
"Lantai 5, nomor 17,"kata Karina di telepon, memberi tahu alamatnya untuk kesekian kalinya kepada Haechan. Baru selesai bicara, langsung terdengar suara bel dibunyikan. Karina sudah tahu yang datang adalah teman-teman yang ditunggunya tapi dia tetap mengecek intercom. Karina menutup sambungan telepon sembari membuka pintunya.
"Udah aku bilang berapa kali sih, lantai 5 nomor 17,"omel Karina.
"Ssst berisik,"kata Haechan sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, "baru juga sampai udah diomelin,"...
Can You Be Mine Because I Love You
(Bisakah Kau Menjadi Milikku Karena Aku Mencintaimu)
O2.
The Third One
(Orang Ketiga)
###
DISCLAIMER
Tulisan ini hanyalah fiksi belaka.
Penggunaan nama idol merupakan bagian dari penulisan fiksi penggemar.
Cerita dan watak dalam tulisan ini tidak ada kaitannya dengan idol di dunia nyata.
Hal-hal menyimpang yang dilakukan para tokoh tidak bermaksud untuk melukai citra idola,
hal tersebut hanyalah bagian dari fiksi yang saya tulis.
###
PERINGATAN
Tulisan ini ditujukan untuk pembaca yang berusia 18 tahun ke atas.
Harap bijak dalam memilih bacaan. Karangan fiksi ini mengandung unsur merokok, hubungan seksual secara implisit (tidak frontal), perselingkuhan, dan minuman keras.
###
untuk R, teman yang selamanya lebih dari teman.
Jika Haechan dan Jaemin adalah orang pertama dan kedua yang membuat Karina merasa dihargai dan percaya diri, maka Jeno adalah orang yang ketiga. Bedanya, Jeno memberi lebih banyak. Dan Seperti teori hukum keseimbangan alam, apa yang ditangkap akan sama besar dengan apa yang dilepaskan. Sehingga Karina berusaha merelakan banyaknya kehilangan yang dia rasakan setelah mendapat banyak dari Jeno. Salah satu kehilangan terbesarnya adalah kehilangan sosok Jeno itu sendiri.
Beberapa hari setelah Karina pulang ke Mokpo, mereka masih berkomunikasi. Tapi selang satu minggu, Karina merasa Jeno ingin menjaga jarak darinya. Maka Karina berhenti membalas pesan dari Jeno. Karina mendengar beberapa cerita dari Haechan. Darinya Karina mengetahui bahwa sama seperti dia, Jeno juga mengalami kesulitan untuk mengontrol perasaannya.
Namun waktu 6 bulan sepertinya cukup untuk mereka berdamai dengan perasaan masing-masing. Karina tidak lagi merasakan nyeri saat mendengar nama Jeno disebut. Dalam dirinya juga tidak muncul semangat yang menggebu ketika tahu bahwa Jeno akan datang ke apartementnya hari ini. Demikian juga Jeno yang setuju untuk bergabung dalam rumah produksi yang di ketuai oleh Karina, itu artinya perang dalam diri Jeno juga telah berakhir.
"Lantai 5, nomor 17,"kata Karina di telepon, memberi tahu alamatnya untuk kesekian kalinya kepada Haechan. Baru selesai bicara, langsung terdengar suara bel dibunyikan. Karina sudah tahu yang datang adalah teman-teman yang ditunggunya tapi dia tetap mengecek intercom. Karina menutup sambungan telepon sembari membuka pintunya.
"Udah aku bilang berapa kali sih, lantai 5 nomor 17,"omel Karina.
"Ssst berisik,"kata Haechan sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, "baru juga sampai udah diomelin,"
Karina menyingkir dari pintu untuk mempersilahkan ketiga tamunya masuk. Diawali oleh Haechan yang ribut memuji betapa bagusnya tempat tinggal Karina, disusul Jaemin yang langsung melakukan tur ruangan dan terakhir adalah Jeno yang berhenti untuk menunggu Karina menutup pintu.
