“I Love You”

15
0
Deskripsi

Ini merupakan narasi pendek dari AU Saju di X dengan judul “An Incurable Case of Love”.

            Setelah mengantar Bu Renata kembali ke rumah sakit, Lucia menepuk jidatnya. Ansel hanya melirik tanpa menoleh.

            “Astaga! Hp!” Lucia bergegas untuk kembali ke tempat pernikahan tersebut. Ansel akhirnya  menoleh.

            “Mau kemana?”

            “Hp Saya—Dok. Sepertinya ketinggalan di tempat tadi.”

            “Dasar bodoh!” Ansel mengeluh dan mengikuti Lucia. Lucia pun akhirnya berbalik.

            “Enggak apa-apa, Dok. Saya bisa sendiri. Bis keberangkatan kesana masih ada, Terimakasih untuk hari ini!” Sahut Lucia sambil membungkukkan kepalanya dan berlari ke area luar rumah sakit. Ansel hanya terdiam, kemudian sedikit menarik senyuman tipis.

            Sebenarnya Ansel mengambil cuti karena menemani perjalanan panjang Bu Renata. Tetapi entah kenapa Ia ingin kembali ke departemen kardiologi untuk sedikit beristirahat. Beberapa staff yang berada di nurse station menyambut kedatang dokter Ansel.

            “Wah, dokter Ansel? Dimana Lucia?” Tanya Theo sedikit keheranan.

            “Dia kembali kesana, HPnya ketinggalan.” Jawab lelaki itu sekenanya.

            “Oh.” Dokter Theo sedikit menganggukkan kepala. Malam ini adalah jadwalnya dokter Theo untuk berjaga. “Hari ini Lo cuti, kan? Kenapa balik kesini lagi?” Tanya Theo penasaran, lelaki itu mengekori Ansel yang melangkah keruangan dokter.

            “Prof Damian mana?”

            “Lupa ya sama jadwalnya? Hari ini kan doi praktek di rs lain.”

            “Oh I see.” Respon Ansel tanpa menjawab pertanyaan Theo tadi.

            Tiba-tiba saja Hanata datang, bahkan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ansel dan Theo menoleh karena terkejut.

            “Dok!! Darurat!!!” Raut wajah Hanata yang panik membuat keduanya ikutan kaget. “Lucia, Dok! Lucia ditabrak mobil!!” Sedetik saja terbuang, dan Ansel berlari tanpa mempedulikan Theo dan juga Hanata.

            Sirine Ambulan kembali memenuhi keramaian di ruang IGD, triase dilakukan oleh petugas IGD, wajah Ansel begitu pucat ketika melihat Lucia sudah berlumuran darah. Kesadaran gadis itu masih ada, Ia masih merintih karena menahan sakit.

            “Pasang Oksigen yang benar!! Kassa!!” Ansel tidak mempedulikan dokter jaga yang berupaya untuk membersihkan luka Lucia, bahkan Ansel merebut kassa yang sudah dipegang oleh dokter jaga. Lalu menekan diarea luka, pendarahannya cukup serius. Begitu dugaan Ansel, karena Ansel dapat melihat darah mewarnai beberapa kassa sebelumnya. “Segera lakukan CT scan, cek HEMA, pasang IV line sekarang.”

            “Luka robeknya—” Lucia masih meracau.

            “Kamu mual?” Tanya Ansel mencoba memeriksa tubuh Lucia.

            “Tidak.” Ansel memeriksa monitor dan melihat tanda-tanda vital Lucia. “Dokter—terimakasih sudah datang hari ini. Maaf merepotkan—padahal besok pagi dokter ada tindakan.” Nada Lucia terengah-engah karena kekurangan pasokan oksigen.

            “Diamlah, itu semua tidak penting sekarang.” Ansel terfokus pada luka-luka lebam disekitar leher Lucia.

            “Benar kata Bu Renata, ketika sudah terasa dekat. Waktu terasa sempit ya, Dok. Saya—masih ingin merasakan kita pergi berdua seperti hari ini. Jika memungkinkan, bisa sampai bergandengan tangan seperti pasangan dan berciuman.” Lucia menarik facemasknya agar bisa berbicara dengan leluasa.

            “Cukup.” Ansel berusaha memposisikan facemask Lucia agar bisa terpasang kembali, tetapi gadis itu menahannya.

            “Kamu punya seseorang yang spesial ya, tentu saja Aku enggak bisa menggantikannya. Tapi Aku hanya ingin bilang Aku mencintaimu.” Helaan napas Lucia sedikit tercekat, kesadarannya melemah. Gadis itu memejamkan matanya. Ansel terkejut dan mencengkram bahu Lucia.

            “Lucia?!! Bangun!! Hei, Lucia!! Iya—iya, akan Saya kabulkan. Tapi tolong sadarlah!” Teriak Ansel yang kepanikan. Ansel bahkan tidak mempedulikan tepukan halus dokter jaga disana. “Saya akan ajak Kamu berkencan dan menciummu!!! Bangun Lucia!!!”

            “Dok—Dok, Maaf, Dok. Pasien sudah diberi obat penenang, makanya—”

Story Pin image

            “SHIT! KENAPA ENGGAK BILANG SAYA!!!” Teriak Ansel memarahi dokter itu.

            “Ya—ini Saya kasih tahu, Dok.” Ansel menghela napas dan tersadar beberapa perawat terdiam menyaksikan kepanikan dan juga kebodohan Ansel tadi.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya “Kissu?”
19
0
Ini merupakan narasi pendek dari AU Saju di X dengan judul “An Incurable Case of Love”.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan