Ada di Sana - 05 Sampai Jumpa Amsterdam

0
0
Deskripsi

Laki-laki baik dari Amsterdam dan menumbuhkan cerita lama antara Rose dan laki-laki itu. Bahkan kebaikan laki-laki itu untuk Rose sangat dirasakan dengan hangat. Tatapan tajam laki-laki itu memandang Rose, hidung mancung yang simetris saat tersenyum sering dilihat Rose saat dia sedih. Suara lembut laki-laki itu menemani saat Rose memerlukannya, Rose menyebutnya Alex.

           Masih di malam itu bersama Alex, aku tak membalas kalimat nya dengan bentuk apapun. Hanya saja aku langsung berdiri dan mengajaknya untuk pulang. Kami berdua berjalan kikuk menuju ke arah rumah kami.

Lalu saat aku hendak mengajak dia bicara tiba-tiba tak ada siapapun di dekatku. Lalu aku menoleh kanan kiri untuk kedua kalinya dia masih tak ada disebelahku. Kemudian aku lanjutkan langkah kakiku dan tiba-tiba saja aku dikejutkan dua buah ice cream yang dibawa oleh kedua tangan Alex.

"jika kau menolaknya maka kau akan membuatku kecewa".

Sebuah kalimat yang dia lontarkan kepadaku dari bibir Alex. Aku pun mengambil sebuah ice cream cokelat dari tangan kanannya dan tersenyum kepadanya.

"akhirnya aku benar-benar bisa membuatmu tersenyum tanpa memaksamu".

Kalimat kedua yang ia ucapkan serontak membuatku terdiam dan menoleh memandangnya. Dia pun menghentikan langkah kakinya sambil membalas pandanganku.

"saya kembali bertanya denganmu, sepenting itu senyum saya untukmu?", ujarku kepadanya.

Dia hanya diam dan menatap penuh mataku tanpa kedip. Lalu dia menelan ludahnya dan menjawabku, "sungguh berarti. Bertahun-tahun aku menunggu pertemuan ini dan sangat menyakitkan jika aku tak melihat senyummu".

Seketika rasa nya kota Amsterdam mendadak hening tanpa suara. Entah apa ini, apa yang terjadi. Lalu aku memecahkan peristiwa itu dengan senyumku yang lebar dan berkata, "Terima kasih Alex, aku akan memakan milikmu jika kau biarkan dia meleleh karena tak kau sentuh sama sekali".

Dia pun terdiam dan memandang ice creamnya lalu tertawa kecil memandangku.

Pukul sepuluh malam aku sudah duduk di kamar sambil memandang langit berbintang menghiasi musim semi di Amsterdam. Kemudian aku teringat seorang lelaki sederhana penulis puisi yang dipertemukan Tuhan di kota Bandung.

Apa kabar kau?

Aku sekarang sedang haus akan sebuah puisi. Namun didalam lamunanku ini tiba-tiba pintu kamar ku di ketuk dengan sangat keras, hingga aku harus berdiri dan membuka nya.

      Disana terdapat April sedang berdiri dengan tatapan seram memandangku. Namun aku masih melemparnya senyuman manis dan bertanya kepadanya, "ada apa April?".

Lalu tiba-tiba Oom Albert datang dan membentak April, "April! Jangan buat saya memarahimu layaknya anak usia sepuluh tahun".

"kau adalah pengganggu ketenangan kami", kalimat itu April lontarkan kepadaku sebelum dia berjalan dan masuk kedalam kamarnya.

Seketika aku hanya diam dan memandang kea rah Oom Albert. Oom Albert pun hanya diam dan menundukkan kepala sambil memberi kode kepadaku bahwa semuanya baik-baik saja. Lalu aku kembali masuk ke kamar untuk menunggu Oom Albert kembali ke lantai satu dan aku kembali keluar untuk memeriksa situasi yang sebenarnya terjadi.

"jika dia ingin disini, sebaiknya dia harus memilih menjadi warna Negara disini atau disana. Agar dia bisa lancar dalam bekerja. Sudah kukatakan bahwa disini tak ada yang gratis".

Kalimat yang diutarakan Tante Belinda dengan amarahnya dibalas sebuah kalimat oleh Oom Albert, "maka kau seharusnya juga bekerja jika itu argumentasi yang selalu kau pegang teguh".

"apa kau pura-pura bodoh? Anakmu menangis melihat dia dan Alex berjalan bersama . apakah kau memang ingin menyiksa anakmu secara perlahan?".

"menyiksa? Menangis? Ibu macam apa kau ini, hingga tak bisa memberitahu bahwa anakmu sendiri sudah memiliki suami", balas Oom Albert sambil tertawa kecil.

Tante Belinda menutup jendela dengan sangat keras dan berkata, "yang jelas aku hanya ingin dia memilih disini dan kau pun juga mencarikan seorang suami yang menurutmu baik". Lalu Tante Belinda berjalan mendekat ke arah Oom Albert sambil melanjutkan kalimatnya, "yang jelas itu bukan Alex. Ceraikan April dan suaminya lalu Alex dan April harus menikah".

Kemudian posisiku tengah berdiri ditengah tangga dipergoki Tante Belinda yang hendak masuk ke kamarnya tanpa dia mengucap sebuah kalimat untukku.

Lagipula memang besok pagi harus kembali pulang.

Tak berpikir panjang aku langsung kembali ke kamarku dan segera menutup mata untuk tidur, agar waktu dipercepat segera besok.

. Keesokan harinya aku bangun tepat pada pukul tujuh pagi dan segera aku mandi untuk bersiap pergi ke pelabuhan. Aku mengangkat koperku seorang diri untuk sampai di lantai satu rumah Oom Albert. Oom Albert pun berdiri dari duduknya dan berkata, "mau kemana Rose?".

Aku tersenyum kepadanya dan menjawabnya, "aku harus pulang Oom, aku sudah terlanjur pesan tiket pulang dan harus segera mengurus pekerjaanku di Indonesia".

Lalu April datang dan berkata, "Papa, bukankah sekarang kita harus pergi ke Kebun anggur?".

Oom Albert mengabaikan April dan menanggapiku dengan kalimatnya, "mari, biarkan aku mengantarmu".

"aku sudah pesan mobil didepan", jawabku masih dengan senyuman.

Oom Albert, Tante Belinda dan April mengantarku hingga sampai depan rumah. Aku memeluk Oom Albert dengan sangat amat erat, aku membayangkan bahwa dia adalah Papa. Aku sudah sangat lama tak merasakan pelukan seorang lelaki tua yang kuanggap seperti Papa.

"seringlah berkirim pesan kepada ku, aku masih keluargamu Rose".

      Sebuah kalimat yang diucap Oom Albert untukku ditengah pelukan kami. Lalu aku melepas pelukkannya dan berpamit kepada Tante Belinda walau tanpa pelukannya. Kemudian aku tersenyum kepada April dan pamit kepadanya, tapi dia hanya diam lalu kembali masuk kedalam rumah.

"Terima kasih sudah memberi tempat untuk beberapa hari ini", kalimat terakhirku kepada mereka sebelum aku masuk ke dalam mobil dan perlahan mobil itu berjalan membawaku ke Schipol untuk pergi kembali ke Indonesia. Aku tak melambaikan tangan dan fokus menghadap depan sambil meneteskan air mata.

. Sesampai di Bandara Internasional Amsterdam bagian Selatan aku mengeluarkan satu koperku seorang diri dan membawanya pergi masuk ke dalam Bandara. Tapi tiba-tiba saja aku aku mendengar sebuah panggilan seseorang dari kejauhan untukku.

"Rose!".

Seketika aku menengok ke belakang dan badan ini pun ikut berbalik be kebelakang menghadapnya.

Ya, Alex lari menuju ke arahku dan akhirnya dia memelukku dengan erat bersama napas nya yang tak karuan akibat lari untuk mengejarku.

"kenapa semudah itu untukmu tak berpamitkan kepadaku? Aku baru memandangmu selama dua hari setelah bertahun-tahun kita tak bertemu".

Kalimat itu dia ucapkan ditengah dia memelukku dengan erat. Seketika aku berusaha melepas pelukkannya dengan mendorongnya.

"kumohon jangan lakukan itu. Aku tahu rasaku bukan rasamu. Cobalah sejenak mengerti bila rasaku ini rasamu. Sanggupkah kau menahan sakitnya saat kau pergi tanpa pamit".

Mendengar itu seketika aku hanya diam tak berkutik.

Dia melepas pelukkannya dan bertanya, "mengapa kau tak memiliki sedikit niat untuk pamit denganku?".

"waktu mengejarku", jawabku.

"tinggal lah".

Aku menggelengkan kepala dan menatapnya dengan penuh, "ini bukan tempatku. Rumahku di Indonesia, dan aku harus kembali ke rumahku".

"ik hou van je".

Sebuah kalimat yang terlontar dari bibir Alex membuatku diam tak berkutik dan terus memandangnya. Aku hanya menggelengkan kepala tanpa kalimat. Aku diam, mataku berkaca-kaca, aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. Sementara kalimat itu berartikan bahwa dia mencintaiku.

April lebih mencintainya dan rasaku masih dibawa oleh lelaki yang tak jelas dimana dia. Ah Tuhan, apa-apaan ini?

"aku harus pergi Alex, pesawat ku tidak menungguku".

Ku angkat koperku dan ku Tarik ikut masuk ke Bandara tanpa aku menoleh ke belakang untuk melihat Alex. Baru dua langkah aku meninggalkan Alex, tapi aku melepas koperku dan diri ini kembali berjalan ke arah Alex lalu memeluknya dengan sangat erat sambil menangis dipelukkannya. Aku tak bisa menghindar bahwa dia adalah satu-satunya manusia yang memandangku dengan kebaikan tanpa syarat bahwa aku adalah siapa.

"Terima kasih, saat semuanya pergi tak melirikku. Hanya kau yang memandangku dan memelukku sebagai manusia. Terima kasih telah mengembalikkan senyumku di Amsterdam. Terima kasih sudah menjadi teman ku disini".

Aku melepas pelukkanku dan dia masih diam memandangku tanpa kata. Aku pun kembali pergi meninggalkan Alex berdiri seorang diri tanpa bergerak sedikitpun.

     Terima kasih Amsterdam, Terima kasih Oom Albert, Terima kasih Tante Belinda, Terima kasih April. Aku bisa belajar bagaimana cara menerima dan tahu diri dengan baik. Terima kasih Alex, aku bisa tersenyum karena tingkahmu yang selalu berusaha mengusir kesedihanku, dan maaf aku tak menemukan rasamu didalamku.

Sampai jumpa Amsterdam, aku sudah terbentuk menjadi wanita dewasa. Ini waktuku untuk pulang. Aku akan merindukan kota bersih ini.

Tatapan Alex yang ku ingat terakhir kali kami bertemu

Tatapan Alex yang ku ingat terakhir kali kami bertemu. Ya, ribuan terima kasih kuucapkan untuk Alex melalui Tuhan. Karena dia adalah satu-satunya yang ada dan menemaniku tanpa pamrih untukku. Lelaki tampan yang baik, calon dokter yang baik, dan semoga Tuhan juga mengirimkanmu perempuan yang baik pula untukmu. Aku tak bisa menggambarkanmu secara visual dengan baik. Tapi, aku percaya dunia tahu bahwa kau adalah laki-laki yang baik.


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Kategori
Ada Di Sana
Selanjutnya Ada di Sana - 06 Jogjakarta
0
0
Ternyata saat Rose kembali ke Indonesia, dia menulis cerita baru di Jogjakarta. Hal baru yang tidak terduga dan membuatnya ingin menuliskan cerita baru ini ke buku hariannya. Di Jogjakarta juga Rose mendapat sebuah pekerjaan impiannya untuk Indonesia.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan