Wanita Pendosa

1
0
Deskripsi

Part lanjutan 3-4

Dilema atas sikap lelaki yang mendekatinya. Tarik menarik dalam perasaan, namun lelaki itu sama sepertinya, memiliki sisi tidak baik dan bergemelut dengan dunia malam yang liar.

***

Saya tak pernah bosan mengucapkan untuk setiap orang yang mendukung saya. Baik itu like, komen atau juga tip. Sehat, bahagia selalu serta berlimpah ruah rejeki ya❤️

"Ada apa ini?" tanya Elena pada anak-anak tersebut.

"Kakak terkejut karena melihat cairan kental berwarna merah mengalir mengenai pelipis mata Dominic," ucap gadis kecil itu dengan terisak-isak.

"Maaf, Tante. Gelasnya pecah. Kakak tidak sengaja menjatuhkannya," sambungnya lagi.

"Oh tidak apa-apa. Lanjutkan makan kalian biar Tante yang bereskan. Hati-hati terkena pecahan kaca," ucap Elena dengan senyum menenangkan.

Elena melanjutkan pekerjaan rumah saat menunggu anak-anak selesai makan. Hari-hari ketika berada di rumah sangat berbeda jauh ketika dia berada di tempat lain. Elena memang menyesuaikan diri dengan keadaan.

Saat berada di luar kota, setelah bekerja Elena tidak pernah melakukan pekerjaan rumah. Dia lebih sering mempekerjakan seseorang untuk membantunya menyiapkan segala kebutuhannya. Begitu juga di rumah Ibunya, saat Elena pergi dia menyuruh tetangga dekat rumahnya bekerja untuk membantu Ibunya di rumah dan anaknya. Sekedar mencuci, membersihkan rumah dan melakukan kerjaan lain untuk meringankan beban Ibunya. Karena Elena ingin Ibunya hanya fokus bermain dengan cucu-cucunya saja.

"Elena! Kapan keberangkatanmu? Agar aku tahu belikan tiket pesawatnya."

Elena tersenyum saat membaca isi pesan dari Fahri. Lelaki yang menjadi partner bisnisnya di Batam. Awalnya Fahri adalah sopir travel yang dikelolanya sendiri. Elena pertama kali menggunakan jasa Fahri saat datang dari Pelabuhan menuju Bandara. Setelahnya Elena menjadi langganan tetap untuk Fahri. Hingga setelah setahun terakhir Fahri menaruh hati pada Elena.

Fahri adalah pemuda yang baik, namun Elena tidak pernah berpikir jatuh cinta pada siapapun. Beberapa bulan lalu Fahri pernah berkunjung ke Medan untuk bertemu keluarga Elena, menyampaikan niat hati untuk meminta restu. Namun bagi Elena itu hal tidak penting, meski sudah mendapat restu namun hati yang keras tak kunjung mencair.

"Tanggal 19 September pukul 13.00. Order tiket sesuai jadwal itu, Bang," Elena membalas pesan Fahri.

Elena meletakkan Handphone-nya kembali tanpa menunggu balasan pesan dari Fahri.

Sore hari seperti biasa anak-anak berlarian di halaman depan menunggu salat Magrib. "Cahaya senja yang bagus," gumam Elena.

"Tante... Apakah besok Tante akan pergi kerja?" tanya Farel sepupu Dominic juga. Wajahnya sangat mengiba seakan dalam hatinya perih ketika Tantenya ingin pergi meninggalkan rumah.

"Yah... Kalian baik-baik di rumah yah sama Nenek dan Kakek. Kalian jangan bertengkar, kita akan bertemu lagi dua puluh hari ke depan," ucap Elena lembut.

"Tidak enak kalau Tante pergi. Kita di sini saja kenapa? Kalau ada Tante rumah menjadi nyaman," ucap anak polos itu.

Elena tak kuasa menahan debaran dalam hatinya. Haru dan sesak mendengar kalimat itu. Dia merasa tak cukup baik, namun hadirnya selalu dirindukan. Bagaimana mungkin anak-anak ini lebih ingin hadirnya Elena dibanding Ibu kandungnya?

Elena menahan kesedihan di depan lelaki kecil itu. "Kembalilah bermain, Bang Farel. Nanti setelah besar kalian akan paham."

Elena meninggalkan Farel yang duduk di teras rumah. Elena sedikit mempercepat langkah kakinya menuju toilet. Di sana dia menumpahkan air matanya. Elena terisak-isak, suaranya bersahatuan dengan kran air yang sengaja dia tumpahkan. Hanya toilet yang menjadi saksi setiap isak tangisnya.

"Ya Tuhan... Aku ingin sekali berkumpul dengan anak-anak di rumah ini, tapi bagaimana? Aku tidak memiliki penghasilan yang cukup kalau terus diam di rumah. Segerakanlah aku bisa membahagiakan mereka. Aku mohon kekuatan untuk tubuhku yang sudah rentan ini."

Hampir satu jam Elena berada di dalam toilet. Dia segera keluar karena anak-anak akan bersiap pergi ke tempat ibadah.

Selangkah lagi anak-anak menuju luar,  hujan telah mengguyur dengan sangat derasnya. Kilat-kilat menyambar terlihat jelas di atas langit.

"Hujan...!"

Hanya itu yang terucap dari anak-anak dan berlari menuju Elena. Dengan sigap Elena merentangkan kedua tangannya untuk meraih keempat anak-anak itu. Dominic berada dalam dekapan, Kakak berada di punggung, Farel di pinggang dan Donios di kaki Elena. Menyatu seperti kucing yang memiliki banyak anak dan memberikan minum anak-anaknya.

"Bersinar bagaikan cahaya hati ini. Kaulah Ibuku cinta kasihku. Pengorbananmu sungguh tiada berarti. Kau bagaikan Matahari yang selalu bersinar."

Serempak keempat malaikat Tuhan  yang di Bumi saat itu menyanyikan syair itu. Tertawa dengan riang. Memeluk dengan erat. Dan merasakan kebahagiaan yang natural.

Elena ikut tersenyum dan melangkah dengan tertatih karena anak-anak itu masih menempel di tubuhnya. Terkadang Tuhan memang menghadapkan sesuatu yang bukan diharapkan untuk umatnya agar bisa menjadi dewasa secara pemikiran.

***

"Mom berangkat yah sayang," ucap Elena sambil mendekap putranya tak lepas juga dengan kecupan.

"Tante berangkat yah, Kak, Farel," ucap Elena dengan mata berkaca. Dia memeluk kedua keponakannya itu.

Dominic memancarkan tawa bersama yang lainnya, hanya Farel yang memasang mimik wajah kesedihan. Entahlah anak itu memang selalu tidak rela ketika Tantenya pergi.

Setelah berpamitan dan memberi salam takzim kepada orang tuanya. Elena melanjutkan perjalanan menuju Bandara International. Seperti biasa pergi dengan setengah hati yang masih tinggal di kampung halaman. Elena akan kembali dua puluh hari ke depan, namun dia merasa usia kehidupan tidak bisa ditebak. Bahkan yang namanya kematian sangat dekat.

Bus menuju Bandara melintasi jalan perkebunan karet. Angin membelah celah-celah pohon. Daun kering beterbangan ke arah yang tak bertujuan. Ditambah  suasana langit begitu indahnya, bangunan begitu kokoh dipinggiran kota.

"Tuhan tak pernah salah meletakkan masalah pada umatnya. Seperti daun kering yang jatuh telah tertulis jelas dalam kitab. Huh! Aku rindu hidup normal," Elena bergeming begitu saja.

"Pesawat segera take off dalam lima menit. Pukul 2.55 aku segera sampai, Bang. Jemput aku in time. See you soon," Elena mengirim pesan untuk Fahri.

"Sayang... Pesawat Mom akan segera berangkat. Baik-baik di rumah bersama Kakak dan Adik. Nanti Mom pulang bawa hadiah seperti biasa," Elana tak lupa memberi kabar ke rumah.

"Tuhan... Segala yang terjadi atas kehendakmu aku yakin itu yang terbaik menurutmu. Aku titip keluargaku dimana pun berada. Lindungi setiap perjalananku, beri kekuatan pada crew Pesawat ini agar membawa penumpang selamat sampai tujuan. Aamiin."

***
"Ibu... Aku sudah sampai di Bandara dan ini segera menuju Hotel untuk istirahat sehari di Batam. Besok aku akan melanjutkan perjalanan," Elena mengirim pesan kepasa Ibunya.

"Alhamdulillah. Jaga diri baik-baik, Mom," balasan pesan dari Ibumya. Seakan Dominic yang bicara dalam pesan.

Hampir satu jam setelah landed tidak ada tanda-tanda Fahri muncul di Bandara. Pesan singkat tak kunjung dibalas. Elena mencoba menelepon beberapa kali. Namun belum ada kabar dari Fahri.

Elena masih sabar menunggu, dia memilih untuk mencicipi sup mie ayam di area Bandara. Tak terasa sejak pesanan datang hingga selesai makan Fahri belum juga muncul.

"Bang... Kamu sebenarnya bisa menjemput atau tidak? Ini membuang waktuku. Aku lelah berada di sini. Kalau saja tadi kamu katakan tidak bisa, di sini banyak taxi yang bisa aku gunakan," Elena mengirim pesan pada Fahri.

"Dalam waktu kurang sepuluh menit aku sampai, Elena."

Kurang dari sepuluh menit Fahri telah sampai di pintu gerbang Bandara. Segera Elena keluar karena Fahri sudah meneleponnya untuk segera tiba.

"Maaf Elena, tamu begitu membludak hari ini. Sehingga aku sulit membagi waktu. Setelah drop kamu di Hotel aku segera menjemput tamu lagi. Kamu kalau mau makan malam segera hubungi aku," ucapnya datar tanpa ekspresi.

Benar saja, para pelancong akan memadati pulau ini setiap akhir pekan. Sangat mudah mencari rejeki saat waktu seperti ini. Hotel-hotel penuh, jalanan mengular, tempat hiburan malam juga sesak. Seperti itulah kesempatan Fahri memanfaatkan waktu. Dalam waktu sepuluh hari dia bisa menghasilkan uang dua puluh juta dari tamu travel.

"Fahri... Aku mau membeli peralatan mandi, tadi aku lupa," ucap Elena saat hampir tiba di Hotel.

"Kamu enggak suka pakai milik Hotel?" tanya Fahri tanpa bosan. Dia tentu sudah tahu jawabannya karena bukan ini kali pertama Elena beristirahat di Hotel.

"Baik, Nyonya. Siap Bos!" ucapnya sebelum mendapat jawaban dari Elena.

Setelah check in Hotel segera Fahri mengantar barang milik Elena. Fahri memang terbiasa mengurus tamu dengan baik. Dia bekerja sebagai sopir travel hampir tujuh tahun. "Silakan istirahat tuan puteri."

"Thanks," sahut Elena tersenyum.

"Elena... Nanti kabari aku jika butuh sesuatu. Pukul delapan aku sudah selsai. Aku akan segera kembali."

"Hah? Kembali?" tanya Elena sedikit bingung.

"Yah. Apakah aku tidak harus kembali ke sini?"

"Maksudmu? Kau tidur di sini? Menginap denganku? Fahri?"

Elena merasa tak nyaman, namun Elena ingin memperjelas apakah Fahri kembali sekedar ingin mengajak jalan atau untuk menginap bersamanya.

"Fahri? Apa kamu mendengarku?" 
 



 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Wanita Pendosa
3
0
Part lanjutan 5 sampai 6 Fahri meminta Elena untuk menuruti kemauannya. Bersembunyi dibalik kata cinta dan memiliki hubungan, maka dia menganggap wajar jika Elena memenuhi nafsu bejatnya. Saat Elena tidak mau menurut, Fahri malah mengatakan Elena perhitugan dalam urusan cinta. Bahkan dia sengaja menjebak Elena bersama tamu-tamunya. Sementara Elena yang terbiasa dalam kejamnya kehidupan malam, masih bisa menyelamatkan diri. ***Tak pernah lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada siapa saja yang sudah mendukung karya penulis. Baik itu berupa like, komentar, dan berupa tip. Semoga Tuhan melimpahkan kesehatan, kebahagiaan dan rejeki yang luas. Love much❤️
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan