09. Apology

0
0
Deskripsi

"Ini namanya ao,"kata Jeno, menyodorkan minuman berwarna cokelat pekat di gelas soju.

Karina mengambil gelas itu, "ao?"

"Iya, arak obat,"jawab Jeno.

Karina langsung meminum habis satu gelas dan mengernyit lagi seperti saat mencoba rokok tadi. Jeno terkekeh dan membiarkan Karina mencengkram bahunya untuk menahan rasa pahit yang menyerang tenggorokan. Pengertian, Jeno mengambil segelas air putih untuk menyelamatkan Karina. Dan gadis itu meminum airnya lalu langsung menyebat rokok lintingan yang ternyata...

Can You Be Mine Because I Love You
(Bisakah Kau Menjadi Milikku Karena Aku Mencintaimu)
 

O7.
Apology
(Permintaan Maaf)

###

DISCLAIMER
Tulisan ini hanyalah fiksi belaka.
Penggunaan nama idol merupakan bagian dari penulisan fiksi penggemar.
Cerita dan watak dalam tulisan ini tidak ada kaitannya dengan idol di dunia nyata.
Hal-hal menyimpang yang dilakukan para tokoh tidak bermaksud untuk melukai citra idola,
hal tersebut hanyalah bagian dari fiksi yang saya tulis.

###

PERINGATAN
Tulisan ini ditujukan untuk pembaca yang berusia 18 tahun ke atas.
Harap bijak dalam memilih bacaan. Karangan fiksi ini mengandung unsur merokok, hubungan seksual secara implisit (tidak frontal), perselingkuhan, dan minuman keras.

###

Ada sebuah bar di pinggir pantai Sokcho bernama Amaranth

Ada sebuah bar di pinggir pantai Sokcho bernama Amaranth. Tempat itu tidak mewah, bahkan lokasinya berada di bawah restoran sashimi sederhana. Tapi, Jeno berjanji Karina akan menyukainya. Jeno pernah mendatanginya dengan beberapa teman_termasuk Haechan_dan dia tidak bohong saat berkata bahwa berkendara jauh dari Seoul ke Sokcho tidak akan sia-sia.

Amaranth memiliki aroma laut yang bersih dengan interior sederhana seperti restauran sashimi yang tengahnya dikosongkan untuk lantai dansa. Pengunjungnya berpakaian seperti sedang berada di pasar ikan. Disana orang yang bukan warga lokal akan mudah dikenali. Seperti halnya Karina dan Jeno yang datang dan membuat orang-orang menoleh.

"Kayaknya pakaianku berlebihan?"bisik Karina.

Jeno melihat penampilan Karina yang digandengnya, "pakaianmu udah sesuai kok, tapi wajahmu yang kelihatan 'kota',"

Karina berdecih, "ngomong apa sih, aku kan juga orang Mokpo,"

Jeno terkekeh. Jeno menggandeng Karina untuk mendatangi meja bar dan mengambil putung rokok berwarna putih yang ada di dalam gelas kecil.

"Coba deh,"kata Jeno, "free,"

"Ini apa?"tanya Karina, menuruti Jeno yang meletakkan putung rokok di mulutnya.

Jeno mengeluarkan korek dari sakunya dan menyalakan rokok itu. Karina menghisapnya perlahan seperti dia merokok biasanya.

"Rokok lintingan, tembakau ginseng,"jawab Jeno.

Karina mengernyit, aromanya memang enak tapi dia tidak terbiasa dengan hit throatnya yang lebih keras dari rokok yang biasa dia pakai. Jeno membiarkan Karina terbiasa dengan sensasinya selagi dia juga membakar satu untuk dirinya sendiri.

Jeno mengajak Karina duduk di depan meja minuman lalu memesan yang tidak gadis itu ketahui apa jenisnya.

"Minuman yang dijual disini produk lokal,"terang Jeno, "beberapa bisa ditemukan di toko obat tradisional,"

"Wah aku nggak tahu apa-apa, kamu emang ahlinya kalau tentang rokok dan alkohol,"puji Karina, mengikuti pengunjung lain yang membuang jelaga rokok sembarangan di lantai.

"Dan kamu gadis yang menyenangkan untuk diajari macam-macam,"ujar Jeno, lalu mengusap rambut Karina dan mencuri kecupan di bibirnya.

Karina tidak lagi terkejut seperti hari-hari pertama mereka mulai menunjukkan rasa cinta. Kini gadis itu terbiasa dengan Jeno yang sering menciumnya.

"Ini namanya ao,"kata Jeno, menyodorkan minuman berwarna cokelat pekat di gelas soju.

Karina mengambil gelas itu, "ao?"

"Iya, arak obat,"jawab Jeno.

Karina langsung meminum habis satu gelas dan mengernyit lagi seperti saat mencoba rokok tadi. Jeno terkekeh dan membiarkan Karina mencengkram bahunya untuk menahan rasa pahit yang menyerang tenggorokan. Pengertian, Jeno mengambil segelas air putih untuk menyelamatkan Karina. Dan gadis itu meminum airnya lalu langsung menyebat rokok lintingan yang ternyata punya rasa lebih baik dari ao.

"Kenapa?"tanya Jeno, mendekatkan wajahnya untuk memeriksa keadaan Karina sekaligus mencuri satu lagi kecupan di bibirnya, "pahit ya? Tapi enak tahu, coba deh dirasain lagi,"

Jeno menuangkan lagi minumannya ke dua gelas yang satunya untuk dirinya. Karina melihat Jeno meminum minuman pahit itu tanpa kesulitan. Benar saja namanya arak obat. Rasanya benar-benar sepahit obat.

Karina mencoba minum lagi, tapi kali ini lebih hati-hati. Dan tenggakan kedua membuat Karina berubah pikirian. Minuman itu tidak terlalu buruk. Karina mulai merasakan manis diantara pahit.

"Kamu tahu nggak, rasanya mirip madu hitam,"komentar Karina, setelah menghabiskan satu lagi gelas ao.

"Emang ada madu hitam?"tanya Jeno, meniup asap rokoknya ke udara.

"Ada lah,"sahut Karina.

Diputar lagu The Smith berjudul There is a Light That Never Goes Out. Karina langsung mengajak Jeno untuk turun ke lantai dansa. Jeno yang tahu ini adalah salah satu lagu lama kesukaan Karina, tentunya menurut untuk menari bersama wanita cantiknya.

Mereka berdiri berhadapan di tengah lantai dansa. Karina menggerak-gerakan tangan Jeno seolah dihadapannya adalah anak laki-laki kecil yang perlu dihibur. Jeno tertawa melihat tingkah menggemaskan Karina.

"Kayak waktu pertama kali aku sadar jatuh cinta,"kata Karina, sambil tertawa, "di tengah lantai dansa yang ramai, tapi seolah hanya ada kita berdua,"

Jeno ikut tertawa dan mengangguk mengiyakan. Dia mengimbangi tarian Karina seolah memang itulah tugasnya.

Oh, please don't drop me home

Jeno melihat wanita yang berusia dua tahun diatasnya itu berputar kegirangan seperti seorang anak-anak.
 

Because it's not my home, it's their home

Jeno kini melihat sosok anak perempuan yang terpenjara selama bertahun-tahun di rumahnya sendiri. Merasa asing diantara orang yang disebutnya keluarga.

And I'm welcome no more

Dan anak perempuan itu memiliki cara bersenang-senang yang ditentang masyarakat. Terutama karena dia perempuan.

And if a double-decker bus
Crashes into us

Tiba-tiba saja Jeno berhenti menari. Dia berdiri mematung, memandang Karina yang mabuk dan menari dengan gila, tapi tidak tampak bahagia. Jeno mendengar suara tawa, tapi yang dilihatnya adalah gadis yang merana.
 

To die by your side
Is such a heavenly way to die

Sekilas, Jeno melihat sosok dirinya pada Karina.
 

