Sayembara untuk Sang Putri. #CeritadanRasaIndomie

5
2
Deskripsi

Ini adalah sebuah dongeng. Sebuah kisah tentang suatu kerajaan yang makmur, di bawah kepemimpinan seorang raja dan ratu yang menyayangi putri tunggal mereka. Namun kerajaan itu sedang tidak baik-baik saja. Ada masalah besar yang melanda mereka, berhari-hari, tanpa solusi: sang putri tidak berselera makan. Raja pun memutuskan menggelar sayembara berhadiah.

(Tulisan ini dibuat untuk berpartisipasi dalam Kompetisi Cerita dan Rasa, KaryaKarsa x Indomie)

Sayembara untuk Sang Putri

Daratan Pancaindra dilanda kepanikan. Sudah nyaris seminggu lamanya Putri Papila, anak perempuan satu-satunya dari Raja Tonsil dan Ratu Saliva, kehilangan nafsu makan. Juru masak Kerajaan Pengecap yang paling handal bahkan sudah menyerah. Tak satu pun masakan-masakan lezat yang dia hidangkan di meja berhasil membangkitkan nafsu makan Putri Papila yang mendadak lenyap tak terbekas. Tuan Putri hanya mau menelan satu atau dua suap sebelum sama sekali berhenti menyentuh makanannya. Jika bukan karena tiga puluh tahun pengabdiannya di dapur Istana Epiglotis, mungkin karir sang juru masak telah kandas. 

“Paduka, bagaimana dengan sayembara?” Foramen Cecum, penasihat kerajaan, menawarkan pendapatnya dengan suara hati-hati. Sore itu, Raja Tonsil dan Ratu Saliva mengutus abdi istana untuk memanggil Foramen Cecum ke ruang rapat yang terletak di sayap kiri istana. Kondisi Putri Papila membuat sang raja pusing tujuh keliling.

Kening Raja Tonsil mengernyit. “Sayembara?”

Foramen Cecum menunduk hormat. “Benar, Paduka. Ada empat kerajaan tetangga di daratan Pancaindra. Kita bisa sebarkan sayembara ini tidak hanya ke seluruh negeri, tapi juga ke Kerajaan Penglihatan, Peraba, Pembau, dan Pendengaran. Kita siapkan hadiah untuk barangsiapa yang bisa mengembalikan selera makan Tuan Putri.”

Tangan Ratu Saliva menyelimuti tangan Raja Tonsil dan meremasnya. “Biarkan semuanya ikut,” pinta sang ratu. “Pedagang, bangsawan, rakyat… siapa pun boleh mencoba. Aku tidak peduli. Asalkan Papila mau makan lagi.”

Maka sayembara diselenggarakan. Empat gulungan perkamen diserahkan kepada empat kurir kepercayaan istana dan diberangkatkan ke kerajaan-kerajaan tetangga. Raja mengirimkan beberapa pembawa berita yang masing-masing didampingi dua orang pengawal untuk menempelkan dan membacakan pengumuman sayembara di tempat-tempat strategis, seperti pasar, perpustakaan kerajaan, balai pertemuan, dan lain sebagainya. Raja Tonsil berjanji akan mengabulkan satu keinginan pemenang sayembara, apa pun itu, selama Raja sanggup memenuhinya. Harta, kedudukan, bahkan pinangan terhadap Putri Papila.

Rakyat gempar. Putri Papila adalah sosok yang disayangi warga Kerajaan Pengecap. Sosoknya murah senyum dan tidak segan-segan bergabung dengan masyarakat. Anak-anak senang berinteraksi dan bermain bersamanya. Hilangnya nafsu makan Putri Papila menjadi topik perbincangan di setiap sudut kerajaan. Orang-orang menerka-nerka apa yang sekiranya ampuh menyembuhkan kondisi tuan putri. Tidak sedikit yang berencana ikut sayembara.

Kerajaan-kerajaan lain di daratan Pancaindra menyambut sayembara tersebut dengan tangan terbuka. Surat-surat berdatangan. Isinya menyatakan kesediaan untuk menyebarluaskan sayembara ke seluruh wilayah kerajaan. Para raja mengutus putra-putra mahkota mereka berpartisipasi dalam sayembara. Semua diberangkatkan ke Kerajaan Pengecap, mulai dari yang terkuat, tertampan, terpintar, hingga paling terampil. Mereka datang dengan segenap persiapan. 

Rombongan dari Kerajaan Pembau tiba pertama kali. Raja Nasal dan Ratu Maksila mengirim ketiga putra kembar mereka: Pangeran Sinus, Pangeran Septum, dan Pangeran Silia. Di hadapan singgasana Raja Tonsil, mereka mempersembahkan bunga legendaris khas Kerajaan Pembau, yang diklaim sanggup menggugah selera makan siapa pun yang mencium wanginya. Raja memerintahkan salah seorang pengawal pribadinya untuk mengendus bunga sebagai uji coba khasiat.

“Paduka, saya tiba-tiba merasa lapar,” lapor pengawal. “Padahal tadi saya baik-baik saja.”

Raja Tonsil dan Ratu Saliva secara bergantian menghidu bunga tersebut. Rupanya benar. Perut mereka menjadi lapar hanya dalam sekejap mata. Bunga itu kemudian diserahkan ke tangan Putri Papila, yang mencium aromanya perlahan-lahan. Satu tarikan napas. Dua tarikan napas. Setelah tarikan napas ketiga, Putri Papila menatap ayah dan ibunya sebelum menggeleng lesu. Bunga itu tak berefek apa pun padanya. Pangeran Sinus, Pangeran Septum, dan Pangeran Silia bertukar pandang kecewa, tapi apa boleh buat. Mereka telah gagal.

Kerajaan Penglihatan diwakili oleh kakak-beradik Pangeran Sklera dan Putri Kornea. Mereka menyajikan beraneka ragam makanan khas kerajaan asal mereka yang terkenal dengan keindahan visualnya. Raja Tonsil dan Ratu Saliva ternganga takjub. Tak pernah sebelumnya mereka melihat hamparan makanan yang tampak begitu cantik. Penampilan setiap masakan sedemikian memikat hingga air liur setiap orang di dalam ruangan tersebut terasa memenuhi rongga mulut. Perut-perut berkeruyuk riang. 

Putri Papila menatap aneka makanan yang terhampar di depan matanya. Tak bisa dipungkiri, semua makanan itu terlihat indah. Putri Papila menghampiri masakan yang menurutnya paling menarik dan mencoba sesuap. Ah, sama saja. Nafsu makannya tetap tidak muncul. Putri Papila berpaling ke arah orang tuanya dan menggelengkan kepala. Daftar kontestan sayembara yang gagal bertambah panjang.

Hari berganti hari dan Putri Papila masih tidak berselera makan. Kulitnya mulai kusam, cahaya sehat yang selama ini terpancar dari sosoknya telah hilang. Perwakilan Kerajaan Pendengaran dan Peraba ternyata mengalami nasib serupa dengan kerajaan tetangga yang lain. Raja Koklea yang belum berketurunan mengutus musisi istana yang paling jago untuk melantunkan musik yang selalu dimainkan ketika Kerajaan Pendengaran mengadakan acara perjamuan. Pangeran Epidermis dari Kerajaan Peraba membawa sebotol salep dari tabib istana yang dipercaya dapat membangkitkan nafsu makan jika dibalurkan dan dipijatkan ke seluruh tubuh. Tidak ada yang berhasil.

Raja Tonsil dan Ratu Saliva berangsur putus asa. Itulah kenapa, ketika seorang pedagang menghadap dengan maksud berpartisipasi dalam sayembara, raja tak begitu menggubrisnya. Tak menanggapinya secara serius. Perwakilan kerajaan-kerajaan tetangga sudah mengirimkan hal-hal terbaik yang mereka miliki dan berakhir sia-sia. Memangnya apa yang mampu dilakukan seorang pedagang biasa?

“Perkenalkan dirimu.” Raja bertitah. Suaranya lelah.

“Paduka Yang Mulia,” sapa sang pedagang penuh hormat. “Nama saya Tengkulak. Pekerjaan saya berkeliling berbagai tempat mencari barang-barang untuk dijual. Pagi ini saya baru saja kembali dari sebuah negara kepulauan yang letaknya sangat jauh, dan mendengar tentang kondisi Tuan Putri Papila. Saya membawa sesuatu dari negara itu yang mungkin bisa membuat nafsu makan Tuan Putri Papila kembali.”

Raja menegakkan duduknya. “Apa yang kau bawa?”

Tengkulak mengeluarkan beberapa bungkusan plastik dari kantong yang dibawanya. Warnanya berbeda-beda. “Indomie, Paduka.”

Raja mengerutkan kening. “Indomie? Apa itu?”

“Ini adalah makanan yang sangat dicintai penduduk negara kepulauan yang saya datangi,” jelas Tengkulak. “Tua, muda, petinggi negara sampai rakyat jelata, semua menyukainya. Bisa disimpan lama, tapi cepat disiapkan. Saya dengar, Indomie tetap terasa enak meski dimakan ketika sakit dan tidak berselera makan. Cocok sekali untuk Tuan Putri Papila saat ini.”

Maka Raja Tonsil memerintahkan Tengkulak menyiapkan Indomie di dapur, di bawah pengawasan juru masak istana. Tidak sampai sepuluh menit kemudian, Tengkulak kembali dengan membawa Indomie yang telah matang. Raja dan ratu sangat terkesan. Mereka tak menyangka akan secepat ini. Tengkulak membuka tudung saji di hadapan keduanya. Seketika aroma Indomie menguar ke segala penjuru ruangan. Aroma yang asing, namun begitu nikmat dan menggoda.

Putri Papila, yang duduk di kursinya di sisi singgasana ratu sembari membaca buku, mengangkat wajah. Wangi Indomie menggelitik hidungnya. Tubuhnya sudah bergerak menghampiri sepiring Indomie yang disajikan oleh Tengkulak sebelum disadarinya. Sudah lama sekali Putri Papila tidak bertemu masakan yang memicu rasa penasaran.

Tanpa menunggu salah seorang pengawal raja mencicipi makanan untuk tes racun, Putri Papila memasukkan sesuap Indomie ke dalam mulutnya. Raja Tonsil dan Ratu Saliva berpegangan tangan dengan harap-harap cemas. Waktu seolah berjalan dalam gerak lambat.

Putri Papila mengunyah perlahan. Bola matanya membulat kaget. Ini berbeda dengan segala yang pernah dia makan. Tengkulak juga mencampurkan potongan sayuran dan telur ke dalam Indomie yang diraciknya, menghasilkan kombinasi yang memberikan variasi tekstur yang menyenangkan. 

Enak. Enak sekali! 

Suap demi suap masuk ke dalam mulut sang putri. Tak butuh waktu lama sampai seisi piring habis tandas. Raja Tonsil dan Ratu Saliva menangis haru, tak percaya apa yang baru saja terjadi. Berkat Indomie yang dibawa Tengkulak, selera makan Putri Papila muncul lagi.

Perayaan digelar di Kerajaan Pengecap. Rakyat bergembira. Raja mengabulkan permintaan Tengkulak untuk menjadi salah satu penyuplai kebutuhan istana dan mengizinkan keluarganya bekerja sebagai abdi dalam. Kini Tengkulak juga mengemban kewajiban memasok Indomie, yang dengan cepat menjadi makanan favorit Putri Papila dan populer di kalangan penduduk kerajaan.

Mereka semua hidup berbahagia.

***

(TAMAT)

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Malam Tahun Baru di Hadapan Nisan Kayu - 2013
7
0
Chapter 02 - 2013. Bagi Mia, malam tahun baru yang sarat keriaan, bertabur gemilang dan terang kembang api hadir sepaket dengan menghabiskan malam di tempat pemakaman umum yang mencekam, remang, dan digelayuti kemuraman. Keduanya tak terpisahkan. Tapi apakah pada malam pergantian tahun kali ini Mia akan kembali bertemu orang itu? Setelah kata-kata kasar yang Mia lontarkan tanpa pikir panjang setahun silam?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan