
Krisna terjebak oleh dua perempuan. Satu wanita memberikan racun paling menyesakkan, sementara satu lagi menyeret Krisna ke dalam racun yang menenggelamkan dirinya dalam permainan penuh kenikmatan. Jika dulu dia sempat melewatkan petualangan liar, apakah dia mampu menentukan sikap sekarang?
Seiring Widya membuka kancing blusnya, Krisna dilanda kebingungan. Dia ingin menjalani hubungan yang lebih baik, bukan dalam konteks mengumbar nafsu belaka. Kepalanya berdenyut, antara menahan diri atau mengiyakan ajakan menggairahkan. Widya menunjukkan jika dia tidak mengenakan bra, menampilkan dua benda kenyal kesukaannya.
“Sorry, Wid. Aku milih untuk bilang enggak kali ini.”
Wanita itu berhenti mengurai blusnya, menarik kembali rapat-rapat sementara wajah itu merona. Krisna menggelengkan kepala, lalu bangkit berdiri.
“Aku butuh jernihin otak, permisi.”
Laki-laki itu pergi, meninggalkan Widya yang mematung dengan rasa malu merayapi hatinya.
‘Sial!’ umpatnya dalam hati.
[-]
Sepulang dari gereja, Widya sempat merasakan terpuruk. Dia benar-benar merasa lepas kendali dan tak lagi memiliki cara menghindar dari keinginan untuk menikmati kehangatan Krisna.
Seperti ada dua keinginan yang bertentangan, Widya lagi-lagi terjebak dalam penolakan untuk tidak larut dalam hawa nafsunya sendiri. Akan tetapi, semua seperti sebuah keinginan yang tak mungkin terwujud.
Ia memilih untuk berendam di bathup dan menikmati kemewahan saat ini untuk memanjakan tubuhnya.
Sialnya, waktu dia menggosok badan, sentuhan itu justru membuatnya terangsang. Widya mencoba meredam, tapi gelegak gairah itu kian meletup. Memutuskan masturbasi, Widya tak lagi menemukan enaknya bermain solo seperti dulu. Benaknya terus membayangkan penis Krisna yang keras dan gempal, menghajar vagina Widya hingga membuatnya merem melek.
Hujan turun sejak pagi, dia terjebak di rumah tanpa kegiatan yang berarti. Ayahnya menginap ke rumah sepupu, sementara Quir sudah pasti ngintil dan tidak mau pisah sama simbah.
Membersihkan rumah, membereskan mainan Quir dan merapikan benda-benda yang selama ini tidak sempat, sudah Widya lakukan. Bahkan studio Terra juga selesai dia sapu dan pel. Jam baru menunjukkan pukul dua siang, dia tidak tahu harus melakukan apa lagi.
Iseng-iseng dia memeriksa ponsel dan pesan yang Widya kirimkan pada Krisna tidak juga dibalas. Pria itu mendadak bersikap aneh.
‘Mungkin dia nganggep aku murahan!’
Widya masih mengingat penolakan Krisna tiga hari yang lalu dengan jelas.
‘Sial! Bodohnya kamu, Wid. Kok bisa-bisanya lepas kendali kayak kemarin?’
Dia menyesali sikapnya yang gegabah. Saat Widya kenang kembali, ternyata terlalu memalukan untuk diingat.
Drrrt.
Ponselnya bergetar, dia buru-buru meraih.
[Di mana?]
Sangat singkat isi pesan itu. Widya segera menjawab.
[Di rumah, mau ke mana lagi?]
Tak lama Krisna membalas.
[Aku otw]
Mendadak Widya blingsatan, tidak tahu harus berbuat apa dulu. Dia langsung melesat ke kamar, mandi cepat-cepat dan berganti pakaian. Ia memilih daster, tapi kemudian mengganti dengan celana pendek dan kaos gombrong. Setelah menyemprotkan parfum, mobil Krisna memasuki halaman.
Pria itu berlari melintasi hujan, mengibaskan tubuh dan mencuci tangan juga muka di wastafel. Dia melangkah ke arah mesin penyemprot disinfektan milik Terra, baru melenggang ke teras lagi.
Widya mengamati dengan seksama, Krisna tampak murung. Mengenakan kaos putih dan celana pendek, tubuh Krisna tampak tegap dan kulitnya yang bersih membuat penampilan pria itu menarik dalam segi apa pun. Widya merasakan vaginanya berkedut.
‘Aku bener-bener gila, jadi maniak seks!’ umpatnya dalam hati pada diri sendiri.
Krisna masuk dan mereka duduk di ruang tamu. Widya menahan mulut untuk tidak menanyakan apa pun, tapi rasa penasaran begitu besar.
“Kenapa lagi?” tanyanya.
Krisna menuang anggur dan menyesap dengan resah.
“Hana ngadu ke kantor pusat tentang kita.”
Widya kaget.
“Terus?”
“Aku udah terus terang ke komandanku. Dia malah pesan, aku diminta tahan diri sebentar dan jangan terlalu mencolok.”
Wajah Krisna tampak lunglai, dia menghempaskan diri di sofa lebar dengan kalut.
“Apa kamu bakal dipecat kalo ketahuan punya affair sama aku?” tanya Widya.
“Enggak juga. Paling kena warning, soalnya berkas cerai itu udah ada. Tapi, kalo aku ngelakuin banyak pelanggaran, bakal menghambat karir.”
“Sial banget sih!” umpat Widya. Dia sudah setengah mati ingin bercinta sampai ubun-ubun, ternyata Krisna datang untuk menyatakan tidak bisa menemuinya lagi.
“Maaf, Wid. Aku cuman bisa bentar dan habis ini kudu balik.” Wajah itu penuh sesal. “Aku mau nyampein itu aja, karena nggak enak kalo ngobrol di telpon.”
Widya mematung. Benaknya penuh dengan sumpah serapah terhadap Hana. Harapan bisa sejenak meluapkan rindu menguap ….
“Mendingan kamu sekarang pergi aja deh, kepalaku juga pusing, mau istirahat.” Permintaan Widya membuat Krisna tertegun.
“Pusing kenapa? Kamu sakit?” tanya cemas.
“Enggak.” Widya menjawab singkat dan menunjukkan sikap malas ditanyai.
“Wid, aku bisa nganterin kamu ke dokter kalo memang ….”
“Nggak usah!” sambar Widya, kepalanya kian berdenyut. “Aku nggak apa-apa. Dah, balik aja sana.”
Krisna justru tidak segera beranjak. “Wid,” panggilnya. “Mukamu pucat.”
Wanita itu memang belum makan apa pun sejak pagi. Seharian dia sibuk memikirkan Krisna. Kebutuhan biologisnya meledak-ledak meminta untuk dilampiaskan, sementara meminta secara terus terang pernah ditolak. Widya menaikkan gengsi, bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa. Sialnya, dia sekarang justru sakit kepala.
“Kris, balik aja sana. Aku beneran nggak apa-apa. Paling cuman butuh minum obat, ntar juga sembuh.”
Pria itu menoleh ke luar. Hujan masih turun dan kian deras. Dia punya alasan untuk tinggal sementara waktu, meski sebenarnya tidak masuk akal sebab Krisna membawa mobil.
“Aku di sini aja dulu, sampe kamu sakit kepalamu hilang.”
Widya mendelik, dia tidak mengerti maunya lelaki satu ini!
“Obatmu disimpen di mana? Aku ambilin, ya?”
Akhirnya Widya memberitahu Krisna, karena nyeri saat ini betul-betul tak tertahankan. Usai menelan obat, Widya memaksa diri menyantap makanan yang Krisna buat, mie goreng instan. Memaksa mulutnya untuk menelan, Widya sukses menghabiskan. Melihat perhatian yang begitu menyentuh, Widya kian menyayangkan situasi yang serba sulit di antara mereka.
Krisna menata ruang tengah senyaman mungkin. Ia menumpuk bantal lalu menarik sofa agak lebar hingga menjadi tempat tidur. Widya membaringkan tubuh di sana, sementara Krisna menemani sambil duduk di samping. Widya memejamkan mata, berusaha untuk tidur. Namun, yang muncul justru fantasi liar bersama Krisna.
“Aku peluk kamu boleh?”
Pertanyaan itu membuat Widya kaget.
“Janji nggak akan nyentuh kamu, cuman meluk aja,” sambung Krisna.
Widya mengangguk, seiring Krisna terbaring bersamanya. Di bawah selimut, tangan Krisna memeluk perut Widya yang ramping. Mata keduanya menatap layar televisi yang menayangkan serial detektif luar negeri.
Jari Krisna mengusap perut dengan elusan perlahan, Widya menggigit bibir sementara masih terpejam. Sentuhan itu kian membuat organ intimnya berkedut. Lama-lama elusan Krisna kian melebar, turun ke pinggul. Di bawah selimut itu hati Widya tak tenang. Dia berharap Krisna menurunkan tangannya untuk meraba kemaluannya yang tak sabar untuk disentuh.
Di sisi lain, Krisna menoleh, menatap Widya yang memejamkan mata. Gelegak hasrat perlahan muncul dalam diri Krisna. Dia nekat menjamah gundukan montok yang terhalang celana pendek, lalu meremasnya dengan gemas.
Widya membuka mulut sedikit, dengus napas itu menandakan jika menginginkan lebih. Krisna semakin tak mampu mengendalikan diri. Tangannya tak lagi tanggung-tanggung, masuk ke dalam celana pendek. Widya melebarkan kaki, memberi akses untuk jari Krisna memberinya kenikmatan.
“Udah basah, Wid,” bisik Krisna dengan suara serak.
“I-iya,” balas Widya lirih.
Jari itu menyentuh klitoris, menggesek-gesek dan mulut Widya terbuka kian lebar.
“Oooh ….” Rintihan itu membuat Krisna terangsang.
“Jadi pengen ngentot, Wid,” ucapnya. Jarinya memasuki lubang kecil yang seketika berkedut, menyambut sodokan Krisna. “Pegang kont*lku, udah keras nih.”
Widya memasukkan tangan ke dalam celana pendek dan matanya melebar.
“Ka-kamu nggak pake boxer?”
“Eng-enggak. Tadi pulang habis mandi langsung ke sini. Oooh, Wid. Enak ….” Pria itu meringis saat tangan Widya mulai mengocok penisnya. “Aku genjot kamu bentar, mau? Tapi nggak bisa lama, ntar Hana ribut.”
Widya menggigit bibir dan mengangguk. Dia melucuti celana pendeknya, begitu juga dengan Krisna.
“Aku jilat mem*kmu dulu, ya?”
Perempuan itu mengiyakan dengan senang. Harapannya menjadi kenyataan!
Alih-alih bercinta kilat, Krisna justru sibuk menjilati kemaluan Widya. Mengisap labia dan klitoris itu dengan penuh nafsu. Lidahnya tak berhenti menjelajahi organ intim itu, membuat Widya memekik dan berteriak dalam balutan nikmat.
Krisna tak puas hanya sebentar, dia memuaskan diri mengisap pentilan daging kecil yang ada di tengah dan melesakkan lidah ke dalam lubang hangat.
“OOOH, KRISSS!” Widya menjambak rambutnya sendiri, mengejang dalam klimaks pertama. Lelehan lendir yang membasahi wajah Krisna, pria itu isap dengan rakus.
Krisna kemudian merangkak ke atas tubuh Widya yang tergolek pasrah. Dia menyingkap kaos, menemukan benda kenyal tanpa penutup. Widya ternyata tak mengenakan bra. Mulut Krisna melumat payudara itu dengan beringas bergantian.
“Masukin, Kriiiis. Aku udah nggak tahan ….”
Sambil terus mengisap puting, Krisna menatap Widya. Dia menuntun batangnya untuk memasuki lubang sempit pemberi surga.
“OOOH!” Widya menyambut dengan tekanan ke atas.
Eskpresi itu membuat Krisna kian birahi. Dia mengayunkan pinggul dalam hentakan kuat. Matanya terpejam, meresapi kenikmatan menyetubuhi Widya.
“Teruuuus, kocok mem*kku sama kont*lmuuuu, Kriiiis.” Kalimat vulgar kesukaan Krisna terlontar dari bibir mungil Widya.
Pria itu kian menggila, menggenjot brutal hingga perempuan di bawah tubuhnya menjerit sambil mencakar punggung Krisna. Menahan diri sekian lama, Widya meraih puncak dengan penuh bahagia.
“OOH … Wid!” Krisna melenguh, kedutan rahim itu membuatnya lengah.
Dia tak memberi jeda, terus menusuk dan ledakan itu menyemburkan spermanya!
“AAAAH!” Krisna pun memekik seperti perempuan. “AAAH!” Lagi-lagi dia berteriak, nikmat itu luar biasa.
Keduanya mengejang, saling berdekapan erat. Beberapa detik melepaskan puncak, tubuh Krisna rebah ke samping dengan napas memburu. Widya juga tersengal, menoleh ke arah lelaki yang memejamkan mata untuk mengatur napas kembali.
Keinginan untuk buang air kecil membuat Widya buru-buru ke kamar mandi. Sementara wanita itu membersihkan diri, Krisna menyesat tisu basah dan menyeka batangnya. Dia memakai celana dan memeriksa ponsel.
Hana sudah mengirim pesan lima kali. Dengan jengkel Krisna membalas.
[Lagi servis mobil, ngantri]
Istrinya membalas.
[Oke. Aku ke supermarket dulu kalo gitu]
Krisna tak peduli lagi. Dia tidak ingin mencari masalah, meski rasa muak itu sudah tak tertahankan lagi. Widya kembali, tak mengenakan pakaian, tubuhnya terekspos. Krisna menelan ludah, bercinta setengah jam rasanya tidak cukup.
“Simbah sama si bontot ke mana?” tanyanya.
Widya meneguk minuman dari botol lalu menawarkan pada Krisna.
“Nginep di rumah sepupu.” Dia mengerling pada dengan pandangan penuh makna. “Kalo kamu nggak sibuk, seharusnya kita punya waktu sampe lusa.”
Krisna terdiam, dia sangat bimbang. Tangan Widya meraih jemari Krisna, mengarahkan ke pangkal pahanya.
“Kamu nggak mau nancepin batangmu sampe lubangku bengkak dan lecet?” tanyanya, sambil menempelkan payudara itu ke mulut Krisna.
Mulut pria itu otomatis terbuka, mengisap putingnya dengan mata terpejam.
“Hmph.” Dengus napas Krisna mulai memburu. Jarinya yang ada di bawah sudah mengocok kemaluan Widya, yang dalam sekejap basah.
“Buka celanamu, Kris. Aku mau ngocok kont*lmu lagi,” pinta Widya semakin liar.
Pria itu melepas emutannya lalu melucuti kaos juga celana. Dia tak lagi memikirkan Hana dan segala konsekuensi ke depan. Bersandar di sofa, dia menarik Widya untuk naik ke atas pangkuan.
Lubang mungil itu kembali melahap batang beruratnya. Mulut mereka saling memagut, sementara tubuh yang menyatu itu menekan satu sama lain.
“OOOH!” Krisna merem melek menikmati genjotan Widya yang bergerak naik turun dengan cepat. “Terus, Sayang. Kocok terus kont*lku, enaaaak! OOOH!”
Plop plop plop!
Beraksi selama lima belas menit dan menggapai multi orgasme, Widya pun kelelahan. Krisna mengambil alih, membanting tubuh itu tanpa melepaskan batangnya. Dia meletakkan kaki Widya di pundak, lalu sambil bersimpuh menggenjot tanpa henti.
“OOOH, Kriiiiiis!”
Tangan Widya meremas sprei dengan suara berisik terus merintih dan mendesah.
“Gillaaa, mem*kmu bisa seenak ini, Wid!” puji Krisna. Matanya kian terpejam, tak tahan mengendalikan rasa nikmat yang semakin lama mengikis ketahanannya. “Aku mau keluaar! AHHHH!”
Tak sampe dua detik, Krisna meledak dengan wajah merah padam. Widya menjerit, menyusul kemudian. Mereka terengah, sementara Krisna tampak gemetar masih bersimpuh.
“Jangan dilepas,” pinta Widya.
“Ngilu, Sayang,” keluh Krisna.
Meski kecewa, tapi dia membiarkan pria itu melepaskan tautan tubuh mereka. Terbaring berdampingan, Krisna mulai mengantuk.
“Aku tidur bentar, ya?”
Widya mengangguk. “Aku cebok dulu.”
Membiarkan Krisna terlelap, Widya melenggang ke kamar mandi.
[-]
Di tempat kerja Krisna tak bisa konsentrasi sedikit pun. Dia membayangkan semalam sampai jam sebelas bercinta dengan Widya. Kejantanannya berkali-kali mengeras, setiap gambaran Widya tergolek melintas.
‘Brengsek, napa jadi ngaceng mulu?’
Krisna pergi ke kamar mandi, lalu membuka celananya dan mengambil gambar batangnya yang sedang tegak. Dia mengirimkan pada Widya.
[Kontolku ngaceng terus, pengen ngocok mem*kmu lagi, Wid]
Sambil mengelus benda tumpulnya, Krisna menunggu balasan. Tak lama, Widya mengirim pesan kembali dengan foto yang membuatnya bernapas cepat.
[Sama, mem*kku berkedut, basah setiap bayangin dientot kamu. Buruan pulang, udah gatel pengen digenjot lagi]
Krisna mulai mengocok kejantanannya, tidak tahan melihat lubang merekah milik Widya di foto. Wanita itu mengangkang sambil menguak kemaluannya dengan jari.
Dia mengetik susah payah, sementara duduk di toilet sambil masturbasi.
[Aku terpaksa ngocok kont*lku, nggak tahan liat mem*kmu]
Tiba-tiba Widya melakukan panggilan video, Krisna langsung menekan. Wanita itu tersenyum, lalu mengarahkan kamera ke arah selangkangannya.
Jari Widya masuk ke dalam lubang merahnya dan itu membuat Krisna blingsatan.
“OOH, Sayang. Teruuus, kocok teruuuus,” racau pria tersebut.
Dengan senang hati, Widya melakukan permintaan tersebut. Krisna tak peduli, jika ada yang memergokinya. Sepuluh menit dia mengocok, sementara Widya menunjukkan kemaluannya yang sudah basah dan berlendir, Krisna merasakan puncaknya kian dekat.
“Kriiis, enaaak …. Aku mau keluaaar.” Widya mempercepat jarinya yang keluar masuk.
“Aku juga, Sayang. OOOH!” Semburan itu muncrat ke lantai, Krisna mengejang terpatah-patah di kamar mandi.
Widya menggigit bantal sementara menjerit untuk meredam suaranya. Sex video call itu berakhir dan keduanya kian tak sabar untuk bertemu!
[-]
Saat Krisna datang sore itu sepulang kerja, Widya sedang ada di dapur.
“Di belakang!” serunya. Wanitanya sedang mengaduk sayur sementara mengenakan rok pendek.
Krisna mendelik, menatap bongkahan pantat sekal yang tak mengenakan dalaman!
Widya sengaja menunggingkan pantatnya lebih tinggi, hingga lipatan di pangkal paha merekah.
“Kenapa, Kris?” godanya.
Mengelus kejantanannya yang sudah mengeras, Krisna mendekat.
“Simbah sama Quir masih besok pulangnya, kamu nginep di sini kan?”
Krisna tak menjawab, jarinya sibuk menggesek kemaluan Widya dengan gemas.
“Kriiis, ooough, nakal kamu ih!” rintih wanitanya manja.
Pria itu kemudian jongkok, menjulurkan lidah sambil memegang pinggul Widya. Dia menjilati dari belakang seperti kucing.
“OOOH, hmmph, Kriiisnaaa.” Widya memejamkan mata, menahan nikmat yang mendera. “Pindah dulu, kita di depan tungku nihh.”
Krisna mengarahkan Widya untuk berjalan ke meja marmer, lalu memintanya nungging. Krisna melanjutkan kegiatan tertunda. Dia menyelipkan lidah lagi melalui arah belakang sambil mengocok klitoris dari depan.
Wanita itu memekik, menjerit tak karuan. Pinggulnya bergerak tak karuan. Krisna lama-lama tak tahan, dia berdiri untuk melepas celana. Dengan tak sabar dia menusukkan batang kejantanannya!
“OOH!” Mulut mereka melenguh bersamaan.
Tangan Krisna meraba payudara Widya yang tak mengenakan bra lalu memilin puting sambil terus menggenjot. Mulutnya menjilati pundak, tengkuk dan daun telinga Widya.
Di dapur itu, Krisna terus mengayun batangnya keluar masuk tanpa henti.
“Enak, Sayang? Mem*kmu udah puas dapet kont*llku?” bisiknya.
“Belum pu-asss! Jangan berhentiiii.” Widya terbata-bata menjawab.
Krisna menepuk bokong itu, sambil menggenjot kian cepat. Dia menatap kejantanan yang menggasak lubang mungil yang terus melahap batang surganya.
“Ooough!” Krisna menjulurkan lidah penuh nasfu, pemandangan saat ini begitu merangsangnya. Liang kecil Widya tampak mengkilap oleh lendir yang banjir. Krisna kian merasakan licin, mudah memasukkan dan mengeluarkan senjata tempurnya.
“Kriiis, aku ma-u kelu-aarr!!” Widya mengerang, matanya memutih saat gelombang nikmat itu melanda.
“OH, OH, OH, Wid, mem*kmu sempit! AH, AH, JANGAN DIJEPIT, ENAK BANGET! AAAH FUCK!”
Krisna memekik keras, menyusul dengan teriakan keras. Dia memeluk tubuh Widya sambil merapatkan tubuh mereka.
Ronde awal yang epik!
[-]
Duduk di ruang tengah tanpa busana, Krisna tampak memulihkan stamina sambil meneguk bir. Widya menatapnya dari ujung sofa, tubuh itu hanya ditutupi selimut.
“Ceritain salah satu petualangan seksmu terliarmu sama guru kita, yang aku belum pernah denger.”
Permintaan Widya membuat Krisna tertawa.
“Ada sih, tapi jangan marah.”
“Janji!” Widya mengacungkan dua jari.
Krisna meneguk bir, lalu menyalakan rokok. Sambil mengepulkan asap, dia mulai. Saat itu hujan dan semua siswa sudah pulang. Krisna diminta tinggal oleh kepala sekolah bersama empat siswa lainnya.
“Astaga, itu kan ada aku!” seru Widya.
“Ya, tapi … denger dulu. Pas kamu bilang mau nekat pulang, aku malah dipanggil pak Sis, inget?”
Widya mengangguk.
“Nah, Pak Sis minta dibantuin masang pigura di kelas. Aku iyain aja ….”
Krisna melakukan bersama pak Sis gurunya sampai selesai. Dengan seenaknya, pak Sis pamit pulang dan Krisna ditinggal untuk membereskan peralatan.
Meski menggerutu, dia tetap melaksanakan tugas tersebut. Saat dia memasuki gudang peralatan, guru baru yang magang di sekolahnya juga ada di dalam.
“Ya, ampun! Kamu ngentot sama berapa guru, Kris? Katanya cuman bu Ayu sama bu Ira!” Widya mendelik tidak percaya.
“Sejujurnya, nyaris semua guru muda di sekolah kita, Wid. Mereka itu ternyata gila seks. Termasuk pas kuliah, ada beberapa dosen yang juga minta dientot.”
Wanita itu bukannya marah, malah kian tertarik.
“Terus?”
“Kamu nggak marah?” tanya Krisna khawatir.
“Yang penting udah enggak sekarang. Aku malah seneng dan terangsang kok.”
Mendengar jawaban Widya, Krisna dengan segan melanjutkan. Guru baru itu bernama Amiko, blasteran Indonesia-Jepang, memiliki kulit putih dan bertubuh mungil. Saat Krisna meletakkan kotak peralatan di sudut gudang, gurunya meminta bantuan untuk mengambilkan stok kemoceng di atas.
Ketika hendak menyerahkan, tanpa sengaja Krisna menyentuh payudaranya.
Pemuda itu buru-buru meminta maaf, dengan wajah memerah. Bukannya marah, Amiko malah tersenyum.
“Kenapa, Kris? Kayak nggak pernah megang tetek cewek aja.”
Dengan senyum terlukis di wajah tampannya, Krisna menggelengkan kepala. “Bukan gitu, Bu. Tapi nggak sopan aja, kalo nyentuh bukan pada tempatnya.”
Melihat kesantunan Krisna, Amiko terkesan. Dia dengan malu-malu membenarkan.
“Tapi beneran kamu belum pernah nyentuh punya cewek?” tanya Amiko penasaran. Dia pernah mendengar dari Ayu, jika Krisna adalah pemuda yang sangat pintar menyenangkan wanita.
“Pernah, Bu. Kenapa memangnya?”
Amiko tampak tersipu. “Eng-enggak apa-apa.”
Melihat sikap gurunya yang seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi sungkan, membuat Krisna gantian penasaran.
“Ibu nggak marah kalo aku pegang?”
Sebenarnya Krisna bermaksud menanyakan sentuhan tak sengajanya tadi, tapi Amiko salah tanggap. Dia segera menjawab dengan cepat, sementara wajahnya merona merah.
“Jangankan dipegang, kamu perlakukan aku kayak kamu bikin ke bu Ayu, juga nggak marah kok.”
Krisna kaget. Dia baru tahu, jika Ayu telah menceritakan keintiman mereka pada Amiko!
Kepalang tanggung, Krisna kian berani dan menatap Amiko seakan sepakat untuk menyenangkan dia.
“Masak di sini, Bu?”
“Kenapa enggak? Udah sepi kok, Kris.”
Krisna tidak tahu harus memulai dari mana, tapi mendadak Amiko melepas blus atas lalu mengurai bra renda hitamnya. Buah dadanya yang montok dan putih itu tampak menggairahkan. Putingnya seperti gadis remaja, kecil, berwarna merah muda.
Krisna menaikkan dia ke atas meja, lalu mulai mengemut satu persatu. Amiko mendesah lirih, meminta Krisna menyentuh kemaluannya.
“Pegang dong, Kris. Gesek-gesek.”
Tanpa ragu, Krisna melakukannya. Kemaluan itu tampak kecil dan mungil, tanpa bulu. Krisna lalu memintanya mengangkang. Tanpa melepas rok maupun celana dalam, lidahnya menjilati.
“Mem*k ibu manis banget. Masih perawan?” tanya Krisna, melontarkan kata-kata vulgar tanpa sungkan.
Amiko semakin terangsang dan mengikuti gaya bahasanya
“Enggak, sejak SMA udah doyan ngentot, Kris. Tapi sejak masuk jadi guru, puasa, jaga wibawa. Makanya mem*k ini udah gatel pengen dientot.”
Krisna tersenyum senang. Dia mengeluarkan kejantanan dari balik celana, seketika mata Amiko mendelik sambil menelan ludah.
“Gi-gila! Kont*lmu gempal dan panjang banget!”
Krisna sangat bangga, menggesekkan batangnya di bibir kemaluan Amiko yang mendesah keenakan.
“Di antara laki-laki yang pernah ibu cicipin, siapa yang paling gede?” tanya Krisna.
“Ka-kamu, OOOH! Enak, Kris …. Cepet masukiiin. Entot aku sampe lecet!”
Remaja itu memulai aksinya, memasukkan dan menusuk dengan cepat. Amiko menjerit, mengeluarkan suara berisik seperti pemain film porno Jepang.
“Oh, oh, oh, oh! Ah, ah, ah, ah!”
Wanita itu jauh lebih doyan seks dibandingkan Ayu dan Ira! Setelah empat puluh menit Krisna menggenjotnya, dia sudah berkali-kali klimaks, tapi terus meminta tak berhenti.
“Aku mau keluar, Bu!”
Amiko menjerit, menarik Krisna lebih rapat sambil memajukan pinggul.
“OOOH!” pekiknya.
Spermanya meleleh dari lubang kecil yang tampak memerah. Krisna mencabut batangnya, memasukkan lagi ke dalam celana seragam.
“Jangan pergi, Kris. Ibu mau lagi,” pinta Amiko.
Krisna sudah kesorean dan besok ada pertandingan basket. Dia berbohong hendak ke toilet dan meminta Amiko menunggu. Saat keluar, Krisna dipergoki pak Sis yang sudah dari tadi menonton.
“Pak, garap deh! Aku kudu pulang nih!”
Gurunya urung marah. Pak Sis masuk dan mendekati Amiko yang kaget serta berusaha menutupi tubuhnya.
Krisna menyempatkan diri mengintip mereka, penasaran akan apa yang terjadi.
“Bu Ami, aku juga bisa nyenengin kamu lho. Nggak pengen dikocok sama kont*lku?” Pak Sis mengeluarkan pusakanya yang gempal. Meski tak sepanjang milik Krisna, tapi gempalnya sama.
Amiko menelan ludah dengan ragu. Dia perlahan mengangkang lagi, lalu mengangguk.
“Entot sampe aku puas, ya, Pak.”
Dengan senang hati Pak Sis mengiyakan. Dia menjilati mem*k yang tadi digarap Krisna, lalu memasukkan batangnya.
Amiko merintih, memekik kian keras saat pak Sis mengocok vagina dengan urat kerasnya. Pak Sis melakukan genjotan cepat, kadang melambat, membuat Amiko menggila. Di gudang itu mereka melakukan selama empat jam, tiga ronde epik, sampai Amiko gemetar.
….
Widya menggigit bibir, saat Krisna mengakhiri ceritanya. Lelaki itu menarik Widya lalu memasukkan kejantanannya tanpa aba-aba.
“OOOH!” Wanitanya membuka mulut. “Apa yang terjadi setelah itu, Kris?”
Krisna tersenyum, menghentak dengan kasar tapi pelan.
“Amiko dan pak Sis setiap hari ngentot di gudang, gantian sama aku. Mem*k Amiko jauh lebih enak dari punya Ayu sama Ira. Aaah!” Krisna memejamkan mata, terangsang dengan ceritanya sendiri.
“Siapa lagi yang kamu entot setelah itu? OOOUGH! Kont*lmu memang enaaaak!” Widya merem melek keenakan.
“Dosenku, kami ngentot di kelas.” Krisna menuturkan kisah kedua, sambil menggenjot tubuh Widya.
Kelas baru selesai. Sebagai mahasiswa baru, Krisna fokus kuliah dan menghentikan petualangan seksnya pada semester pertama.
Saat Krisna masih menyalin materi di papan, dosennya juga tampak membereskan kertas dan bawaannya. Ponsel dosennya bergetar, wanita yang telah bersuami itu berhenti beres-beres dan membuka pesan.
Melupakan keberadaan Krisna, dosen bernama Nora itu memutar video yang dikirim oleh rekan kerjanya secara iseng. Video porno itu mengeluarkan suara berisik si wanita yang melontarkan kata-kata vulgar.
“OOH, keep fuck mee! I love a big dick!”
Krisna kaget, lalu menjatuhkan pulpen. Nora tergagap, menoleh ke arah mahasiswanya berada dan seketika dia memucat.
Dengan senyum, Krisna memungut pulpen dan menatap Nora yang tampak gugup mematikan video tadi susah payah.
Krisna pun bangkit, mendekat lalu menyentuh tombol stop. Nora membeku, tidak berani bergerak. Karena penasaran, Krisna memutar ulang. Matanya terbeliak, memandang kemaluan kuda yang sedang keluar masuk lubang gelambir si cewek bule.
“Ibu suka yang gede?” tanyanya nekat.
Tanpa diduga, Nora menjawab.
“Perempuan mana yang nggak suka? Enak yang gede kali,” sahutnya dengan acuh, berusaha menutupi rasa malu.
“Emang sih, kalo memek ceweknya udah gelambir kayak gini, butuh kontol gede biar muat dan berasa.” Kalimat Krisna membuat Nora melotot.
“Siapa yang gelambir? Sembarangan!” bantah Nora.
Krisna mengerutkan kening. Jam baru jam empat, tapi kampus itu sudah sepi. Kesempatan emas pun datang.
“Masak? Coba liat!” tantangnya.
Nora bersiap menyemprot dengan kata-kata makian, tapi ucapan Krisna justru terdengar sangat menggairahkan untuknya.
“Emang kalo udah liat mau ngapain?” balas Nora ketus.
“Jilatin, kalo boleh … sekalian aku masukin yang gede?” sahut Krisna, mengusap pangkal pahanya yang sudah menonjol.
Mata dosennya melekat pada tonjolan itu, benaknya penuh tebakan liar, seberapa besar milik pemuda sombong tersebut. Lalu, dengan gerakan pelan, Nora mengangkat rok berlipit lebar ke atas, melepas celana renda dan meletakkan di meja. Krisna menunggu begitu sabar, berdiri di depan dosennya.
Nora kemudian membuka kaki lebar-lebar, memperlihatkan vaginanya yang indah.
….
“Mem*knya rapet banget, Wid! OOOH! Shit! Aku udah nggak sabar, mau jilatin!” lenguh Krisna yang terus menggenjot tubuh Widya.
Kekasihnya menjerit, mengejang dalam gelombang orgasme. “Ka-kamu berakhir ngentotin dia?”
tanya Widya penuh nafsu mengambil alih ke atas tubuh Krisna.
….
Krisna tersenyum, mengakui keindahan kemaluan itu. Dia mengarahkan tangan, menguak dengan jari dan membungkuk untuk menjilat.
“Stop!” pintanya menghentikan Krisna. “Buka celanamu, aku mau liat.”
Dengan penuh percaya diri, mahasiswanya membuka celana dan mengeluarkan urat gempal dan panjangnya. Nora melebarkan mata tidak percaya. Lendir dari lubang kemaluannya seketika meleleh, padahal baru melihat.
“Boleh jilat sekarang?” pinta Krisna.
Nora menggelengkan kepala. “Masukin langsung.”
Dosennya berdiri, menungging sambil menumpukan tubuh di atas meja.
Krisna memegang bokong itu dan mengarahkan batangnya untuk melesak ke dalam. Terasa sesak dan sempit.
“Auw, sakit, Kriiiis!” pekik Nora.
Krisna tidak peduli, dia menekan paksa hingga Nora melonjak.
“Auw! Pelan-pelan!” jeritnya.
Pemuda itu sukses melesakkan ke dalam, lalu menindih sambil meggenjot.
“Sakit dikit, lama-lama enak!” bisiknya.
Nora memukul meja, meminta Krisna berhenti, tapi pemuda itu sudah merem melek merasakan jepitan ketat yang begitu nikmat. Saat tangan Krisna memajukan tangan ke depan dan meremas payudaranya, Nora mulai menggelinjang. Desakan di vaginanya yang semula ngilu dan perih, kini terasa nikmat.
Segenap saraf di kemaluannya merespon, berkedut menanggapi sodokan yang membuat Nora melenguh dalam balutan birahi menggelegak.
‘Aku suka, aku suka dikasari kayak gini! Dia nunjukin diri sebagai cowok perkasa! Oooh! Gilaa!! Kont*lnya enak banget pas gesek mem*kku!’
"Gimana, Bu? Enak?" tanya Krisna dengan napas tersengal.
Kepala dosennya mengangguk, mulutnya sibuk meracau. Wanita itu sepertinya terlalu gengsi mengakui, jika kekasaran Krisna membuatnya meletup dalam fantasi liar.
‘Perkosa aku, Kris! Sodok mem*kku dengan kasar! Paksa terus sampe perih!’
Nora terus memekik dalam hati, sementara mulutnya hanya mengeluarkan ah uh ah uh. Krisna sadar dan paham, jika dosennya masih menjaga diri untuk tidak terlalu blak-blakan. Tapi pemuda itu akui, jika kemaluan Nora adalah yang ternikmat dari sekian vagina yang pernah dia setubuhi. Ketatnya jepitan dan kepandaian Nora mengempot batangnya, membuat Krisna lama-lama tidak tahan.
"Keluarin di mana, Bu?" Krisna terengah, menuju titik pungkasan.
"Da-dalam, semprotin aja dalem mem*kku!!" pekik Nora kelojotan.
Krisna meledakkan sperma dengan sekuatnya, sampai Nora tak bisa mengeluarkan suara saking enaknya klimaks terakhir yang tergapai.
Keduanya terduduk lelah, saling memandang dengan wajah puas.
"Aku wanita bersuami, Kris. Kuharap ini yang pertama dan terakhir."
....
Widya menyukai cerita itu, menggoyangkan tubuh di atas Krisna yang sedang menuju puncak.
"Hubungan kalian cuman sekali?" tanya Widya, sambil mempercepat liukannya.
Krisna meringis, menggelengkan kepala. "Aku mau keluar, Wid!"
Kekasihnya juga menjerit kecil seraya menekan dalam-dalam, seiring Krisna membalas tekanan ke atas.
"AAAH!"
Keduanya terengah, menggigit bibir masing-masing dengan wajah puas.
"Enggak, hubunganku sama Nora lanjut sampe akhirnya dia pindah." Krisna memeluk tubuh Widya sementara memejamkan mata.
Kenyataannya, seminggu setelah Krisna menggauli sang dosen di kelas, suami Nora menggundang mahasiswa untuk hadir di acara ulang tahun pernikahan mereka yang ke tujuh.
Wanita yang sebelas tahun lebih tua darinya itu tampak cantik. Mengenakan gaun putih selutut, Nora tampil sangat anggun. Pesta itu dihadiri oleh sebagian besar mahasiswa dan mahasiswinya, termasuk rekan dosen dan rektor.
Ketika Nora pergi ke dapur untuk mengambil es batu, suaminya terlihat sibuk menemani tamu penting dengan obrolan berbobot. Krisna pun mengikutinya, lalu menyergap dari belakang.
"Kamu keliatan cantik," puji Krisna.
"Jangan, Kris. Ada pembantuku," tolak Nora, seiring embaknya lewat.
Krisna nekat, memasukkan tangan di balik rok lipit lebar diam-diam. Tidak ada yang menyadari, saat tangannya menggerayang kemaluan Nora.
"Nakal, ternyata nggak pake celana dalam, ya." Krisna tahu, jika Nora sengaja berbuat demikian untuknya. "Aku kangen mem*k kecilmu, Bu. Pengen ngocok kont*lku lagi di dalam lubangmu," bisik Krisna.
Nora terangsang saat mendengar kalimat tersebut, tapi situasi mereka tidak memungkinkan.
Begitu pembantunya berlalu, Krisna kian dalam memasukkan jari ke lubang kemaluan Nora. Wanita itu membuka mulut, menahan nikmat.
"Batang konto*ku udah ngaceng, Bu. Gimana? Boleh ngentotin Ibu sebentar?"
Vaginanya juga sudah dari tadi basah dan gatal, ingin segera digenjot sekuatnya oleh Krisna.
"Ki-kita ke perpustakaan," ajak Nora, lama-lama tidak tahan.
Tergesa keduanya menuju ruangan di lantai dua. Begitu masuk ke dalam, tanpa mengunci lebih dulu, Nora segera naik ke atas meja sambil menyibak roknya ke atas. Dia mengangkang, siap menyambut penis perkasa yang Nora puja.
Akan tetapi, Krisna menjilati vagina itu dengan rakus lebih dulu. Dua menit mengisap dan mengocok lubang Nora dengan lidah dan jarinya, wanita itu melenguh sementara tubuhnya melengkung.
Krisna menegakkan tubuh untuk mengeluarkan penisnya, lalu memukul vagina Nora dengan batang urat tersebut. Dia menggesekkan di labia, menyentuh klitoris Nora sampai wanita itu menggelengkan kepala tak karuan.
Sengaja memainkan ujung penis di liang kecil Nora, wanita itu dengan gemetar memohon.
"Masukin kont*lmu, Kris. Cepetaaan, entot mem*kku," pintanya sambil memajukan pantat ke atas.
Liang kecil itu menunggu untuk dia masuki. Krisna pun memasukkan perlahan, membuat Nora menggigil menahan nikmat. Saat sudah masuk setengah, Krisna berhenti. Nora menggigit bibir sambil merem melek.
“Kriiiis, masukin teruuuus. Aku mau kont*lmuuuu,” rintih memelas.
Mahasiswa menekan terus hingga semuanya amblas.
"Ooough!" Mulut Nora membulat.
Perutnya seperti disodok oleh sesuatu, sementara lubang surganya merasakan nikmat tiada tara. Krisna mulai maju mundur, mengocok batangnya dalam lubang hangat yang tampak sesak.
Plop plop plop!
Bunyi penis menggenjot lubang vagina yang becek terdengar. Krisna menaikkan kedua kaki Nora ke atas, lalu menyatukan di pundak kiri sambil dia pegangi.
"Aaah, fuck!" pekik Nora, merasakan gesekan di vaginanya tambah enak.
Plak!
Tepukan di bokongnya menghadirkan sensasi lain. Nora menyukai kegilaan Krisna yang begitu beringas menggarapnya!
Sodokan di vaginanya mulai membuat Nora kelimpungan. Penis itu terus keluar masuk lebih cepat di kemaluannya, Nora menatap Krisna dengan sayu.
"Ak-ku mau ke-lu-ar!!"
Pria muda itu tersenyum di antara napas tersengal. Dia menyodok lebih kasar dan Nora pun bergetar hebat. Lendir yang meleleh dari vagina Nora menetes di atas meja, Krisna merasakan batangnya kian licin.
"Kont*lku mau nyemprot! Aaah!"
Krisna merem melek keenakan, menghunjamkan batang perkasa kebanggaan dengan sentakan kuat.
Seks sembunyi-sembunyi yang mereka lakukan begitu epik dan membuat ketagihan. Setelah kembali berbaur dengan yang lain, Krisna mengirim pesan pada Nora.
"Bu, pengen ngentot lagi. Semak-semak di deket kolam itu kayaknya bisa kita pake."
Nora membalas dengan cepat.
"Kocok mem*kku dari belakang? Kont*lmu enak banget, bikin ketagihan."
Dosen wanita itu tidak mengerti, kenapa dirinya bisa seliar ini. Sebelum mengenal kenikmatan dari Krisna, Nora adalah wanita berkelas yang menjaga sopan santun dalam bicara.
Pilihan kata saat bercinta dengan suaminya juga klasik dan jauh dari kata-kata vulgar. Akan tetapi, begitu Krisna hadir, sisi gelap yang selama ini terpendam menyeruak keluar.
Nora tak lagi memiliki kendali diri. Dia begitu menggilai Krisna dengan segala hal yang pria tersebut lakukan padanya.
Mereka bergerak tanpa kentara, ke belakang semak bunga yang cukup tinggi. Dengan posisi nungging di atas rumput, Nora meminta Krisna langsung memasukkan penisnya.
“Perkosa aku, Kris! Sodok kont*lmu ke mem*k kayak kemarin!”
“Kalo sakit?” tanya Krisna cemas.
“Aku suka, aku suka disakiti!” balas Nora.
Krisna tersenyum, menyukai permainan baru kali ini. Lubang yang masih belum basah itu dia masukkan batang uratnya. Terasa sesak dan sempit, sampai Krisna harus menekan paksa!
“Auw!” Nora meringis, antara sakit dan nikmat.
Krisna membungkuk, lalu mengocok penisnya dengan brutal sambil menggelitik klitoris Nora.
“Enak it*lnya diginiin?” bisik mahasiswanya.
Nora membekap mulut sambil mengangguk cepat.
....
Widya memandang Krisna yang tampak menerawang.
"Malam itu kami bercinta di semak-semak, sampe nyaris ketahuan sama temenku. Aku nggak tahu, Wid. Kenapa bisa segila itu sama Nora."
Krisna menghela napas.
"Mungkin aku nggak sepenuhnya setia menanti kamu. Selama kuliah ngelewatin momen sama Nora, yang jadi pelampiasan kecewa. Suaminya akhirnya tahu, dia pindah demi menjaga keutuhan pernikahan mereka."
"Apa sekarang masih?" Selidik Widya.
Krisna tersenyum kecut.
"Bahkan semenjak belum kelar kuliah juga enggak, Wid. Aku total berhenti pas ibumu nggak ada. Kepergian beliau bikin aku sadar, kalo hati ini masih tetep ngarepin kamu balik."
Widya memberikan tatapan sendu.
"Apa menurutmu aku pantas untuk diperjuangkan?"
Krisna memandang dengan tatapan penuh ekspresi cinta.
"Kurang apa pembuktianku, Wid? 18 tahun nggak pernah nyentuh tubuh perempuan, kecuali Hana dan itupun nggak lebih dari sepuluh jari di tangan."
Ucapan itu menimbulkan rasa haru begitu mendalam. Widya menyukai cerita petualangan seks Krisna, tapi bukan berarti dia mau dan bersedia untuk berbagi dengan perempuan lain.
“Siapa seks terbaikmu, di luar aku.”
Krisna tampak ragu untuk menjawab.
“Kris, plis jujur. Aku mau denger semuanya.”
“Secara adrenalin, mungkin Nora. Kalo dilihat dari petualangan paling berkesan, sama seniorku.”
“Ada cewek lagi sebelum Nora?” tanya Widya.
“Setelah Nora, tapi hubungan singkat, sekitar sebulan.”
“Ceritain dong.”
Krisna mencoba mengingat baik-baik. Setelah lulus kuliah, dia mendaftar di kepolisian dan penugasan pertama adalah di perbatasan Atambua. Begitu sampai, Krisna mendapat jatah patroli, sementara Timor Leste baru merdeka.
Saat selesai berkeliling, dia harus melapor pada komandan pleton dan tidak menyangka jika sosok itu adalah seorang wanita. Polwan tersebut mengatakan untuk menempati kemah yang ada di sebelah timur hutan.
Krisna berganti shift jaga dan mengiyakan tanpa membantah. Dalam hati, dia cukup tertarik dengan polwan cantik yang berpostur tegap itu. Rekannya sudah dulu hengkang untuk molor, sementara Krisna memilih untuk membersihkan badan yang lengket.
Setelah membasuh muka dan gosok gigi di pancuran, Krisna mencuci kejantanannya. Diterangi lampu kuning di kejauhan, dia menggosok batang pusakanya. Tanpa dia sadari, polwan yang tadi menatap tak berkedip dalam jarak dua meter.
Krisna segera menoleh dan kaget, tapi tetap meneruskan kegiatannya. Dia justru tampak santai, menggosok benda tumpul itu dengan gerakan seperti mengocok.
Batangnya mengeras, memanjang sempurna dan membuat si polwan menelan ludah. Mengacuhkan keberadaan wanita tersebut, Krisna tidak memiliki keberanian menggoda, meski dia yakin kalo perempuan itu tergiur.
Setelah selesai, Krisna mengangguk sopan, melengggang pergi. Sejak itu, Krisna memperhatikan si polwan yang sering salah tingkah. Dari rekan-rekannya, dia mendengar jika wanita tersebut sudah janda dan sulit didekati.
“Ada yang bilang, kalo dia nggak doyan laki-laki!”
Krisna semakin penasaran.
Pada satu kesempatan, saat Krisna mendengar si polwan sakit dan dia mendapat tugas untuk mengantar makanan. Tidak banyak perwira wanita, di tempat tugas saat ini mereka tidak lagi peduli gender. Siapa saja harus melaksanakan tugas tanpa bisa memilih.
Dia membawa makanan ke dalam tenda paling ujung, agak jauh dari semuanya. Sementara semua sedang menikmati moke (arak khas NTT), Krisna menawarkan diri untuk menyuapi polwan itu.
“Nggak usah.”
Penolakan itu menunjukkan, betapa dia wanita paling ketus seperti yang dibicarakan semua orang. Krisna bersabar, menunggu polwan sampai habis menyantap semua. Usai menelan obat, tubuh wanita itu mulai demam dan menggigil.
“Jangan nolak, aku bisa nurunin demammu lewat pelukan!” tegas Krisna.
Wanita itu menatapnya dengan pasrah. Krisna melepas kaos, lalu memeluk tubuh wanita tersebut di bawah selimut. Suasana kemah yang temaram, membuat keberadaan mereka tidak lagi disadari oleh yang lain. Semua mengira Krisna sudah tidur, padahal sedang memeluk polwan kece.
Ketika memeluk, tangan Krisna tepat berada di bawah payudara perempuan itu. Dari belakang, Krisna sudah tidak sabar ingin meremas benda kenyal yang menggemaskan. Dia memberanikan diri, menyentuh melalui elusan jari.
Polwan itu menggelinjang. Melihat tidak ada penolakan, Krisna kian menaikkan tangan, menggesek puting yang masih tertutup kaos dengan jari.
‘Dia nggak pake bra!’ pekiknya.
“Hhhh ….” Perempuan itu mendengus pelan.
Krisna akhirnya meremas payudaranya dengan lembut, seiring polwan itu membenamkan wajah di bantalan kepala. Aksinya kian berani. Krisna menurunkan tangan, menyelinap ke balik kaos, lalu merayap ke atas dan menemukan payudara montok yang padat dan sekal. Jarinya memilin putting, sementara lidah Krisna menjilati daun telinga si polwan. Desahan itu kian kian menjadi.
“Aku isep toketmu, boleh?”
Tanpa menjawab, polwan itu mengangguk. Dia telentang, seiring Krisna mematikan lampu dan menyibak kaos. Dalam kegelapan, mulutnya mengulum puncak payudara bergantian. Wanita itu pandai mengendalikan suaranya. Dia merintih lirih, menjambak rambut Krisna sambil menjejakkan kaki.
Tangan Krisna menuruni area bawah, lalu menggesek gundukan montok di pangkal paha. Polwan itu mengenakan celana training, tapi tidak sulit melepas jika Krisna berniat menyetubuhinya.
“Boleh pegang mem*kmu?” tanyanya, tanpa sungkan menggunakan istilah mesum untuk menyebut kemaluan si polwan.
“I-iya.” Suara itu seperti menahan nafsu birahi yang menggelegak.
Seraya memasukkan tangan ke dalam celana, Krisna merasakan lendir itu sudah membanjiri lubang sampai becek.
“Udah berapa lama sendiri, Ndan?” tanya Krisna, semakin berani.
“Du-dua ta-hun, ooough.”
Pinggul wanita itu bergerak tak tentu arah. Krisna tidak akan membuang waktu menjilati. Dia sudah lama tidak menggauli perempuan, rasanya sudah tidak sabar. Lagi pula, jika menerapkan foreplay, bisa jadi mereka akan ketahuan.
Krisna mengarahkan tangan wanita itu untuk menyentuh batangnya. Begitu sudah menggenggam, perempuan itu ternyata sangat pintar mengocok.
“Aku kocok kont*lku pake mem*kmu, boleh?” tanya Krisna.
“Bo-leh,” sahut polwan itu dengan napas memburu.
Melepas celana training dengan pelan-pelan dan sabar, Krisna bersimpuh dan meraba dalam kegelapan. Dia menemukan lubang si polwan, lalu menekan pelan.
‘Ah gila! Mem*knya panas, tapi enak juga!’ puji Krisna.
Polwan itu membekap mulutnya, meski lenguhan nikmat tetap terdengar oleh Krisna. Dia menggenjot dengan tempo sedang, mengingat wanita itu sedang sakit. Krisna membungkuk, mengemut puting sambil terus menyodok.
“Kamu suka kont*lku?”
“I-iya, sukaaa. Aaah, enak banget.”
Krisna menyukai perempuan yang juga melontarkan kata-kata kotor seperti dia saat sedang bersenggama.
“Mem*kmu sempit dan enak banget, gilaaa …,” pujinya, sekalian memancing si wanita agar berani membalas.
“Ak-aku mau keluaar,” rintihnya pelan. “Cepet, lebih cepet lagiiii.”
“Apanya yang lebih cepet?” goda Krisna.
“Genjotanmu, genjot kont*lmu lebih cepet ….”
Bingo!
Akhirnya, wanita itu mulai terpengaruh. Krisna menghajar kemaluan si janda dengan brutal, sampai mata perempuan itu memutih.
“Hmph! Hmph!” Tubuh si polwan mengejang, Krisna membungkam mulutnya lewat pagutan.
Sialnya, karena perempuan itu mengempot batang uratnya lewat kedutan waktu klimaks, Krisna tak mampu menahan diri. Dia hendak mencabut penis, tapi perempuan itu menahan dan akhirnya semburan itu keluar di dalam.
Setelah tubuhnya lemas, Krisna melepaskan lumatan bibir mereka. Dia merebahkan tubuh telentang, sementara si polwan sibuk mencari tisu basah. Krisna memejamkan mata, meresapi keberuntungannya.
Ternyata, polwan yang mereka bilang acuh, ketus dan tidak doyan laki-laki, bisa dia taklukkan malam itu. Wanita yang sudah membersihkan bekas lelehan itu terbaring di samping Krisna.
Tangan lelaki muda tersebut tak bisa tinggal diam. Dalam kegelapan, dia kembali menggerayang vagina sang janda.
“Ngentot lagi mau? Aku pengen nambah.”
Tak ada tanggapan, wanita itu terdiam sejenak. Jari Krisna merasakan lendir mulai keluar dari liang kecil tersebut.
“Gimana?” tanya Krisna, mengulangi lagi.
“Kalo ketahuan?” Akhirnya dia menjawab.
“Paling dikeluarin, siapa peduli?” sahut Krisna cuek.
Polwan itu kian menggelinjang, mengangkat pantatnya sesekali.
“Ayolah, kont*lku lebih enak daripada jari,” bujuk Krisna.
“I-iya.” Jawaban itu sudah tidak fokus.
Dengan antusias, Krisna memintanya untuk nungging. Tanpa menolak, perempuan itu menurut saja. Krisna menekan kembali, membenamkan penisnya dalam-dalam. Si polwan melenguh, mengerang penuh nikmat.
Krisna menyodok dengan kasar, kali ini dia akan tahan lama. Penisnya kelua masuk dengan cepat, mengocok vagina itu tanpa henti. Gesekan demi gesekan mengantar si wanita pada gelombang klimaks bertubi-tubi.
Ayunan pinggul Krisna melambat, dia mengganti posisi. Meminta si polwan naik ke pangkuan, goyangan wanita tersebut ternyata maut!
“Mem*kmu pinter ngocok ternyata, ooooh, enak banget …. Terus, Sayang, terus empot kont*lkuuu.”
Krisna merasakan dirinya melayang-layang.
Wanita itu tidak banyak mengeluarkan suara dan Krisna semakin gemas. Di atas memegang kendali, si polwan membuat Krisna melimpungan. Pria tersebut blingsatan tak karuan.
“Aku ma-u kelu-ar!” erang Krisna.
“Barengan!” balas si polwan.
Mereka saling memagut, seiring Krisna menyentak ke atas hingga tubuh perempuan itu melonjak. Ronde kedua menyudahi permainan mereka. Krisna meninggalkan kemah dengan diam-diam.
Keesokan harinya, si polwan tampak sudah sehat. Krisna tersenyum sambil menundukkan kepala. Semua berkat kenikmatan selama dua jam dalam tenda.
Malam itu, lepas bersantap, si polwan sengaja melaluinya lalu berhenti. Dengan gerakan tidak kentara, dia melontarkan kalimat yang membuat Krisna mematung kaget.
“Aku ketagihan. Malam ini, kutunggu di paviliun atas.”
Mata pria itu terbeliak, tapi tidak berani menoleh atau membalas. Saat semua sudah lelap, Krisna menyelinap ke atas lalu membuka pintu paviliun yang tidak terkunci. Begitu dia masuk, Krina membeku dengan pandangan kaget.
Si polwan tidak sendiri!
Perwira wanita yang bertubuh ramping itu juga bersamanya, sudah dalam kondisi telanjang bulat mereka duduk di sofa. Krisna mendelik tidak percaya.
“Siap melayani kami berdua?” tanya si polwan.
Krisna menelan ludah lalu mengangguk. Paviliun yang selama ini digunakan untuk komandan sedang kosong. Atasan mereka pergi selama dua hari, dan perwira wanita yang bertubuh ramping itu Krisna ketahui sebagai kekasih si komandan.
“Kata Nita, kont*lmu segede kontol kuda. Mau lihat dong.”
Si ramping ini sepertinya lebih berani dan liar. Krisna memberanikan diri menebut nama seniornya langsung.
“Mungkin karena mem*k Nita kecil, jadi berasa kont*lku kegedean buat dia.” Pemuda tersebut berusaha merendah. “Ngomong-ngomong, aku ngentotin kamu, nggak apa-apa? Nanti kalo komandan tahu?”
Si ramping tertawa lalu mengusap vaginanya sambil mengangkang. “Rahasia kita dong. Lagian, aku nggak pernah puas sama komandan. Buka celanamu dong.”
“Sabar, Mir. Krisna kalo udah beraksi, nggak bakal sempet napas kita.”
Nita bersuara, melirik Krisna yang tersenyum malu-malu.
Saat celana itu melorot, Mira melotot penuh nafsu. “Gi-gila. Aku duluan deh yang dientot, gede banget!”
Krisna melangkah santai, mengocok penisnya lalu duduk. Nita memagut bibir Krisna buas, sementara Mira mengambil alih tangan itu dan segera mengulum batang penis dengan tidak sabar.
Dilayani oleh dua wanita merupakan pengalaman perdana. Pemuda itu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut.
“Siniin mem*kmu, Nit. Aku mau emut it*lmu.” Krisna meminta Nita mengangkang di atas wajahnya.
Dengan senang hati, Nita segera memenuhi permintaan tersebut. Sementara lidah Krisna menjilati vagina Nita, Mira memasukkan penis itu ke dalam liang kecilnya.
“Hmph!” Krisna melenguh nikmat, saat batangnya digilas oleh Mira.
Dia mengemut klitoris Nita sambil mengocok kemaluannya. Wanita itu menggerakkan pinggul mengikuti gerakan lidah Krisna.
“OOOH!” Nita menjambak Krisna saat meledak dalam klimaks.
Disusul Mira yang meremas payudara sendiri, wanita itu mengejang sambil melontarkan kata-kata mesum.
“OOH, kont*lmu enaaaak, Kriiiis!”
Terengah dalam kepuasan, Mira merelakan Krisna untuk menggilir Nita. Si polwan bertumbuh tegap dan sintal itu menaiki tubuhnya dan mulai beraksi. Krisna meminta Mira mendekat, lalu melakukan hal serupa seperti pada Nita.
Empotan Nita memang terbaik. Krisna tak bisa menahan diri, dia mengocok vagina Mira yang menjerit keenakan. Nita mempercepat gerakan naik turun, lalu Krisna melenguh keras.
“OOOH!”
“Kriss!” Nita menekan tubuh kuat-kuat, berbarengan dengan Nita yang membenamkan kemaluannya ke muka Krisna.
Pria itu menyemburkan lahar di dalam lubang Nita, sementara Mira membanjiri wajahnya dengan lelehan squirting.
Ketiganya bergetar hebat, mengejang bersama. Terkulai dengan napas terengah, Mira mengajak pindah posisi di kamar.
Mereka terbaring di kasur, memulihkan diri dari ronde pertama. Namun, Krisna adalah kuda liar yang tak kenal lelah. Sementara dua wanita sedang bercanda, kedua tangannya mulai mengocok vagina masing-masing.
“Kriiis,” rintih Mira. “Mem*kku jadi pengen dientot lagiiii,” cetusnya manja.
“OOUGH!” Nita membuka mulut penuh ekspresi nikmat sambil memilin payudaranya. “Kocokin mem*kku sama kont*lmu dong, udah nggak tahan.”
“Sabar, Ladies. Semua kebagian.”
Krisna menegakkan tubuh, membuka kaki Mira sementara bersimpuh. Dia memasukkan penis dengan sentakan kasar. Mira mendelik, menggelengkan kepala.
“OOOH! Jangan berhentiiii, sodok terussss, oooh, enaaaak, enaaaak bangettt! Oooh!”
Krisna tahu, jika Mira ini cepat orgasme. Dalam waktu lima menit, perempuan berkaki jenjang ini sudah mengejang. Dia melambatkan hentakan, lalu melepaskan tautan tubuh mereka. Krisna mendekati Nita yang sudah mengocok vaginanya sendiri.
Dia melesakkan dalam-dalam, giliran menggarap Nita. Si polwan montok ini mengerang, menarik Krisna untuk mengisap putingnya.
Pria itu menggenjot sambil mengemut. Nita menjepit pinggang Krisna, lalu memekik sambil mencakar punggungnya.
“OOOH!” Mata itu memutih, mengejang kaku selama beberapa saat.
Krisna menarik lepas penisnya, lalu telentang. Mira mengambil jatahnya lagi, menaiki Krisna yang tersenyum lebar.
“Kocok kont*lku sesukamu, Mira. Bikin sampe mem*kmu bengkak.”
Mira menggigit bibir, merem melek di atas tubuh Krisna. Nita yang masih lelah, menjadi sasaran tangan Krisna yang kembali mengocok kemaluannya.
“Ooh, oooh, Krisnaaa. Ka-mu he-bat bangettt! Terus, ko-cok me-m*k-kuuuu,” rintih Nita di samping sambil menggelinjang.
Kata-kata vulgar saling berlompatan keluar. Mereka mereguk nikmat dalam permainan threesome hingga dini hari. Kejadian itu tidak ada yang tahu.
Saat komandannya kembali, Mira akan mengendap diam-diam ke tenda Nita dan mereka melakukan threesome di sana. Ada kalanya, Krisna tidak tahan untuk menyetubuhi salah satu dari mereka. Pria itu akan menyeret Nita atau Mira, menggarapnya di semak-semak hutan untuk melakukan seks singkat.
Nita akhirnya pindah tugas dan digantikan oleh perwira wanita baru. Mira mengajak anak baru tersebut dan Krisna seperti mendapat rezeki nomplok. Wanita yang seumuran dengannya itu memiliki nafsu paling besar.
Dia tidak pernah absen, setiap malam meminta Krisna menggaulinya. Mira ada kalanya lelah dan libur, tapi si anak baru, selalu mendatangi Krisna untuk menagih jatah. Sebulan menjalani hidup seperti raja, Krisna akhirnya kembali ke Magelang dengan memori terindah.
….
Widya menatap Krisna yang terlihat tersenyum pahit.
“Keliaran itu nggak ada artinya, karena sekian banyak perempuan yang pernah kugauli, nggak ada yang berkesan.”
Pria itu memejamkan mata.
"Hana mungkin jadi racun paling mematikan, karena hidupku kayak di neraka. Tapi, sekalipun orang bilang kamu racun dalam pernikahanku, kehadiranmu tetap akan kunikmati dan syukuri. Aku rela diperbudak, bersedia jadi laki-laki menyedihkan yang akan mengiyakan semua perintahmu."
Wanita itu telah mendengar semua pengakuan Krisna. Apakah dia tetap akan menerima?
“Masih penasaran sama cewek-cewek yang lain?” tanya Widya. Krisna menggelengkan kepala.
“Sedikit pun enggak.”
Widya memberikan kecupan lembut di bibir Krisna.
"Aku nggak mau ngelepas kamu lagi, Kris," ucapnya lirih.
Pria itu memeluknya dengan erat.
"Kita berjuang bareng, Sayang. Bersabarlah."
Widya tak peduli, biarpun orang menyebutnya pelakor. Dia akan mempertahankan Krisna sampai titik terakhir!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