"Hai, Karina,"sapa Jeno canggung, "gimana kabarmu?"
"Hai,"Karina membalas sapaan Jeno dengan acuh tak acuh, "baik,"
Gadis itu melewati Jeno begitu saja untuk menghentikan huru-hara Haechan dan Jaemin di dalam apartementnya, "teman-teman tolong katroknya di kondisikan ya, terima kasih,"
"Aneh banget SM kasih fasilitas sebagus ini tapi nggak minta benefit apa-apa dari orang yang di kasih beasiswa,"kata Jaemin sambil masuk kembali ke dalam setelah dari balkon.
"Udah dibilang ini tuh praktek cuci uang,"ujar Haechan yang akhirnya duduk di kursi ruang tamu dan langsung berseru, "wah daebak nih empuk banget!"
"Nggak usah lebay, rumahmu berdiri di atas tanah kota Seoul ngapain terpesona sama apartement kelas mahasiswa sih Chan,"repet Karina.
Rumah berdiri di atas tanah saat ini merupakan hal yang langka di kota Seoul. Karena rata-rata tempat tinggal sudah berpindah ke apartement. Orang yang masih memiliki rumah yang berdiri sendiri di atas tanah menandakan bahwa orang tersebut kaya, akibat dari harga tanah dan bangunan di Seoul yang melunjak. Akan tetapi, kelemahan memiliki rumah seperti itu yaitu lokasinya berada di pinggiran kota Seoul. Itulah alasan Haechan mengontrak bersama teman-teman kuliahnya walaupun dia orang Seoul.
"Ya tapi aku udah nggak pernah pulang dua tahun ini,"kata Haechan, "udah lupa rasanya kemewahan,"
"Kayaknya namamu udah di coret dari kartu keluarga deh,"ledek Karina.
"Enak aja! Gini gini anak pertama lho!"gerutu Haechan.
Jaemin dan Jeno bergabung dengan dua orang yang sedang ribut sendiri untuk duduk di sofa ruang tamu yang melingkari sebuah meja kayu dengan tinggi ideal untuk meletakkan laptop disana.
"Biasanya kalau meja ruang tamu pendek, kalau ini enak untuk nugas,"komentar Jaemin sambil mengelus meja yang ada di hadapannya.
"Kalau kamu mau nginep disini,"kata Karina, berdiri dari tempat duduknya lalu berdiri di belakang sofa yang tidak di duduki. Karina menunjukkan bahwa sofa itu bisa diubah menjadi kasur dengan menidurkan sandarannya ke belakang, "kamu bisa tidur disini,"
"Wah,"Jaemin terkesima sambil bertepuk tangan seperti pertunjukkan anjing laut.
Karina menyibakkan rambutnya dengan tangan sebagai ganti kalimat keren kan tempat tinggalku.
"Omong-omong, aku kan baru sampai Seoul tuh kemarin banget ya,"kata Karina, "jadi belum ada apa-apa di rumahku. Aku belum sempet belanja,"
"Alasan ah si Karomi,"kilah Haechan yang sudah nyaman dengan meluruskan kakinya diatas sofa, "ini kan udah malem, kamu bisa aja beli tadi pagi atau siang,"
Karina mendengus, "kan aku sibuk beres-beres tadi!"
"Jaman sekarang ada teknologi untuk pesan online dan akan diantarkan ke depan pintumu ya,"cecar Haechan.
"Mahal Chan,"tutur Karina, "sebenernya tuh aku mau beli di convenience store lantai 1, tapi kalian keburu dateng,"
"Kenapa nggak nitip kita aja tadi pas masih di bawah,"kata Jaemin.
Karina mengerutkan kening, "oh iya ya, nggak kepikiran,"
Jaemin berdecak lalu geleng-geleng kepala, "kenapa ya cewek tuh pikirannya ribet, terutama Karina"
"Kita sebagai teman yang baik harus peka Jaemin,"kata Haechan sambil menurunkan kakinya dari sofa lalu bangkit berdiri, "Karina nyuruh kita ke convenience store di lantai 1 biar dia punya waktu untuk ngobrol berdua sama Jeno,"
Haechan mendatangi Jaemin dan menggandengnya menuju pintu utama. Karina yang tadinya merasa sudah biasa saja dengan Jeno, mengetahui akan ditinggal hanya berdua tiba-tiba jadi panik.
"Nggak gitu ya!"protes Karina, membuntuti Jaemin dan Haechan.
"Aku aja deh yang beli sama Haechan,"kata Jeno yang sepertinya juga panik, diapun berdiri dan mendatangi Karina, Jaemin dan Haechan yang saat ini berkumpul di depan pintu.
"Udah udah sana kalian bounding berdua,"Haechan mengibas-ngibaskan tangannya untuk menyuruh Karina dan Jeno kembali masuk ke ruang tengah, "sebelum kita bahas masalah produksi, lebih baik kalian mencairkan suasana dulu. Kalian canggung banget tahu,"
Haechan membuka pintu utama dan melenggang enteng keluar sambil menarik Jaemin yang agak berat hati meninggalkan Karina dan Jeno berdua.
"Beneran nggak papa kita tinggalin mereka berdua kayak gitu?"tanya Jaemin, "kasihan Karina nya,"
"Udah deh nurut sama aku, mereka tuh butuh waktu untuk ngobrol berdua,"sahut Haechan yakin.
Sedangkan yang ditinggalkan masih mematung menghadap pintu selama sepersekian detik. Karina lalu membalikkan badan dan jadilah dia berhadapan dengan Jeno. Mereka saling pandang dalam diam beberapa saat, sampai akhirnya Karina berjalan melewati Jeno sambil berkata, "yaudah yuk duduk, ngapain berdiri,"
Jeno mengekor Karina yang berjalan masuk ke ruang tengah. Mereka berdua duduk berjarak. Sementara Karina memilih untuk membuka tutup kunci ponselnya, Jeno menunduk sembari memainkan ibu jari kakinya di karpet. Ada hingga 5 menit yang terasa seperti satu jam saat mereka hanya saling diam dengan kesibukan tidak penting yang dicari-cari. Sampai akhirnya Jeno angkat suara, "kamu... gimana kabarnya Kar?"
Karina kaget karena tiba-tiba Jeno bersuara. Dia berharap Jeno tidak melihatnya tersentak tapi itu tidak mungkin. Karena Jeno saat ini sedang menatapnya lekat-lekat.
"Kan tadi udah nanya itu Jen,"kata Karina, "aku baik,"
"Kali ini aku nanya serius, bukan basa-basi,"ujar Jeno.
Karina dan Jeno saling memandang.
"Baik,"sahut Karina setelah beberapa saat berpikir.
Jeno menganggukkan kepala, "bagus lah,"
Karina terdiam di bibir namun bicara dibenaknya, "dia masih sama seperti Jeno yang dulu membuatku merasa nyaman,"
Karina adalah gadis yang sulit membicarakan tentang dirinya sendiri. Sedangkan, semua laki-laki yang datang dan pergi dari kehidupan Karina adalah orang yang banyak memamerkan diri. Sehingga, Karina mengenal baik orang-orang itu, tapi tidak satupun dari mereka yang mengenal baik Karina. Mereka hanya tahu tentang apa yang terlihat. Karina yang baik dan utuh.
Bahkan Jaemin dan Haechan juga hanya mengetahui sebagian tentang Karina. Sedangkan Jeno mengetahui banyak hal. Bukan karena Karina memilih Jeno, sebab dia tidak akan pernah memilih siapapun untuk mengetahui kelemahannya. Tapi Jeno lah yang memberi ruang untuk Karina berbicara. Seperti malam ini.
"Keluarga di Mokpo gimana?"tanya Jeno.
Karina menautkan kedua tangannya yang kemudian saling meremas, "aman,"
"Malem itu waktu kamu telpon..."kata Jeno, memberi jeda untuk berdeham, kemudian melanjutkan, "maaf ya aku lagi sama temen-temen di luar. Aku bingung kamu telpon tiba-tiba udah nangis. Aku nggak pengin bikin suasanamu dan mamahmu makin runyam makanya-"
"Keesokan harinya setelah telpon kamu, aku juga malu kok,"Karina memotong perkataan Jeno, "karena ternyata malem itu emang lagi sensitif... itu pra-menstruasi,"
Jeno mengangguk paham, lalu berkata, "tapi tetep aja... aku kepikiran untuk ngechat kamu malemnya, tapi aku takut kamu kesel sama aku karena pas di telpon aku nggak bisa ngomong apa-apa,"
"Kalau aku jadi kamu, aku juga bakal bingung sih harus jawab apa,"kata Karina, "jadi tenang aja, aku nggak masalah sama diemnya kamu malem itu. Wajar,"
"Sekali lagi maaf ya,"tutur Jeno lirih, "padahal kamu udah percaya sama aku, tapi aku nggak bisa apa-apa,"
"Aku nggak berharap kamu ngapa-ngapain juga kok,"ujar Karina jujur, "sekali lagi, aku kalau jadi kamu juga bakal bingung. Jadi, makasih udah mau angkat telpon dan dengerin aku malem itu,"
Karina kemudian menambahkan, "justru aku yang minta maaf karena tiba-tiba telpon sambil nangis kayak gitu,"
Kejadian yang sedang mereka bicarakan terjadi sebulan setelah Karina di Mokpo, yaitu 5 bulan yang lalu. Saat itu Karina dan ibunya berselisih paham. Karina tidak dapat memikirkan siapapun untuk mengadu selain Jeno sehingga dia nekat menelepon Jeno malam itu meskipun mereka sudah beberapa waktu tidak berkomunikasi. Itu menjadi komunikasi terakhir mereka sebelum benar-benar hilang kontak dan baru saling bicara lagi hari ini.
~o
Sambil membawa-bawa tas tembus pandang bertuliskan Aespa Convenience Store, Haechan melewati rak jajanan sembali bersiul-siul santai. Jaemin di sebelahnya berusaha berkonsentrasi memilih makanan, tapi dia menyerah karena pikirannya terus berkelana ke lantai 5 nomor 17.
"Chan,"panggil Jaemin.
"Hm,"sahut Haechan tanpa menoleh.
"Jeno masih pacaran sama pacarnya yang di Jeju?"tanya Jaemin, melangkah mendekati Haechan.
"Masih,"jawab Haechan sembari mengambil jajanan kesukaan Karina, "kenapa emang?"
"Aku takut Karina baper lagi sama Jeno,"kata Jaemin gelisah.
"Jeno juga baper kok waktu itu, tenang aja Karina nggak pernah jatuh cinta sendirian... waktu itu cintanya berbalas,"ujar Haechan enteng, tidak mengerti arah kekhawatiran Jaemin.
"Hih, bukan masalah itunya Chan,"Jaemin memutar matanya agak malas, "aku sih nggak peduli ya Jeno ngebales perasaan Karina atau enggak, masalahnya Jeno nggak bisa ngasih apa yang Karina mau,"
"Emang Karina maunya apa?"tanya Haechan, membalikkan badan menghadap Jaemin.
"Kepastian,"jawab Jaemin yakin.
"Kata siapa,"Haechan mengedikkan bahu, "bisa jadi enggak,"
"Bisa jadi iya,"Jaemin tetap kekeh, "bahkan pasti iya, karena dia uring-uringan banget kan waktu itu,"
Haechan membalikkan badan lagi untuk membelakangi Jaemin dan melanjutkan langkahnya. Jaemin berdecak kesal. Dia menyempatkan diri untuk mengambil jajanan kesukaannya sebelum menyusul Haechan dan memasukkan jajanan pilihannya ke tas belanja yang dibawa Haechan.
"Kamu nggak inget waktu itu Karina gimana?"tanya Jaemin, "aku nggak mau dia kayak gitu lagi Chan, udah bagus dia move on dari Jeno,"
"Nih ya, Na Jaemin, dengarkan aku,"kata Haechan, "mereka itu canggung karena mereka lost contact tiba-tiba... kalau kayak gitu, pasti ada yang perlu dijelaskan. Dan kalau ada kita, mereka nggak akan bisa bahas,"
"Cuma untuk malam ini aja, sebelum memulai lagi mereka harus menyelesaikan yang lalu kan," lanjut Haechan, "selanjutnya kita bakal pantau mereka, kita jaga biar Karina nggak sakit lagi kayak dulu,"
"Gimana cara pantaunya, Karina aja kalau suka orang dadakan banget kayak tahu bulat,"protes Jaemin, "waktu itu siapa yang nyangka coba kalau dia bakal suka beneran sama Jeno, padahal dia biasa bercanda hal yang sama ke kita dan biasa-biasa aja,"
"Udah deh kamu tenang aja ya,"Haechan menepuk-nepuk bahu Jaemin.
"Karina tersiksa banget gara-gara Jeno waktu itu, Chan,"nada bicara Jaemin agak meninggi karena emosi, "aku setuju untuk ngajak Jeno masuk ke tim karena memang butuh kompetensi dia tapi aku nggak mau kalau kamu jodoh-jodohin mereka kayak gini,"
"Astaga siapa yang jodoh-jodohin sih!"tukas Haechan, ikut meninggikan suaranya.
Mereka tidak sadar kalau beberapa orang menoleh karena takut dua laki-laki itu akan berkelahi. Siapa yang sangka mereka sedang membicarakan kisah cinta orang lain.
"Lagipula Karina itu udah punya pacar juga sekarang,"kata Haechan, "pacarnya di Mokpo, orang kaya, ganteng, dokter. Apa coba alasan Karina bakal suka lagi sama orang dongo kayak Jeno?"
###
to be continued.
bersambung.
###
Author Note
Catatan Penulis
Halo, bertemu lagi di karyaku CYBM-BILY.
Kamu boleh panggil aku kak, thor, atau Trisa yaa.
Sebelumnya, mengenai berita tentang Haechan yang sama-sama udah kita denger. Semoga Haechan lekas membaik dan aku berharap semua orang di sekitarnya termasuk Haechan sendiri selalu mengutamakan kesehatan Haechan dan member lainnya lebih dari apapun. Karena kesehatan nomor satu. Iya kan? Haechan udah bekerja keras dari usia yang sangat muda.
Selanjutnya, ada beberapa hal yang perlu aku tegaskan bahwa disini aku menggunakan face claim dari idol. Tapi, aku menggunakan latar belakang yang berbeda dari tokoh aslinya. Seperti Karina yang berasal dari Gyeonggi-do bukan Mokpo, tapi dalam karya fiksi ini aku menceritakannya berasal dari Mokpo. Demikian juga tempat asal Jaemin dan Jeno yang tidak sesuai kenyataan. Serta usia Jeno dan Karina yang aslinya seumuran, dalam karya fiksi aku menjadikannya Jeno berusia lebih muda 2 tahun. Hal-hal itu sekali lagi sebagai bentuk kebebasanku menulis fiksi ya. Karena ini memang cerita fiksi bukan cerita nyata kan. Aku memberitahukan ini karena tidak ingin kalian berpikir aku tidak mengenal Karina, Jeno, Jaemin dan Haechan. Tentu saja sesuai dengan namanya, fiksi penggemar, aku benar-benar adalah penggemar mereka. Semoga kalian menikmati cerita ini menjadi hiburan yang menyenangkan!
Kalian bisa dengan bebas menghubungiku melalui :
- direct message wattpad
- Instagram : trisapka
- Tiktok : trisapka
- Twitter : trisapka (akun personal) / karinauuw (akun promosi)
Selanjutnya sampai bertemu lagi di cerita ini yang di update setiap hari Sabtu jam 7 malam.
Jangan lupa untuk selalu memberikan komentar dan vote agar aku lebih semangat menulis.
Terima Kasih ^o^
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
