That Guy - 01

0
0
Deskripsi

Kamu kalau tahu Rama pasti ngeri.

Si jantan dari kompleks perumahan Anggrek dekat sekolah itu punya catatan hitam plus buku khusus plus lagi buku tulis biasa karena buku khususnya sudah habis.

Bolos.

Bolos.

Bolos.

Berantem.

Berantem.

Berantem

Bikin anak orang nangis.

Itu track rekor seminggunya Rama di sekolah. Dan lagi-lagi yang ditulis dibuku itu hanya yang terlihat oleh guru, kalau yang kasat mata sampai ikut terlihat, beuh 100 % Bu Tini langsung beli buku akutansi!

Belum lagi tingkah nyebelin, dan tidak pedulinya terhadap orang sekitar. Seperti sekarang, orang lagi sibuk mikir soal UTS fisika dan dia seenak jidat nyanyi lagunya Armada yang liriknya ia ganti, alhasil lagu itu jadi mesum.

"Buka bajumu .. bukalah sedikit untukku ... sehingga diriku bisa melihat anu mu.."

Suara cekikikan langsung terdengar dari belakang, suara-suara yang selalu mensupport kenakalan Rama. Siapa lagi kalau bukan dua anteknya Kokoh sama Bisma. Sebenarnya nama Kokoh adalah nama panggilan saja karena laki-laki itu punya mata sipit segaris bahkan kalau si Kokoh ini disuruh melotot masih kelihatan merem!

Terus si Bisma antek Rama yang anehnya adalah wakil ketua OSIS. Bisa bayangin nggak sih, punya waketos yang luar biasa sableng? Ancur-ancur deh, sekolah.

"Koh!" seru Rama keras hingga Pak Agus memelototi laki-laki itu. "lo gimana sih, lagi UTS malah tidur!"

Bisma tergelak tawa, sementara Kokoh mengangkat wajah kemudian menghadapkan mukanya pada Rama dan melotot. "Lo liat bangke! Ini sipit bukan merem!"

Rama kemudian menjauhkan wajah Kokoh dari hadapannya. "Sono ah! Ngeri gue lihat lo ngigo!"

Bisma sudah tertawa sekencang-kencang yang laki-laki itu bisa dan bersamaan dengan makin kencangnya suara tawa Bisma saat itu juga Pak Agus berdiri dari singgahsananya berderap cepat menuju tiga laki-laki itu, semua mata terpaku pada langkah Pak Agus dan bisa dipastikan detik kemudian gurunya itu marah besar.

"Kalian keluar!" Pak Agus mengambil lembar jawaban Rama kemudian merobek kertas folio bergaris itu dihadapan pemiliknya. Lalu bagaimana sikap Rama?

Santai kayak di pantai!

Bisma segera menyembunyikan lembar jawabannya di dalam baju, senakal-nakalnya laki-laki itu ia masih belum bisa merelakan telinganya untuk mendengar ocehan ibunya tujuh hari tujuh malam.

"Bisma," panggil Pak Agus tegas. "Kasih ke saya lembar jawaban kamu sekarang!"

Bisma meneguk ludahnya kasar, intonasi yang diberikan oleh Pak Agus membuat laki-laki itu secara perlahan memberikan lembar jawabannya, "maaf Pak."

"Kevin?"

Kevin nama asli Kokoh, gila nggak tuh nama keren seperti itu bisa disandang oleh cowok petakilan macam Kokoh.

Kokoh pun tanpa berat hati menyerahkan lembar jawabannya. "Kalian bertiga keluar sekarang!"

Semua mata di kelas ini mengiringi kepergian mereka, saking fokusnya aku pada Rama, aku sampai nggak sadar bahwa kaki ku keluar dari bangku dan membuat Rama tersandung.

"Alamak!" seru Kokoh kaget.

Aku buru-buru menarik kakiku, memasukan kembali ke bangku dan menatapnya takut. Saat Rama menoleh ke belakang terlihat sekali dari sorot matanya bahwa ia akan meledak namun, setelah dia mengetahui bahwa itu aku, Rama hanya menghela napasnya kemudian lanjut berjalan.

***

Tepat pukul 7, hari senin, minggu pertama setelah UTS Rama terlambat. Sebenarnya sudah biasa, hanya saja hari ini kepala sekolah Gharda yang memberi petuah.

Rama berjalan tenang menuju barisan, beberapa adik kelasnya merasa terganggu dengan kehadiran cowok itu pun menoleh. "Apa lihat-lihat!" bentak Rama galak.

Di depan Pak Anta memberi petuahnya. "Sekolah kita ini adiwiyata. Sudah seharusnya kalian bisa mengemban gelar tersebut. Kalian harus bisa menjaga kebersihan."

Rama mendengus mendengarnya. Bukan apa-apa tapi yang dikatakan Pak Anta hanyalah omong kosong! Rama pernah melihat dengan kedua matanya kepala sekolahnya itu membuang putung rokok sembarangan.

Langkah Rama terhenti dibarisan kelasnya, XI IPA 3.

Karena laki-laki harus baris di depan maka, sambil mengikat dasi Rama menyelinap diantara teman-teman perempuannya, hingga menimbulkan kegaduhan.

"Rama apaan sih?!"

"Aduh!"

"Ini anak kebiasaan deh!"

"Yee biasa dong gak usah senggol-senggol, modus lo!"

Segala macam makian itu dibalas dengan senyuman tengilnya. Sampai ia berhenti di belakang seorang perempuan yang menunduk dalam.

Rama sangat mengenali perempuan itu dan dirinya sangat yakin bila perempuan itu tidak sedang baik-baik saja. Maka, saat Rama menyentuh pundaknya, tubuh mungil itu segera limbung ke depan.

"MEISKA!"

๐ŸŒบ

Meiska perlahan membuka matanya, kemudian tangannya bergerak menyentuh keningnya.

"Meis!"

Meiska menoleh ke samping, ada Fani di sana. "Lo nggak apa-apa?" Yang ditanya menggeleng lemah. "Elo sih! Lo pasti belum sarapan kan? Udah tahu punya maag, lo harusnya gak boleh ninggal sarapan. Mau seburu-buru apapun lo harus sarapan! Ngerti?"

Meiska tersenyum. Pagi ini dia memang melewatkan sarapannya karena takut terlambat.

"Untung tadi ada Rama."

Meiska mengernyit. "Rama?"

"Iya." Fani memutar matanya malas. "Orang yang kata lo menakutkan itu, nolongin lo tadi."

"Serius?"

"Iya! Lo tadi digendong sama dia, nggak pakai pikir panjang. Langsung dibawa gitu aja ke UKS. Bahkan gue ngira lo diculik tau nggak? Tiba-tiba lo digendong gitu aja, eh nggak tahunya lo pingsan."

Meiska bergeming. Detik kemudian yang ia lakukan adalah meremas rok abu-abunya.

๐ŸŒบ

Meiska bergerak gelisah dibangkunya. Berkali-kali dia tidak bisa menahan keinginannya untuk menoleh ke belakang, ke bangku pojok kelas hanya untuk menatap Rama yang kini tidur dilipatan tangannya.

"Kenapa sih?" tanya Fani yang tidak sengaja melihat pergerakan teman sebangkunya itu.

Meiska menghela napasnya kemudian ia kembali memperhatikan Pak Agus dan tepat saat itu Meiska melihat, Pak Agus melemparkan penghapus papan tulis ke arah belakang.

TAKK!

Semua mata menatap ke belakang melihat Rama dengan wajah kusut bercampur marah khas cowok itu jika terganggu kemudian menatap wajah Pak Agus yang memerah.

"Ayah kamu tidak membayar sekolah mahal-mahal untuk tidur di kelas!"

Rama mendengus keras.

"Kamu seharusnya bel-"

"Tahu apa Bapak sama ayah saya?" tanya Rama begitu dingin. Semua langsung terdiam. Satu sekolah tahu siapa ayah Rama, satu sekolah tahu bagaimana hubungan keduanya.

Pak Agus pun terdiam.

"Katanya sekolah itu rumah kedua kita," kata Rama ringan namun tatapan matanya pada Pak Agus tetap berkilat marah. "Bukan salah saya dong Pak, kalau saya anggap kelas ini kamar saya."

Kokoh terkekeh, ia menepuk-tepuk punggung Rama salut. Dia kemudian mengangkat tangannya. "Pak! Saya juga mau satu kamar sama Rama." katanya kemudian menelungkupkan kepalanya dan bergegas tidur.

Sementara semua menahan senyum karena tingkah Kokoh, Pak Agus berusaha meredam emosinya, dan Meiska menatap lamat Rama sampai yang ditatap tiba-tiba saja juga melihatnya, detik kemudian Meiska gelagapan mengalihkan pandangannya.

๐ŸŒบ

Rama berulah lagi.

Kali ini bukan siswa sasarannya tapi, guru magang bernama Bu Mira. Bu Mira yang menghebohkan satu sekolah karena kecantikannya dan rambut panjang badainya.

Rama tidak mengganggu Bu Mira. Cowok itu kini merayu Bu Mira yang sedang menunggu pesanan jusnya dan betapa hebatnya Rama saat Bu Mira tersipu oleh gombalan mautnya.

"Ibu kalau jalan sama saya nanti saya belikan es krim deh," kata Rama sambil cengengesan.

"Yeee! Sama saya aja Bu! Saya beliin cornetto mini satu pack deh!"

"Haduh! Buat Bu Mira kok cuma es krim sama indomaretnya gue beli!"

Sorak-sorak di dekat gerobak jus Mang Ucup itu semakin ramai.

Sementara Bu Mira tidak sungkan untuk mengulum senyumnya. Dan sebab itu Rama semakin menjadi-jadi. Cowok itu tidak segan untuk menyelipkan anak rambut Bu Mira ke daun telinga guru magang cantik itu.

"Biar nggak menghalagi wajah cantik kamu," katanya kemudian disambut dengan sorakan sepuluh kali lebih heboh.

Beberapa meter dari sana tiga orang perempuan menatap kerumunan itu geli. "Gue baru lihat ada murid sekurang ajar itu sama gurunya," celetuk Fani setelah mengalihkan pandangannya.

"Jangan kaget, Rama dari SMP tingkahnya udah gila!" Kini Manda ikut berkomentar.

Meiska memperhatikan kedua temannya lalu ia kembali menatap Rama yang kini menyerahkan ponselnya pada Bu Mira, entah untuk apa. "Nelayan nggak akan bisa nangkap ikan kalau si ikan nggak makan umpannya."

Baik Fani maupun Manda menghentikan aktivitasnya. Keduanya sama-sama menatap Meiska takjub.

"Tunggu-tunggu," Manda menginterupsi. "Ini emang perasaan gue aja atau lo emang lagi belain si Rama?"

Meiska hanya mengedikan bahu malas.

"Nggak bisa nih." ujar Fani sambil menyandarkan punggungnya ke kursi dan menatap Meiska di depannya.

"Apa?"

"Lo suka kan sama Rama?"

"Ngaco!" ucap Meiska sambil memelototi Fani.

Manda menyikut Fani pelan. "Apaan sih lo Fan? Nggak mungkinlah Meiska suka sama Rama." Manda menyeruput teh hangatnya. "Atas dasar apa coba lo ngomong kayak gitu?"

"Tadi di kelas lo ngeliat ke belakang mulu, ngeliatin Rama kan Meis?"

Yang ditodong pertanyaan sedikit terkejut. Namun cepat-cepat ia menetralkan ekspresi wajahnya. "Kata siapa? Orang tadi gue mau minjem tipe-x ke Kokoh kok!"

Dua cewek di depan Meiska sponton mengernyit bersamaan. Sejak kapan Kokoh punua tipe-x? Sedangkan bulpen saja setiap hari cowok itu heboh mencari pinjaman.

"Ya pokoknya gitu deh," kata Meiska sebelum dicerca pertanyaan lagi. "Eh, bentar lagi bel nih masuk yuk!"

๐ŸŒบ

"Cari apa?" tanya Fani setelah kembali dari kelas Manda dan mendapati Fani yang heboh mengobrak-abrik tasnya.

"Itu Fan, jam tangan gue." Meiska menatap Fani. "Lo ada lihat nggak?"

"Jam tangan lo yang item? Yang dari bokap lo itu?"

Meiska mengangguk, tatapannya penuh harap menanti jawaban Fani. "Gak tahu juga gue, Meis. Emang hari ini lo pakai?"

Meiska diam sejenak. Rangkaian kegiatannya dari pagi berputar diotaknya. "Gue bawa! Tapi belum sempet gue pakai terus gue masukin ke saku."

"Terus, di saku lo nggak ada?"

Meiska menggeleng kemudian cewek itu tiba-tiba menepuk jidatnya keras. "Apa jatuh ya pas gue pingsan?"

"Bisa jadi." Fani duduk di samping Meiska. "Tapi kok nggak ada berita kehilangan ya?"

"Iya juga sih." Meiska kembali terdiam. Sebentar lagi bel masuk berbunyi, tidak mungkin ia mencari sekarang. Tetapi di satu sisi ia juga takut kehilangan jam kesayangannya. "Apa gue cari sekarang ya Fan?"

Namun ide itu segera gagal setelah mendengar salam dari Pak Danu guru matematika mereka. "Selamat siang anak-anak. Segera dikumpulkan tugasnya di depan."

๐ŸŒบ

Dengan alasan ijin ke toilet, Meiska pergi untuk mencari jam tangannya. Selama setengah jam di kelas Meiska tidak bisa fokus sama sekali dengan penjelasan Pak Danu.

Meiska berjalan sambil menunduk melewati lapangan, tidak peduli matahari tengah bersemangat menyinari bumi.

Meiska sudah memutari lapangan dua kali dan saat putaran terakhir hanya bisa selesai setengah karena mendadak lehernya kram.

Cewek itu mendengus keras. Sekali lagi matanya menelusuri lapangan namun tidak juga ditemukannya benda hitam yang dicari.

Meiska pasrah. Ia pun memutuskan untuk kembali ke kelas namun, langkah Meiska terhenti saat ia tidak sengaja melihat ruang kecil di samping ruang OSIS.

UKS!

Tanpa pikir panjang Meiska langsung saja berlari ke sana. Sampai di depan ia menetralkan napasnya lalu membuka pintu UKS perlahan. Suasana tampak sepi hanya ada satu tirai yang tertutup, mungkin ada orangnya.

Tidak mau membangunkan, Meiska berjalan mengendap-endap. Ia pun berjongkok untuk mencari jam tangannya.

Namun belum sampai satu menit ia berada di sana, suara lenguhan keras membuat cewek itu diam ditempatnya.

Jantung Meiska berdegup kencang. Mata bulat cewek itu mengerjap berkali-kali. Otaknya berteriak memerintah untuk segera pergi dari sana namun, teriakan perempuan itu yang membuat kakinya tiba-tiba tidak mau bergerak.

"Rama!"

Dari sini Meiska mendengar kekehan laki-laki itu, suaranya terdengar rendah seperti ada sesuatu yang ditahannya.

Meiska menutup telinganya rapat-rapat. Berusaha menulikan pendengarannya atas suara perempuan yang makin menjadi-jadi itu. Lantas setelah satu jam cewek itu berjongkok dan suara tirai dibuka terdengar, Meiska mengumpulkan tenaganya untuk berlari.

BRAKK!

"Ada orang?"

Rama terdiam. Matanya menatap lurus pintu UKS yang tertutup rapat, hatinya tiba-tiba saja gusar.

"Rama?"

"Ya?"

Perempuan itu bergelayut manja dilengan Rama. "Ada orang yang lihat?"

"Oh." Rama menggeleng. "Cuma angin."

To be continue๐ŸŒบ

ย 

ย 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya That Guy - 02
0
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan