku hanya di anggap angin lalu saja oleh Ibu, jika sinetron nya masih belum menampilkan tayangan iklan.
Tanpa ambil pusing, aku mengambil botol minum yang berisi air putih, lalu membuka kabinet kitchen set tempat dimana gelas-gelas berada. Namun pandangan ku kembali menemukan barang baru lagi.
Barang itu adalah satu set cangkir teh porselen beserta piring porselen nya juga, dengan ukiran yang sangat indah, seperti kerajaan-kerajaan. Dan aku menduga barang ini pasti mahal, terlihat dari ukiran indahnya tanpa cacat sedikitpun.
Otakku kembali bertanya-tanya, ibu dapet dari mana? Apa jangan-jangan ibu shopping tanpa bilang-bilang ke Aku? Ah, aku juga ingin shopping! Aku jenuh dengan pekerjaan ku yang sangat banyak itu.
Aku membawa segelas minuman air putih dingin beserta cemilan singkong, aku berencana untuk menemani ibu sebentar di ruang tv, tujuannya sih agar aku tidak lagi teringat akan perkataan Daniel.
Sesampainya aku diruang tv, kebetulan layar televisi itu sedang menampilkan tayangan iklan, itu berarti Ibu sudah tidak akan fokus lagi dengan benda kotak berukuran 42 inchi itu.
"Ibu abis shopping ya?" Tanyaku ketika sudah duduk di sofa, disamping ibu.
"Enggak, kenapa sih?" Ibu menggeleng sambil menatapku.
"Kok ada barang baru di dapur? Masih ada kardus nya lagi." Sahut ku sambil membuka bungkus camilan.
Ibu terlihat sedang berpikir dengan apa yang aku maksudkan itu. "Itu lho,, satu set cangkir teh." Beritahu ku, membantu ibu untuk mengingat.
"Ooh,, itu.." Serunya sangat antusias. "Itu pemberian Nak Daniel, katanya dia belinya jauh dari Korea." Jawab ibu begitu antusias, yang sukses membuat aku terkejut.
"Daniel? Kapan dia kesini nya?"
"Tadi pagi, pas kamu baru pergi sekitaran lima menit lah."
Aku hanya mengangguk-angguk, dengan ekspresi wajah melongo tidak percaya. Seketika aku ingin komplain padanya, kenapa dia memberikan ibu barang mewah? Tapi giliran ke Aku, ngasihnya cuma Tumbler minuman, Tumbler BT21 pula!
"Dia juga ngasih hiasan buat di pintu kulkas." Lanjut ibu memberi tahu.
"Iya, udah liat kok!" Suaraku tiba-tiba berubah ketus, hanya karena persoalan ketidakadilan.
"Katanya Nak Daniel juga mau ngasih sesuatu ke kamu? Udah dapet?" Tanya ibu, semakin membuat aku memberengut sebal.
"Udah, cuma botol minuman aja!" Sahut ku sebal sendiri.
Ibu tertawa mendengar apa yang Daniel kasih ke aku, mendengar ibu tertawa membuat aku semakin kesal.
"Kok kayak kesel gitu dapet botol minuman? Bukannya kamu suka bawa botol minuman kan?"
"Yaa emang suka sih, tapi kan masa jauh-jauh ke Korea cuma bawa botol minuman, terus belinya di Daiso lagi." Aduku pada ibu. Walaupun aku tahu itu bukan kesalahan ibu, tapi setidaknya aku perlu meluapkan kekesalan ku.
"Gak apa-apa dong, setidaknya dia masih inget sama kamu di negeri orang."
Iya juga sih!
Arghh,, seketika aku ingat kembali perkataan Daniel, ketika dia mengingat aku hanya dengan melihat Tumbler minuman saja.
Ada apa denganku? Jangan bilang Tumbler itu ada pelet nya lagi? Sampai aku terus mengingat hal-hal yang tidak ingin aku ingat.
"Dia ke Korea ngapain sih?" Ibu bertanya, jiwa keponya sudah menyala.
Aku hanya menggendikan bahu dengan acuh. "Gak tau, Qilla gak kepo!" Jawabku yang langsung dihadiahi pukulan pelan dibahu.
"Kamu ini ya! Gak perhatian banget, padahal udah di kasih oleh-oleh dari korea, setidaknya basa-basi nanya apa gitu!"
"Qilla kan gak se kurang kerjaan itu Bu,, lagian males harus so so perhatian, nanti yang ada dia kepedean lagi!"
"Kamu kali yang kepedean, pasti kamu nyangka nya dia naksir kamu kan?" Ledek Ibu yang sukses membuat ku tersadar.
Aku terdiam mendengar perkataan ibu, jangan-jangan memang selama ini hanya aku saja yang menganggap dia suka ke aku? Bagaimana jika kenyataan nya dia hanya berpura-pura saja untuk mendekati ku? Atau bisa jadi, dia hanya ingin membangun relasi kerja saja? Ayoloh Aqilla, gimana?
Arghh,, aku menggelengkan kepala, bodo amat apa yang menjadi tujuannya, toh aku gak peduli!
Akan tetapi, sisi jiwaku yang lain berteriak, mengingatkan kejadian hari ini. Membuat aku kembali bingung dengan sendirinya.
"Mau dia naksir Qilla, atau enggak pun. Qilla gak peduli Bu." Sahutku pada Ibu.
"Tapi ibu setuju kok kalau kamu sama Nak Daniel, ibu lihat dia anaknya baik, sopan lagi."
“Tapi dia tatoan Bu, emangnya Ibu mau, punya mantu tatoan?”
“Gapapa lah, mukanya kayak bayi, gemesin, jadi bakal ibu terima sebaik mungkin. Dia tuh cocok, sama kamu yang garang."
Aku menelan ludah dengan perasaan sebal, selain kata-kata Ibu yang terus memuji Daniel, Aku teringat akan ucapan Zanna, yang mengatakan Daniel adalah Pria baik, perkataan yang sama persis diucapkan oleh Ibu barusan. Sudah dua orang yang mengatakan Daniel adalah Pria baik.
Siapapun, Please, tolong jangan pojokan aku untuk menjadi orang yang bersalah, karena sudah menghindari bahkan memusuhi orang baik seperti Daniel.
"Kalo kamu gak tertarik sama dia, kamu kebangetan, pasti ada yang salah dengan cara kerja otak kamu." kata-kata Ibu, kembali menarik kesadaranku.
"Ibu,,," Desisku. "Kok ngomong nya gitu ke anak sendiri." Protesku sebal.
Sebenernya disini aku dianggap apa sih? Yang menjadi anak Ibu itu aku atau Daniel sih? Seketika aku rindu Papa yang masih terus merantau tanpa pulang-pulang.
Ibu hanya tertawa, lalu memelukku. "Ibu becanda kok sayang,," Katanya lembut.
"Ibu begitu, karena ibu mau, kamu berada dipelukan laki-laki yang tepat, yang menyayangi kamu setulus hatinya, melebihi ibu yang menyayangi kamu." Tambahnya lagi, yang membuat hati ku bergetar hebat.
"Doakan Aqilla,, biar Aqilla bisa memilih laki-laki yang tepat." Pintaku dengan tulus.
Karena aku tahu, tidak ada yang lebih hebat dari doa seorang ibu! Dimana pun aku mencari, ada pada ibulah pintu surga itu.
🌼🌼🌼
Aku memutuskan kembali lagi ke kamar, setelah perdramaan diantara aku dan Ibu selesai, aku melirik sekilas jam weker yang berdiri tepat di samping lampu tidur, jarum jam menunjukkan pukul 21.45 WIB, pantas saja aku sudah mengantuk, rupanya memang sudah malam.
Baru saja aku hendak merebahkan tubuh diatas kasur, tiba-tiba ponselku berbunyi, ada panggilan dari seseorang yang belum aku tahu dari siapa.
Tanganku bergerak untuk mengambil benda pipih diatas nakas berdampingan dengan jam weker. Sedangkan badanku masih setia terbaring.
Mataku melotot sempurna saat melihat layar ponsel yang menampilkan nama Daniel di sana.
Tunggu dulu, dia tidak sedang memata-matai ku kan? Pasalnya baru saja aku dan ibu selesai membicarakan nya.
"Ngapain sih malem-malem telepon? Ganggu aja!" Omelku sebelum menerima panggilannya.
"Hm.." Hanya gumamam saja yang aku lakukan ketika aku menerima panggilannya.
"Lagi apa? Aku ganggu ya?"
"Kamu tuh gak punya jam ya di rumah?" Tanyaku, selalu diawali dengan nada sinis, tiap kali berinteraksi dengan dia. Alih-alih menyambutnya dengan manis.
"Punya,, di hp juga ada jam!" Sahutnya santai seperti biasa.
"Ya terus kenapa malem-malem telpon?"
"Pengen telpon aja, tiba-tiba aku punya firasat kalo kamu lagi ngomongin aku." Beritahu nya yang sukses membuat mulutku terbuka setengah.
Jangan bilang, dia cenayang? Punya indera keenam? Masa bisa tepat sasaran begitu? Atau jangan bilang dia ada di depan, terus menguping pembicaraan aku dan ibu tadi?
Berbagai macam dugaan berseliweran di pikiran, membuat aku pusing sendiri.
"Kamu lagi dimana? Kamu gak nguping pembicaraan saya sama ibu kan?" Todongku langsung tanpa berbasa-basi.
"Ternyata dugaanku benar." Dia terkekeh di sebrang telepon sana. "Lagi ngomongin aku tentang apa?" Tanyanya lagi masih dengan kekehan kecilnya.
Mendengar pertanyaan itu, membuat aku langsung teringat akan tujuanku yang ingin komplain padanya.
"Ngomongin oleh-oleh yang kamu bawa dari korea!" Sahutku memberi tahu.
"Oh,, tapi ibu suka kan pemberian aku?"
"Suka lah, barang antik dan mahal lagi. Gak kayak saya cuma di kasih Tumbler!" Sindirku dengan sinisnya.
Aku lagi-lagi mendengar dia tertawa, kenapa sih dia terus tertawa disaat aku sedang sebal seperti ini?
"Katanya tadi bilangnya suka,, kok sekarang beda lagi?"
"Iya tadi,, sebelum ngeliat barang yang kamu kasih ke ibu." Jawabku yang masih merajuk. Bahkan bibirku sudah cemberut entah sejak kapan.
Sungguh aku juga tidak tahu, kenapa juga aku harus merajuk padanya? Memang dia itu siapanya kamu Aqilla?
Meskipun aku tahu, aku tidak seharusnya merajuk seperti ini, tapi aku tetap ingin merajuk ke dia, aku ingin keadilan dan kesamaan yang setara.
"Mau yang baru lagi?" Tawarnya dengan lembut.
"Gak perlu!" Tolakku jual mahal.
"Bisa keluar sebentar?"
Keningku berkerut, dan radarku sudah menangkap tanda-tanda kecurigaan!
"Tuhkan bener! Kamu ada di depan rumah kan? Jadi dari tadi kamu beneran nguping?" Mulutku kembali terbuka setengah.
"Keluar dulu.." Katanya yang sukses membuat aku mengikuti instruksinya.
Aku bahkan sampai berlari, saking ingin segera memberikan omelan untuknya.
Aku tidak melihat kehadiran ibu lagi di ruang televisi, mungkin ibu sudah pergi tidur, karena acara tontonannya sudah selesai.
Dengan tergesa-gesa aku membuka pintu rumah, dan benar saja pupil mataku langsung bisa melihat kehadiran Daniel disana. Kini laki-laki itu sedang berdiri dan bersandar di pintu mobilnya dengan handphone yang masih menempel di kuping.
Dia melambaikan sebelah tangannya yang sebelumnya ia masukkan ke dalam saku celananya.
"Sinii.." Ajaknya masih didalam sambungan telepon.
Lagi-lagi aku bagai tersihir olehnya, mengikuti instruksinya untuk kedua kali.
Beberapa langkah lagi aku sampai didepan pagar rumah, dan itu pertanda aku semakin dekat dengan posisinya yang masih berdiri. Tak lama, dia menutup sambungan teleponnya, karena jarak diantara kita semakin terkikis banyak, oleh setiap langkah kaki yang aku ambil.
"Ngapain disini?" Omelku ketika sudah berdiri tepat di depannya.
"Ahh,, aku kangen dengan pertanyaan ngapain disini dari kamu!" Serunya, menampilkan senyuman hangatnya dibalik dinginnya udara malam.
"Mau apa disini?" Tanyaku lagi. Kali ini nada suaraku sudah terdengar santai.
"Aku punya sesuatu yang spesial buat kamu?"
"Apa?" Tanyaku curiga.
"Aku bawanya jauh dari Korea." Katanya berbangga diri.
"Apa? Tumbler lagi?" Ledek ku malas.
Ada senyuman lebar diwajahnya ketika aku membahas Tumbler lagi, kepalanya terus menggeleng, sambil berjalan kearah jok belakang mobil.
Aku terus memperhatikan dia, dengan sedikit rasa penasaran apa yang dibawanya, yang katanya spesial itu.
Dia membuka pintu mobil nya, lalu memeluk boneka yang hanya bagian kepalanya saja, boneka itu adalah boneka Cooky BT21 berwarna Pink. Dia tersenyum manis dengan menaruh dagunya di kepala boneka yang berukuran cukup besar.
Aku hanya menggeleng lesu dengan apa yang baru saja aku lihat. Dia benar-benar sulit di tebak atas kejutan-kejutan kecilnya itu.
Dia berjalan lagi kearah ku, senyum manisnya perlahan hilang, setelah melihat respon ku yang biasa saja.
"Gak suka juga?" Tanyanya sendu.
"Ini beli nya di korea? Bukan di Miniso?" Kataku sedikit meledek.
"Enggak di Miniso, tapi di mangga dua." Sahutnya sambil terkekeh geli.
Dia menyerahkan bonekanya padaku, mau tidak mau, aku menerima boneka Cooky BT21 itu.
"Kamu jauh-jauh ke sini, cuma ngasih boneka aja?"
"Apartmentku kan gak jauh dari sini, cuma butuh lima menit sampai disini." Sahutnya.
Aku menilik penampilan nya yang masih mengenakan baju yang sama seperti tadi pagi. Hanya saja, bedanya, kemeja yang dikenkannya tidak serapih sewaktu pagi tadi. Sepertinya dia baru pulang dari kantornya.
"Kamu baru pulang dari kantor?" Selidik ku sedikit menebak.
Dia hanya menyengir kuda, sambil menggaruk kepalanya. "Iya,, karena harus ngedit beberapa foto lagi."
Aku hanya mengangguk-angguk samar, mendengar jawabannya.
"Masuk gih, udah malem." Serunya, membuat aku kembali terperangah.
"Kamu gak mau ketemu Ibu dulu?" Tanyaku basa-basi yang sialnya aku menyesal telah mengatakan itu.
Matanya memicing menggoda ku, disertai senyuman khasnya.
Argh, aku benci dia seperti itu!
"Bilang aja kalau kamu masih ingin beduaan sama aku!" Ledeknya yang sukses membuat aku memukul dada bidangnya dengan boneka pemberiannya.
Dia mengaduh lebay, wajahnya sengaja meringis seperti orang kesakitan. Padahal aku memukulnya cuma pelan.
"Yaudah sono pulang!" Usirku sebal.
Berbeda dengannya, dia masih tersenyum dan menatapku dalam. Diperlakukan seperti itu olehnya, membuat aku sedikit salah tingkah dibuatnya.
"Katanya mau pulang?" Kataku lagi, mencoba menyembunyikan rasa grogi yang menyerang pikiran.
"Ya udah,, aku pulang yaa, sampai ketemu besok." Katanya lembut, masih terus menatapku.
Nafasku tercekat menahan rasa nervous yang tiba-tiba menyerang, aku sudah tidak bisa lagi merespon apapun, yang bisa ku lakukan hanya menunduk dalam.
"Hati-hati,," Gumamam ku pelan, lalu beranjak pergi kedalam rumah, tanpa repot menunggu respon nya.
Bisa bahaya jika aku berlama-lama disana, aku tidak ingin dia semakin mengejekku dengan reaksi ku yang malu-malu seperti itu.
Hari ini adalah hari teraneh bagiku!
🌼🌼🌼

To be continued 😘
Jangan lupa follow akun author setelah memberikan Vote dan komen nya 🤗
Terimakasih semuanya,, aku sayang kalian 💞
Bye,, see u next chapter 🤗
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
