
"Selama ini ayah membiarkanmu, kau bebas melakukan apa pun yang kau sukai di luar sana." Dahi Jaehyun mengkerut. "Jangan kira ayah tak tahu kelakuan mu setiap hari, Jae! Mabuk-mabukan, bermain perempuan seperti orang yang tak mempunyai masa depan."
Sial! Ayahnya selalu tahu apa pun yang ia lakukan.
Laki-laki yang lebih tua menatap Jaehyun dengan tatapan mematikan, "Jung Jaehyun, kalau kau masih ingin menyandang marga Jung di nama mu lakukan apa yang ayah perintahkan."
Perintah sang kepala keluarga adalah mutlak bagi Jaehyun.
"Jadi, kapan kau akan menikahiku?"
Alis Jaehyun menukik tajam tatkala sebuah pertanyaan meluncur bebas dari mulut Rose—kekasihnya, sesaat setelah Jaehyun mendaratkan pantatnya di kursi. Saat ini keduanya berada di sebuah kedai kopi di tengah kota Seoul, setelah sebelumnya Rose secara tiba-tiba meminta untuk bertemu guna membicarakan hal penting—yang mana tak pernah Jaehyun sangka jika hal penting tersebut adalah tentang pernikahan.
Ini pasti sebuah candaan!
Jaehyun membeku seketika, bahkan ia merasakan sensasi geli seakan-akan ada seseorang yang sedang menggelitiki bagian belakang lehernya.
Lalu Jaehyun tertawa dengan keras.
"Kau sedang bercanda, kan?" Jaehyun menyandarkan bahunya di kursi. "Bulan April sudah lewat, bagaimana bisa kau melempar candaan se—"
"Aku serius."
Tawa yang sebelumnya keluar dari mulut Jaehyun kini terhenti setelah Rose melontarkan kalimat tersebut, Jaehyun mengangkat kedua tangannya di udara memberi sinyal untuk menghentikan ucapan Rose. "Baiklah." Jaehyun menatap Rose, perempuan itu memasang wajah sangat serius. "Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kau sampai mengatakan hal demikian?" Tangan Jaehyun terulur untuk menyentuh jemari lentik Rose.
"Kau sudah berjanji, Jae."
"Iya, aku tahu." Jaehyun merendahkan suaranya. "Bukankah sudah aku katakan, nanti, kalau waktunya sudah tiba."
"Nanti. Nanti. Nanti. Sampai kapan aku harus menunggu?" Rose melontarkan tanya, meminta kepastian dari kekasihnya. "Keluarga memang menyerahkan segala sesuatunya pada kita karena kita yang akan menjalaninya, namun tidak begini Jae. Aku perempuan dan aku butuh kepastian."
Jaehyun terdiam. Laki-laki itu kembali mengingat hari di mana ia dan Rose saling bertukar cincin di hadapan keluarga mereka saat keduanya melangsungkan pertunangan setahun lalu.
Jaehyun dan Rose adalah teman semasa kecil, kemudian mereka terpisah ketika keluarga Rose memutuskan untuk pindah ke Australia. Mereka di pertemukan kembali saat Rose kembali ke Seoul untuk melanjutkan studinya di salah satu perguruan tinggi ternama di negara ginseng tersebut. Hubungan mereka menjadi semakin dekat seiring dengan berjalannya waktu, sampai akhirnya Rose menyatakan perasaannya pada Jaehyun.
Saat itu di sebuah sore ketika Jaehyun menjemput Rose dari kampus. Seperti air mengalir, Rose mengungkapkan perasaan yang selama ini ia pendam pada teman semasa kecilnya itu. Omong kosong jika hubungan antara laki-laki dan perempuan hanya sebatas sahabat, entah salah satu atau keduanya pasti akan ada yang memiliki perasaan lebih.
Hal tersebut terjadi pada Rose, semula dirinya hanya menganggap jika perasaan yang ia miliki terhadap Jaehyun hanya sekedar perasaan ala kadarnya yang di miliki seseorang kepada sahabatnya. Namun semakin lama, ia menyadari jika itu adalah perasaan cinta kepada lawan jenis.
Mengesampingkan rasa malu, Rose memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya pada Jaehyun.
Laki-laki bermarga Jung itu terdiam. Ia tidak paham dengan situasi yang sedang dihadapinya. Jujur saja, Jaehyun tak memiliki perasaan yang sama seperti yang Rose rasakan. Sampai detik ini, perasaannya masih sama dirinya hanya menganggap Rose sebatas sahabat dan tidak lebih. Namun, kebodohan dan rasa kasihan yang di miliki Jaehyun lebih besar dari pada keberaniannya untuk mengatakan yang sebenarnya. Jaehyun menerima ungkapan perasaan Rose dan sepakat untuk menjalani sebuah hubungan layaknya sepasang kekasih dengan Rose.
Kabar mengenai hubungan Jaehyun dan Rose sampai di telinga keluarga dan mampu menciptakan kebahagiaan untuk orang tua mereka yang juga merupakan rekan bisnis. Tentu saja seluruh keluarga sangat mendukung hal tersebut, bahkan orang tua Rose sampai terbang ke Seoul dan mengadakan makan malam dengan orang tua Jaehyun. Jaehyun menunduk saat makan malam berlangsung, kebodohannya telah melahirkan sebuah petaka yang akan mengubah hidupnya ke depan.
"Jae, jawab aku!" Rose menaikkan suaranya. "Aku butuh kepastian!"
Kepala Jaehyun terasa sangat pening, ia tidak mengira jika sesuatu akan terjadi serumit ini. Awalnya ia hanya tak tega dan merasa kasihan pada Rose. Namun kenapa sekarang justru ia yang kesulitan sendiri. Tidak mungkin baginya menikah dengan perempuan yang sama sekali tidak ia cintai, kemudian menghabiskan waktu bersamanya. Itu konyol!
"Rose, dengar. Aku akan menikahimu, tapi bukan dalam waktu dekat ini." Jaehyun menatap mata Rose. Tangannya kembali menyentuh jemari lentik Rose di meja. "Terlalu dini untuk sebuah pernikahan, kita itu masih muda. Saatnya bersenang-senang menghabiskan waktu muda kita, kalau kita menikah banyak hal yang akan berubah dan pasti akan merepotkan untuk kita berdua. Kau pernah bilang padaku jika kau bercita-cita menjadi seorang model, apakah kau bisa menggapai mimpimu jika kau sudah menikah? Tentu saja sulit."
"..."
"Jadi, dari pada pusing memikirkan pernikahan lebih baik kita fokus dengan mimpi kita masing-masing. Lagi pula kita sudah berjanji di hadapan keluarga." Jaehyun menyentuh cincin di jari manis Rose, cincin pertunangan mereka. "Bagaimana mungkin aku membatalkan pertunangan kita, yang ada ayah akan memenggal kepalaku."
Jaehyun masih ingat dengan jelas ucapan ayahnya tempo hari, "jangan berulah untuk mempermalukan keluarga Jung!" Tuan Jung menatap serius anaknya. "Kau tahu bagaimana hubungan keluarga kita dengan keluarga Park selama ini, ayah harap kau tidak merusaknya."
Jaehyun diam tanpa berani menjawab.
"Selama ini ayah membiarkanmu, kau bebas melakukan apa pun yang kau sukai di luar sana." Dahi Jaehyun mengkerut. "Jangan kira ayah tak tahu kelakuan mu setiap hari, Jae! Mabuk-mabukan, bermain perempuan seperti orang yang tak mempunyai masa depan."
Sial! Ayahnya selalu tahu apa pun yang ia lakukan.
Laki-laki yang lebih tua menatap Jaehyun dengan tatapan mematikan, "Jung Jaehyun, kalau kau masih ingin menyandang marga Jung di nama mu lakukan apa yang ayah perintahkan."
Perintah sang kepala keluarga adalah mutlak bagi Jaehyun.
***
Langit mulai terang ketika matahari semakin naik ke permukaan, Jisoo bisa melihat perahu-perahu nelayan mulai menepi. Mengenakan sepatu boots, gadis itu berlari menghampiri perahu yang baru saja bersandar di dermaga dengan keranjang di tangan. Seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi Jisoo akan datang ke dermaga untuk memilih ikan-ikan segar yang baru saja di tangkap dari laut untuk ia bawa pulang. Keluarga Kim menjalankan bisnis restoran dan seafood adalah menu unggulannya.
"Kau lebih pagi dari biasanya Soo-ya." Wanita paruh baya yang Jisoo kenal sebagai bibi Yoo menyapa. Ia adalah seorang pedagang yang mengambil ikan-ikan segara seperti yang Jisoo lakukan kemudian menjualnya kembali di pasar.
Senyum semanis cherry terukir di wajah cantik gadis bermarga Kim tersebut, "selamat pagi bibi Yoo. Aku takut jika tidak kebagian ikan segar seperti kemarin, makanya aku berangkat lebih pagi."
Suara lembut Jisoo beradu dengan suara orang-orang di sana, nelayan yang sedang memperlihatkan hasil tangkapannya, pembeli yang sedang memilih-milih ikan ditambah riuh ombak serta kicauan burung di pinggir pantai.
"Paman Lee, apakah pesananku ada?" Jisoo melempar tanya pada seorang nelayan yang ia kenal dengan baik karena sudah menjadi langganan keluarganya.
Pria itu mengeluarkan sebuah kotak berukuran cukup besar kemudian membukanya di hadapan Jisoo. "Tentu saja!" Kata paman Lee. "Aku sudah memilih yang terbaik untuk mu." Paman Lee mengambil beberapa jenis ikan, udang, kepiting dan lobster. "Bagaimana?"
Jisoo memperhatikan dengan seksama, "tangkapan yang bagus paman." Jisoo melontarkan pujian. "Aku ambil semuanya."
Paman Lee memindahkan ikan-ikan dan beberapa jenis seafood lain ke dalam keranjang yang di bawa oleh Jisoo. Setelah memastikan pesanannya sesuai, Jisoo merogoh saku kemudian memberikan uang pada paman Lee.
"Lebih baik kau menungguku sebentar lagi, setelah ini aku akan membantumu membawa ikan-ikan ini pulang, Soo-ya." Paman Lee menawarkan diri. "Ini terlalu berat untukmu."
Jisoo mengiyakan tawaran paman Lee, "baiklah. Terima kasih banyak paman."
Jisoo pulang ke rumah sepuluh menit kemudian bersama dengan paman Lee. Dua orang itu mendapati kepala keluarga Kim sudah berdiri di depan pintu menyambut kedatangan mereka. Paman Lee langsung pamit undur diri setelah memastikan semua ikannya sampai di kediaman keluarga Kim.
Seluruh anggota keluarga Kim saling bekerja sama, ayah Kim bertugas untuk membersihkan seafood, ibu Kim menyiapkan bumbu dan bahan masakan lain sedangkan Jisoo bertugas untuk membersihkan restoran seperti mengelap kaca, meja, kursi, menyapu lantai, menata alat makan dan membuang sampah.
Saat Jisoo sedang menata meja, sang ayah datang. Laki-laki itu duduk kemudian meminum segelas air setelah selesai membersihkan seafood. "Sampai kapan kau akan seperti ini, Soo-ya?"
Jisoo berhenti selama beberapa detik mendengar ucapan sang ayah, ia menoleh seraya tersenyum. "Aku cukup bahagia dengan keadaanku sekarang, yah. Aku bisa bertemu dengan ayah dan ibu setiap hari dan membantu menjalankan restoran."
"Masih banyak hal yang bisa kau lakukan selagi masih muda, waktumu terlalu berharga untuk sekedar menjalankan restoran yang tak seberapa ini." Kata ayah Kim. "Kau bisa melanjutkan kuliahmu yang sempat tertunda."
Jisoo menghentikan pekerjaannya, ia mendekati ayah Kim kemudian memeluknya dari belakang. "Kuliah bisa kapan pun yah, tak harus sekarang."
Ayah Kim memegang tangan putri tersayangnya, "jika alasan mu enggan melanjutkan kuliah karena biaya, ayah masih sanggup menanggungnya."
Jisoo menggeleng, "ayah, sudah berapa kali aku katakan. Tabungan itu untuk hari tua ayah dan ibu, aku akan berusaha sendiri untuk membiayai kuliahku. Tapi bukan sekarang, yah."
"Tapi Soo-ya—"
Jisoo menggeleng, "untuk saat ini, aku tak mau di pusingkan dengan kuliah."
Ayah Kim menghembuskan napas pasrah, "baiklah jika itu maumu." Kaya ayah Kim. "Tapi jangan terlalu lama, sebelum kau semakin malas untuk kuliah."
Jisoo tersenyum kemudian memeluk ayahnya lebih erat, "aku sayang ayah."
Alasan sebenarnya Jisoo enggan melanjutkan studi dalam waktu dekat selain karena biaya—karena untuk kuliah membutuhkan biaya yang sangat besar sedangkan ia tahu jika bisnis keluarganya sedang tidak baik—adalah karena ia tak ingin berjauhan dengan orang tuanya, berkuliah tentu saja akan membuatnya pergi dari kampung halaman karena perguruan tinggi di sana tak terlalu bagus jika di bandingkan dengan di kota-kota besar juga tidak menyediakan jurusan yang cocok untuknya. Sulit bagi Jisoo berjauhan dengan orang tua terutama sang ibu, di mana sejak kecil ia tidak pernah pergi jauh dari mereka.
Nanti yah, kalau aku sudah siap dan restoran kembali berjalan dengan baik seperti sebelumnya barulah aku tenang dan bisa melanjutkan studiku tanpa ke pikiran dengan keadaan ayah dan ibu di sini.
Tunggu sebentar lagi, sampai tabunganku cukup.
***

Jaehyun tidak langsung pulang setelah mengantar Rose, laki-laki itu justru pergi ke dermaga. Menggunakan salah satu properti milik keluarga Jung, Jaehyun berlayar ke laut lepas. Jaehyun ingin menenangkan diri tanpa gangguan, makanya ia hanya mengajak tiga awak kapal bersamanya. Bahkan ia sengaja menonaktifkan ponselnya.
Jaehyun terlalu pusing memikirkan urusan yang semakin rumit, ia tidak bisa melawan jika ayahnya sudah berkehendak namun di lain sisi ia tak bisa menikahi perempuan yang tidak ia cintai.
Selama ini Jaehyun menganggap jika pernikahan adalah sesuatu yang rumit dan tidak masuk akal. Bagaimana bisa ia harus tinggal seumur hidup hanya dengan seorang perempuan saja, tentu saja membosankan! Belum lagi kebebasan akan di batasi, tidak bisa melakukan semua hal semaunya seperti saat masih sendiri. Belum lagi kalau menikah pasti ujung-ujungnya adalah tentang memiliki anak. Ayolah! Apakah itu masuk akal untukku?
Pernah terlintas di benak Jaehyun, jika dirinya tak ingin menikah baik sekarang atau nanti. Pernikahan hanya membuang-buang waktu!
Setelah berada di tengah-tengah laut berarus tenang, Jaehyun duduk di bagian belakang kapal layar menikmati champagne. Sedikit alkohol agaknya bisa membuatnya lebih tenang dan pikirannya menjadi rileks. Menatap laut seperti tak berujung, Jaehyun memutar musik guna membuat suasana semakin syahdu.
“Shit! Kenapa aku tidak menolak perasaan Rose sejak awal, semuanya menjadi semakin rumit.” Jaehyun merutuki dirinya sendiri. “Jung bodoh Jaehyun!”
Jaehyun terus berkutat dengan pikirannya yang rumit. Efek alkohol begitu mempengaruhinya, sebentar lagi Jaehyun akan kehilangan kesadarannya. Jaehyun benar-benar mabuk!
Jaehyun tertawa, ia seperti melihat Rose sedang berdiri di hadapannya. “Kenapa kau disini, Rose. Apakah kau mengikutiku?”
Tangan Jaehyun mengalun di udara, mencoba meraih bayangan Rose.
“Aku sama sekali tidak mencintaimu! Aku tidak bisa menikah dengan mu! Kenapa kau terus memintaku untuk menikahimu? Apakah tunangan saja tidak cukup? Kenapa kau tak pernah puas dan selalu meminta lebih?” Jaehyun meracau tak jelas. “Kenapa kau selalu menutup mata? Jelas-jelas kau tahu jika aku tak mencintaimu? Jawab aku, Rose!”
Jaehyun bisa melihat Rose tersenyum di hadapannya, “kenapa kau tak menjawab? Kenapa kau hanya tersenyum, Rose!” Detik berikutnya bayangan Rose semakin menjauh. “Kau mau pergi ke mana, jawab aku!” Jaehyun mencoba meraih Rose dengan tangannya namun ia tak menyadari jika satu kakinya sudah menyentuh air laut. Jaehyun hilang keseimbangan, ia tergelincir sebelum akhirnya tercebur jatuh ke laut.
Jaehyun mengerjap, ia melihat bayangan Rose yang tersenyum kali terakhir sebelum akhirnya menghilang. “Rose!” Tubuh Jaehyun jatuh semakin dalam menuju dasar laut, lalu kesadarannya hilang. Tenggelam.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
