1. Ayah & Anak

4
2
Deskripsi

Gharvi ditinggal Rengganis karena adik iparnya akan menikah dalam beberapa hari. Gazbiyya, anak mereka tak ikut, anak kecil itu lebih menemani Ayahnya. Tetapi ada saja ulah Gazbiyya yang membuat Gharvi geleng kepala.

"Gazbi itu tepungnya jangan dimainin, Nak," ujar Gharvi melepaskan tangan anaknya yang sedang menepuk-nepuk tepung sehingga baju dan wajahnya cemong. Mereka sedang membuat bolu coklat untuk cemilan sore ini.

Gazbiyya malah cengengesan melihat Ayahnya yang kini sedang menggunakan mixer untuk mengaduk adonan bolu. "Yah, bolu yang banak ya!" Gharvi mengangguk, mengerti kalo anaknya memang suka sekali mengemil seperti Istrinya.


Anak yang satu bulan lagi berusia empat tahun itu cekikikan sendiri, ia merasa kalo sekarang Ayahnya seperti badut dapur dengan apron yang penuh tepung akibat ulah dirinya.

"Ayah lucu!" Gazbi turun dari kursi lalu melangkah mendekati Ayahnya, bocah itu memeluk kaki Ayahnya.

"Ya Allah, Nak." Gharvi mengangkat anaknya dan didudukkan di meja. Anaknya memang aktif sekali, Gazbiyya makin pintar dan juga cekatan menanggapi hal sekitar, sedang banyak bertanya.

Gazbiyya memperhatikan benda yang berputar dengan sangat cepat, ia merasa heran kenapa benda itu bisa bergerak sendiri dan Ayahnya hanya memegang saja. "Yah, kinapa itu putel-putel sendili?"

Gharvi tersenyum, sepertinya anak perempuannya akan memulai sesi bertanya. "Menurut Gazbi, kenapa bisa berputar?" Gharvi balik bertanya, ia ingin anaknya berpikir walaupun pada akhirnya Gazbiyya menyerah atau dia akan menjawab dengan jawaban yang di luar nalar.

Gazbiyya mengerutkan keningnya, anak kecil itu sedang berpikir keras dan mencari apa penyebabnya. Ia berpikir seraya memerhatikan mixer yang kini dimatikan oleh Ayahnya.

"Itu apa namanya, Yah?" Gazbiyya bertanya lagi agar jawabannya semakin akurat.

Gharvi menyimpan mixer itu lalu adonan bolu ia pindahkan ke loyang.
"Namanya mixer," jawab Gharvi. "Hayo kenapa belum di jawab? Kenapa mixer ini bisa putar-putar?"

"Mixel, Yah?" Gharvi mengangguk seraya mengusap kepala anaknya.

 "Mixel itu bisa putal kalena ada banyak peli yang mutelin itu, Yah!" Gazbiyya pikir itu jawabannya, menurut film yang ia tonton, peri bisa menggerakan benda hanya dengan sentuhan saja atau menggunakan mantra.

Jawaban dari Gazbiyya membuat Gharvi tertawa, ada-ada saja anaknya ini. Pasti gara-gara film yang ditonton bersama Bundanya. Jadi anaknya berpikir bahwa peri itu ada.

"Gazbi lucu banget." Gharvi mencubit pelan pipi anaknya yang gembul, "bukan karna peri, Sayang. Tapi karna listrik," lanjutnya membuat Gazbiyya kembali berpikir.

"Listik?" Gharvi kembali tertawa, anaknya sangat lucu karna belum lancar mengucapkan huruf R.

"Listik itu apa, Yah?" Tanya Gazbiyya kembali membuat Gharvi menoleh pada anaknya.

Terkadang Gharvi bingung harus menjawab apa pertanyaan dari anaknya. Ia harus pintar mengolah kata agar hal yang dijelaskannya tidak membuat sang anak bingung.

Seperti ini halnya, masa Gharvi harus menjawab, "listrik itu daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan atau melalui proses kimia, yang dapat digunakan untuk menghasilkan panas atau cahaya, sehingga dapat menjalankan mesin." Apa anaknya gak pusing tuh? Dan malah banyak nanya lagi, klenger yang ada.

"Nah, Gazbi suka nonton tv kan?" Anak itu mengangguk, "itu sama halnya kayak mixer, mereka pakai listrik biar bisa jalan atau nyala. Karna listrik itu bisa ngehasilin panas," jawab Gharvi sesingkat mungkin. Ia yakin anaknya belum terlalu mengerti.

Gazbiyya diam, anak itu berpikir kenapa listrik bisa menghasilkan panas. Tapi ia urungkan pertanyaannya sebab melihat Ayahnya yang sibuk mengoven bolu.

"Abi ngerti, Yah!" Anak itu mengangguk polos membuat Gharvi terkekeh, ia tahu kalau anaknya belum mengerti. Wajar saja karna Gazbiyya masih sangat kecil.

"Gak ngerti juga gak pa-pa, Nak. Nanti Gazbi sekolah, nah bakalan tau listrik itu apa. Oke, Sayang? Nanti belajar di sekolah, ya!" Gharvi mengangkat tangannya bermaksud untuk ber-tos dengan anaknya.

Gazbiyya sumringah, ia menempelkan telapak tangan mungilnya ke telapak tangan besar Ayahnya. "Kapan Abi sekolah, Yah?" Tanya anak itu, Gazbiyya memanggil dirinya dengan sebutan 'Abi' karna menurutnya itu tidak terlalu ribet.

"Nanti, pas Gazbi umur empat tahun," jawab Gharvi menggendeng anaknya.

Gazbi mengacungkan lima jarinya, "segini, Yah?" Gharvi tersenyum lalu dikecupnya puncak kepala sang anak.

"Mau telepon Bunda?" Tanya Gharvi pada anaknya yang melingkarkan kedua tangan mungilnya di leher sang Ayah.

Gharvi menyimpan alat membuat bolu tadi di wastafel, ia akan mencucinya nanti saat Gazbiyya tidur.

"Mau, mau, mau!" Gazbi berseru heboh, ia menggoyangkan badannya kanan-kiri membuat sang ayah harus menggendong anaknya dengan kedua tangan.

Setelah sang anak diam, Gharvi lalu berjalan ke meja makan dan mendudukan Gazbyyai di pangkuannya.

"Yeay," seru Gazbiyya itu setelah video call tersambung.

"Bunda!!!" Teriak Gazbi memenuhi layar kamera membuat Bundanya yang di sebrang tertawa geli.

"Ucapkan salam dulu, Nak," tegur Gharvi halus, ia dan istrinya selalu mengajarkan anaknya untuk mengucapkan salam terlebih dahulu jika menyapa seseorang.

"Ohiya, Abi lupa!" Gazbi menepuk keningnya, "assamikum, Bunda!" Seru kembali.

"Waalaikummussalam, anak Bunda!" Rengganis tertawa di sebrang, dia gemas dengan anak pertamanya yang sangat aktif sekali.

Gharvi tersenyum gemas, ia sangat rindu pada istrinya dan anak keduanya yang kini sedang berada di Kampung karna adik pertama istrinya akan menikah tiga hari lagi, jadi istrinya pergi terlebih dahulu ke Kampung bersama si bungsu karna ia tak bisa secepatnya ikut di karenakan masih ada pekerjaan. Awalnya Rengganis akan membawa Gazbiyya juga, tapi si anak sulung itu ingin dengan Ayahnya. Si sulung memang lebih dekat dengan Ayah dibanding Bunda, sebaliknya begitu. Si bungsu malah lebih dekat dengan sang bunda daripada sang ayah. Tapi pada dasarnya kedua pasutri itu memang dekat pada kedua anaknya.

Gemilang Pramudya Ksatria.

Adalah nama anak kedua mereka. Rengganis hamil kembali saat Gazbiyya berumur sepuluh bulan. Jarak usia yang sangat dekat membuat mereka harus pintar-pintar mengasuh anak-anaknya.

Awalnya Rengganis marah pada Gharvi, gara-gara suaminya ia kembali hamil padahal masih menyusui Gazbiyya yang masih sangat kecil. Ganis takut nanti ia menjadi ibu yang tidak baik, dan untungnya Gharvi selalu memberi pengertian pada istrinya dan ikut membantu mengurus anak bahkan mengurus rumah.

"Lagi ngapain sih di sana? Baju Gazbi sama Ayah kok semua pada cemong?"

"Bikin bolu, Bunda!" Jawab Gazbiyya antusias.

"Oya?" Rengganis tersenyum, "mana coba bolunya, Bunda mau liat."

"Masih di oven," jawab Gharvi.

"Ya Allah Gazbi, baju kamu kotor banget. Pasti dimainin lagi tepungnya!" Rengganis berdecak di sebrang sana, ia gemas dengan anak sulungnya yang tak mau diam.

"Hehe iya, bental lagi mandi." Gazbiyya menepuk-nepuk bajunya yang kotor.

"Bunda lagi ngapain? Gemi mana?" Tanya Gharvi pada istrinya yang sedang setengah baring.

"Ini lagi nenen," jawab Rengganis polos mengarahkann kameranya pada wajah Gemi yang fokus menghisap asi.

"Khem, Ayah angkat bolunya dulu."

Gharvi mendengar suara pertanda bolu coklatnya matang. Ia beranjak mendekati mesin oven.

"Gemi kinapa nen telus?" Tanya Gazbiyya polos memperhatikan bundanya yang sedang menyusui adik laki-lakinya.

"Iya, Gemi gak mau makan kalo gak nen." Gazbiyya hanya membulatkan bibirnya pertanda mengerti. Dia adalah tipe kakak yang mengerti adik.

"Oo, Bunda tau ndak? Tadi Abi main sama kak Bintang, main pelosotan, main ayunan, telus main sepeda! Selu banget, kak Bintang anteng telus baik anget!" Seru Gazbiyya menceritakan tentang rutinitas hari ini. Bintang adalah anak dari Ardi dan Dena yang sekarang berusia enam tahun.

"Oya? Seru banget pasti. Terus Ayah kerja, ya?" Gazbi mengangguk, tadi ia memang di titipkan pada Dena dan Ardi sewaktu Ayahnya kerja.

"Yeay, jadi!" Seru Gazbi bertepuk tangan saat melihat wadah plastik berisi bolu coklat yang sudah terhidang di depan matanya.

"Makannya pelan-pelan. Itu lumayan panas," ujar Gharvi menyodorkan bolu yang sudah dipotong pada Gazbi.

"Yes, Ayah!" Gharvi tersenyum mengusap kepala anaknya.

Sedangkan Rengganis memerhatikan interaksi antara ayah dan anak itu. Ia tersenyum manis bahkan tertawa membuat Gharvi mengambil alih ponselnya.

"Gazbi, kamu tunggu di ruang tengah ya, sambil nonton TV. Ayah mau ngomong sama Bunda bentar."

"Oke, Ayah. Bolunya enyak!" Mulutnya penuh bolu bahkan sampai keluar dari mulut. Gharvi menurunkan sang anak dari kursi lalu mengusap sudut bibir Gazbiyya yang belepotan.

"Iya enak, kan resep dari Bunda. Tolong ambil bolunya ke ruang tengah, ya. Nanti Ayah nyusul." Gazbiya mengangguk lalu memeluk wadah plastik yang berisi bolu coklat.

"Bunda, Abi nonton Upin Ipin dulu, ya!" Pamitnya pada sang bunda.

Rengganis terkekeh, "iya, Sayang."

Setelah kepergian sang anak, Gharvi kembali memusatkan atensinya pada sang istri di sebrang sana.

"Kan udah aku bilang, Gemi harus berhenti minum asi." Gharvi memperhatikan anak dan istrinya. Gemilang sedang menghisap asi dengan tempo pelan tapi matanya terpejam.

"Kasian Mas, Gemi gak mau makan kalo gak asi."

Menyapih Gemilang memang terasa sulit bagi Rengganis, dia merasa tak tega dengan rengekan sang anak. Bahkan ia diam-diam selalu memberikan asi pada Gemilang tanpa sepengetahuan suaminya.

Berbeda dengan Gazbiyya yang memang berhenti menyusu sejak usia sebelas bulan, karena ia tengah hamil jadi produksi asinya kurang maksimal. Mungkin rasanya menjadi gak enak menurut Gazbiyya, membuat ia enggan untuk minum asi Bundanya.

"Gemi udah dua tahun. Waktunya dia lepas asi." Gharvi masih kekeh, dia mau anaknya mandiri dan gak terlalu bergantung pada sang bunda. Apalagi anak keduanya adalah laki-laki.

"Mas …" Rengganis memelas, kini Gemilang sudah tertidur tapi mulutnya masih bergerak. Gharvi memejamkan matanya sejenak, berusaha agar ia tak luluh dengan tatapan istrinya yang menggemaskan.

"Rengganis, lepas sekarang." Dengan pasrah Rengganis menidurkan anaknya. Gemilanv sempat merengek tapi dengan sigap di tepuk bokongnya agar kembali tertidur.

"Kamu harus tegas sama Gemi, jangan dikit-dikit kasian. Kasih gertakan kecil itu gak pa-pa. Asal ngasih tau dengan cara halus pasti anak kita ngerti."

"Tapi, Mas-" Ditaruhnya ponsel Rengganis di meja, dengan buru-buru ia kembali mengancingkan bajunya.

"Nurut bisa? Pokoknya mulai hari ini Gemi harus lepas asi, kalo dia ngerengek lagi, kamu jangan mudah luluh. Kasih pengertian ke Gemi sedikit-sedikit, dia pasti ngerti, Gemi itu anak yang pintar."

Terkadang Gharvi memang harus bersikap tegas pada istri dan anaknya. Bersikap tegas dengan menggunakan kata-kata halus, namun penuh penekanan membuat akhirnya istri atau anaknya menurut pada kepala keluarga.

Peran Ayah dalam menyapih anak itu memang diperlukan. Saat Gharvi ada dirumah dan mempunyai waktu, ia selalu mengajak main Gemilang agar fokus anak itu teralihkan dan tidak meminta nenen.

"Iya, Mas."

Senyum Gharvi terbit, "jangan diulangi, aku gak mau kamu diam-diam ngasih asi ke Gemi. Kamu tahu kan apa yang paling gak disukai dari suamimu ini?" Rengganis mengangguk, dia tahu kalau Gharvi sangat tidak suka dibohongi.

"Mas sama Gazbi kapan ke sini nyusul? Gemi nanyain Gazbi terus lho. Sama nanyain ayahnya kemana." Rengganis mengalihkan topik.

"Besok kayaknya, tapi berangkat sore, ada urusan bentaran. Gak pa-pa, kan?"

"Justru Ganis, Mas gak pa-pa?"

Gharvi terkekeh, istrinya masih aja merasa gak enakkan padahal sama suami sendiri. Menurutnya, menyusul istri dan anak kesana adalah hal yang penting untuk saat ini. Apalagi dia sudah lima hari gak ketemu. Ia rindu dengan omelan istrinya dan celotehan anak keduanya.

"Ya gak pa-pa lah. Sekarang mau ngapain?"

"Oh mau nganterin Bapak ketemu sama calon suami Risa nanti buat urus tempat."

Gharvi mengangguk singkat, dia masih saja memperhatikan wajah istrinya yang sore ini terlihat sangat manis dan cantik.
"Jaga kesehatan di sana, kangen bangen sama kalian."

"Hooh! Aku juga sama. Emm, Mas tahu gak? Kan waktu itu ketemu tuh sama Evan calon suami Risa, ih Mas tahu gak? Mereka cocok banget! Evan juga baik trus manis gitu! Ugh, aku gak sabar buat liat pernikahan mereka. Trus Evan juga dia humoris, pasti Risa bakalan awet muda karna ketawa terus."

"Alhamdulillah kalo dia laki-laki yang baik." Gharvi tersenyum tipis.

"Mas udah dulu ya, aku mau mandi. Tolong pantau Gazbi mandi ya, Mas. Makannya juga jangan lupa lho. Nanti malam kita lanjut lagi. Assalamualaikum."

"Emm, waalaikumussalam." Lalu sambungan pun terputus.

Gharvi terdiam beberapa saat, ada yang bergemuruh di hatinya.

Sial! Mengapa saat Rengganis memuji calon adik iparnya, Gharvi malah menjadi cemburu?

Lagi-lagi ia cemburu pada hal yang tak perlu di cemburui. Yang ia ingin, istrinya hanya dapat memuji dirinya, anaknya, dan mertuanya saja. Tidak dengan laki-laki lain.
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 2. Pulang Kampung
6
0
Gharvi menyusul Rengganis ke Garut, sekaligus untuk melepas rindu pada sang istri dan buah hati.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan