
Terkadang, berkata ‘tidak’ itu tak masalah, bukan?
Aku baru saja selesai dengan kelas kuliah online sore ini. Semester ini masih harus kulalui dengan kuliah daring seperti semester sebelumnya. Dibilang jenuh, itu sudah tentu tak mungkin tidak. Namun, kita tentu tahu, jika kondisi yang memaksa, tak ada pilihan untuk menolak. Lagipula aku tahu semua hal pasti ada plus minusnya.
Setelah melakukan rutinitas lain yang biasa kulakukan ketika hari menjelang malam, sekitar pukul delapan malam aku menyiapkan beberapa lembar kertas folio bergaris, menghadap tumpukan buku referensi, dan tak luput tetap berkawan layar laptop. Aku sudah bersiap untuk mengerjakan beberapa soal, tugas dari dosen hari ini yang harus dikumpulkan selambat-lambatnya besok pukul delapan pagi.
Mengerjakan tugas ini bukan hal yang mudah bagiku. Jujur saja, kuliah daring justru membuatku makin lelah. Bukan lelah fisik tetapi lebih ke lelah otak. Memahami penjelasan dosen secara daring tak semudah ketika kelas tatap muka berlangsung. Oleh karena itu, pemahamanku akan beberapa mata kuliah dirasa masih kurang. Aku masih harus ekstra berpikir untuk memahami semuanya sendiri.
Aku membolak-balik buku referensi, mengulang lagi pemahaman berdasarkan file presentasi dari dosen. Hingga setelah kulakukan hal itu kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya kutemukan sedikit pencerahan.
Semua soal berbentuk analisis hitungan telah terjawab. Kemudian kuarahkan kamera ponselku pada lembar jawabanku, kupotret pekerjaanku itu lalu kubuka aplikasi scanner di ponsel agar potret-potret lembar tugasku bisa kuubah menjadi satu file berformat pdf.
Baru saja aku selesai mengirimkan pekerjaanku ke email dosen, muncul notifikasi di aplikasi Whatsapp-ku. Ada satu pesan dari seseorang.
Sheila
Vi, kamu udah ngerjain tugas reaktor belum?
Sheila, dia teman kuliahku. Tadinya memang tak begitu dekat. Aku pun bukan tipe orang yang mudah punya banyak teman, banyak yang bilang aku agak tertutup. Namun, daring ini seperti seakan mengubah segalanya termasuk lingkup pertemananku. Ponselku yang biasanya sepi notifikasi mendadak bisa menerima beberapa pesan dari teman, meski sebagian besar hanya karena rasa butuhnya.
Aku pun membalas pesan Sheila.
Aku
Barusan selesai dan kukirim ke dosen.
Sheila
Aku boleh lihat gak?
Aku
Tapi aku gak begitu paham.
Sheila
Gapapa, Vi. Aku juga gak paham.
Akhirnya kukirimkan file pdf tadi kepadanya.
Aku
Itu punyaku, tapi aku gak yakin itu bener apa gak.
Sheila
Oke gapapa. Makasih yaa.
Ini bukan yang pertama. Sebelumnya pun ini sering terjadi. Bukan hanya Sheila, terkadang teman lain yang begitu. Namun, Sheila yang lebih sering. Aku pikir memang tak masalah berbagi jawaban tugas dengan teman-teman. Lagipula mereka teman. Bila mereka butuh sesuatu, selama aku masih bisa memberikannya mengapa tidak. Hanya saja aku tak pernah mencoba melakukan seperti yang mereka lakukan. Aku hanya membagi, untuk meminta rasanya masih enggan. Aku lebih suka mengerjakan tugas-tugasku sendiri, berusaha berpikir dan memahaminya sendiri sekalipun nanti hasilnya ada kekeliruan. Setidaknya aku keliru karena diriku sendiri, lebih baik menyalahkan diri sendiri. Jika kudapatkan jawabannya dari orang lain dan ada kekeliruan di sana, apa aku bisa menyalahkan orang itu? Itu tak etis, bukan? Siapa suruh percaya saja dan hanya mengandalkan jawaban pemberiannya?
•••
Hari berikutnya masih sama. Hariku masih dipenuhi rutinitas kuliah online. Tiga mata kuliah dengan total 8 SKS baru selesai kuikuti. Tentunya seperti biasa aku mendapat oleh-oleh berupa tugas dari tiap dosen. Seperti motto hidupku yang mendadak berubah menjadi life is about assignment atau never assignment, never life. Sudahlah, terima saja.
Selain bejibun tugas, pikiranku pun masih harus kupecah untuk menyelesaikan tugas besar dari salah satu mata kuliah praktikum. Seperti membuat sebuah laporan tugas akhir setelah merancang sebuah program. Beruntung itu dikerjakan berkelompok. Jika saja itu harus individu, tak ada jaminan otak dan fisikku akan kuat.
Satu kelompok terdiri dari tiga sampai empat orang. Kebetulan kelompokku kebagian menjadi jatah kelompok yang beranggotakan empat orang. Aku pikir itu akan mempermudah pembagian tugasnya, satu orang tak akan memikul bagian berat semakin banyaknya orang dalam kelompok.
Aku bersama rekan kelompokku, Fandy, Irla, dan Sheila membuat satu grup Whatsapp untuk mempermudah komunikasi kami terkait tugas besar. Setiap hari kami membahas semua di sana, dari mulai konsep awal, pembagian tugas, deadline pengumpulan tiap bab, revisi, dan lainnya.
Fandy
Buat pemrogramannya biar aku yang lanjut asis ke Mas Bay, kebetulan kan aku deket kalo ke kost masnya, biar asisnya lebih mudah kalo tatap muka langsung. Kalian mungkin bisa lanjut bagi tugas buat bab dua aja, nanti kalo ada yang bisa kubantu bilang aja.
Irla
Oke Fan.
Sheila
Siapp Fan.
Irla
Yuk, bagi-bagi bab dua lagi kayak bab satu kemarin. Ini poin-poinnya lebih banyak dari kemarin, bisa dibagi tiga ya. Gimana kalo bikin list aja kayak kemarin?
Sheila
Setuju.
2.1 - 2.3 : Sheila
2.4 - 2.6 :
2.7 - 2.9 :
Begitu aja pembagiannya ya? Silakan diisi.
Irla
2.1 - 2.3 : Sheila
2.4 - 2.6 :
2.7 - 2.9 : Irla
Aku otomatis dapat sisanya sama seperti pembagian bab satu kemarin. Sebenarnya ini memang salahku sendiri, aku slow respon untuk urusan membalas chat. Tak apalah, lagipula dapat bagian manapun aku akan tetap berusaha mengerjakannya sebaik mungkin.
Ketika semua selesai dengan bagian masing-masing, hasilnya dikirimkan di grup agar semua bisa melihat. Kemudian semua bagian digabungkan jadi satu file plus dirapikan formatnya oleh salah satu orang.
Sejak pembagian tugas di awal, Sheila yang menawarkan diri untuk jadi orang yang menggabungkan seluruh pekerjaan. Namun, apa yang terjadi makin ke sini sepertinya tidak sesuai rencana.
Sheila
Vi, aku boleh minta tolong gak? Kamu bisa bantu gabungin tubes kita? Aku kemarin udah coba gabungin tapi gak paham sama format yang diminta masnya, malah jadi berantakan. Ini aku lagi di luar, si Fandy udah janjian sama masnya mau dikumpul malem ini. Bisa kan?
Aku
Oke deh, nanti aku coba dulu ya.
Sheila
Okee makasih banyak, Vi.
Mulai bab dua hingga seterusnya, Sheila menyerahkan segala tugas penggabungan padaku dengan berbagai alasan. Karena aku merasa bertanggung jawab juga dan bagaimanapun ini juga tugas kelompokku, aku dengan senang hati membantu.
Namun, setelah beberapa kali revisi laporan tugas besar dan aku yang memegang tanggung jawab untuk finishing laporan sebelum dikirim ke senior pembimbing, rasa-rasa lelah mulai menghampiriku. Terlebih setelah mengetahui satu hal.
Sheila
Ini guys, udah kurapiin formatnya.
Sheila mengirimkan file revisi tugas besar yang kukirim padanya setelah selesai aku finishing dan kurapikan formatnya.
Fandy
Punyaku tadi yang ada keliru juga udah kamu rapiin, Sheil?
Sheila
Udah semua kok. Udah kurapiin semua. Tapi kalo gak yakin bisa dicek dulu aja.
Irla
Makasihh Sheila.
Fandy
Thank you Sheil.
Entahlah. Apa aku yang terlalu berpikir buruk? Namun, apa yang kulihat seperti seakan Sheila mengakui ia yang telah mengerjakan semuanya padahal ia hanya tinggal meneruskan file dariku ke grup kelompok.
Jika aku mengira seperti itu, apa terkesan aku ini tak ikhlas? Sungguh sebenarnya tak apa, aku senang bisa banyak membantu, aku pun bukan orang yang gila ucapan terima kasih. Lagipula setelah Sheila minta tolong, ia juga sudah berterima kasih padaku.
Sampai hampir mencapai bab akhir, aku terus bekerja di balik layar. Aku mencoba terima saja kalau yang lain mengira Sheila yang paling direpotkan untuk mengurus finishing laporan.
Namun, suatu hari aku merasa cukup kewalahan ketika sekali lagi Sheila minta tolong padaku.
Sheila
Vi, bisa minta tolong lagi buat tubesnya gak? Mau dikumpul nanti malem, deadline udah deket. Biar kita gak dapet point.
Aku
Boleh Sheila, tapi kalo ngumpulnya besok pagi aja gimana? Aku usahain selesai rapiin malem ini. Sekarang soalnya aku masih ngerjain tugas kuis matkul utilitas.
Sheila
Tapi Fandy minta malem ini. Kayaknya tinggal rapiin dikit aja kok sama ganti beberapa yang ditandain masnya. Aku lagi gak bisa, ada acara keluarga, lagipula dari kemarin kamu yang benerin kan?
Aku
Ya udah deh, aku coba deh ya. Semoga malem ini bisa selesai.
Sheila
Makasih, Vi. Oh ya, kamu udah ngerjain UO belum?
Aku
Udah tadi.
Sheila
Aku boleh lihat gak? Aku gak paham yang diminta bapaknya gimana.
Aku
Bentar deh, coba kukirim file punyaku ya.
Aku mencoba membagi waktu sebisa mungkin. Yang dibilang hanya merapikan sedikit menurut Sheila ternyata tidak sesuai. Aku bahkan harus menghabiskan berjam-jam untuk mengurusnya di depan layar laptop. Aku baru bisa melanjutkan tugas kuisku sendiri di tengah malam setelah bebas dari revisi tugas besar yang kukirim ke Sheila.
Itulah diriku. Inikah risiko jadi orang yang 'tidak enakan'? Rasanya berat untuk berkata 'tidak' atau menolak teman yang minta bantuan. Padahal terkadang pekerjaanku sendiri harus terbengkalai demi prioritas memenuhi permintaan teman lebih dulu.
Ada perasaan-perasaan egois yang menyiratkan pesan padaku, hingga aku perlahan merasa ini sudah berlebihan. Berkali-kali, tiap ada tugas ia selalu meminta padaku. Ia pun seperti enggan memberi tahu yang lain kalau finishing tiap revisi tugas besar kelompokku adalah campur tanganku. Boleh saja mengaku teman, sah-sah saja meminta tolong pada teman. Namun, bila terus-terusan bahkan sampai membuat repot yang dimintai tolong, apa itu masih bisa disebut teman?
Ego yang mulai muncul di diriku, menggerakanku untuk mencoba mengubah rules-nya. Mulai saat ini, ketika Sheila menyerahkan tanggung jawab laporan padaku, hasil yang kubuat tak lagi kukirimkan padanya. Aku memilih langsung mengirim file hasil revisinya ke Fandy yang biasa mengirimkan hasil kami ke asisten pembimbing, atau sesekali aku langsung kirimkan ke grup.
Setelah itu kulakukan, baik Fandy maupun Irla akhirnya paham.
Fandy
Makasih Vi. Maaf, aku pikir selama ini kamu gak enak kalo diajak kelompokan. Ternyata justru kamu yang paling repot dan kontribusi besar buat tubes kita.
Aku
Gapapa Fan. Gak masalah kok.
Fandy
Seriusan, maaf banget ya. Aku pikir memang dari awal Sheila yang urus semuanya. Kenapa kamu gak bilang dari awal sih? Jujur aku bahkan sempet ngomongin kamu di belakang sama Irla bahkan ke Sheila juga karena kamu jarang nimbrung di grup. Tapi Sheila juga gak bilang apa-apa soal kamu.
Aku
Udah, gapapa kok. Lagipula sebenernya gak masalah. Ini kan juga kelompok aku, tanggung jawab aku juga, yang penting tubes kita tetep jalan dan bisa kelar tepat waktu.
Fandy
Makasihh banget, Vi. Beneran nih, aku jadi gak enak banget sama kamu. Vi, lain kali jangan begini ya. Aku gak tau, jadi salah kira begini. Nimbrung aja di grup ya. Santai aja. Jangan terlalu tertutup. Oke?
---
Irla
Vii.. Jadi kamu yang ngebenerin formatnya selama ini? Makasihh Viiii. Tak pikir itu Sheila semua yang ngerjain. Nanti kalo butuh bantuan atau ada yang bisa kubantu bilang aja yaa. Mau pc atau di grup boleh. Kalo bisa sih di grup aja yaa, biar semuanya tau. Gapapa Vii. Sekalian ikut kita kalo lagi guyon di grup. ❤❤
Aku
Makasih Irla ☺
•••
Ketika ada teman yang meminta tolong melakukan sesuatu atau ingin 'melihat' tugasku, kini aku mulai mencoba tak enggan lagi berkata tidak di saat aku sendiri masih belum bisa diganggu karena ada prioritas lain atau saat aku memang tak ingin berbagi jawaban tugasku pada siapa pun. Aku mencoba memberi penolakan secara halus dengan berbagai alasan.
Akhirnya setelah revisi terakhir, laporan tugas besar kami di-acc dan dapat nilai sempurna.
Fandy
Guys, selamatt!! Kita udah ACC. Nilai kelompok kita 100 dari Mas Bay.
Irla
Akhirnyaa!! Makasih semuanya..
Fandy
Makasih juga buat kalian semua, terutama buat Via yang udah ngurus format plus finishing dari awal. Aku tau that's not easy. Makasihh Vii!!
Irla
Yaa.. Makasih Via.
Aku
Sama-sama. Makasih juga buat kalian.
Aku senang akhirnya tak ada lagi drama-drama tugas besar. Semua selesai. Hasil yang didapat serasa sudah membayar lunas segala usaha selama ini.
Kami sebenarnya tak ingin memperpanjang masalah antara aku, Sheila, dan laporan tugas besar. Sebab kami ingin tetap bisa berhubungan baik satu sama lain meski sudah saatnya kelompok ini bubar. Bagaimanapun kami masih teman satu angkatan. Perbedaan karakter orang mesti dimaklumi. Namun, aku tak mengerti apa yang ada di pikiran Sheila sekarang ini.
Semenjak Fandy dan Irla tahu tentang persoalan tugas besar itu, Sheila jarang muncul di grup. Terakhir kali aku chat pribadi dengannya ketika ia ingin melihat hasil tugas mata kuliah reaktor-ku 'lagi' tetapi aku tak memberikannya dan bilang belum mengerjakan. Setelah itu, Sheila tak pernah menghubungiku lagi.
Aku tak mengerti. Apa makna pertemanan yang kutahu selama ini? Apa kata teman hanya bisa disebut di saat ada butuh saja? Atau memang ini masalahku sendiri yang terlalu tertutup dan tidak enakan?
Aku pun tak pernah merasa terbebani oleh teman atau orang lain yang meminta bantuan padaku selama aku tak begitu repot dan mampu membantu. Namun, bila terlalu sering dan malah menjadikan aku kewalahan sendiri, mana bisa aku tahan?
Aku putuskan mulai saat ini aku akan sedikit berubah. Menjadi tidak enakan ternyata kadang bisa menyulitkan. Sekarang aku akan membantu semampuku, tak memaksa menuruti kemauan orang bila memang akhirnya membuatku kewalahan. Mungkin tak ada salahnya punya sifat tidak enakan, tetapi semua harus sesuai porsinya. Tak apa mencoba berkata 'tidak' atau menolak bila kata 'iya' atau 'boleh' justru berdampak sulit bagi diri sendiri.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