And if a ten ton truck
Kills the both of us

Saat Karina berhenti menari karena menyadari pasangannya termenung, Jeno menarik Karina dalam pelukannya yang erat lalu berkata, "maafin aku Karina,"
 

To die by your side
Well, the pleasure, the privilege is mine

Pelukan Jeno semakin erat dan laki-laki itu terus mengulang kata maaf yang membuat Karina bingung.

~o

Karina adalah gadis yang lahir dan besar di Mokpo, daerah pesisir. Saat kecil dia sering bersepeda untuk bermain di pantai. Tapi, saat dewasa Karina hanya melewatinya begitu saja. Seolah tidak ada. Hari ini dia menyadari bahwa dia merindukan laut sebagai kawan lamanya. Hembusan angin terasa membelai dan deburan ombak terdengar berbicara hal-hal baik yang menghibur. Masih merasakan efek dari alkohol, Karina dan Jeno duduk menghadap laut sambil makan keripik kentang dan minum soda yang tadi dibeli di mini market sebelah restoran sasimi.

"Jadi... maaf kenapa?"tanya Karina yang lalu mulai menyebat rokok miliknya.

Setelah Jeno tiba-tiba mematung di tengah lantai dansa lalu berubah menjadi mesin peminta maaf yang rusak, Karina memutuskan untuk membawa laki-laki itu keluar mencari udara segar.

"Maaf karena aku nggak bisa janjiin apa-apa kedepannya,"jawab Jeno murung sambil menunduk.

Karina menghela nafas panjang. Lagi-lagi kalimat ini yang harus dia dengar. Sama seperti malam terakhir mereka sebelum Karina pulang ke Mokpo.

"Ya gapapa,"dan Karina masih memberikan respon yang sama.

Kali ini Jeno yang menghela nafas. Dia mengambil rokok milik Karina dan menyalakannya untuk dirinya sendiri. Bukan karena tidak bawa rokok, tapi Jeno sedang ingin menyebat dengan rokok yang lebih ringan. Karina memperhatikan Jeno sambil merokok santai.

"Dari awal kan aku udah tahu kamu punya pacar,"Karina masih mengulang kalimat yang sama seperti dulu.

"Iya tapi aku takut,"kata Jeno.

"Takut apa?"tanya Karina.

"Takut aku bikin kamu sedih,"sahut Jeno.

Karina berdecak. Menyempatkan untuk menyesap rokok dan meniup asapnya perlahan sebelum berkomentar, "aku emang udah sedih dari dulu, sejak sebelum ketemu kamu,"

"Aku takut kamu lebih sedih gara-gara aku,"tambah Jeno.

"Kayaknya nggak ada yang lebih sedih daripada jadi orang asing di keluarga sendiri selama bertahun-tahun,"kata Karina.

Jeno tidak bisa berkomentar. Walaupun ada baiknya untuk meluruskan pemikiran Karina tentang keluarganya, tapi Jeno tidak berani. Karena hanya Karina yang paling tahu keadaan dirinya dalam keluarga itu.

Jeno memperhatikan Karina yang merokok dengan santai sambil memandang laut. Gadis yang kacau hidupnya, tapi tetap tenang pembawaannya.

"Omong-omong, aku ngerasain itu lagi tadi,"ujar Karina, melepaskan pandangannya dari laut, berpindah menatap Jeno, "sad hug,"

Jeno mengernyit, "sad hug?"

Karina mengangguk, "sad hug,"

"Aku namain sendiri sih, sad hug,"terangnya, "ada kesedihan yang kamu simpan dan keluar setiap kamu mabuk. Dan itu bisa aku rasakan setiap kamu peluk aku,"

Jeno tertegun mendengar jawaban Karina.

"Kita mabuk bareng pertama kali dari wrap party, dan saat itu juga pertama kali aku merasakan sad hug darimu,"terang Karina, "pas aku tanya, waktu itu kamu nggak jawab apa-apa. Dari situ aku tebak kalau kesedihanmu itu muncul saat mabuk, tapi tetap sulit untuk diungkapkan,"

Jeno tersenyum tipis, menunduk sesaat untuk melihat jari tangannya bermain-main diatas pasir. Kemudian menyesap rokok dan menghembuskannya perlahan, "aku sendiri aja baru sadar sekarang pas kamu kasih tahu,"

Karina ikut tersenyum, "dan dugaanku tervalidasi waktu kita mabuk bareng yang kedua kalinya di hotel,"lanjutnya, memberi jeda untuk menikmati rokok di tangannya, "tapi malem itu kamu tetep nggak cerita semuanya, itu cuma hal kecil dari banyak yang kamu sembunyikan,"

Jeno mengangguk membenarkan, "kita terhitung baru kenal tapi kamu yang paling ngerti aku,"

"Kamu juga,"ujar Karina.

Karina menyesap rokoknya, lalu menghembuskannya perlahan, "aku orang yang buru-buru. Selalu berusaha menenangkan diri supaya bisa berjalan lebih tenang dan menikmati proses. Tapi, orang-orang tampaknya lebih setuju kalau cepat lebih baik,"Karina memberi jeda,

"Jadi, aku ragu... apakah aku salah? Apakah aku lambat dan berusaha menghibur diri?"lanjutnya, "dan kamu orang pertama yang setuju bahwa berjalan perlahan itu nggak masalah,"

"Aku takut menentukan benar dan salah,"ungkap Karina, "karena apa yang menurutku benar selalu salah di mata keluargaku. Aku jadi tidak bisa membedakannya,"

Jeno tertegun lagi, memandang Karina.

"Tapi ada untungnya tahu, jadi orang yang kurang kasih sayang,"celetuk Jeno, "orang yang kurang kasih sayang cenderung lebih tahu seberapa kasih sayang itu dibutuhkan. Jadi, dia bisa menyayangi orang lain lebih baik daripada orang yang nggak pernah merasa kurang,"

Karina terkekeh, "kenapa? pacarmu seorang putri yang nggak kurang kasih sayang ya?"

"Jangan bahas tentang dia,"sahut Jeno.

"Satu hal yang aku suka darimu juga, kamu nggak pernah bahas pacarmu di depanku,"kata Karina, "nggak tentang keburukannya, apalagi kebaikannya,"

"Ya ngapain juga dibahas,"gumam Jeno.

"Yang artinya kalau kita suatu saat nanti berakhir, kamu juga nggak akan ceritain keburukanku ke orang-orang kan?"tanya Karina.

Jeno menyesap rokoknya, lalu berkata, "maaf,"

Karina mendesah, "maaf apa lagi?"

"Maaf karena kamu jadi harus memikirkan tentang kita yang berahir,"kata Jeno, "itu hal yang nggak enak untuk dipikirin,"

"Aku harus bersiap untuk itu,"ujar Karina, menyesap rokoknya, "sebenernya pacarmu juga harusnya bersiap sih, kan masa depan siapa yang tahu,"

Jeno tertawa kecil sambil menunduk. Karina memang selalu seperti itu. Sangat berani menyerang.

"Aku nggak mungkin ceritain keburukanmu ke orang lain,"kata Jeno, "karena nggak ada yang bisa diceritakan,"

Karina tertawa, "maksudnya aku nggak punya keburukan? Nggak mungkin,"

"Justru aku sih yang banyak buruknya dimatamu, pasti,"tutur Jeno.

Karina tersenyum lalu mengedikkan bahu.

"Tapi kamu selalu jadi tokoh baik dalam ceritaku,"pungkas Karina.

Jeno mengusak puntung rokoknya yang sudah habis ke tanah lalu memasukkan sisanya ke plastik bekas belanja di mini market. Kemudian memeluk Karina yang langsung menyamankan diri dalam pelukannya.
 

"I love you,"bisik Karina.

"Love you too,"bisik Jeno.

~o

Winter mengernyitkan kening, memperhatikan Karina yang berangkat kerja sambil berjingkat-jingkat riang menuju ke mejanya. Seperti biasa, Winter tidak dapat menahan diri untuk tidak rehat sejenak dari pekerjaannya jika Karina datang.

"Ada episode apa lagi nih?"tanya Winter penasaran.

Sikap riang Karina tidak mungkin muncul secara tiba-tiba. Dan belakangan ini selalu tentang Jeno sampai Winter menganggapnya seperti cerita berseri.

"Semalem aku ke pantai Sokcho,"jawab Karina, langsung pada point utama.

Winter membuat gestur bersiul meski tidak ada siulan keluar dari mulutnya.

"Terus? Tidur disana?"selidik Winter, "bobo bareng?"

Karina menggeleng, "pulang jam 2 dini hari,"

"Wow..."respon Winter, "dan kamu kuliah paginya kan?"

"Iya,"sahut Karina, "ah... capek banget,"

Winter terlihat sanksi, "tapi kamu nggak kelihatan capek sama sekali,"

Karina terkekeh, "capek, tapi seneng,"

Winter geleng-geleng kepala, "jadi gimana, kamu udah lupa sama tujuan utamamu datang ke Seoul?"

"Mana mungkin? Aku sekarang makin rajin kuliah dan ngerjain tugas karena moodku baik tiap hari,"sahut Karina tidak terima.

"Tujuan utamamu ke Seoul bukan kuliah,"Winter mengingatkan.

Karina mengernyit dan berpikir sejenak, "oh... film? Jalan kok,"

"Oh yeah? Nggak pernah denger lagi kamu cerita tentang production house mu itu,"sindir Winter, "sekarang semua ceritamu selalu tentang Jeno, Jeno dan Jeno,"

"Ya masa tiap hari aku harus update tentang Rectangle? Emang kamu donatur?"balas Karina.

Winter tertawa tanpa suara agar tidak mengganggu aktivitas orang kantor yang lainnya.

"Karena pitching kemarin gagal, kita memutuskan untuk produksi filmnya sendiri,"cerita Karina, "produksinya akhir pekan ini,"

"Wah serius? Aku boleh main nggak ke lokasi syuting?"tanya Winter bersemangat.

"Nggak boleh,"sahut Karina cepat.

"Dih pelit, aku kan juga mantan pekerja film,"tukas Winter, "kangen nih pengin main-main ke lokasi,"

Karina berdecak, "daripada main, mending kamu jadi MUA?"

"Eits, enggak dulu,"tolak Winter, "aku udah pensiun dari perfilman sialan itu,"

"Kenapa sialan?"Karina cemberut.

"Ya gitu, isinya orang-orang... kayak kamu,"ujar Winter, bias.

"Ayolah bantu aku,"pinta Karina, "kamu tahu kan ini produksi budget minim, jadi aku nggak bisa ajak temen-temen MUA yang udah kerja di industri film,"

"Justru karena aku tahu ini produksi budget minim makanya aku nggak mau join,"kata Winter.

Karina mendecih, "menyebalkan,"

"Lagian syutingnya udah akhir pekan ini kamu belum ada MUA?"tanya Winter heran.

"Ya rencananya aku yang bakal pegang jadi MUA,"jawab Karina, "tapi kan tadi kamu bilang kangen ke lokasi syuting, ya mendingan kamu aja sekalian kerja,"

Winter tertawa, "yaudah... coba ceritain dulu filmnya bakal kayak gimana?"

"Kamu kan MUA bukan talent, nggak perlu isi ceritanya buat nerima jobnya,"sahut Karina.

"Lho kan aku juga harus ngebayangin bakal di make-up kayak gimana,"Winter membela diri.

"Biasa aja Win, nggak ada fantasi, nggak ada setan-setanan,"ujar Karina.

"Yaudah... gimana ceritanya?"desak Winter.

Karina mengeluh, "males ah aku ceritainnya kalau kamunya nggak mau jadi MUA,"

"Dih, ngeselin,"tukas Winter.

"Ya kamu ngeselin duluan,"balas Karina.

Perdebatan mereka bisa berlanjut jika ponsel Karina tidak berdenting. Biasanya Karina menggunakan mode silent. Sekarang Karina mengaktifkan suara notifikasi sederhana khusus untuk Jeno.

Winter tahu tentang itu. Jadi, dia membiarkan Karina untuk mengecek pesan dari laki-laki yang sedang sangat dicintainya itu terlebih dulu sebelum melanjutkan mengobrol. Tapi, ekspresi Karina membuat Winter khawatir. Jeno pasti mengirim pesan yang tidak mengenakkan.

"Kenapa?"tanya Winter, langsung cemas.

Karina membacakan isi pesan di layar ponselnya, "Karina maaf, nanti malam aku bakal telat dateng ke PPM*, aku harus jemput pacarku di Bandara,"

"Dia tiba-tiba datang ke Seoul,"
 

"Maaf ya Karina,"

Karina mengeratkan genggamannya di ponsel.

Maaf. Maaf. dan Maaf. Berapa kali lagi Karina harus menerima permintaan maaf dari Jeno.

###

to be continued.
bersambung.
 

###

Author Note
Catatan Penulis

Halo, bertemu lagi di karyaku CYBM-BILY.

Kamu boleh panggil aku kak, thor, atau Trisa yaa.

Terima kasih atas antusiasnya di bagian cerita yang sebelumnya. Semoga bagian yang ini juga mendapatkan antusias yang sama atau bahkan lebih besar.

Sampai ketemu di bagian cerita yang selanjutnya, seperti biasa akan update di hari Sabtu, jam 7 malam.

Terima Kasih ^o^


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 08. Broken Glass, Broken Heart
1
0
Jeno benar-benar tidak muncul sampai rapat berakhir. Karina bisa melupakan tentang laki-laki itu sejenak karena serunya pertemuan malam ini. Ningning dan Haechan pulang terakhir untuk membantu Karina dan Jaemin merapihkan ruangan, sisa makanan dan minuman. Sementara Jaemin tidak pulang, dia menginap di apartement Karina.Kita pulang dulu ya,kata Ningning, setelah semua pekerjaan selesai, kalian ditinggal berdua yang aman, jangan nakal-nakal,Siap Ningning,sahut Karina, terkekeh.Bye kalian berdua,ujar Haechan, tenang aku bakal laporan kalau Jeno nggak pulang,Nggak penting,tolak Jaemin, tidak mau menerima laporan itu.Demikian juga Karina, dia juga tidak ingin mendengarnya.Karina dan Jaemin mengantar Ningning dan Haechan sampai ke depan pintu. Setelah pintu ditutup, Ningning menggandeng Haechan lalu bertanya, kayaknya Karina suka lagi deh sama Jeno,Maksudnya?tanya Haechan.Emang mereka nggak kelihatan kayak clbk?Ningning balas bertanya.Tentu cinta lama yang dimaksud Ningning adalah 9 bulan lalu sebelum Karina pulang ke Mokpo. Ningning mendengar cerita tentang Karina dan Jeno yang saling suka gara-gara syuting bareng dari Haechan.Nggak ah biasa aja,kata Haechan, menekan tombol lift untuk turun.Tadi pas kamu telepon Jeno, kayaknya Karina bete,jelas Ningning.Dia bete karena Jeno nggak bisa dateng padahal ini PPM pertama dan terakhir,ujar Haechan, tidak sepenuhnya salah.Pintu lift terbuka dan keduanya langsung melangkah masuk bersamaan.Iya itu juga,Ningning setuju, tapi ada hal lain juga yang bikin dia bete,Nggak usah ngarang cerita, dilarang bergosip,tegur Haechan.Ningning cemberut, kamu tuh yang jadi temen nggak peka,Haechan yang tidak menyahut membuat Ningning gemas untuk menambahkan, tanya saja sama Jaemin, aku lihat tadi Jaemin juga kayak paham kalau Karina bete,Ya aku juga paham dia bete,Haechan membela diri, tapi bete karena Jeno nggak dateng PPM, bukan karena apa-apa Ning,Pintu lift terbuka, lagi-lagi mereka melangkah bersama dan kali ini untuk keluar.Aku kan waktu itu udah bilang jangan ajak Jeno di production house kalian,kata Ningning, berjalan di samping Haechan, jangan ketemuin lagi Karina sama Jeno, pasti terjadi apa-apa diantara mereka,
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan