2012-2022 (02 Kamar Mandi dan Koperasi Siswa)

0
0
Deskripsi

Setelah melalui beberapa kisah diluar dugaan, Mawar mendapat cerita baru lagi. Tak disangka Kakak Osis idola para siswa perempuan mengajaknya melakukan kencan untuk pertama kali. Para sahabat Mawar antusias akan hal itu. Hingga mereka ikut serta dalam persiapan Mawar sebelum pergi. Tapi tanpa disadari, Mawar punya cerita sendiri di Kamar mandi sekolah dan di Koperasi Siswa.

02 Kamar Mandi dan Koperasi Siswa

            Saat istirahat pertama, aku, Dewi, Ainun, Nita, dan Ana. Duduk di depan kelas. Kami tertawa membahas hal lucu hingga membuat Dewi tertawa terbahak-bahak dan Ainun tak kuat tertawa lagi karena perutnya sakit.

“Ke kantin yuk?”, seru Nita menghentikan obrolan kami semua.

“ke koperasi siswa aja, jauh banget ke kantin”, balas Dewi.

“Dew, ke kantin gak melakukan perjalanan 5 kilometer juga kan”, balas Ainun.

“Iya, kita ke koperasi aja tinggal beberapa langkah”, sahutku.

Lalu Ana berkata, “aku enggak ikut, aku enggak bawa uang saku”.

“ya sudah, kamu jajan sama aku aja”, jawabku samba tersenyum merangkulnya.

Kami adalah lima siswa perempuan berjalan menuju koperasi siswa. Letak gedung koperasi siswa ada di depan dua bangunan kelas tiga. Yaitu, 3 G dan 3 H. Sedangkan gedung koperasi dari kelas kami hanya memerlukan jarak sepuluh meter saja.

Aku dan para sahabatku masuk ke koperasi dan kami berpapasan banyak sekali siswa disana. Lalu laki-laki gigi gingsul yang aku lihat pagi pada tempo hari berjalan keluar dari koperasi sambil membawa biscuit cokelat yang dikenal dengan sebutan, “biscuit cokies”.

Tanpa aku sadari, aku melihatnya berjalan hingga dia kembali ke kelasnya. Akhirnya aku tahu dimana kelas laki-laki itu. 

“Mawar! Sedang apa? ayo kita beli makanan”, Nita menyadarkanku yang ternyata masih berdiri didepan pintu koperasi untuk memperhatikan Kakak kelas itu. 

Aku tersenyum dan masuk ke koperasi.

Kemudian saat kami semua keluar dari koperasi hendak kembali ke kelas, aku bertanya kepada teman-teman, “itu kelas apa?”, tanyaku sambil menunjuk kelas Laki-laki gingsul itu.

“itu kelas 3 H”, ujar Dewi sembil makan roti sisir.

“kenapa?”, sahut Ainun dengan lembut.

Aku menggelengkan kepala sambil melanjutkan jalan ke kelas.

            Hari itu adalah hari selasa, di mata pelajaran ke empat aku merasakan bosan di kelas. Aku hanya mengetuk-ketukkan pensil di bangku. Aku ingin sekali bertemu jam istirahat karena perutku sudah mulai lapar. Tiba-tiba ada empat laki-laki melewati kelas kami. Segerombolan Kakak kelas, atau lebih tepatnya kelas tiga. Salah satu diantaranya ada Kakak kelas gigi gingsul di sana. Dia berjalan santai bersama teman-temannya sambil memegang dasi di tangan kanannya. Dia melihat ke arahku, aku yakin tak salah. Kedua mata sipit itu melihat ke arahku. Seketika aku membenarkan posisi dudukku dan bola mata ini terus memandanginya sampai dia tak terlihat dari pintu kelasku. 

Kemudian, jam istirahat tiba dan aku keluar dari kelas berdiri diantara pintu kupu-kupu kelasku. Kebetulan kantin yang ada di dekat kelasku, lebih tepatnya berada di arah jam tiga dari kelasku sudah buka setelah direnovasi.

“yuk ke kantin”, suara Dewi mengajakku sambil merangkul bahuku.

Aku menggelengkan kepala dan melangkah mundur satu langkah dari tempat awalku berdiri.

“aku di kelas saja”, balasku singkat sambil melipat kedua tanganku didepan dadaku.

Lalu Ana datang dengan kalimat tak terduga, “Mawar! Besok Kak Ardi mengajakmu nonton bioskop”.

Tapi Kakak gigi gingsul itu jalan bersama teman-temannya dari arah kantin menuju ke kelasnya yang jelas melewati kelasku. Kakak gigi gingsul itu memandangku masih dengan kakinya yang berjalan melewati kelas kami. 

Tak kuat terus dipandanginya, aku mengedipkan mata dan menoleh ke arah lain tapi pandangan mataku tetap menangkapnya.

“Mawar!”, sentak Ana menyadarkanku.

“kau melihat apa sih?”, Tanya Nita menoleh ke arah mataku memandang.

“apa?”, balasku.

“kau diajak kencan kak Ardi”, sahut Ainun berdiri di depanku.

“kencan?”, tambahku memastikan.

Ana menganggukkan kepala, “besok ditunggu Kak Ardi di bioskop tengah kota jam lima sore”.

Aku mengerutkan alis dan menyipitkan mataku, kemudian Dewi, Nita dan Ainun sangat antusias atas hal ini.

“besok kita kerumah Mawar untuk membantunya berdandan”, sahut Dewi dengan nada lantang dan wajah berbunga-bunga.

Nita dan Ainun pun setuju dan mereka melompat-lompat.

“aku akan bawa tata rias untuk memoles wajahmu yang putih polos ini”, ujar Ainun mencolek pipiku.

“iya, iya, iya sekarang kita beli makanan ke koperasi yuk”, jawabku.

“tapi besok sebelum kau berangkat, tunggu telepon dari Kak Ardi dulu Mawar! Dia akan menelponmu”, ujar Ana.

Aku menghela napas, dan menganggukkan kepala.

“tapi, kenapa ke koperasi? Kan kantin sebelah kelas kita sudah dibuka”, ujar Nita menghentikan langkahku.

Aku kesulitan memberi jawaban temanku ini, “aku ingin beli kue cookies di koperasi. Tapi kalau kalian mau ke kantin enggak papa”.

“enggak! Satu ke koperasi ya semua ke koperasi”, sahut Ainun menggandeng tanganku dan tangan Dewi berjalan menuju Koperasi siswa.

Sehabis keluar dari ruangan koperasi, kami bertemu Silva dan Robi. Teman satu angkatan kami tapi kelas mereka di 1H. Melihat Silva dan Robi keluar dari kelas 3H membawa brosur, aku memanggil dan menghentikannya.

“kalian darimana?”, tanyaku sambil memasukkan uang kembalian ke saku.

“dari kelas 3H, bagikan edaran yang disuruh Pak Waluyo”, jawab Robi.

Kemudian aku mendekati Silva dengan nada lirih aku bertanya, “Kau tahu siapa nama laki-laki itu?”.

Mata Silva melihat telunjukku menujuk Kakak kelas gigi gingsul yang sedang duduk di depan kelas bersama teman-temannya.

Silva menganggukkan kepala, “Oh, Kak Novan”.

Aku tak bisa menjawab alasan atas pertanyaanku jika ditanya, maka aku membelokkan ke arah lain, “yang mana sih?”.

“itu kan, yang hidung mancung, senyumnya gingsul kan?”, Silva memastikan.

“oh bukan, sebelahnya”, ujarku.

“oh Kak Piyan”.

“oh”.

“ada apa Mawar?”.

Aku menggelengkan kepala, “enggak, kemarin dia membantuku membetulkan rem sepedaku”.

“oh”, balas Silva menganggukkan kepala.

Maaf Silva, aku harus berbohong. Karena tidak lucu bagiku jika mendapat pertanyaan kenapa menanyakan nama laki-laki gigi gingsul itu.

Aku akhirnya mendapatkan namanya! Kak Novan hihi.

            Keesokan sore, aku melihat jam dinding di atas almari rak buku di rumahku menunjukkan pukul tiga sore. Aku masih menggunakan kaos kuning dan celana pendek hijau, tak lupa rambutku yang masih acak-acakkan.

“Mawar!”.

 Suara Dewi jelas terdengar dari lantai utama di rumahku. Aku turun tangga dengan cepat dan ternyata, Dewi, Ainun, dan Nita berdiri di depan pintu kaca samping rumahku. Atau lebih tepatnya di ruang tv rumahku.

“kalian benar kesini?”, ujarku tertawa.

Mereka bertiga menganggukkan kepala dan mendorongku ke kamarku. Aku dipaksa mandi tapi aku malas. Mengingat pukul lima sore masih dua jam lagi aku tetap kekeh tiduran di ranjang kamarku. Kemudian Nita dan Dewi menarikku berdiri dari ranjang, Dewi mengalungkan handuk ke leherku, kemudian mendorongku ke kamar mandi untuk segera mandi.

Aku duduk didepan cermin meja rias kamarku. 

“harus banget ya, kencan?”, ujarku dengan menunjukkan rasa malas.

“harus! Kita gak mau harta cantik ini gak ada yang punya”, ujar Ainun menyisiri rambutku.

“tapi masih pukul empat, dan Kak Ardi belum menelpon”, balasku.

“udah diem Mawar!”, ujar Nita mulai menyentuh wajahku dengan lembut dan memberiku sedikit polesan.

Setelah dipilihkan baju dan selesai diberi make up oleh teman-temanku, aku berdiri melihat diri ini di cermin.

Aku menghela napas dan mulai tersenyum, “ternyata aku nggak buruk banget ya”.

Ainun tersenyum dan menyahutku, “karya siapa dulu dong”.

            Kami semua sudah menghabiskan dua puluh menit duduk di ruang tengah menunggu telepon rumah berbunyi. Aku pun mulai bosan dengan itu semua.

“kayaknya Kak Ardi nggak jadi ajak aku keluar deh, ini sudah pukul lima lebih sepuluh menit”, ujarku.

“sabar Mawar, kita tunggu lima menit lagi”, ujar Nita.

“maksudku, kenapa aku harus datang? Lagipula kalau batal kita malah bisa senang-senang dirumah saja, memasak, nonton film, atau ngobrol saja sambil menunggu malam tiba. Ya kan?”, sahutku.

Semua teman-temanku menghela napas dan saling pandang.

            Keesokan harinya, aku, Dewi, Nita, dan Ainun duduk dibangku ngobrol tertawa. Hingga akhirnya, Ana datang dengan membawa tas ungu miliknya. 

Lalu Ana berhenti disebelah bangkunya yang di duduki Nita.

“Mawar, hari ini aku duduk dengan Yuda ya?”, ujarnya tersenyum kepadaku, kemudian meninggalkan kami.

“hey, Ana!”, Dewi menghentikan langkah kaki Ana, kemudian Ana menoleh menghadap kami.

Aku tahu apa yang hendak dikatakan Dewi, tapi aku mendahului kalimat itu.

“Kak Ardi tak mengirim pesan apapun?”, tanyaku datar.

Ana melirik ke kiri dan menggelengkan kepala, “dia nggak ngomong apapun”.

Ainun, Nita, dan Dewi saling memandang. Mungkin mereka memiliki pemikiran yang sama, tapi aku tak tahu itu apa.

            Hari itu juga aku senang sekali, karena aku bisa duduk satu bangku bersama Nita, Dewi dengan Ainun dan letak bangku kami sangat dekat. Lebih tepatnya, bangku kami ada dibelakang bangku Dewi dan Ainun.

Saat tengah mata pelajaran ke dua, aku merasa hari ini tak melihat Kak Novan sama sekali. Aku berdiri dari dudukku dan cukup mengejutkan Nita yang sedang fokus menulis. 

Kemudian aku pamit kepada Pak Eka, guru Bahasa Indonesia kelas kami. Aku izin ke kamar mandi. Melihat ekspresi wajah teman-temanku, mereka bingung dan menganga karena untuk pertama kalinya aku ke kamar mandi seorang diri.

Tapi, saat aku keluar dari pintu kelas, kepala ini menoleh ke kiri. Tepatnya, melihat ke arah kelas 3H. Di sana aku tak melihat Kak Novan. Lalu aku langsung saja ke kamar mandi. Sayangnya aku didepan pintu kamar mandi hanya berdiri celingukan menoleh ke kanan dan ke kiri. Karena memang aku tak ada niat ke kamar mandi. 

Kemudian keluar dari ruang kamar mandi, aku berjalan lurus menuju kelasku. Tentu saja di sana melewati lapangan basket, banyak anak olahraga yang melakukan aktivitas di sana. Tapi sepanjang perjalanan, mata ini terus menyorot kelas Kak Novan. 

“Mawar!”.

“Hai Mawar”.

Ya aku cukup benyak mendengar suara siswa laki-laki memanggil namaku, tak peduli siapa mereka. Mata ini masih saja menyorot kelas Kak Novan dengan harapan dia keluar kelas dengan senyuman manis dihiasi gigi gingsul kirinya itu.

Sampai di kelas aku kembali duduk di bangku ku dan ke tiga temanku menatapku.

“kau darimana?”, Tanya Ainun dan Dewi kepadaku.

“kamar mandi”, jawabku singkat dan wajah datar tanpa ekspresi.

“tumben sekali tak mengajak salah satu diantara kami”, ujar Dewi menyipitkan kedua matanya.

“lebih baik kalian fokus belajar”, balasku tersenyum sambil kembali menlanjutkan tulisan catatan dibuku tulisku.

            Beberapa menit kemudian, Dewi menengok menghadapku dan menghentikan aku menulis.

“hey, Mawar kau kenal mereka siapa?”, Dewi menunjuk ke arah luar pintu. 

“apa?”, jawabku masih fokus menulis.

“mereka tadi lewat kelas ini melihat ke arah kita”. Kemudian Dewi diam dan melanjutkan kalimatnya, “tuhkan dia memandangimu”.

Seketika mata ini menyorot ke luar pintu dan di sana ada Kak Novan dan ketiga temannya berjalan menuju arah kelasnya. Sangat jelas Kak Novan menoleh memandang ke arah kami.

“Mawar, dia tersenyum”, ujar Nita sambil tangan kiri nya menyenggol lenganku.

Aku menahan rasa gembira kegiarangan untuk jaga sikap dihadapan teman-temanku.

Aku menggelengkan kepala sambil berkata, “aku tak mengenalnya”.

“tapi ini gak salah lagi, dia memandangimu Mawar”, sahut Ainun menoleh ke belakang melihatku.

KRING.. KRING….

Suara bel istirahat berbunyi dan banyak siswa yang berdiri dari bangku mereka untuk melanjutkan jam istirahat.

“mari kita ke kantin”, seru Nita sambil tersenyum lebar.

“bagaimana kalau kita ke Koperasi Siswa aja?”, sahutku dengan santai.

Kemudian Dewi, Ainun, dan Nita menatapku dengan tajam dan memajukan wajah mereka, “Koperasi lagi?”.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
2012-2022
Selanjutnya 2012-2022 (03 PING)
0
0
Walau tidak memiliki ponsel, Mawar memiliki media sosial Facebook. Ternyata dengan adanya Facebook Mawar cukup dipermudah untuk mengenal Novan, melalui halaman Facebook Novan, Mawar mendapat banyak informasi tentang Novan. Tentu saja juga bisa melihat foto Novan. Tapi ternyata, mereka berdua tak semudah yang diharapkan Mawar. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan