
protected by Indonesian law (copyright law of the Republic of Indonesia No. 19 of 2022).
There is no part in this book that can be taken, imitated, diplomatic, reprinted without the author's permission. This work is a fiction, all stories are purely author imagination. If there is a common background, place and name, it is purely accidental.
Chapter 19: Honeymoon Yang Panas
Blurb :
“Cewek itu enggak matre, emang cowoknya aja yang kere,”
[Quotes di atas, kata Olga.]
~~~~~
Olga (26), cewek miskin yang...
Pagi ini, kami terbang ke Bali. Tentunya dengan private jet milik papa mertuaku yang secara otomatis juga milik suamiku.
Suamiku? Ahay!
Maksudku, Remy. Remy, kan suamiku!
Enggak salah, ya?
"Kamu kenapa?" tanya Remy.
Aku hanya menggeleng masih dengan mata terpejam. Aku menyelimuti diriku, dari ujung kaki hingga kepala. Rasanya aku mau tidur saja seharian. Tubuhku rasanya tidak enak.
"Kamu sakit?" Remy masih bertanya.
"Enggak, kok."
Remy sepertinya tidak percaya, ia menempelkan punggung tangannya pada keningku beberapa saat lalu ke leherku. Memastikan kalau suhu tubuhku normal atau tinggi.
Aku langsung menepiskan tangannya saat ia menyentuh leherku.
"Geli! Jangan pegang leher aku, dong!" Aku mendelik tajam ke arahnya.
"Aku, kan mau cek suhu tubuh kamu."
"Iya, tapi enggak harus pegang-pegang leher aku! Kamu sengaja ya? Mau pegang-pegang aku?!"
"Aku yakin kamu sehat wal'afiat!"
"Sok tahu!"
"Buktinya jelas! Kamu masih semangat berdebat dan protes kayak gini, berarti kamu sedang sehat-sehat aja," jelasnya seraya berkacak pinggang.
Aku kembali memejamkan kedua mataku dan berselimut dengan nyaman. Sayup-sayup aku mendengar Remy masih bicara, lebih tepatnya berkomentar tentangku. Namun, aku tidak begitu mendengarkannya, hingga akhirnya aku terlelap.
Hingga tanpa sadar dan benar-benar tidak sadar sepertinya, aku bangun dari tidur dan sudah berada dalam kamar. Kepalaku berat sekali rasanya, aku juga merasakan tubuhku panas sekali.
"Bangun juga, kamu!" Remy sedang duduk di single sofa samping ranjangku.
"Kita udah sampe, ya? Kamu bawa aku ke sini, gimana?" Aku menanyakan bagaimana ia membawaku ke vila ini.
Kami menginap di vila milik keluarga Remy.
"Menurut kamu?"
"Kamu gendong aku, ya? Aku benar-benar enggak ngerasa sama sekali. Maaf ya?" Aku merasa bersalah padanya. Pasti berat kan, gendong aku?
"Ini udah sore, kamu belum makan sama sekali." Ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke pintu. Aku hanya melihatnya keluar dari kamar ini.
Aku meringis merasakan kepalaku yang pening. Kupijat pelipisku perlahan.
Tidak lama kemudian, Remy masuk kembali membawa nampan berisi nasi dan aneka lauknya beserta satu gelas air teh.
"Makan dulu!" Ia meletakkan nampan di atas pahaku. Ternyata isi mangkuk tadi adalah bubur.
"Siapa yang masak bubur?" tanyaku.
"Mbak Raras. Sejak kita sampai, badan kamu panas. Jadi, pas sampai di sini, aku minta Mbak Yuli langsung buatin bubur buat kamu," jelasnya.
"Tadi di bandara kita dijemput atau naik taksi?"
"Dijemput Mas Made. Enggak mungkin aku gendong-gendong kamu sampai ke tempat taksi!"
Aku hanya nyengir. Lalu, mulai memakan bubur dengan perlahan.
"Kita ke dokter aja, ya?" Remy bertanya.
Aku menggeleng.
"Badan kamu panas."
"Besok juga udah enggak apa-apa," Aku berkata.
"Kamu tidur di kamar mana?" tanyaku seraya menyuapkan bubur kembali ke mulutku.
"Kita tidur di sini. Mbak Raras itu mata-mata mama, kamu mau kita ketahuan?" tanya Remy.
***
Aku berlari-lari kecil di bibir pantai. Hangat dari pasir di telapak kakiku, masih terasa. Setelah perdebatan sengit, akhirnya kami di sini. Pantai. Remy bersikeras menyuruhku diam di vila, karena tubuhku panas. Akupun bersikeras ingin ke pantai, karena... ini Bali!
Hey! Ini Bali! Di Bali hanya diam di vila? NO!
Aku memakai tank top putih dengan outer kemeja bunga-bunga dan celana super pendek. Remy di belakangku, berjalan, mengawasiku. Aku melihatnya dan berkacak pinggang.
"Ck! Kamu enggak suka ke sini?" tanyaku.
"Suka. Tapi, kamu seharusnya diam aja dulu di vila. Besok bisa ke sini," jawabnya.
"Kalau suka, senyum, dong!" Aku menarik kedua pipinya, hingga bibirnya membentuk garis senyum bagai badut.
Ia menurunkan kedua tanganku perlahan, "kamu suka?"
Aku mengangguk antusias dengan senyum bahagia terlukis di bibirku.
"Kamu enggak mau main pasir?" tanyaku.
"Aku bukan anak kecil, lagipula, ini bukan pertama kalinya aku ke Bali."
"Iya, aku emang norak! Baru kali ini ke Bali!"
"Aku, kan enggak bilang kamu norak!"
"Dari ucapan kamu itu, menyiratkan kalau kamu ngatain aku norak!"
"Dasar perempuan! Kalian terlalu banyak berasumsi dengan ucapan para pria."
"Remyyy!" Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil Remy. Kami berdua menoleh ke asal suara, betapa terkejutnya kami, ternyata Jessica dan Gian.
Wait! What?! Gian?!
Kenapa mereka berdua di sini?
Kami saling pandang.
"Kamu kasih tahu Jessica?"
"Kamu ngomong ke Gian?"
Pertanyaan kami keluar bersamaan. Dan, kami sama-sama menggeleng setelah saling tanya.
"Remy! Aku di sini, nyamperin kamu," Jessica datang-datang langsung menggamit lengan Remy.
"Hai, Olga!" Gian menyapaku dengan senyum manisnya yang sekarang terasa biasa saja.
Akhirnya kami menyingkir dari pantai dan duduk bersama di sebuah restoran dekat pantai.
Kami memesan makanan khas Bali, tentu saja. Jessica memaksa duduk di samping Remy. Sedangkan Aku duduk di samping Gian.
"Aku tadi sempat ke vila kamu, aku tanya Mas Made, katanya kamu ke sini. Makanya, aku sama Gian samperin kamu ke sini," jelas Jessica tanpa memedulikan aku.
"Kamu enggak ngomong aneh-aneh sama Mas Made, kan?" tanya Remy.
Jessica menggeleng.
"Jadi, kalian kapan bercerainya?" tanya Jessica.
Aku langsung membelalakkan mata mendengar ia bertanya soal perceraian di sini.
"Jes, jangan bahas itu di sini!" ujar Remy.
"Enggak apa-apa, dong! Aku sama Gian udah tahu soal pernikahan kalian, dan sekarang, aku hanya berharap, kalian secepatnya menyelesaikan pernikahan ini," Jessica bicara.
"Tapi enggak etis aja kamu nanya itu di sini!"
"Loh, Rem! Aku hanya ingin tahu aja, karena aku ingin kita balikan kayak dulu lagi," Jessica semakin gencar.
"Ini bukan ranah kamu untuk bertanya soal perceraian saya sama Olga! Biarkan itu jadi urusan saya, lagipula, siapa yang bilang kalau kita akan balikan?" Remy mulai sedikit kesal.
"Remy! Aku ke sini demi kamu! Aku kangen sama kamu, aku juga takut kamu semakin dekat dengan Olga!" Jessica menunjuk ke arahku.
"Saya enggak pernah minta kamu untuk ke sini!" Remy sedikit meninggikan suaranya.
Jessica terkejut mendengar Remy bicara seperti itu. Aku dan Gian hanya menonton mereka.
Tidak lama kemudian, pelayan datang membawakan pesanan kami. Suasana meja kami tegang. Semuanya diam.
"Nanti malam, kita keliling Bali, kamu mau?" Gian tiba-tiba saja bertanya di tengah-tengah acara makan yang tegang ini.
"Aku-"
"Olga akan keluar sama saya malam ini. Berdua saja!" Remy memotong ucapanku.
"Aku lusa akan kembali ke Jakarta, sengaja ke sini karena memang ingin menemui kamu," Gian tidak mengindahkan ucapan Remy yang tadi.
Aku semakin bingung, harus menjawab apa pada Gian. Tatapan Remy lurus melihat Gian tepat di depannya.
"Saya udah bilang, kan, Olga sama saya!" Remy kembali berkata.
Aku bagai orang bodoh, hanya melihat ke Gian lalu berpindah pada Remy. Serba salah.
"Saya bicara dengan Olga," Gian kini berpaling ke Remy.
"Kamu tidak menghormati saya sebagai suaminya!" Remy meletakkan sendoknya.
"Yang saya tahu, pernikahan kalian hanya sementara. Dan, itu artinya, ini semua hanya sandiwara. Makanya, saya berani mendekati Olga. Karena saya tahu, kalian akan segera berpisah!" Gian bicara dengan tenang.
"Seharusnya, sejak lama kamu bisa mengutarakan perasaan kamu ke Olga. Jangan tarik-ulur dengan hubungan pertemanan kalian. Kamu tahu sudah lama Olga menyukai kamu, tapi kamu tidak mengutarakan perasaan kamu. Kamu menahan Olga, tanpa Olga sadari. Apa kamu menikmatinya saat Olga menatap kamu dengan penuh cinta dan harap? Apa itu jadi sebuah kesenangan kamu? Sekarang, setelah tahu Olga menikah dengan perjanjian, kamu gencar mendekat. Kamu merasa kehilangan, kan? Tidak etis kamu mendekati istri orang," Remy bicara tidak kalah tenangnya.
Gian diam. Ia hanya menelan salivanya.
"Aku mau ke vila aja!" Aku bangkit dari duduk dan bicara pada Remy.
Remy tidak menunda lagi, ia pun bangkit dari duduknya dan menghampiriku, lalu kami berjalan keluar dari restoran.
Sepanjang jalan, di sekitar pantai, kami hanya diam. Aku sibuk melihat ke bawah, memainkan pasir dengan langkahku.
"Kamu senang ada Gian?" Remy tiba-tiba bertanya.
Aku menoleh, "entahlah!"
"Kamu mau balikan sama Jessica?" Aku balik bertanya.
"Tadi, aku sudah bilang, kan! Aku enggak berniat balikan sama dia," ujar Remy.
"Kenapa? Dia cantik. Seksi. Pintar," tanyaku penasaran.
Remy berhenti melangkah, akupun mengikutinya. Kami saling berhadapan.
"Dia cantik, seksi, pintar, tapi aku udah enggak ada perasaan apapun ke dia."
"Jadi ... ada wanita lain yang kamu sukai?" Aku bertanya hati-hati.
Remy mengangguk.
"I'm happy for you," bah! Senang apanya?! Aku, kok merasa hatiku seperti diremat.
Aku berjalan kembali menuju vila. Lalu, Remy kembali menyusul. Kami berjalan berdampingan, tanpa bicara sepatah katapun.
***
Pagi-pagi, Gian datang ke vila kami. Aku sangat tidak mengharapkan ia datang. Remy tahu kedatangan Gian, sebelum bertemu denganku, Remy sudah menemui Gian terlebih dulu. Entah apa yang dibicarakannya?
Aku rasa, Remy memberitahunya agar bicara hati-hati di sini. Remy sangat waspada dengan Mbak Raras.
Kini, aku berdua dengan Gian duduk di ruang tamu. Remy sudah kembali ke kamar.
"Olga, aku mau ajak kamu ke beach club nanti malam. Aku sudah ijin dengan Remy, dan dia mengijinkan. Mau, kan ikut aku?" tanya Gian.
Aku berpikir sejenak. Remy mengijinkan? Kok, aku merasa, Remy tidak peduli denganku?
Memangnya apa yang aku harapkan?
Dia melarang Gian dan marah-marah? Seperti layaknya suami yang cemburu?
Remy tidak akan cemburu dengan Gian, karena di hati Remy sudah ada wanita lain.
Baiklah! Sepertinya aku terlalu berekspektasi padanya.
Aku mengangguk sebagai jawaban. Gian sangat antusias, tidak lama kemudian dia pamit dan akan menungguku di beach club yang sudah kami sepakati.
Pukul 19.00 aku sudah siap.
Aku melihat Remy keluar dari toilet, ia juga sudah rapi.
"Kamu mau pergi juga?" tanyaku.
"Aku anterin kamu, nanti Mbak Raras banyak nanya, kenapa kamu pergi sendirian."
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala.
"Pakai blazer, kek! Terlalu terbuka!" ujarnya.
"Ini beach club, masa pakai baju tertutup?" protesku.
"Masuk angin nanti kamu!"
"Enggak, ih! Bawel, deh!" protesku lagi.
Remy dan aku mulai berjalan menuju beach club yang tidak seberapa jauh dari vila kami.
"Olga!" panggil Gian. Ia menunggu kami di depan beach club. Tak lama kemudian, Jessica muncul. Ia muncul dengan pakaian lebih terbuka dari aku.
Aku langsung tahu, kalau ternyata Remy dan Jessica juga akan ke beach club. Remy tidak berkomentar tentang pakaian Jessica. Ya jelaslah, ia pasti senang melihat tubuh Jessica yang aduhai itu!
Jessica langsung menghampiri Remy dan bergelantung manja bagai anak ... oke, aku enggak mau ngomong kasar!
Kami masuk bersama. Kini, kami sudah bertukar pasangan. Remy dan Jessica berada di depan kami. Aku kesal sekali melihat Jessica yang nempel-nempel ke Remy.
Kesal enggak apa-apa, kan?
"Kamu senang?" Gian membuyarkan lamunanku.
"Senang."
"Aku juga senang, kita bisa jalan berdua kayak ini. Jadi, Olga, apa kita bisa menjalin hubungan lebih dari pertemanan kita selama ini?" tiba-tiba saja Gian bertanya hal seperti itu di tengah keramaian ini.
Aku melirik ke arah Remy, ia menatapku. Ia pasti mendengar pertanyaan Gian, karena mereka berdiri berdekatan. Tak lama kemudian, Remy langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain dan ia pergi dari sana dengan wajah yang ... akupun sulit memahaminya.
"Olga? Kamu bisa jawab besok, kok!" ucap Gian.
"Aku mau jawab sekarang!" Aku memutuskan untuk menjawab sekarang.
"Maaf, aku enggak bisa menjalin hubungan lebih dari teman sama kamu, Gian," setelah beberapa saat terdiam, itulah kata yang keluar dari bibirku.
"Kenapa? Bukannya kamu juga suka sama aku sejak lama?" tanyanya penasaran.
"Kenapa baru sekarang kamu utarakan? Kalau kamu tahu sejak lama aku suka sama kamu?" tanyaku balik.
Benar kata Remy. Gian tarik-ulur, seperti yang selalu Remy katakan padaku.
"A-aku ... baru sekarang berani mengambil langkah yang besar," jawabnya.
"Maaf. Rasa itu sudah enggak ada lagi," Aku utarakan perasaanku.
"Kamu menyukai Remy?" tanyanya lagi.
"Mungkin iya, mungkin juga enggak."
"Tapi, Remy bakal balikan lagi sama Jessica. Dia juga akan menceraikan kamu!"
"Iya, biarkan itu jadi urusan aku."
"Baiklah, sepertinya aku sudah terlambat untuk mengungkapkan perasaanku ke kamu. Tapi, pertemanan kita masih bisa diteruskan, kan?" tanyanya.
"Tentu saja!"
Gian pun tersenyum ramah padaku, aku membalasnya. Aku menghargainya, as a friend. Real friend.
Kamipun menikmati acara musik yang berlangsung, ada Alan Walker* yang menjadi bintang utama di sini. Aku sangat senang sekali dapat menonton acara musik secara langsung. Euforia bahagia memenuhi tempat ini. Semua yang datang berjingkrakan mengikuti alunan musik yang DJ mainkan.
Aku melihat Remy hanya diam saja. Sedangkan Jessica, ia berjoget dengan begitu panasnya di dekat Remy. Sangat menggoda. Remy balik menatapku, dan aku langsung membuang pandangan ke arah depan panggung.
Gian juga turut senang dengan acara musik ini, kami bersorak kesenangan, mengikuti musiknya yang sangat menghentak. Tidak lama kemudian, aku melirik lagi ke arah Remy. Namun, ia dan Jessica tidak ada. Aku mencari-cari mereka. Ternyata mereka sedang duduk di bar. Remy sepertinya minum. Aku juga belum tahu mengenai Remy, apakah ia memang terbiasa dengan alkohol?
Aku tetap loncat-loncat mengikuti alunan musik. Aku dan Gian bergandengan tangan, mengangkat tangan kami tinggi-tinggi, meloncat dan berseru memanggil-manggil Alan Walker.
Ya ampun! Ternyata seseru ini!
"Ayo pulang!" Tiba-tiba saja lenganku ditarik seseorang dengan kasar.
Itu Remy. Aku berhenti melompat dan menoleh ke arahnya dengan bingung.
"Ayo pulang!" suaranya tinggi karena di sini sangat berisik.
"Tapi, acaranya belum selesai."
"Kita pulang!" Ia lalu menarik lenganku menerobos kerumunan manusia yang masih tenggelam dengan euforia ini.
Begitu sampai di pantai, sudah agak menjauh dari beach club tadi, aku menepiskan tangannya kasar.
"Ada apa, sih?! Kalau mau pulang, pulang aja sendiri!" Aku yang tidak tahu kenapa, sedikit kesal dengan paksaan dari Remy.
Remy diam.
"Kamu mabuk?" tanyaku akhirnya.
"Kamu mau pulang atau enggak?" Dia tidak menjawabku, malah balik bertanya.
"Enggak!"
"Baik!" Remy berbalik, berjalan meninggalkanku.
Aku masih memperhatikannya. Sedikit kesal dengan tindakannya yang seenaknya saja.
Namun, Remy kembali lagi dengan langkah lebar. Ia menghampiriku.
"Kamu enggak ngerti ya ucapan aku kemarin?" tanyanya.
Aku mengernyitkan kening, bingung.
"Kamu terima Gian?" tanyanya lagi.
"Aku-" sebelum aku menjawabnya, ia langsung menarik pinggangku hingga menempel pada tubuhnya dan ia menciumku kembali.



Hayo, kira2 Remy ngajak Olga nananinu ga yah?? 👀🤭
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
