
##Chapter 6 — Pulang Bersama
“Oh iya. Kita pernah bertemu sebelumnya di apartemen Toneri-nii!” Hinata tersenyum ramah lalu menyapa dengan menundukkan kepalanya. “Bagaimana kabarmu, Naruto-san?”
“Senangnya! Jadi kau masih mengingat namaku, Hinata?” Naruto tampak senang.
Hinata tertawa renyah. “Tentu saja. Masa aku lupa dengan teman Kakakku.”
“Astaga, kau adik yang baik,” puji Naruto. “Sangat berbeda dengan Kakakmu.” Yang bahkan suka mengejekmu pada teman-temannya.
***
##Chapter 7 — Perasaan Toneri
“Kau...
##Chapter 6 — Pulang Bersama
“Oh iya. Kita pernah bertemu sebelumnya di apartemen Toneri-nii!” Hinata tersenyum ramah lalu menyapa dengan menundukkan kepalanya. “Bagaimana kabarmu, Naruto-san?”
“Senangnya! Jadi kau masih mengingat namaku, Hinata?” Naruto tampak senang.
Hinata tertawa renyah. “Tentu saja. Masa aku lupa dengan teman Kakakku.”
“Astaga, kau adik yang baik,” puji Naruto. “Sangat berbeda dengan Kakakmu.” Yang bahkan suka mengejekmu pada teman-temannya.
***
##Chapter 7 — Perasaan Toneri
“Kau tadi bertemu dengan temanku lalu diantar pulang ke rumah?”
“Iya.” Hinata tak mau berlama-lama. “Aku sudah bilang terima kasih, jadi tak perlu khawatir tentang sopan santunku terhadap temanmu itu.”
Toneri mengerutkan keningnya. “Lain kali jika bertemu teman-temanku … lari saja atau perlu, pura-pura saja tidak kenal!” Ia memperingatkan lalu membalik badan dan pergi dari hadapan Hinata.
***
##Chapter 8 — Buta Arah
Keesokan harinya….
“Bukankah aku harus kabur?” Hinata bicara sendiri setelah berada di toilet restoran tradisional yang dikunjunginya bersama ayah dan ibunya. Untung saja keluarga dari pihak laki-laki yang hendak bertemu belum sampai, jadi ia bisa mengurung diri di toilet dengan pakaian tradisionalnya yang tampak indah malam ini.
‘Kukira aku beruntung terlahir dari keluarga kaya karena tak perlu memikirkan permasalahan uang, tapi siapa sangka aku justru harus menghadapi perjodohan di usia muda di zaman modern ini?’
***
##Chapter 9 — Lunette
Toneri bergeming, mendengarkan cerita Hinata yang terdengar serius.
“Huh, kau benar-benar aneh!” Toneri menggerutu. “Berhenti bicara aneh seperti tadi kalau kau masih butuh teman! Kalau tidak, pergilah ke psikiater agar mereka bisa mendiagnosa penyakit jiwamu! Khayalanmu itu luar biasa! Ckckck….”
Setelah mencela adiknya, Toneri berjalan lebih cepat, ia meninggalkan Hinata dan mereka kembali bersama ke ruang makan yang dipenuhi menu dessert yang manis.
***
##Chapter 10 — Tinggal Bersama
Tangannya yang memegang garpu rasanya ingin sekali diterbangkan ke mulut ibu tirinya itu. Walaupun akhir-akhir ini ibu tirinya jarang mencari masalah dengannya, tetap saja ada api kebencian yang selalu membakar keduanya.
‘Tenang, Hinata! Sebentar lagi aku tak perlu melihat wajah menyebalkan itu lagi. Jadi ikuti saja kata-katanya.’
“Baik, Ibu. Aku akan melayani calon suamiku dengan baik. Aku akan pastikan untuk tidak mengecewakan Ayah dan Ibu. Apalagi Sasuke-san pria yang baik kan? Hahaha….” Hinata mengakhiri ucapannya dengan tawa gersang.
***
Sᴏᴍᴇᴛʜɪɴɢ Aɪɴ'ᴛ Rɪɢʜᴛ ©ᴛᴇʀᴀꜱᴏʀᴀ
𝑫𝒊𝒔𝒄𝒍𝒂𝒊𝒎𝒆𝒓: 𝑵𝒂𝒓𝒖𝒕𝒐 ©𝑴𝒂𝒔𝒂𝒔𝒉𝒊 𝑲𝒊𝒔𝒉𝒊𝒎𝒐𝒕𝒐
Sᴀsᴜʜɪɴᴀ Fᴀɴғɪᴄᴛɪᴏɴ ©❷⓿❷➍
Hᴀᴘᴘʏ ʀᴇᴀᴅɪɴɢ~~
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
