May I Love You? | 7

5
0
Deskripsi

BAB 7 : TANPA KABAR

BAB 7 : Tanpa Kabar

***

Bagaimana rasanya menghirup udara segar setelah sekian lama terkurung dalam gelap?

Oh, tentu saja sangat membahagiakan dan bersyukur.

Begitulah kira-kira yang dialami Nadhira saat ini.

Bertahun-tahun mencintai Abyan dalam diam tanpa berani menaruh ekspektasi tinggi mengenai perasaannya, namun siapa sangka jika kini dia telah berhasil memiliki Abyan.

Ah, belum resmi memiliki sebenarnya. Tetapi setidaknya, Abyan telah menawarkan hubungan serius padanya.

Setelah mereka lari pagi bersama dua minggu yang lalu, para tetangga pun mulai bergosip mengenai hubungan mereka. Bahkan sudah ada desas-desus yang mengatakan bahwa dirinya dan Abyan akan segera menikah dalam waktu dekat.

Demi apa pun, dia tidak tahu siapa yang membuat karangan bebas itu. Namun dalam hati, dia selalu mengamini harapan baik para tetangganya meski sejujurnya agak sedikit risih. Dia khawatir jika gosip itu sampai terdengar Abyan dan membuat pria itu merasa tidak nyaman.

Ah, ngomong-ngomong soal Abyan, sampai hari ini mereka masih berkomunikasi dengan baik. Walaupun tidak setiap hari mereka bertukar pesan, namun setidaknya sesekali Abyan masih menanyakan kabarnya walaupun untuk sekadar basa-basi.

"Um, Hanin, kamu nggak masalah kalau kita harus LDR, 'kan?"

Sebelum berangkat ke Jakarta, sekali lagi Abyan menyempatkan menemui Nadhira di kediaman wanita itu untuk berpamitan.

Berdiri malu-malu dihadapan Abyan, Nadhira pun memberi anggukan kepala.

"Nggak apa-apa kok, Mas. Dan kalau Mas Abi nggak keberatan, kabari aku kalau udah sampai di Jakarta."

"Oke."

Abyan menjawab singkat seraya menepuk-nepuk puncak kepala Nadhira yang buat wanita itu tersipu malu.

"Jaga diri baik-baik disini ya, Nin. Kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungi Mas."

Hubungi Mas.
Hubungi Mas.

Dua kata yang mampu mengisi ribuan kupu-kupu di perut Nadhira.

"Cieee, yang lagi kasmaran. Hobinya senyum-senyum sendiri."

Nadhira segera tersadar dari lamunan begitu mendengar ledekan dari kakak perempuannya.

"Apaan sih Mbak," kilahnya sembari berdeham kecil.

"Lagi mikirin Abyan, ya?"

Seolah tak puas, Shafira sengaja duduk di samping sang adik yang sedang membuat salad sayur untuk diet katanya.

"Enggak."

"Halahhhh, bilang aja lagi mikirin Abi." Kekeuh Shafira. "Sesekali video call bisa kali, Nad. Kalau kamu berani sih, langsung tembak aja kapan Abi mau nikahin kamu." Lanjutnya sambil tertawa yang buat Nadhira berdecak pelan.

"Nggak mau. Lagian perasaan Mas Abi belum sejauh itu, Mbak. Dia lagi di fase belajar menerima keberadaanku. Aku nggak mau ah, merusak proses belajarnya yang malah berpotensi menghancurkan hubungan kami."

Kontan saja Shafira mendengkus mendengar jawaban adiknya.

"Kamu nggak lupa 'kan, Nad, kalau Abi sama mantannya satu kantor? Walaupun katanya mereka udah resmi putus, tapi ada kemungkinan cinta bersemi kembali. Makanya kamu nggak boleh kelamaan nunda waktu buat minta kepastian dari Abyan."

Nadhira yang baru menyadari hal itu, sontak mendesah panjang.

Saking bahagianya menjalin hubungan bersama Abyan, membuatnya melupakan satu hal.

Dia lupa bahwa Abyan dan Arumi bekerja di tempat yang sama.

"Terus gimana dong, Mbak? Mana dulu mereka juga pernah putus tapi berujung balikan. Ih, Mbak Fira bikin aku nethink aja sih,"

"Mbak nggak bermaksud bikin kamu kepikiran loh ya, Nad. Cuma memang rentan balikan kalau mantan satu kantor. Mana mereka juga putusnya belum lama. Mbak cuma khawatir Abi goyah. Jadi alangkah lebih baik ya, kalian tunangan secepatnya."

Nadhira kembali menghembuskan napas panjang.

"Tapi kalau sekarang kesannya buru-buru, Mbak. Aku sih mau-mau aja, tapi masalahnya Mas Abi pasti belum siap."

"Yang terpenting jangan putus doa supaya Abyan secepatnya dibukakan hatinya."

"Pasti Mbak."

Tiga minggu pertama usai keberangkatan Abyan ke Jakarta, hubungan mereka masih baik-baik saja. Komunikasi juga berjalan baik. Jika dua minggu sebelumnya mereka hanya bertukar pesan sesekali saja, maka satu minggu setelahnya Nadhira menjadi rajin menghubungi Abyan dan pria itu juga tidak keberatan membalas pesannya ataupun mengangkat panggilan darinya. Intinya, hubungan mereka berjalan dengan baik.

Namun memasuki minggu ke empat, Nadhira merasa perubahan dari sikap Abyan. Tiba-tiba saja, pria itu menjadi sulit dihubungi. Abyan memang masih membalas pesan darinya, itupun malam hari. Bahkan pernah, Abyan membalas pesannya esok hari.

Sikap Abyan dalam satu minggu terakhir ini, berhasil membuatnya ketakutan. Demi apa pun, dia takut Abyan berhenti berusaha dan memilih kembali pada Arumi. Sebab di titik sekarang ini, dia telah mengharapkan lebih untuk hubungan mereka ke depannya.

"Pacarnya masih susah dihubungi, Bu?"

Nadhira menghela napas sembari menerima kaleng soda yang sodorkan Prisa--teman kerjanya.

"Semalem sih bilangnya lagi sibuk makanya jarang buka hape," jawab Nadhira yang diakhiri helaan napas panjang.

"Halahhh, cowok kalau udah bilang gitu artinya ada stok cewek lain. Mana si mas crush satu kantor sama mbak mantan, 'kan? Balikan kali mereka." Celetuk Prisa tanpa filter yang buat tubuh Nadhira lemas.

"Aku positif thinking aja deh, Pris. Soalnya dia nggak ada ngomong apa-apa. Aku nggak mau suudzon terus, mungkin emang lagi sibuk. Dan soal mantannya, moga aja mereka nggak balikan."

"Kalau ujungnya balikan gimana tuh?"

Nadhira mengigit bibir bawah sebelum kembali menghela panjang.

"Berarti aku sama Mas Abi nggak jodoh. Sesimpel itu, walaupun move on-nya nggak mungkin ikut-ikutan simpel."

"Banyakin doa aja deh, Nad. Semoga beneran mas crush sibuk kerja, bukan sibuk baperin anak orang disana."

Nadhira mengangguki lemas.

***

Grep.

"Mau sampai kapan kamu nggak mau ngomong sama aku, Bi?"

Abyan menghela napas, lalu menurunkan tangan Arumi yang mencekal pergelangan tangannya.

"Jawab aku, Bi! Mau sampai kapan kamu diemin aku?" Cecar Arumi dengan napas memburu. "Hampir dua bulan kamu jauhin aku, Bi. Mau sampai kapan hubungan kita kayak gini? Jawab, Abyan!"

"Kita udah selesai, Rum."

Aruna tertawa mencemooh.

"Segampang itu kamu mutusin aku, Bi? Pernah nggak sih, sekali aja kamu mikirin posisiku? Kalau nggak ada Dean, mana mungkin aku sudi menemui Mas Bisma."

"Aku nggak masalah kamu ngantar Dean menemui papanya, Rum. Karena itu memang hak Dean. Tapi bukan berarti kamu bisa menginap di apartemen mantan suami kamu, Arumi."

"Kamu tahu sendiri Bi, gimana cerobohnya Mas Bisma. Dia pernah lupa kalau ada Dean di apartemennya dan hampir membuat anakku terkunci sendirian. Kalau bukan karena Dean yang maksa buat nginap, mana mungkin aku tidur disana, Bi. Kamu harusnya ngerti dong," jelas Arumi dengan suara tercekat dan nyaris mengeluarkan tangisan.

"Aku khawatir Dean kenapa-napa. Dia masih empat tahun, Bi. Dia belum ngerti watak buruk papanya yang suka minum dan bertingkah masa bodoh. Yang Dean tahu, dia senang menghabiskan waktu bersama papanya."

"Aku paham kekhawatiran kamu, Rumi. Tapi maaf, sepertinya aku nggak akan pernah sanggup melihat wanita yang aku cintai menginap di rumah laki-laki lain."

Arumi berdecak jengkel mendengar jawaban Abyan.

"Abyan!!"

"Kita akhiri saja ya, Rum? Aku nggak bisa nahan cemburu melihat kebersamaan kamu sama Bisma."

"Bi! Demi apa pun, aku sama Bisma nggak pernah melewati batasan. Kami hanya melakukan peran sebagai orang tua untuk Dean. Hanya itu, Bi. Jadi please, berhenti negatif thinking dan jangan pernah jauhin aku lagi. Aku minta maaf, ya?"

Arumi meraih tangan Abyan ke dalam genggamannya.

"Jangan pernah tinggalin aku, Bi. Aku nggak bisa kalau nggak ada kamu. Aku janji Bi, setelah ini aku nggak akan ngecewain kamu lagi. Tolong kasih aku satu kali kesempatan lagi, ya?" Pintanya penuh harap.

"Kamu tahu Bi, beberapa hari ini Dean selalu nanyain kamu. Tapi aku nggak bisa jawab apa-apa karena hubungan kita lagi nggak baik."

Abyan terdiam sejenak sebelum kembali menurunkan tangan Arumi.

"Aku rasa kita masih butuh waktu buat sendiri dulu, Rum."

"Abyan!"

"Tolong jangan membuat keributan, Arumi. Kamu lupa kita masih di area kantor?"

Sambil bersungut jengkel, Arumi menarik tangan Abyan lalu memeluk kencang lengan pria itu.

"Anterin aku pulang, Bi."

"Rum--"

"Apa?! Kamu nggak mau nganterin aku, Bi? Walaupun hubungan kita lagi kacau, setidaknya jangan berhenti menjadi orang baik." Ujar Arumi yang diakhiri dengan senyuman penuh kemenangan. "Mobilku lagi di bengkel, kemarin habis nabrak pagar rumah orang." Lapornya kemudian.

Kontan saja Abyan menoleh dengan ekspresi khawatir.

"Kenapa bisa nabrak sih, Rum? Kamu nggak apa-apa, 'kan?"

Dan Arumi tersenyum lebar mendengar pertanyaan dengan nada khawatir itu.

"Aku baik-baik aja kok, Bi. Cuma mobilnya jadi lecet-lecet dan harus ganti rugi juga."

"Kenapa bisa sampai nabrak, Rum?" Tanya Abyan lagi dengan nada yang lebih rendah.

"Kemarin aku kurang tidur, Bi. Dua malam aku begadang gara-gara badan Dean panas."

Abyan menghembuskan napas panjang.

"Maafin aku, Rum. Aku nggak tahu kondisi Dean."

"Nggak apa-apa, Bi. Aku sadar kok kalau aku yang salah. Setelah aku tahu kamu ngambil cuti panjang, aku mulai intropeksi diri, Bi. Pelan-pelan, aku juga ngasih pengertian sama Dean. Dia boleh main setiap hari sama papanya, tapi nggak boleh nginap. Kecuali kalau papanya bawa dia ke rumah neneknya. Demi apa pun, aku nggak bisa mempercayai Mas Bisma buat jagain Dean, Bi."

Abyan kembali menghela napas.

Sepertinya dia terlalu gegabah memutuskan hubungan mereka tanpa memahami lebih jauh posisi Arumi.

Bagaimanapun juga, Arumi pernah menjadi korban KDRT semasa pernikahannya bersama Bisma. Wajar bila Arumi menaruh kekhawatiran yang tinggi jika meninggalkan Dean hanya berdua bersama sang ayah. Terlebih, Bisma pernah bertingkah ceroboh pada anak kandungnya sendiri.

"Aku minta maaf, Rum. Sebagai orang yang sudah mengenal kamu sejak lama, ternyata aku masih gagal memahami posisi kamu dengan baik."

"Jadi kita udah baikan ya, Bi? Kita nggak perlu perang dingin lagi, 'kan?" Tanya Arumi antusias yang dibalas dengan senyuman tipis oleh Abyan.

"Aku anggap masalah kita udah clear dan sekarang kamu jadi pacarku lagi."

Senyum Abyan langsung surut mendengar perkataan Arumi.

"Rum, aku rasa kita belum bisa kembali."

Arumi mengerjap bingung.

"Kenapa Bi? Apa kamu masih marah sama aku?"

Abyan menggeleng.

"Terus kenapa kamu nolak buat balikan? Ah, pasti kamu masih nggak percaya sama aku 'kan, Bi? Aku harus apa biar kamu yakin sama aku?"

Lagi-lagi Abyan memberi gelengan kepala.

"Bukan itu, Rum. Masalahnya, aku udah terlanjur membawa wanita lain ke dalam hidupku."

"Maksud kamu apa, Bi?"

Arumi menurunkan tangannya dengan ekspresi terkejut.

"Kamu udah punya pacar baru? Iya?!"

"Saat kepulanganku beberapa minggu lalu, aku menawarkan hubungan serius kepada wanita lain, Rum." Aku Abyan yang buat tubuh Arumi terhuyung.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Kategori
May I Love You?
Selanjutnya May I Love You? | 8
6
0
BAB 8 : GAGAL
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan