
Pairing: Beomgyu x Female OC
Word count: 2k
Summary: Han Gaeun, gadis yang duduk di bangku kelas 3 SMA itu mengikuti acara festival sekolah karena bujukan sahabatnya, Choi Jisoo. Semula ia tidak ingin namun pada akhirnya ia mengiyakan dan disitulah pertemuan mendebarkan dengan seorang gitaris dari klub band sekolah mereka, Choi Beomgyu.
Update setiap hari Selasa dan Sabtu jam 17.00. Silakan berkomentar, like maupun mengkritik ceritaku. Kalian bisa memberi dukungan untuk ceritaku dengan tip...
Han Gaeun POV
Selama dua hari itu, aku tidak berkomunikasi sedikit pun dengan Beomgyu. Pesan dari Yeonjun sunbae juga kubalas sekenanya karena entah mengapa moodku sangat buruk.
Jisoo meneleponku sehari setelah kejadian itu dan bertanya mengapa aku menangis. Aku hanya menjawab karena sedang merasa lelah.
Ya, aku menangis dan tidak tahu mengapa air mataku turun begitu saja ketika mendengar Jisoo bertanya seperti itu.
Baik Jisoo dan Soobin, kedua sahabatku itu sama sekali tidak kuceritakan soal pertemuanku lagi dengan Beomgyu. Mereka menghiburku dengan melakukan videocall denganku dan mengirimku beberapa camilan dan minuman ke gedung flatku. Tadinya, Soobin menawarkan diri untuk menemaniku mencari udara segar tetapi aku menolak dan memilih tidur di rumah.
Pada malam puncak, semua orang boleh datang. Termasuk anak-anak angkatan atas. Saat malam puncak anak-anak dan panitia lebih bebas dan bisa berbaur dengan siapapun. Soobin juga datang saat itu untuk menonton sekaligus pulang bersamaku nanti karena merasa khawatir diriku yang terlihat sangat lelah. Yah~ terbukti dari sikapku kemarin yang membuat kedua sahabatku itu khawatir. Soobin berada di sebelahku saat itu, menemaniku yang sedang sendirian. Sunwoo sudah bersama teman-temannya yang lain.
Dimalam puncak, dia juga datang. Beomgyu datang dengan matanya yang sembab dan lingkar mata yang hitam. Ia menampilkan yang terbaik bersama teman anggota kelompoknya. Ia juga naik ke panggung untuk memberikan penampilan tambahan sebagai tim band.
“Oh, bukankah itu adik kelas kita dulu?” Dia bertanya sembari menunjuk kearah Beomgyu. Wajahnya tidak terkejut sama sekali. Dia hanya bertanya seperti biasa dan kepalanya mengikuti alunan lagu yang mulai terputar. Dia mulai memetik gitarnya perlahan dan mulai bernyanyi.
All I knew
This morning when I woke
Is I know something now
Know something now I didn't before
And all I've seen
Since eighteen hours ago
Is green eyes and freckles and your smile
In the back of my mind making me feel like
I just wanna know you better, know you better, know you better now
I just wanna know you better, know you better, know you better now
I just wanna know you better, know you better, know you better now
I just wanna know you, know you, know you
'Cause all I know is we said, "Hello"
And your eyes look like comin' home
All I know is a simple name
And everything has changed
All I know is you held the door
You'll be mine and I'll be yours
All I know since yesterday
Is everything has changed
Dia… menyanyikan lagu yang sama ketika kelulusan. Dia menyanyikan bagian yang sama. Tidak hanya lagu everything has changed. Dia dan Heeseung membawakan lagu enchanted.
The lingering question kept me up
2 AM, who do you love?
I wonder 'til I'm wide awake
And now I'm pacing back and forth
Wishing you were at my door
I'd open up and you would say, "Hey"
It was enchanting to meet you
All I know is, I was enchanted to meet you
This night is sparkling, don't you let it go
I'm wonderstruck, blushing all the way home
I'll spend forever wondering if you knew
That this night is flawless, don't you let it go
I'm wonderstruck, dancing around all alone
I'll spend forever wondering if you knew
I was enchanted to meet you
This is me praying that
This was the very first page
Not where the story line ends
My thoughts will echo your name, until I see you again
These are the words I held back, as I was leaving too soon
I was enchanted to meet you
Hingga akhirnya pada bagian breakdown lagu enchanted, lampu sorot tertuju padanya. Dia jelas sekali menggigit bibirnya sebelum menyanyikan bagian itu setelah hening cukup lama dan hanya ketukan drum serta petikan pelan gitar yang terdengar.
Please don't be in love with someone else
Please don't have somebody waiting on you
Please don't be in love with someone else
Please don't have somebody waiting on you
Hingga suara drum bersamaan dengan band utuh kembali terdengar. Heeseung melanjutkan nyanyiannya pada bagian outro. Setelah band mereka selesai, aku tidak melihat dirinya di mana pun. Dia seperti menghilang begitu saja.
Yeonjun sunbae malah menemuiku setelah itu dan berbincang denganku dan Soobin -karena teman sejurusannya- sembari mengingatkan rencana weekend kami. Aku menyadari, akhir-akhir ini aku tidak banyak berbincang dengan Yeonjun sunbae bahkan lupa.
“Annyeonghaseyo, sunbaenim.”
Beomgyu dan Heeseung lewat di depan kami bertiga ketika ia sedang merangkulku karena saat itu bercanda padaku. Entah mengapa, jantungku berdegup kencang ketika ia melihatnya.
“Halo! Penampilan kalian sangat bagus! Pendamping kelompok kalian sangat bangga!” Yeonjun sunbae kembali merangkulku dan menepuk bahuku, seperti memujiku dan anggota band mereka.
“Ah, terimakasih sunbaenim. Kami berdua akan pergi dulu.” Heeseung menarik pergi Beomgyu yang sudah diam dan menunduk sedari tadi. Malam puncak berakhir tanpa rasa senang yang bisa kurasakan.
Anehnya, Soobin juga terlihat biasa saja ketika bertemu Beomgyu untuk pertama kali setelah sekian lama. Mereka hanya bertukar pandangan sekilas dan saling menyapa singkat.
"Hey, Soobin-ah," panggilku lesu ketika duduk berdua bersamanya di dalam mobil miliknya. Ia menawarkan diri sebelumnya untuk menjemputku dan aku mengiyakan karena hari ini cukup melelahkan.
"Hm?" Dehamnya kecil sembari mengetukkan jarinya pada stir mobil miliknya.
"Apa kau berkomunikasi lagi dengan Beomgyu?"
Aku bisa melihat dari mata elangku, dia melirik singkat kearahku. Tak lama, ia memandang lagi ke depan, melirik lampu lalu lintas yang masih merah.
"Tidak."
Begitu mendengarnya aku berdesis pelan. "Kau tidak akan jujur padaku juga?"
Aku bisa mendengar helaan napas darinya. Lampu hijau menyala dan mobilnya kembali berjalan. "Selama ini kau masih berhubungan dengannya kan? Dia tidak mengganti ID game miliknya seperti yang kau katakan bukan?"
"Kenapa kau bertanya?"
Aku mencibirnya pelan. "Kau yang memberitahu tentangku bukan? Kau jelas tidak terkejut ketika melihatnya diatas panggung! Kau juga tidak menyapanya saat lewat tadi." Nadaku sedikit meninggi ketika kembali bertanya padanya.
Aku bahkan tidak sadar aku meninggikan nadaku.
"Kenapa kau marah?" Dia melirikku bingung.
Aku, aku bahkan tidak tahu mengapa diriku seperti ini.
"Bukankah kau juga tersentuh dengan perilakunya? Mengapa kau marah ketika aku memberitahu tentangmu padanya?" Dia melanjutkan.
Aku menghela napas dan jelas menyangkal dirinya. "Apa yang kau katakan? Aku tidak begitu!" balasku dengan berseru.
"Benarkah kau tidak begitu?" Soobin sama sekali tidak terprovokasi dengan tingkahku saat ini.
Aku tidak tahu.
Aku tidak tahu.
Aku tidak tahu mengapa aku seperti ini?
Aku merasa marah tetapi entah pada siapa. Setelah ia meninggalkanku kemarin, aku tidak yakin dengan perasaanku. Rasanya aku hanya ingin meledak hari ini.
"Aku menyukai orang lain,” lanjutku.
Soobin mendecih pelan dan membalasku, "Kau bisa mengabaikannya kalau begitu dan memberitahu sendiri dengan mulutmu."
"Tapi nyatanya kau tak bisa. Sejak awal kau tak bisa mengabaikannya bukan? Mengapa sekarang kau marah dan bersikap seolah tidak peduli apa yang terjadi pada kalian dulu?" Dia memincing singkat sembari berdesis kecil.
Aku terdiam mendengar kalimatnya. Mengalihkan pandanganku keluar jendela adalah pilihanku agar tidak bertatapan dengan dirinya.
Dia menghela napas beratnya dan kembali membuka mulutnya sambil berkata, "Kau tidak perlu memberi payung itu. Kau tidak perlu menerima bunga darinya. Kau tidak perlu bermain ice skating tempo lalu hingga aku tidak tahu apa yang menyebabkan kau menangis. Kau tidak perlu... bertanya padaku soal dirinya." Dia terus menjelaskan dengan tenang. "Aku tahu kau bertanya tentang teman-teman SMA dan kabar adik-adik kelas kita hanya kedok belaka. Kau hanya ingin tahu tentang dirinya tapi kau tidak sadar."
Soobin terdengar menghela napas lagi. "Berhentilah keras kepala dan menyangkal. Semakin kau menyangkal kau akan merasa jatuh cinta,” ujarnya lembut.
"Ah tidak. Kau sudah jatuh cinta.” Soobin tertawa malas melirikku.
“Aku tidak,” sangkalku cepat.
"Mengapa kau menerima ajakannya untuk bermain ice skating bersama? Lalu mengapa kau diam saja ketika ia memegang tanganmu saat menonton film horror? Mengapa kau membiarkan dirimu semudah itu menerima permintaan dirinya? Memangnya aku bodoh?"
Aku kembali menolehkan kepalaku ke arah dirinya dan menegakkan tubuhku. Pekikku padanya, "Aku selalu seperti itu bukan? Aku selalu berusaha baik pada setiap orang. Aku tidak punya maksud apa pun!"
Soobin tertawa sarkas dan tampak meremas stir mobilnya. "Haha lucu. Sudah kubilang jika kau tidak menyukainya kau bisa mengabaikannya. Tapi apa yang kulihat? Kau sama sekali tidak bisa mengabaikannya. Jisoo pun menyadarinya hanya dalam sekali lihat. Kau pikir kami berdua bodoh untuk melihat tatapanmu ketika malam puncak tadi? Haha, lucu."
"Jatuh cinta tidak akan secepat itu, Choi Soobin. Termasuk aku dan dirinya."
"Dia sudah lama menyukaimu. Kau tahu itu 'kan?" Soobin mengarahkan jari telunjuknya padaku dan nadanya mulai terdengar keras. “Tentu saja kau tahu, kau merasakannya, kau juga yang menolaknya saat itu. Tapi lihat, dia menepati janjinya padamu bukan?”
"Bukankah kau selalu penasaran darimana kau mendapatkan coklat di hari valentinemu itu?"
"Itu kau."
"Tidak. Itu dirinya."
"Kau selalu mengatakan dari dirimu."
"Sudah kubilang itu dari Beomgyu, Han Gaeun! Apakah kau bodoh sampai tidak membaca nama di dalam suratnya?"
"Tidak ada nama!"
"Berarti dia yang bodoh."
"Ck, jangan mengada-ada. Aku saja baru berinteraksi dengannya ketika kelas tiga. Itu pun karena aku melihat dirinya ditolak Jimin."
"Itulah yang membuatmu bodoh tahu? Jimin saja tidak mengenal Beomgyu jelas dia akan menolaknya."
Kami berdebat sangat kencang di dalam mobil Soobin tanpa henti. Aku memutar bola mataku, mulai malas menanggapi dirinya. "Ck, kau pikir aku percaya? Dramatis sekali."
"Haha, kau pikir Jimin sengaja duduk di belakangmu? Dia akan lebih memilih untuk berada di club dance daripada menonton hal seperti itu. Kau lihat sendiri bagaimana ia berada di belakangmu persis. Itu karena Beomgyu ingin melihat kau bereaksi. Ingin kau melihat dirinya. Bagaimana jadinya jika ia ditolak didepan umum oleh temanmu sendiri. Bukankah dia sangat berani untuk anak SMA? Benar saja. Kau melihatnya. Kau melihat dirinya. Awal mula rasa kasihan yang berubah menjadi penasaran dan sekarang kau menyukainya."
"Kubilang--"
"Berhentilah menyangkal!" Soobin jelas berteriak kesal padaku.
Ia mengacak rambutnya kasar dan kembali melanjutkan, "Kau bahkan takut mengetahui tanggapan dirinya ketika kau mengagumi Yeonjun sunbae! Jika kau tidak menyukainya, kau tidak akan peduli dengan tanggapannya,” tanggap Soobin yang saat ini terdengar lebih kesal dari sebelumnya.
Soobin terus terdengar mendecakkan bibirnya dan berkata, "Kupikir aku tidak tahu? Kau jadi lebih berhati-hati dengan Yeonjun hyung ketika ia mulai 'membalas' perasaanmu. Seharusnya kau senang bukan? Tapi aku tidak melihat hal itu. Itu bukan perasaan sukamu. Itu hanya kagum. Perlahan, kau mulai menjauhi Yeonjun hyung. Tapi ketika dalam posisi tadi, kau tidak bisa berbuat apapun."
Dia diam sebentar setelahnya. Mengatur napasnya yang terdengar menggebu sejak tadi. "Dan benar, Beomgyu dan aku masih berkomunikasi. Aku berbohong padamu. Aku mendukungnya karena... aku tahu dirinya yang selalu memintaku memberikan susu strawberry padamu menggunakan namaku. Ketika aku tahu dia teman virtualku juga kupikir itu kebetulan, tapi ternyata dia yang mencari tahuku. Dia yang mengusahakan semuanya. Dia tanpa ragu menerima ajakanku untuk pergi ke bioskop karena tahu akan ada dirimu."
"Semua lagu yang dia tampilkan bersama bandnya, itu untukmu walaupun kau tidak pernah hadir dalam lombanya sekalipun. Tapi dia tidak pernah melewatkan pertandingan basketmu,” lanjut Soobin lagi dengan suara lebih pelan ketika ia menyadari aku semakin diam.
Aku menggigit bibirku kencang dan menyahutinya pelan, “Lalu mengapa dia selalu meninggalkanku?” gumamku pelan dan hampir menangis.
“Apa katamu?” tanya Soobin pelan karena ia tidak mendengarku.
Soobin melanjutkan kembali kata-katanya. "Sekarang selesaikan kesalahpahaman perilakumu pada dirinya. Kau berhak menolaknya. Jangan menggantung dirinya. Katakan maumu, hubungan seperti apa yang kau mau."
Aku terdiam mendengarnya. Aku tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Aku hanya merasa aneh setiap kali bertemu dengannya tapi aku belum bisa mengkategorikan rasa itu sebagai rasa suka. Aku hanya senang... ketika ia memanggil namaku. Aku nyaman bersamanya tapi rasanya bukan dilevel yang sama ketika aku bersama Soobin atau Yeonjun sunbae. Marah rasanya ketika ia meninggalkanku begitu saja ketika menciumku waktu itu. Tidak menjelaskan apapun.
Aku… ternyata… aku menyukainya.
Sebuah notifikasi muncul ketika aku terlarut dalam pikiranku. Soobin masih sibuk menyetir menuju flatku dan tidak berkata apapun lagi. Beomgyu kembali mengirimku pesan setelah dua hari tidak menghubungiku.
'Nuna, apa kau sudah sampai flat?'
Aku membuka pesan itu dan membalasnya.
'Belum. Masih dijalan.'
'Oh! Suruh Soobin hyung berhati-hati menyetir, hehe.'
'Aku melihat dia menjemputmu tadi.'
'Baiklah, terimakasih.'
'Nuna, terimakasih hari ini. Aku senang mendapat pujian kecil darimu.'
'Itu sangat berarti bagiku. Apa pun yang nuna lakukan sangat berarti bagiku. Terimakasih. Kuharap kita bisa bertemu lagi sewaktu-waktu.'
Aku hanya memandang pesan darinya. Tanpa sadar aku meremas ponselku. Aku ingin menangis saat ini.
'Kau hanya membaca pesanku, hehe.'
'Sedih rasanya tapi, selamat malam. Selamat tidur! Jika nuna sudah sampai.'
‘Selamat malam, Choi Beomgyu’
‘Terimakasih sudah membalas pesanku. Maafkan aku untuk kejadian dua hari lalu. Kumohon anggap saja tidak pernah terjadi. Itu karena refleksku. Aku sudah menyukaimu sejak SMA. Aku tidak akan menganggumu lagi sekarang. Terimakasih, Gaeun nuna.’
Tanpa sadar, setelah ia mengirim pesan itu aku menangis.
Dia menyerah.
Dia menyerah karena perilakuku sendiri ketika aku baru menyadari perasaanku yang terus kutekan sejak lama.
Bahkan aku menyesal ketika membaca pesan chat diriku dengannya. Aku menyadari betapa dinginnya diriku membalas pesan darinya tanpa maksud seperti itu.
“Dia… mengakhiri perasaannya.” Soobin berujar pelan ketika mendengarku menangis. “Gaeun-ah, tidak apa, kau hanya terlambat menyadari. Ini bukan salahmu.”
Mendengar kalimat Soobin, aku semakin menangis dibuatnya. Aku merasakan yang namanya jatuh cinta namun ternyata secepat itu berakhir.
“Jika kalian melewati jalan yang sama, kalian akan bertemu lagi. Timing kalian hanya tidak tepat karena Yeonjun hyung lebih bergerak aktif dan itu membuatmu bingung. Kuyakin kau akan baik-baik saja.”
“Terimakasih, Soobin.”
Benar.
Dia tidak lagi menghubungiku setelah itu.
Kami berdua benar-benar seperti orang asing ketika berpapasan di gedung kampus. Lebih tepatnya dia sama sekali tidak melihat kearahku.
Hingga saat Yeonjun sunbae mengajakku pergi di hari weekend sesuai janjinya itu. Dia membawaku ke taman bermain dan kami bermain sangat lama disitu. Ia juga membawaku ke area sungai Han untuk bersepeda dan berkemah kecil sebentar. Yeonjun sunbae menyatakan perasaannya padaku tidak secara gamblang, tetapi yang terpikir olehku hanyalah dirinya.
Benar kata Soobin, perasaanku pada Yeonjun sunbae hanyalah perasaan kagum sebagai senior-junior. Tidak pernah terpikirkan olehku untuk menjadi kekasihnya atau menyukainya dalam hal lain.
Yeonjun sunbae tidak langsung menyuruhku memberikan jawaban itu padaku tetapi aku menolaknya. Aku menolaknya saat itu karena tidak ingin menjadi lebih bingung dengan perasaanku sendiri. Dia juga berkata kalau dia sudah mengetahui itu sejak lama dan menerima jawabanku. Aku sedikit merasa bersalah padanya saat itu tetapi dia menghiburku dan mengatakan tidak apa.
“Soobin-ah, apa kau ada di flat?” Aku menelepon Soobin setelah Yeonjun sunbae mengantarku pulang. Tadinya aku ingin menelepon Jisoo tetapi aku baru ingat dia sedang ada proyek mata kuliah bersama teman sekelompoknya jadi tidak bisa kuganggu. Aku hanya bisa bercerita pada Soobin saat ini. Bunga dari Yeonjun sunbae masih kupegang namun aku tidak bisa merasakan diriku berdebar.
“Eung, kau bisa kesini saja. Kau tahu ‘kan passwordnya? Aku sedang bermain game.”
“Baiklah, aku akan kesana naik taksi.”
Begitu telepon ditutup, aku langsung pergi menuju flat Soobin menggunakan taksi. Tak lama, hanya sekitar lima belas menit, aku sudah sampai di flat Soobin. Seperti katanya, aku langsung masuk ke flat miliknya yang cukup berantakan.
“Tidak-tidak! Ada disebelah kiri! Ya. Disitu. Didalam rumah. Kita harus mengendap-endap.”
Suara teriakan Soobin terdengar jelas dari dalam kamar yang sedang bermain game. Dia bahkan tidak menyadari aku datang. Aku duduk dengan tenang di pinggir ranjang miliknya, melihatnya bermain game. Tepat berada dibelakang kursi gaming miliknya.
“Aish, perutku mulas sekali daritadi,” keluh Soobin di tengah bermain gamenya.
Lucu sekali melihatnya seperti ini. Aku sangat biasa melihatnya berteriak sembari bermain game seperti ini. Biasanya jika bersama Jisoo, kami berdua sudah tertawa terbahak-bahak melihat Soobin yang asyik dengan dunianya sendiri.
“Ah, Beomgyu-ya! Sebentar! Biarkan aku buang air besar dulu. Astaga perutku sakit sekali. Akan kuletakkan karakterku di dalam rumah supaya tidak tertembak.”
Dan begitulah, dia masih tetap tidak menyadari kedatanganku dan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya. Begitu ia masuk ke dalam kamar mandi, kakiku turun dari kasur dan badanku berpindah duduk di kursi gaming miliknya.
Mendengar nama Beomgyu tadi, aku jadi ingin mendengar suaranya.
Aku memasang headphone gaming itu, mencoba mendengar dirinya berbicara. Namun, diseberang hanya hening saja dan terdengar suara petikan gitar perlahan. Tidak benar-benar diam saja karena dia juga bersenandung lagu Dandelions – Ruth B sama seperti ketika SMA dulu. Suaranya begitu lembut dan dreamy. Tanpa sadar kepalaku ikut bergerak sesuai senandungnya. Aku mengerti sedikit tentang key pada keyboard dan memastikan suara in-game milik Soobin berada dalam posisi mute.
“Hyung, apa kau masih di kamar mandi?”
Aku menegakkan tubuhku begitu mendengar suaranya. Aku merindukan suaranya dan tingkah lakunya. Aku bahkan sampai menutup mulutku sendiri ketika mendengar suaranya dan hampir menangis.
“Sepertinya kau belum kembali. Kalau begitu aku akan berbicara sendiri saja disini. Tidak ada tempat yang bisa kuceritakan.”
Ingin rasanya aku berkata bahwa aku disini dan bisa menjadi tempat bercerita dirinya seperti biasanya. Tetapi we don’t talk anymore.
“Hari ini nuna berkencan dengan Yeonjun hyung, seperti yang kau tahu.”
Napasku berhenti sejenak ketika mendengarnya kembali berbicara perlahan.
“Yeonjun hyung tampak bahagia ketika hendak pergi berkencan hari ini. Aku mencoba ikut senang untuknya dan berharap yang terbaik untuknya.”
Aku menggigit bibirku ketika menyadari cerita darinya. Mereka berdua adalah kakak-adik.
“Tetapi hatiku tidak sebahagia itu.”
Aku mendengar dirinya terisak kecil. Hatiku seketika terasa sakit mendengarnya menangis.
“Aku tidak baik-baik saja. Aku tidak ingin mengalah lagi bahkan pada kakakku sendiri tetapi melihatnya begitu bahagia aku mencoba merelakan nuna.”
“Beomgyu-ya…,” gumamku pelan ketika mendengar seluruh ceritanya. Air mataku turun tanpa kusadari.
“Ternyata sesulit itu, haha. Bahkan sebelum bermain game aku menangis. Aku terlihat lemah dan pengecut bukan? Aku pergi meninggalkannya, tidak menjelaskan apapun tentang perasaanku padanya, meminta maaf hanya lewat pesan teks dan bertingkah seolah tidak terjadi apapun setelah itu. Sedari dulu aku selalu seperti itu.”
Beomgyu terdengar tertawa kecil ditengah isakannya. “Setiap kali melihat nuna aku selalu ingin berbincang dengannya, memeluknya erat meminta maaf padanya dengan benar. Aku ingin menyatakan perasaanku dan menjadikannya milikku tetapi kenyataannya aku harus merelakannya. Apakah aku benar-benar harus mengalah sekali lagi dan mengakhiri perasaanku saja?”
Suaranya menjadi hening setelah itu.
“Apakah… dia juga menyukaiku hyung?”
Aku mengangguk kecil mendengarnya. Namun, setelahnya ia tertawa. “Tidak mungkin bukan? Dia lebih menyukai kakakku. Sikapnya selalu seperti teman biasa ketika bersamaku.” Dia tertawa sedih.
Tanpa sadar, tanganku bergerak menuju keyboard Soobin dan menekan kunci unmute.
“Han Gaeun! Apa yang kau lakukan!?” Suara Soobin yang keluar dari kamar mandi mengejutkanku. Aku melepas headphone miliknya dan menyuruhnya tidak berteriak dengan jari telunjukku. Dia mengerti maksudku.
“Aku tidak sadar kau sudah disini. Apa aku di kamar mandi sangat lama?”
“Hm, lama,” jawabku singkat sembari duduk di pinggiran ranjangnya.
Soobin kembali duduk di kursi gamingnya dan memutar sedikit kearahku. “Bagaimana kencanmu?”
Dia ternyata tidak mengerti maksudku untuk diam ya?
“Kau menerimanya?”
Choi Soobin bodoh! Aku belum menekan tombol mute milikmu!
Aku hanya menggeleng pelan. “Ah, begitu…” Soobin mengangguk kecil sembari memasang headphonenya namun hanya setengahnya saja.
“Kau tidak akan move on ya?” Soobin kembali bertanya dengan senyum smirk miliknya dan membuatku membulatkan mata lebar-lebar. “Kenapa pipimu merah? Kau malu aku berkata seperti itu? Selamat, kau bisa bersenan-senang setelah ini.”
Aku hanya bisa membuka mulutku, terkejut dengan perkataannya. Dia menyalahkanku sekarang. Tapi seluruh kalimatnya terdengar ambigu seolah-olah aku baru saja menerima perasaan Yeonjun sunbae. Tetapi, kulihat ia terus mengulas senyum smirk miliknya.
“Kau menyukainya. Mengapa kau malu-malu? Kau sudah duduk di kursi ini selama hampir sepuluh menit entah apa yang kau dengarkan hingga menangis.”
Soobin tahu. Soobin tahu apa yang kulakukan. Dia melihatku menekan tombol unmute miliknya.
“Choi Beomgyu, kau mendengarku bukan?”
Choi sialan! Choi sialan adalah nama yang tepat untuknya. Dia sangat tahu apa yang terjadi. Dia menggodaku dan membuatku malu disaat bersamaan.
“A-aku akan pergi.” Aku beranjak dari kasur miliknya hendak kembali pulang karena sudah terlalu malu.
“Sudah kubilang jangan seperti ini, Han Gaeun. Kau hanya menyakiti dirimu.”
“Lalu apa yang harus kulakukan? Aku sudah tidak berhubungan lagi dengannya!” seruku sambil menangis dan terduduk memeluk lututku. Aku malu. Aku malu sekali menyatakan perasaanku seperti ini. Aku tidak ingin menghubunginya lebih dulu karena rasa maluku dan gengsiku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
“Beomgyu-ya. Kau mendengarnya bukan? Dia juga menyukaimu. Apa kau masih ingin mengalah?”
Soobin melirikku kecil dengan pandangannya yang melembut. Aku masih menangis hingga tidak mendengar dia berkata apa lagi setelah itu.
“Oh! Yeonjun hyung. Apakah adikmu boleh kembali mengejar Gaeun?”
“Terimakasih hyung. Kau pria keren!”
“Jadi, Choi Beomgyu, kau ingin kemari atau tidak?”
“Kau terlalu lama, aku akan matikan gamenya.”
Soobin benar-benar mematikan game miliknya. “Lucu sekali kau menangis di flat milikku.” Soobin menggodaku sembari menyandarkan diri di kursi gamingnya.
“Kalau kau menyukainya, katakanlah. Jangan seperti tadi.”
“Berhentilah menasihatiku. Kami tidak berhubungan lagi.” Lagi-lagi gengsiku terlalu tinggi menyatakan rasa sukaku. Soobin menggerakkan kepalanya. “Terserah saja. Tidak perlu menangis kalau begitu jika ia tidak lagi menyukaimu,”
“Mengapa juga aku tidak boleh menangis!?” Aku sedikit menyentaknya.
Soobin menggelengkan kepalanya pelan. “Ayo keluar. Aku sudah membeli camilan malam tadi. Aku lapar setelah mengeluarkan semuanya di dalam kamar mandi.”
Dia menarikku pelan keluar dari kamar dan menyuruhku duduk di sofa dan dia menyiapkan cemilan malamnya. Aku duduk sembari terus mengusap air mataku yang masih turun sembari menyalakan televisinya. Televisi menonton diriku saat itu. Air mataku tidak bisa berhenti turun karena kalimat cerita dari Beomgyu terus terngiang dipikiranku. Bagaimana jika ia benar-benar mengakhiri perasaannya?Bagaimana jika ia tidak lagi ingin melihatku meskipun ia berkata seperti itu tadi?
Han Gaeun, mengapa kisah cintamu seperti ini? TT.
Ting tong ting tong.
“Siapa sih? Mengganggu saja.” Aku berkata sembari menarik ingusku dan mengusap air mataku. Soobin masih berada di dapur sehingga mau tak mau aku yang membuka pintu flatnya.
Sebuah pelukan erat kuterima begitu aku membuka pintu flat milik Soobin. Dia terisak sembari memelukku begitu erat didepan pintu.
Choi Beomgyu ada disini.
Dia ada disini.
“Aku menyukaimu Gaeun nuna. Aku juga menyukaimu.”
Pernyataan cintanya… membuatku kembali meneteskan air mata. Aku membalas pelukannya sembari ikut menangis bersama dengannya.
“Aku sangat menyukaimu. Aku tidak akan melepaskanmu lagi,”
“Aku juga menyukaimu, Beomgyu-ya.” Aku berujar pelan namun masih bisa terdengar olehnya karena ia semakin merapatkan kepalanya diceruk leherku. Air mataku terus turun membasahi hoodie miliknya.
“Bisakah kalian masuk saja dan makan malam? Aku sangat lapar.” Soobin berseru dibelakangku.
Benar, Choi sialan adalah nama yang tepat untuknya.
“Bisakah kau diam?” Aku membalasnya setelah menarik tubuhku dari Beomgyu.
Soobin menarik sudut bibirnya kesal dan berkata, “Ya sudah sana bermesraan dulu! Aku akan makan lebih dulu. Tadi menangis sedih, sekarang seperti ini. Kau punya berapa kepribadian sih?” Soobin terdengar mengomel pelan di belakangku tetapi aku tidak mempedulikannya. Aku menutup pintu flat miliknya dan kembali terfokus pada Beomgyu.
Aku tersenyum tipis melihatnya yang masih terisak itu sembari merapikan rambutnya perlahan. Mataku sudah bengkak ketika melihat kearah dirinya tetapi aku tidak lagi peduli. Aku hanya ingin melihat dirinya. Bibirnya tampak mengerucut kecil karena efek dirinya menangis. Lucu sekali dia hanya mengenakan hoodie abu-abu nya dan pergi kesini.
“Jadi?” Aku bertanya pelan setelah menghapus air matanya dan milikku sendiri. Aku mengecup cepat bibirnya itu dan terus mengulas senyum pada dirinya. Ia jelas tampak terkejut walaupun akhirnya ia mulai menarik sudut bibirnya.
“Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Kau milikku sekarang.”
Aku menyukainya. Aku menyukainya ketika dirinya mengatakan hal itu.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
