
Yang gak suka genre Harem boleh skip!
“Baiklah, intinya aku tak boleh ke sana.” Hinata berjalan lagi lalu mencari suatu kegiatan yang bisa membuang rasa bosannya. Sayangnya, ia justru melihat Kaisar Sasuke berjalan bersama kasim dan dayang menuju ke arahnya.
“Gawat, aku harus kabur.”
10 — Tukang Jahit Istana
“Hinata-sama, apa Anda tidak rindu kedatangan Kaisar? Kulihat beberapa hari ini Anda sangat senang. Bangun pagi-pagi lalu berjalan-jalan mengitari danau.”
“Untuk apa merindukan Kaisar?”
Jawaban Hinata membuat dua pelayan muda di dekatnya kaget. ‘Untuk apa?’
“Dia akan datang ke mari sesuai dengan jadwalnya, jadi tak perlu merindukannya. Aku juga kadang melihatnya di jalan, jadi aku biasa saja.”
Dua pelayan muda itu tertawa pelan.
“Aku jadi bersyukur karena menjadi dayang di paviliun ini dan bukannya di Paviliun milik Selir Karin.”
“Benarkah? Syukurlah kalau kau betah bekerja di sini.” Hinata memakan cemilannya.
“Hinata-sama tidak penasaran gosip tentang Selir Karin?”
“Entahlah,” Hinata teringat ucapan ayahnya. “Jangan pernah mencari gosip di sekitarmu! Itu hanya akan membuatmu lebih stres.”
Dua pelayan Hinata mengangguk setuju. “Tapi kalau tidak bergosip, kita tidak tahu banyak hal yang sedang terjadi di sekitar kita.”
Ingatan Hinata justru tertuju pada ucapan Selir Ino beberapa hari lalu. Gara-gara diberitahu soal gosip malam panasnya dengan Kaisar, ia jadi merasa malu sepanjang perjalanan pulang. Ia berpikir yang tidak-tidak sampai akhirnya menstimulasi pikirannya pada malam hari. Keesokannya Hinata pun kembali menjalani hari seperti biasa.
Ketukan di pintu terdengar, tiga orang yang tadinya sedang mengobrol pun langsung terdiam.
Dua di antara mereka bangkit berdiri dan seperti dugaan Hinata, ia harus meminum tonik hitam yang baunya tercium makin kuat.
Anehnya lagi, pelayan utusan kaisar itu seolah tahu masalahnya. Ia membawa baki untuknya muntah.
Kedua dayang Hinata saling pandang dengan wajah khawatir. Setelah utusan pergi, keduanya pun mendekati Hinata dan bertanya, “Kurasa Hinata-sama harus meminta Kaisar berhenti memberikan tonik itu.”
“Aku setuju,” Gadis lain mengangguk. “Aku benar-benar khawatir karena Hinata-sama selalu memaksakan diri meminum tonik itu tapi selalu berakhir muntah.”
“Aku baik-baik saja.” Hinata menjawab. “Tapi kurasa bahan pembuatan tonik itu selalu berbeda-beda akhir-akhir ini.”
“Hinata-sama, makanlah camilan manis ini yang banyak.”
Hinata setuju. Ia makan camilan manis yang dihidangkan untuknya lalu mengabaikan rasa tidak nyaman karena mual yang dirasakannya tadi.
***
Siang ini, penjahit istana datang untuk mengukur tubuh Hinata. Ada 5 orang yang datang dengan seorang laki-laki yang bekerja sebagai penjahit utama.
Hinata berdiri di tengah kamar sambil sesekali berputar dan lain sebagainya. Ia, kepala pelayan, dan dua pelayan mudanya melihat-lihat bahan dengan senyum lebar lalu memilih bahan yang dianggap bagus untuk upacara ritual di bulan purnama nanti.
“Yang Mulia Permaisuri memakai kimono berwarna merah muda, Selir Ino memakai kimono berwarna ungu gelap, dan Selir Karin memakai kimono berwarna ungu muda. Anda bisa memilih warna lain atau memilih warna yang sama dengan salah satu dari Selir.”
“Tidak, aku memilih ini saja.”
“Biru muda dengan obi putih,” Penjahit mengangguk paham. “Apa Anda yakin, Yang Mulia Selir Hinata?”
“Apa tidak boleh? Jika tidak, aku pilih yang lain. Bagaimana menurut kalian?” Hinata kali ini bertanya pada pelayan-pelayannya.
“Pilihan Hinata-sama terlalu sederhana. Apa Anda tidak memilih warna merah saja?”
“Aku selalu merasa tidak cocok dengan warna merah,” Hinata langsung menggeleng. Menolak usulan pelayannya.
Setelah pemilihan pakaian, Hinata dan pelayan-pelayannya kembali diharuskan memilih aksesoris untuk dipakai nanti. Karena pilihannya kimono berwarna biru muda, dayang istana yang membantu penjahit itu menunjuk beberapa aksesoris berwarna senada.
Hinata memilih lagi sementara para dayang yang bekerja bersamanya terlihat begitu senang dan iri. Sebagai wanita, mereka suka sesuatu yang berkilau. Dan karena bekerja di paviliun selir, mereka bisa melihat itu dengan nyata. Ya, walaupun hanya melihat. Mereka sudah cukup senang. Setidaknya hidup mereka tidak dihabiskan dengan melihat pakaian kotor yang harus dicuci di area pencucian pakaian.
Setelah segala urusan selesai, penjahit istana bersama para asistennya pun pergi. Mereka meninggalkan Paviliun Kamelia seraya meninggalkan aksesoris yang sudah dipilih Hinata.
Langsung mencobanya, Hinata tersenyum saat melihat dirinya di cermin kecil.
“Hinata-sama sangat cantik.”
“Kau benar! Pantas saja Kaisar sangat senang berada di sekitar Hinata-sama.”
“Jangan bicara seperti itu!” protes Hinata. “Aku tak suka mendengarnya!” Hinata membuat pelayan muda di kamarnya menunduk ketakutan.
“Maafkan kami, Hinata-sama.”
Sementara itu, Mitarashi hanya bisa tersenyum. Kedekatan antara para dayang dan Selir Hinata sudah makin baik, jadi ia merasa lega. “Ayo kita coba gaya rambut yang lain!” Mitarashi mengalihkan pembicaraan dan Hinata segera duduk diam.
“Tidak apa-apa, Yachi. Hinata-sama menegurmu karena kau memang tidak seharusnya bicara seperti itu!” Mitarashi menasihati Yachi, pelayan yang tadi salah bicara. “Tidak baik untuk Hinata-sama jika salah satu pelayannya bicara soal Kaisar yang terlalu mencintai salah satu selirnya. Permaisuri pun bisa marah. Dayang-dayang di kediamannya mungkin tidak akan terima dengan ucapanmu. Jadi kita harus menjaga kalimat kita dengan baik, Yachi!”
“Baik, Mitarashi-san. Maafkan aku, Hinata-sama.”
Hinata berdehem. “Jangan mengulanginya lagi! Kalian berdua juga harus memberitahu yang lain.”
“Baik, Yang Mulia Selir Hinata.”
Hinata setelahnya tersenyum puas. Ia mulai tersenyum lagi dan mengobrol soal hal lain dengan ketiga pelayannya.
***
“Aku ingin masuk ke sana,” Hinata menggerutu sambil berhenti di depan ruang perpustakaan terbesar di istana dalam.
“Kurasa itu bukan ide yang baik, Hinata-sama. Belum pernah ada seorang selir masuk ke perpustakaan istana yang biasanya dipenuhi dengan banyak cendekiawan berjenis kelamin laki-laki yang berlalu lalang.”
“Apa ada aturan tertulis kalau seorang selir tak boleh masuk?”
Mitarashi bergeming. “Kami hanya khawatir akan ada gosip buruk tentang Anda karena masuk ke ruangan tertutup dengan kebanyakan laki-laki di dalamnya.”
‘Rumit!’ pikir Hinata. “Hanya sebentar….”
“Anda wanita milik Kaisar, Hinata-sama. Kuharap Anda berpikir terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan segala sesuatunya.”
“Kalau begitu kau saja, Yachi.” Hinata menunjuk Yachi.
“Aku tidak bisa membaca, Yang Mulia Selir.”
“Bagaimana denganmu Mitarashi-san?”
“Maaf, Yang Mulia Selir. Kemampuanku membaca sangat rendah.”
“Baiklah, intinya aku tak boleh ke sana.” Hinata berjalan lagi lalu mencari suatu kegiatan yang bisa membuang rasa bosannya. Sayangnya, ia justru melihat Kaisar Sasuke berjalan bersama kasim dan dayang menuju ke arahnya.
“Gawat, aku harus kabur.”
Ucapan selir mereka membuat para pelayan menahan tawa.
Sayangnya Kaisar berjalan lebih cepat dengan langkah lebar lalu berdiri di hadapan Selir Hinata. “Apa yang kau lakukan di sini?”
Hinata menunduk untuk memberi hormat lalu menjawab, “Aku sedang melihat-lihat istana dalam.”
“Karena kau ada di sini. Ayo ikut aku!”
Ajakan Kaisar Sasuke membuat Hinata bergeming. Saat tangan pria itu memeluknya dari samping, Hinata mau tak mau mengikuti langkah Kaisar. Mereka berjalan bersama.
“Kita mau ke mana?” tanyanya sambil menatap wajah tampan Kaisar Sasuke.
“Aku akan pergi ke ruang baca. Kau bisa ikut membaca beberapa buku di sana.”
“Aku boleh masuk ke perpustakaan istana?”
Kaisar nyaris tertawa. “Aku tidak bicara soal perpustakaan istana. Aku membicarakan soal ruang baca pribadiku.”
“Apa tempat itu berbeda?”
“Ruang bacaku ada di kawasan paviliun Kaisar. Sedangkan perpustakaan istana ada di sana. Jelas kedua tempat itu berbeda.”
“Jadi ruang baca Kaisar ada di kawasan paviliun milik Kaisar?” Hinata mengulang kalimat suaminya.
“Kuperhatikan kau suka membaca. Kau mungkin ingin meminjam beberapa buku.”
“Buku apa yang biasanya ada di ruang baca Yang Mulia Kaisar?”
Pertanyaan Hinata membuat Kaisar berpikir. Ia pun menyebut beberapa buku yang diingatnya. “Ada banyak. Buku pemerintahan, buku filsafat barat, buku kumpulan puisi dari negara utara barat laut, buku sejarah negara ini pun ada. Apa yang ingin kau baca?”
“Apa saja yang menarik minatku nanti. Kurasa aku tidak akan membaca buku sejarah negara ini. Aku sudah mendengarnya bertahun-tahun karena ibuku suka mendongeng.”
Kaisar Sasuke tersenyum tipis.
Sesampainya di kawasan Paviliun Kaisar, beberapa dayang dan kasim yang bekerja di sana menunduk hormat. Setelah Kaisar Sasuke dan Selir Hinata memasuki ruang baca berdua, mereka pun membuat perkumpulan gosip yang cukup berisik.
[]
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
