Senja Untuk Sagara | 1

6
0
Deskripsi

BAB 1 : KUTUNGGU JANDAMU

BAB 1 : Kutunggu Jandamu

***

"ASSALAMUALAIKUM.. ADA ORANGGGG??"

Sagara Zandriya Alsaki. Si sulung Alsaki yang hobi cosplay menjadi Tarzan setiap pulang bekerja.

Jas kerja yang sudah tidak menempel lagi di tubuh, dasi yang sudah terlepas, juga rambut yang berantakan. Begitulah penampilan sepulang kerja versi the next CEO Alsaki Group di masa depan.

"REIN! SAM!"

Berteriak memanggil nama kedua adiknya, bak bos besar, Sagara duduk sambil menyilangkan sebelah kaki di kursi ruang tamu.

"REINNNNNN!! SAMMMMM!!"

"Nggak usah teriak-teriak, Mas! Dikira ini hutan apa?!"

Sagara mengaduh sambil mengusap-usap lengannya yang baru saja dipukul Mbok Surti atau yang akrab dipanggil Mbo Sur.

"Orang-orang pada kemana sih, Mbo? Percuma punya dua adik kalau rumah masih aja sepi."

"Ya makanya buruan nikah, Mas. Biar rumahnya rame diisi sama anak-anak Mas Gara."

"Ih, Mbo Sur mah nggak asik." Ujar Sagara sewot sembari beranjak berdiri. "Capek banget, Mbo." Keluhnya kemudian. "Mama Papa masih belum pulang nih?"

"Belum, Mas. Katanya masih dua hari lagi di Bali." Ujar Mbo Sur yang kemudian mengambil alih tas serta jas kerja anak majikan yang sudah dianggapnya sebagai cucu sendiri itu.

"Lama banget Mbo? Kayaknya aku bakal maksa Mama buat pulang malam ini juga deh. Takut banget punya dedek bayi."

Sambil terkekeh geli, Mbo Sur menepuk gemas lengan majikan mudanya itu.

"Mbo serius nih, Mas. Buruan ajak pacarnya nikah. Mending Mas Gara aja yang punya dedek bayi. Dijamin deh, Ibu sama Bapak bahagia dunia akhirat."

Pria dua puluh sembilan tahun itu tampak menghela panjang dengan wajah cemberut.

"Masalahnya aku nggak ada pacar, Mbooooo.."

Pria itu membuka tudung saji dan tersenyum senang begitu melihat makanan kesukaannya tersaji di atas meja.

"Wih, rendang nih. Emang paling top deh Mbo Sur." Pujinya sambil memamerkan kedua ibu jari.

"Eh, Mas, tapi serius Mas Gara belum punya pacar?" Cecar Mbo Sur yang tampak begitu penasaran.

"Ya serius dong, Mbo. Bohong ke orang tua itu dosa."

"Masa sih, Mas? Padahal Mas Gara ganteng banget loh, Masa iya nggak ada pacar atau cewek yang nyantol satu pun?"

"Yang nyantol ke aku sih banyak, Mbo, masalahnya aku yang belum ngerasa klik."

"Mau yang gimana sih, Mas? Yang tinggi, putih, lembut? Bihun dong."

Sagara tergelak mendengar celetukan Mbo Sur.

"Ya nggak kayak bihun juga kali, Mbo. Intinya yang sefrekuensi. Tapi masalahnya belum nemu nih Mbo."

"Halahhh, tinggal pilih aja kok susah amat, Mas. Tuh, anak temennya Bapak sama Ibu banyak loh yang cantik-cantik, masa nggak ada yang klik di hati."

"Sebenarnya aku nggak nyari yang cantik juga sih, Mbo. Yang penting mah bisa bikin hati deg-deg ser.." Sagara tergelak sendiri.

"Bilang aja pengin yang kayak Mbak Rana." Cibir Mbo Sur yang membuat sang lawan bicara tertawa renyah.

"Betul, Mbo. Sayangnya yang kayak Kirana nggak ada lagi. Stoknya cuma satu-satunya."

"Move on dong, Mas. Mbak Rana 'kan udah nikah, udah punya buntut."

"Udah move on kok, Mbo, cuma ya belum move on-move on banget."

"Itu sih namanya emang belum move on, Mas, Mas."

Sagara hanya bisa tertawa renyah mendengar celetukan Mbo Sur.

"Eh iya, Mbo, Rein sama Samudera di mana? Kok nggak keliatan."

"Ada tuh lagi di rumah Oma. Ada Mbak Rana sama putranya juga."

"Ih, kok Mbo Sur tega banget sih, nggak ngobrol ke aku dari tadi."

Sagara mengurungkan niat untuk memakan rendang daging buatan Mbo Sur yang selalu menggugah iman.

"Yang penting sekarang udah ngomong Mas."

"Kalau gitu aku mau ke rumah Oma dulu deh, Mbo."

"Nggak jadi makan, Mas?"

"Nanti aja habis ketemu Rana."

Sagara segera pergi ke rumah sang nenek melalui pintu yang terhubung dengan dapur.

Well, rumah mereka memang bersebelahan.

"Assalamualaikum.." ia menyapa riang begitu tiba di kediaman sang oma.

"Walaikumsalam, baru pulang, Kak?"

Sagara buru-buru menyalami ibu kandung dari sang ayah yang kini duduk di atas sofa empuk.

"Iya, Oma. Baru sampai."

"Pasti Mbo Sur ngasih tahu kalau disini ada Rana sama Rajash ya, makanya kamu buru-buru kesini?" Goda Prada pada sang cucu.

"Iya Oma, hehehe.."

"Om Gara sini gabung sama Ajash."

Mendengar tawaran menarik dari putra cinta pertamanya, Sagara pun buru-buru mendekati Rajash. Putra Kirana yang kini sudah berusia tujuh tahun.

"Emang bisa Rajash main PS?" Ledeknya pada bocah laki-laki dihadapannya yang sedang main playstation bersama adik laki-lakinya.

"Bisa dong. Om Gara mau main juga?"

"Nggak ah. Om mau nempelin Mamanya Rajash aja."

Refleks, Rein mendorong pundak kakak laki-lakinya yang sudah bersiap duduk di samping Kirana.

"Bukan mahrom woyyy!!"

"Apaan sih, Rein. Orang mau peluk kangen sama teman masa kecil kok."

Kirana terkekeh geli, lalu wanita tiga puluh tahun itu memberi pelukan singkat kepada mantan tetangga depan rumah.

"Udah lama ya, kita nggak ketemu, Gar."

"Kamu sih sok sibuk banget. Padahal cuma ngurusin satu Rajash, tapi nggak pernah nyempetin ke rumah Om Radit."

Maksud Sagara rumah orang tua Kirana yang berada di depan rumahnya.

"Ya namanya juga ibu rumah tangga, Gar. Walaupun cuma ngurus satu anak, satu suami, tetap aja nguras waktu."

"Tahu nih, padahal ngurus anak satu juga bikin capek ya, Kak Rana?" Sahut Rein pengertian yang diangguki oleh Kirana.

"Capek. Soalnya ngurus rumah juga."

"Minta Rion nyariin pembantu rumah tangga dong, Ran. Masa kamu udah ngurusin dia sama anak kalian, masih juga disuruh ngurusin rumah." Celetuk Sagara sewot. "Kalau aku yang jadi suami kamu, udah pasti bakal aku ratukan."

"Ini kemauanku kok, Gar. Aku menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga."

Mendengar hal itu, Sagara pun menghela panjang.

Padahal Kirana anak perempuan satu-satunya yang selalu dimanjakan kedua orang tua wanita itu semasa gadisnya. Bagi Sagara, pertemuan Kirana dengan Rion membawa kesialan bagi cinta pertamanya itu.

Bagaimana tidak, tiba-tiba saja Kirana memilih untuk menikah muda yang sempat ditentang keluarga. Lalu setelah diperistri Rion yang menurutnya laki-laki pemalas, Kirana harus mengurus rumah sendirian tanpa pembantu sama sekali.

Hidup sebagai putri Alfahri dan istri seorang Rion, jelas memiliki perbedaan layaknya langit dan bumi. Jauh sekali.

"Kamu kapan nikah, Gar? Udah tua loh," ledek Kirana sambil tertawa.

"Coba kamu cariin calon istri buat Sagara deh, Ran. Oma sama papa mama-nya udah capek nyariin Sagara jodoh. Ditolak terus." Celetuk Prada yang buat sang cucu mendesah pelan.

"Kan belum nemuin yang sesuai kriteria Oma, makanya Sagara nolak."

"Ya terus maunya yang kayak gimana?"

"Yang kayak Kak Rana dong, Oma." Sindir Rein tepat sasaran. Terbukti kakak laki-lakinya langsung tertawa.

"Nggak ada yang kayak aku lagi, Gar. Langka soalnya." Kirana menimpali sambil tertawa.

"Ya udah, kalau gitu kutunggu jandamu aja deh, Ran." Celetuk Sagara dengan tampang serius. "Nanti kalau kamu jadi janda, langsung datang aja ke aku, ya? Habis itu kita pergi ke KUA."

"Gila kamu, Gar."

Kirana menanggapinya dengan tawa karena berpikir Sagara sedang bercanda.

"Tapi aku serius loh, Ran."

"Aduh, Rein, kepala Oma tiba-tiba pusing dengerin ocehan kakak kamu. Ayo bantu Oma ke kamar."

"Iya, Oma."

Rein menoyor kepala kakak laki-lakinya sebelum pergi membantu sang nenek.

"Eihhh, dasar adik kurang ajar." Dumel Sagara tanpa bisa melepas pandangan dari kecantikan seorang Kirana Alifia Alfahri.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Senja Untuk Sagara | 2
4
0
BAB 2 : PATAH
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan