2 || Loving GRETA

7
0
Deskripsi

Feel free to read.

*Warning only for adult readers

2

“Apa?!” Arimbi berdiri seketika mendengar pernyataan putranya. “Nikah sama Greta? Yang bener aja, Cal! Apa, sih, istimewanya perempuan itu sampe kamu tungguin selama ini?”

“Ma, aku udah berusaha buat patuh sama orangtua. Untuk kali ini, tolong, biarkan aku ambil keputusan sendiri.”

Arimbi semakin murka. “Calisto!” hardiknya. “Kalo cuma mau nikah, Mama bisa carikan perempuan yang lebih baik dari Greta. Lagian kamu ini anak Mama, udah seharusnya kamu berbakti sama orangtua. Andai aja Marcello masih hidup ....”

Giliran Calisto yang tak mampu menahan emosinya. “Ma, sampe kapan aku mesti dibandingin sama Abang? Bahkan setelah lima tahun Abang pergi, Mama seolah nggak pernah nganggep aku ada.”

“Memang kenyataannya Marcello itu lebih baik dari kamu,” tekan Arimbi. “Dari kecil, abang kamu itu rajin sekolahnya, nilai-nilainya selalu memuaskan. Waktu kuliah, dia udah bantuin papa kalian di restoran.”

“Sementara kamu malah sekolah asal-asalan. Kalo nggak main sama temen-temen kamu yang berandalan itu, pacaran. Lulus kuliah, nggak bisa cari kerjaan sendiri. Kamu, tuh, enak tinggal nerusin aja restoran punya keluarga.”

“Sekarang malah mau nikahin perempuan yang aibnya diomongin sama seluruh warga negara,” cibir Arimbi.

Calisto tak mampu bersabar lagi. Dia menatap sang ibu dengan hati yang terluka. “Mama sama Papa mikir Abang udah melakukan segalanya buat orangtua, tapi apa Mama atau Papa udah bener ngedidik anak?”

“Jangan kurang ajar kamu, Cal!” bentak Arimbi.

“Abang itu capek, Ma. Dia capek fisik juga mental harus jadi sempurna. Abang sakit udah lama tapi nggak bilang. Setelah Mama sama Papa tau penyakitnya, udah terlambat, ‘kan?”

“Kamu mau nyalahin Mama atas kematian Marcello? Bener-bener kamu, Cal. Salah apa Mama ngelahirin anak durhaka kayak kamu. Papa kamu sampe pergi dulu. Ninggalin Mama yang harus ngadepin kamu yang keras kepala.”

“Aku udah berusaha semampu aku, Ma,” lontar Calisto. Sungguh dadanya begitu sesak saat ini.

“Di mana usaha kamu? Restoran setelah papa kamu nggak ada, makin turun pendapatannya. Kamu emang nggak bisa apa-apa. Disuruh ngelola restoran yang udah punya nama aja, kamu gagal. Sekalinya mau nikah sama gundik orang. Mama nggak habis pikir. Kamu bisa banget ngancurin hidup sendiri, Calisto!”

“Ma, udah,” mohon Calisto, bahkan tak mampu meninggikan suara. “Aku tetep mau nikah sama Greta. Masalah restoran, Mama pegang omongan aku. Aku bisa balikin performanya seperti semula.”

“Buktiin,” balas Arimbi. “Jangan sampe Mama meninggal lebih dulu dan liat hidup kamu berantakan lebih dari sebelumnya.”

Tak kuasa, Calisto meninggalkan sang ibu dan masuk kamarnya sendiri. Pria itu menatap sebuah bingkai foto. Air matanya menetes memandang gambar Marcello yang tersenyum tipis sedangkan di sisi pria itu, Calisto memberikan senyum lebar.

Jika bukan karena sang kakak, Calisto sudah pergi dari rumah dan hidup tak tentu arah. Sejak dulu, orangtua mereka terkesan lebih memberi perhatian lebih pada Marcello dibandingkan dengan Calisto. Kehadiran Greta justru membuat Calisto bertahan di rumah ini.

Calisto yang pembangkang mulai mampu menahan diri setelah Greta mendampinginya. Meski tak sepintar dan secakap sang kakak, Calisto selalu berusaha melakukan yang terbaik karena meyakini Greta menjadi sosok yang selalu ada untuk pria itu. Namun, bahkan mimpi itu harus hancur ketika Greta jusrtu mencampakkan Calisto setelah mereka wisuda.

Dulu Greta berterus terang bahwa dirinya lelah dengan sikap Calisto. Capek dengan usaha Calisto yang tak juga membuahkan hasil. Greta menjadi mahasiswi berprestasi, mendapatkan penawaran kerja di salah satu bank swasta terbesar, sedangkan Calisto susah mendapatkan pekerjaan setelah lulus.

Enam bulan kemudian, Calisto harus kehilangan sang kakak untuk selamanya. Luka di hatinya belum sembuh karena putus dengan Greta, dia seolah kehilangan sandaran ketika Marcello meninggal dunia lantaran penyakit yang dideritanya. Seolah semua itu belum cukup, ayah Calisto mulai sakit-sakitan setelah anak pertamanya pergi.

Waryono—ayah Calisto—membutuhkan biaya yang banyak untuk pengobatan jantungnya. Tabungan juga modal usaha banyak digunakan untuk berobat. Hingga pria itu akhirnya menyusul putra pertamanya, Calisto harus berjuang mempertahankan restoran dengan dana yang begitu terbatas. Belum lagi, Arimbi yang seolah membebankan segala cobaan hidup mereka pada Calisto.

Dia tak mengerti bagaimana takdir mempermainkannya. Ketika sudah berada dalam titik terendahnya, Greta justru kembali hadir dalam hidup pria itu. Tak dapat dipungkiri jika luka itu masih sakit di kalbu Calisto. Namun, kehadiran Greta justru sebagai penyelamat finansialnya. Pria itu tak tahu haruskah bersyukur atas kehadiran Greta atau membenci sosok dari masa lalu yang memberinya luka.

***

Seperti yang Greta inginkan, sebelum dia dan Calisto menikah, mereka membuat segenap perjanjian pra nikah. Tentu perjanjian yang tak merugikan kedua belah pihak, justru melindungi hak keduanya. Baik Greta maupun Calisto setuju dengan syarat yang diajukan tanpa merasa ada paksaan.

Pernikahan Greta dan Calisto tak mewah, tetapi cukup menyita perhatian awak media. Tiga bulan terakhir, Greta menjadi sosok yang dicari dan diberitakan menyangkut hubungannya dengan Wiyasa Permadi. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu adalah seorang wakil gubenur yang terjerat kasus investasi bodong.

Wiyasa telah menikah selama dua tahun dengan putri salah satu pejabat. Namun, kasus penggelapan dana itu tak melibatkan Kirana—istri Wiyasa. Nama Greta justru ditarik dalam kasus ini karena sejumlah dana Wiyasa justru mengalir ke rekening pribadi milik wanita itu.

Publik semakin menggila dan mencari tahu tentang Greta Levia. Namanya kian memburuk saat identitas wanita muda itu terungkap. Greta hanya adik angkat Wiyasa. Tak ada hubungan darah di antara mereka, membuat asumsi buruk. Greta dituduh menjadi wanita simpanan sang pejabat hingga Kirana menggugat cerai.

Di tengah hiruk pikuk kasus tersebut yang belum usai, Greta justru membuat publik gempar karena pernikahannya dengan putra pemilik restoran yang namanya cukup dikenal di kalangan pecinta kuliner. Simpang siur terus bergulir lantaran Greta bahkan kedua orangtuanya tak pernah melontarkan pernyataan bantahan ke publik.

Pasangan Wildan dan Riska justru pindah ke luar negeri. Mereka seolah tak ingin dilibatkan dengan kasus putra kandung mereka—Wiyasa, bahkan tak menjadi saksi pernikahan Greta—putri angkat mereka.

Tak hanya publik yang terkejut, Calisto dan ibunya tak menyangka jika Greta mengadopsi anak laki-laki berusia empat tahun dan dibawa dalam pernikahannya. Tuduhan semakin menyudutkan Greta, membuatnya seolah melahirkan anak haram dari hubungannya dengan sang kakak angkat.

“Bodoh kamu, Cal! Mau sampai kapan kamu belain perempuan kotor itu?” tekan Arimbi.

“Dia hamil sama kakaknya, sekarang dia minta kamu jadi suaminya. Mama nggak sudi anggep dia mantu,” keluh wanita paruh baya itu, di hari pernikahan putranya dengan Greta.

“Dia sekarang istri aku, Ma. Mama boleh ngomong apa aja tentang aku. Tapi tolong, jangan ngata-ngatain Greta,” pinta Calisto.

Arimbi tak punya tenaga lagi untuk bicara. Wanita itu memilih untuk meninggalkan Calisto dan masuk kamar. Sedangkan Calisto melepaskan napas kasar. Kepalanya seolah ingin pecah saat ini. Hati kecilnya tetap menolak apa pun cercaan orang terhadap Greta. Namun, keyakinannya pada Greta perlahan mengikis ketika Calisto melihat kenyataan yang ada.

“Wah, udah sampai,” tutur Greta, pada bocah laki-laki yang digandengnya.

Nivan mengedarkan pandangan pada tempat baru. Sedikit takut, tetapi bocah empat tahun itu percaya pada wanita dewasa yang belakangan ini mengunjunginya di panti asuhan. Kaki-kaki kecilnya tetap melangkah mengikuti Greta di sisi kanannya.

“Mama, ikan mana?”

Greta terkekeh. “Udah malem. Ikannya mau tidur. Besok Mama anterin liat ikan.”

“Itu Ayah, Ma?” tanya Nivan lagi, seraya menunjuk ke arah Calisto.

Kini Greta menatap suaminya. Pria itu masih memakai jas karena mereka baru saja menikah. Greta sendiri masih mengenakan kebaya sederhana dan riasan pengantin lengkap. Dia berjongkok menatap Nivan.

“Bukan. Itu Om Cal. Niv mau ketemu Ayah?”

Nivan mengangguk kecil.

Greta tersenyum. “Nanti, ya. Niv istirahat dulu. Bobo. Udah makan malem ini. Kalo Niv nurut, nanti Mama ajak ke tempat Ayah.”

Lagi-lagi, Nivan mengangguk patuh. Melihat itu, Greta tertawa senang. Sedikit kesusahan, Greta menggendong bocah laki-laki itu dan melihat ke arah Calisto.

“Kamar buat Nivan di mana?”

Calisto menunjuk salah satu pintu kamar di lantai dasar rumah ini. “Di sana. Itu sebelahnya, kamar Mama. Kamar kita di atas.”

“Oke, aku anter Nivan tidur dulu,” putus Greta, lalu berjalan ke arah kamar yang Calisto maksud.

 

// kayaknya lebih pada minat cerita ini, ya? oke, lah, lagi mood nulis “Greta”. Selamat menanti bab berikutnya ^_~

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori karya
Loving Greta
Selanjutnya 3 - 4 || Loving GRETA
6
2
Spesial untuk pembaca setia, gunakan voucer ‘CALGRE’ (tanpa tanda petik) saat akan melakukan dukungan, agar kalian dapat membacanya secara GRATIS.>> mature content: khusus pembaca dewasa
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan