Episode 14 : Genderuwo

1
0
Deskripsi

Take a breath first and enjoy the reading.

 Ucapan Adelia seketika membuatku merasa dilema dan kebingungan. Di satu sisi, aku bingung kenapa sikap Adel tiba-tiba berubah menjadi dingin seperti itu. Belum lagi, situasi genting ini bukan saatnya untukku berpikir ke arah hubungan personal.

Di sisi lain, aku yakin salah satu dari mereka pasti akan kecewa jika aku hanya memilih seseorang. Otakku mulai sibuk berpikir dan mencari solusi secepatnya, sebab pandangan tajam kedua mata mereka berdua masih berfokus pada diriku. Keringat dingin mulai muncul membasahi punggungku, efek dari tekanan mental yang mereka berdua berikan. Beberapa saat kemudian, akhirnya aku menemukan solusi yang paling efektif.

"Kak, gimana kalau Adel ikut bareng kita?" tanyaku sambil menggaruk kepala.

"Hmmm … boleh, Ram," balasnya singkat setelah tampak berpikir sejenak.

Saat aku menoleh memperhatikan ekspresi wajah Adellia, dia tampak tersenyum manis memandangku. Sepertinya kali ini aku selamat, ucapku dalam hati. Pada dasarnya aku tak menyangka situasi ini bisa terjadi, ternyata rumor yang kudengar selama ini ada benarnya. Kalau wanita adalah makhluk yang sangat susah di mengerti. Aku menyeka keringat dingin yang telah muncul di dahiku dan langsung pergi bergegas mengikuti Riska.

Riska mengajak kami untuk masuk ke mobil merah miliknya yang terkesan mewah. Aku memprediksi, sepertinya Riska berasal dari keluarga dengan status sosial yang tergolong tinggi. Tapi sebenarnya aku tak terlalu memperdulikan status sosial seseorang, bagiku yang terpenting adalah bagaimana karakter yang di milikinya. Saat sedang berada diperjalanan, aku berusaha untuk memulai percakapan kecil agar suasananya tidak terasa terlalu kaku.

"Kak, kok bisa tau, kalo bokapnya David lagi datangin aku?" tanyaku penasaran.

"Tadi aku gak sengaja ngeliat dia keluar dari gedung fakultas, Ram. Otomatis aku ngerti apa tujuan dia buat datang," jelas Riska.

“Kalo boleh tau, bokap kakak profesinya apa ya?" tanyaku lagi

"Pengusaha, Ram. Papaku punya banyak channel ke orang-orang di pemerintahan, termasuk juga polisi.”

"Oh, gitu ya kak …," ucapku sambil mengangguk kecil.

Saat kami sedang sibuk berbicara, Adellia hanya diam dan menempelkan dahinya ke jendela mobil seraya memandang keluar. Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya kami sampai di depan rumah Riska. Letak rumahnya ada di sebuah perumahan elite, terlihat dari pemandangan antar rumah-rumah megah yang cukup berjarak.

Rumahnya sangat megah, seperti gabungan dari beberapa villa mewah. Terdapat beberapa taman mengelilingi rumah. Lengkap dengan fasilitas dan pepohonan yang asri di sekitarnya. Jika kuperhatikan, lingkungannya tampak sangat sepi. Tidak ada orang yang terlihat di sekitar jalan maupun taman, hanya ada beberapa mobil yang sesekali lewat.

Kami pun keluar dari mobil, kemudian Riska memencet bel yang ada di dekat gerbang. Tak lama setelahnya, ada sepasang pria dan wanita yang membuka gerbang dan mempersilahkan kami masuk. Sepertinya mereka merupakan pekerja yang ada di rumah Riska.

"Yuk masuk Ram, Del," ajak Riska.

"Iya, kak," jawabku singkat lalu masuk bersama Adellia, mengikutinya dari belakang.

Aku memasuki rumahnya yang sangat luas dan panjang. Dengan refleks, aku memerhatikan setiap sudut dari ruangan. Tampak interior rumah berkesan mewah dengan desain modern gaya western. Dinding dan penerangan selaras memancarkan warna keemasan. Di bagian belakang rumahnya, tampak sebuah kolam renang lengkap dengan kursi santai di sekitarnya.

Aku merasa seperti sedang berada di sebuah hotel. Di sisi lain, aku merasa ada sesuatu yang janggal di rumah ini. Mulai dari suasana yang terasa sangat hening, sampai-sampai suara langkah kaki kami bergema keras saat sedang berjalan. Lebih dari itu, ada perasaan gelisah muncul di batinku, tapi aku berusaha berpikir rasional, mungkin ini karena efek berkunjung ke lokasi yang baru.

"Kalian duduk aja dulu, ya. Aku panggilin papa sebentar," ucap Riska lalu segera bergegas menaiki tangga.

Kami hanya mengangguk dan duduk di sofa yang empuk. Aku memandangi sekeliling ruang tamu, mataku tertuju pada beberapa pajangan bingkai foto yang terpampang di dinding. Kebanyakan foto itu berisikan gambar dari keluarga Riska dan seorang pria yang berdiri di samping para tokoh pejabat.

Beberapa kali aku mulai melihat ke arah kolam renang, sebab aku merasakan ada suatu energi aneh yang berasal dari sana. Aku tak tahu itu sebenarnya apa, tapi menurut pengalamanku energi itu sepertinya adalah energi negatif. Karena aku merasakan sesuatu yang panas menyengat dan membuat tidak nyaman dari arah sana.

Aku menatap Adellia dan mengangguk pelan ke arah kolam renang, layaknya memberikan sebuah kode. Adellia memandangku dan juga mengangguk sebagai tanda bahwa dia paham akan maksudku. Aku lantas memberinya kode baru, dengan meletakkan jari telunjukku di mulut, tanda untuk merahasiakannya.

Sesaat kemudian, Riska turun dengan seorang pria yang kelihatannya sudah sangat berumur. Pria itu mengenakan setelan kaos dan celana pendek yang santai. Dia lantas tersenyum ke arah kami berdua. Seketika aku dan Riska langsung berdiri dan bersalaman dengan ayahnya Riska. Lalu dia langsung mempersilahkan kami untuk duduk kembali.

"Theo, saya papanya Riska," ucapnya sembari tersenyum ramah.

"Nama saya Rama, Om,” ucapku segan, “yang di sebelah saya, Adellia."

Beliau mengangguk lalu berkata, "Tadi Riska udah ngomong dan cerita sama saya. Nanti bisa saya urus, jadi kamu gak perlu khawatir lagi."

Ucapannya seketika mengangkat beban berat yang telah mengganjal pikiranku. "Makasih banyak om, udah mau repot-repot bantuin saya."

"Justru seharusnya saya yang harus berterimakasih. Udah bantuin anak saya dari laki-laki ga bertanggung jawab,” ucapnya sembari menggelengkan kepala. “Sebagai rasa terimakasih saya, kamu mau diberi hadiah apa?"

"Ga usah repot-repot, om. Saya bantuin kak Riska secara ikhlas kok, om," ucapku dengan cepat.

Muncul senyuman jahil di raut wajahnya, dia lalu berkata, "Gimana kalo dijodohin sama anak saya aja?"

"Ihhh! Papa becandanya kelewatan, deh." Riska spontan berteriak lalu mencubit lengan Ayahnya.

"Iyaa...iyaa... papa bercanda doang kok." ucapnya tersenyum

Aku dan Adellia hanya bisa terdiam kaku di dalam suasana yang aneh dan canggung ini. Walau masih terlibat dalam percakapan, tapi aku masih merasakan energi yang tidak nyaman berasal dari arah kolam renang itu. Secara tak sadar aku menjadi sering melihat ke arah sana, penasaran akan apa penyebabnya.

Di sisi lain, sepertinya Adellia juga menyadari diriku yang sedang tidak fokus dan selalu memandang ke arah kolam renang. Setelah berbincang-bincang cukup lama, tak terasa, malam pun kunjung tiba. Akhirnya ayah Riska pamit lalu meninggalkan kami bertiga di ruang tamu.

"Kok lihat ke arah kolam renang terus, Ram?" tanya Riska bingung, sepertinya dia juga menyadari kondisiku yang tidak fokus.

Aku pun seketika tersadar dan spontan menjawabnya, "Ehhh, nggak ada apa-apa kok kak."

Riska masih memandangku dengan tatapan curiga. Sepertinya dia tidak percaya akan apa yang telah kukatakan. "Kamu bisa ngelihat hantu ya Ram?" ucap Riska secara tiba-tiba.

"Maksudnya kak?" ucapku seraya berpura-pura tak mengerti.

"Soalnya tatapan mata kamu kayak was-was gitu, Ram. Aku juga dengar rumornya kalau kamu punya ilmu kebal," ucapnya dengan raut wajah penasaran.

"Sejak kapan ada rumor kayak gitu kak?" tanyaku bingung. Dari ucapan Riska, aku jadi mulai mengerti mengapa mahasiswa lainnya menatapku dengan tatapan aneh saat di kampus.

"Baru kemarin aja, sih. Soalnya teman-temanku banyak yang omongin tentang kamu. Katanya kamu bisa ngelawan belasan orang," jawabnya sambil menatapku ragu.

Aku terkejut mendengar ucapannya, aku berpikir dan menyimpulkan sepertinya teman-teman Davidlah yang telah menyebarkan rumor itu. Walau aku merasa rumornya menjadi terlalu dilebih-lebihkan.

"Emangnya kakak percaya sama omongan mereka?" tanyaku.

"Awalnya sih gak percaya, Ram,” jawab Riska. “Tapi waktu masuk kelas, aku ngelihat temen-temennya David pada banyak bekas luka di wajahnya."

“Jadi itu emang bener, Ram?” tanya Riska.

Aku berusaha untuk mencoba mengelak dari pertanyaan Riska. Entah kenapa aku merasa tak nyaman saat dicap memiliki ilmu kebal. Mungkin karena aku merasa memiliki ilmu kebal itu lebih menjurus ke konotasi negatif. Aku merasa seperti seorang dukun saat dicap seperti itu.

"Sebenarnya aku punya alasan, Ram,” ucap Riska serius. “Tentang kamu bisa ngelihat hantu.”

"Emangnya ada alasan apa kak?" tanyaku dengan penasaran.

"Udah beberapa hari ini, aku ngerasa banyak gangguan di rumahku. Banyak suara-suara aneh yang biasanya muncul waktu tengah malam. Terus ada hewan kelabang yang muncul di kamarku tiba-tiba. Beberapa pekerja disini bahkan ngelihat sosok bayangan hitam tinggi besar," ucapnya dengan raut wajah ketakutan.

Saat Riska sedang bercerita, aku merasakan hawa negatif dari kolam semakin membesar dan seperti merespon serta ingin mendekat ke arah kami. Bulu kudukku merinding seketika, sebab aku merasakan suatu energi gelap yang mulai muncul seakan ingin menyergap. Begitu juga dengan Adellia, dia terlihat mengernyitkan dahinya saat memandang ke arah kolam renang itu.

"Ram? kok diam aja nih? aku jadi merinding nih," ucap Riska sambil mengelus lengannya sendiri.

"Kayaknya memang ada yang gak beres, kak. Dari arah kolam renang," ucapku pelan.

Tiba-tiba aku mendengar suara lelaki yang tertawa terbahak-bahak, suaranya tampak berat dan bergema. Aku dan Adellia langsung saling menatap satu sama lain, tanda bahwa kami mendengarkan hal yang sama.

Seketika aku melihat sesosok makhluk berbulu hitam lebat dengan ukuran tubuh raksasa, muncul beberapa meter dari posisi kami bertiga. Dia menatap kami dengan matanya yang merah bagaikan darah. Gigi taringnya yang panjang mencuat keluar dari mulutnya. Saking panjangnya, gigi taringnya itu bahkan sampai melewati area dagunya.

"Genderuwo ini penyebabnya, Ram." bisik Adellia.

Bersambung....
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Episode 15 : Film India
1
0
Take a breath first and enjoy the reading.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan