
Kenneth Ariguna Praga adalah seorang pengusaha yang tidak merasa bahagia memiliki seorang istri seperti Rachel Yume Juana. Terbiasa melalui kisah percintaan yang dingin hingga tidak menyadari ada luka yang masih membekas dalam diri Kenneth. Apa yang membuat Kenneth memilih wanita lain dibanding istrinya sendiri?
Part 9: "Value Berharga"
04.22 AM
Sedari tadi Rachel tidak bisa tidur dengan tenang, suhu ruangan yang dingin tanpa selimut yang membungkus tubuhnya membuatnya terasa kedinginan. Kenneth benar-benar tidak peduli padanya. Akhirnya Ia memutuskan untuk berendam dengan air hangat dibathup. Berada didalam satu ruangan dan melihat Kenneth yang bisa tertidur dengan nyenyak membuat perasaan Rachel mencelos.
"Memang sudah seharusnya Aku meninggalkannya dialtar. Kau memang bodoh, Rachel." Rachel terus menyalahkan dirinya.
Air hangat terus mengalir, Rachel sudah melepaskan pakaiannya dan menenggelamkan setengah badannya kedalam. Hangatnya sangat menenangkan. Gips ditangannya bahkan sengaja ikutan basah karena akan kesusahan jika membuatnya terus kering.
3 menit....
5 menit....
10 menit....
Rachel terlelap dalam keadaan air yang masih mengalir, semakin naik air maka semakin membuat tubuh Rachel mengambang dalam genangan. Titik garis air semula hanya sebatas dada, kini sudah memenuhi genangan sampai ke bibir. Air terus mengalir hingga mencapai ujung hidung.
"RACHEL!!!" Pekik Kenneth sontak mengangkat tubuh Rachel yang nyaris tenggelam. Tentunya Rachel seperti terbangun dalam mimpinya, semalaman Ia tidak bisa tidur dengan tenang. Kenneth membalut tubuh mungil istrinya dengan handuk besar. "Kau ingin mati?! Huh?"
"Apa maksudmu?"
"Jika Aku tidak terbangun mungkin Kau benar-benar akan mati." Ucap Kenneth. "Kalau Kau ingin mengakhiri hidupmu, jangan libatkan Aku. Hidupku sudah cukup berat menerima—"
"Jadi itu yang Kau harapkan?" Sepertinya Kenneth menyesal telah berkata seperti itu, karena wanita yang ada dihadapannya ini langsung terdiam. "Aku tidak tahu kalau selama ini Kau sangat terbebani. Maafkan Aku sudah merepotkanmu."
"B-bukan itu maksudku—"
"Bisakah Kau keluar? Aku ingin memakai bajuku." Mata Rachel sudah memerah, meskipun wajahnya basah karena berendam dalam bathup, Kenneth bisa melihatnya dengan jelas bahwa wanita itu menangis. Kenneth memilih keluar dari kamar mandi. "Kau benar-benar bodoh, Rachel." Tangisnya sedikit tertahankan. Tidak ingin membuat Kenneth berpikir bahwa dirinya sangat lemah.
Rachel keluar dengan keadaan gips yang masih basah, matanya sudah sembab. Sedangkan Kenneth sedikit cemas karena merasa bersalah. Kenneth melirik kearah gips Rachel yang basah.
"Maaf. Aku bicara terlalu kasar padamu." Ucap Kennet berusaha mendekat dan memegang lengannya. "Perbanmu harus diganti." Rachel menepis dengan pelan.
"Tanpa Kau bilang Aku akan mengganti perbanku."
"Aku akan memanggil pelayan—"
"Percuma, Kau tahu." Jawabnya santai. Rachel menuju meja besar dan membuka satu laci berisi perban dan pengaitnya. Kenneth tidak berani menginterupsi dan membiarkan Rachel membuka dan memasangnya sendiri.
Kenneth kembali ke kasurnya dengan posisi setengah duduk. Sementara Rachel mati-matian memasangkan perbannya dengan satu tangan. Biasanya Ia hanya berdiam diri menonton pelayannya memasangkan perban untuknya, namun kali ini Ia harus berusaha memasangnya sendirian.
"Kau—kenapa memilih berendam dijam segini?" Tanya Kenneth penasaran.
"Aku hanya ingin tidur dengan tenang. Aku akan mati kedinginan jika tidur disini tanpa selimut."
"Kau bisa memintanya kepada pelayan."
"Dan membuat Papamu berpikir bahwa Aku tidak tidur denganmu? Untuk apa dua selimut dalam satu kamar? Pasti Dia akan berpikir bahwa Kita tidur secara terpisah."
Kenneth mengambil perban itu dan memasangkannya tanpa penolakan apapun dari Rachel. Tetapi wanita itu hanya menghembuskan napas panjang.
"Apapun perkataanmu hari ini, seharusnya Aku berterimakasih." Nada Rachel lebih berat dari biasanya. "Tapi Aku tetap tidak setuju dengan ucapanmu. Bukan hanya Kau yang tersiksa dengan pernikahan ini, Aku pun sama."
"Kau memang tidak bersalah, tapi memang Kita seharusnya tidak ditakdirkan bersama." Balas Kenneth.
"Lalu kenapa Kau menerima perjodohan itu? Kenapa Kau membiarkan semuanya semakin jauh?"
"Aku tidak bisa memberitahumu saat ini. Tidurlah disitu. Kau perlu istirahat." Rachel seakan tidak puas dengan jawaban dari Kenneth. "Tenang saja, sebentar lagi Aku sudah bersiap untuk mandi. Aku akan tidur sebentar disofa ini." Kenneth mengarahkan Rachel untuk berbaring dikasurnya.
Wangi tubuh Kenneth tercium bahkan sampai ke bantal dan gulingnya, Rachel menghirupnya sambil memejamkan mata. Rasa kantuknya memang belum usai karena waktu tidurnya sedikit terganggu karena tidak pernah tidur diatas sofa.
07.55 AM
Bartanious keluar dari ruangannya dibantu dengan asisten pribadinya, didalam meja makan yang besar hanya dirinya yang duduk disana. Pagi ini Rachel dan Kenneth belum muncul sama sekali.
"Bagaimana? Apakah semalam Mereka tidak tidur secara terpisah?"
"Tidak Tuan, sepertinya rencana awal sudah berhasil."
"Jangan mudah tertipu, sampai Aku bisa mendengar kabar bahagia. Aku akan tetap khawatir."
"Tetapi apakah dalam waktu seminggu akan berhasil?"
"Tentu saja, Aku sudah menyiapkan segalanya." Jawab Bartanious dengan senyuman evil.
Tiba-tiba saja Rachel datang dengan wajah letih, meskipun diberi kesempatan untuk tidur dikasur Kenneth, tetap saja matanya sedikit sayu karena tangisan tadi.
"Selamat Pagi, Pa." Ucap Rachel yang duduk disampingnya.
"Kau kenapa? Terlihat sangat lelah."
"Tidurku memang sedikit terganggu." Jawab Rachel sekenanya.
Gedung Utama Praga Yasusa Group, 10.00 AM
Seperti biasa, kantor terlihat sibuk oleh aktivitas orang-orang. Kenneth banyak terdiam diruanganya, tumpukan berkas sudah menggunung diatas meja. Tetapi pikirannya sedikitpun tidak pernah lepas dari kejadian dini hari.
"Mengapa Aku memikirkannya? Apa karena ucapanku yang sudah keterlaluan?" Kenneth bertanya pada dirinya sendiri. Sebuah notifikai pesan masuk muncul dilayar handhphonenya.
"Kau tidak bisa mampir hari ini? Ada yang ingin kubicarakan."
Kenneth berpikir sejenak sebelum membalas pesan itu. Tertera nama Ranata sebagai pengirimnya.
"Hari ini Aku tidak bisa datang, dan mungkin dalam beberapa hari Aku juga tidak bisa. Jika ada sesuatu Kau bisa pakai kartuku."
Jawaban dari Kenneth membuat Ranata menghela napas, Ia berpikir sejenak dan mempertimbangkan hal apa yang akan ia lakukan.
Yayasan Bunda Kasih, 10.09 AM
"Aku tidak butuh kartumu, Kenneth." Gumam Ranata.
"Jika Kau melamun seperti itu, tehnya akan meluap." Ucap Robert mengingatkan. Ranata menghela napas, benar saja tehnya meluap keluar dari cangkir.
"M-maaf."
"Kenapa Kau murung seperti itu. Jika Kau lelah, bisa istirahat dulu. Tidak perlu memaksakan diri." Robert kembali mengingatkan. Setelah ketidakhadiran Rachel karena cuti sakit, Ranata sering terlihat murung.
"Tidak apa-apa. Aku hanya kurang fit." Singkat Ranata.
"Kau bisa ijin kepada Mommy Kala."
"Jika Aku ijin juga, Kau bagaimana?" Tanya Ranata.
"Aku bisa mengatasinya sendiri. Aku ini laki-laki mandiri." Balas Robert merasa bangga. "Didekat perapian ada susu kaleng. Kau bisa meminumnya jika Kau mau."
"Terimakasih sudah peduli padaku." Ranata menyunggingkan senyumnya.
"Aku hanya bersikap normal layaknya makhluk sosial." Robert sedang membuat sebuah kursi kecil dari kayu yang tersedia. Kemudian memberikan sedikit pahatan dan ukiran sederhana pada kayu itu.
"Kau sudah terbiasa memahat ya?" Tanya Ranata.
"Tidak, Aku hanya melakukannya dengan insting." Robert tidak menghentikan aktivitasnya itu. Ranata duduk tepat disebelah Robert.
"Kudengar Kau tidak sepenuhnya bekerja disini."
"Iya, Aku punya perusahaan sendiri."
"Wah Kau pekerja keras ya." Puji Ranata sambil menepuk pundak lelaki itu dengan pelan.
"Hahaha—apa yang Kau lihat tidak sepenuhnya benar. Aku berada disini karena ada Rachel disini. Sudah kubilang Kami sudah seperti belahan jiwa yang tidak terpisahkan." Kali ini Robert tersenyum.
"Meskipun Kau tidak bisa memilikinya? Kau memang segigih ini ya?"
"Apa bedanya denganmu?"
"A-apa maksudmu?" Nampaknya Ranata sedikit gugup.
"Aku melihat Kau pun sangat gigih." Jawab Robert. Senyuman itu mengandung makna gelap dan suram, Robert tidak memujinya, ia hanya memberikan sebuah kalimat sarkas untuk Ranata. Ranata semakin kikuk mendapat tatapan seperti itu.
To Be Continued
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
